PENINGKATAN KELIMPAHAN POPULASI PREDATOR DOMINAN PENGGEREK BUAH KAKAO, CONOPOMORPHA CRAMERELLA MELALUI PENGEMBANGAN METODE KONSERVASI DALAM EKOSISTEM KAKAO MADE SUKARATA (POPT Ahli Madya) Unit Manajemen Lapangan (UML) Selemadeg Timur Dinas Perkebunan Provinsi Bali ABSTRAK Peningkatan kelimpahan populasi predator dominan penggerek buah kakao (PBK) dapat diupayakan melalui pengembangan metode konservasi, salah satunya pemberian mulsa daun kakao dan penggunaan pupuk kandang. Pemberian mulsa memberikan arti penting dalam kelangsungan hidup arthropoda di dalam ekosistem karena dapat dijadikan tempat berlindung musuh alami terutama pada suhu tinggi, sedangkan pupuk kandang selain sebagai bahan organik bagi kesuburan tanaman diharapkan juga dapat menjadi tempat berlindung musuh alami. Penelitian dilaksanakan di Subak Abian Amerta Asih, Desa Selemadeg, Kecamatan Selemadeg, Kabupaten Tabanan mulai bulan Mei sampai September 2015. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan perlakuan faktor tunggal yakni mulsa daun kakao 5 kg daun kering per pohon (A), pupuk kandang sapi 25 kg per pohon (B), dan cara petani sebagai kontrol (C) yang diulang sebanyak 10 kali per perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan tiga jenis predator dominan yang berasosiasi dengan hama PBK yaitu semut hitam, laba-laba, dan Cecopet, pemberian mulsa daun kakao dan pupuk kandang sapi disekitar pohon kakao mampu meningkatkan kelimpahan populasi predator semut hitam, laba-laba, dan Cecopet , kelimpahan populasi masing-masing predator cukup tinggi, dan kesamaan komunitas pada ekosistem kebun kakao hampir sama. Kata Kunci : Peningkatan kelimpahan predator PBK, metode konservasi, kakao
Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia, yang menjadi salah satu penyumbang terbesar devisa negara dari sektor non migas, sebagai sumber lapangan kerja maupun pendapatan bagi petani (Dinas Perkebunan Provinsi Bali, 2012). Potensi untuk menggunakan industri kakao sebagai salah satu pendorong pertumbuhan dan distribusi pendapatan cukup terbuka dan sangat menjanjikan, namun hingga saat ini pencapaian produktivitas kakao masih tergolong rendah, yakni 550 kg/ ha/tahun, sedangkan standar produksi yang diharapkan 1.250 kg/ha/tahun. Rendahnya tingkat produktivitas kakao yang dicapai salah satu penyebabnya adalah adanya serangan hama dan
penyakit (Rubiyo dkk., 2010). Hama penting yang menjadi penyebab utama menurunnya produksi dan mutu kakao adalah penggerek buah kakao (PBK), Conopomorpha cramerelle (Snellen) (Lepidoptera : Gracillaridae). Stadium yang merusak dari hama tersebut adalah larvanya, yang dapat menyebabkan biji kempes (kurang bernas) dan lengket sehingga berpengaruh terhadap kriteria standar mutu biji terutama bean count dan kadar sampah biji yang secara keseluruhan mempengaruhi daya saing dan perlakuan harga (Supartha, 2008). Pengendalian penggerek buah kakao yang dilakukan petani sampai saat ini masih mengandalkan penggunaan insektisida sintetis, karena mudah didapat dan praktis dalam penggunaannya, tetapi penggunaan yang berlebihan secara terus menerus dan tidak terkontrol dapat menimbulkan akibat negatif terhadap lingkungan seperti adanya residu
Majalah Ilmiah Untab, Vol. 13 No. 1 Maret 2016
9
PENDAHULUAN
dalam tanah, air, udara, menyebabkan kekebalan (resistensi), ledakan (resurjensi) hama, timbulnya hama sekunder, terbunuhnya musuh alami dan makhluk lain yang bukan sasaran serta menyebabkan berbagai penyakit dan kematian pada manusia (Oka, 1995). Menyadari dampak yang timbul dari penggunaan insektisida sintetis tersebut, maka diperlukan suatu alternatif pengendalian yang efektif dan aman bagi manusia serta lingkungan. Alternatif pengendalian yang dapat diupayakan yaitu pengendalian hayati dengan memanfaatkan musuh alami hama PBK seperti predator semut hitam Dolichoderus bituberculatus (Mayr) (Hymenoptera: Formicidae), semut rangrang Oecophylla smaragdina (Mayr) (Hymenoptera: Formicidae), laba-laba, parasit Gorhypus spp., serta jamur entomopatogen Beauveria bassiana dan Paecilomyces furnosoroseus (Sulistyowati dkk., 2002). Optimalisasi usaha pengendalian hayati tersebut dilandasi oleh pemahaman bahwa ekosistem kakao merupakan unit dasar ekologi yang memberi ruang masing-masing komponen pendukung ekosistem tersebut saling berinteraksi di dalamnya. PBK dan musuh-musuh alami seperti predator, parasitoid, dan patogen serangga adalah komponen-komponen penyusun ekosistem yang mempunyai hubungan fungsional sehingga dalam upaya pengendalian hama PBK di lapang diperlukan pemahaman terhadap kompleksitas dan peranan musuh-musuh alami tersebut di dalam ekosistem kakao. Secara alamiah musuh-musuh alami tersebut berperan dalam pengaturan populasi hama di alam (Supartha dkk., 2009). Usaha yang dilakukan untuk mendapatkan kandidat musuh alami yang efektif sebagai agens pengendalian hayati PBK adalah eksplorasi dan evaluasi terhadap potensi musuh alami yang berasosiasi dengan hama PBK dalam ekosistem kakao, namun penelitian tentang hal tersebut masih sangat terbatas. Pengembangan metode konservasi musuh alami yang didukung tindakan budidaya ramah lingkungan merupakan usaha yang sangat menentukan dalam optimalisasi musuh alami di lapang. Pemupukan dengan 10
menggunakan pupuk kandang dan mulsa sebagai penutup tanah merupakan salah satu upaya yang dapat ditempuh. Pemberian mulsa diantara tanaman memberikan arti penting dalam kelangsungan hidup arthropoda di dalam ekosistem karena dapat dijadikan tempat berlindung musuh alami terutama pada suhu tinggi (Taulu, 2001), sedangkan pupuk kandang selain sebagai bahan organik bagi kesuburan tanaman diharapkan juga dapat menjadi tempat berlindung musuh alami (Suana dan Hery, 1998). Pemahaman terhadap keragaman predator yang berasosiasi dengan hama PBK pada ekosistem kakao khususnya di Kecamatan Selemadeg, masih sangat terbatas. Sehubungan dengan itu dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mendapatkan data identifikasi predator dominan di dalam ekosistem kakao. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Subak Abian Amerta Asih, Desa Selemadeg, Kecamatan Selemadeg, Kabupaten Tabanan mulai bulan Mei sampai dengan September 2015. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan perlakuan teknik konservasi faktor tunggal yakni mulsa daun kakao yang disebar sebanyak 5 kg daun kering per pohon (A), pupuk kandang sapi sebanyak 25 kg per pohon (B), dan cara petani sebagai kontrol (C) yang diulang sebanyak 10 kali setiap perlakuan. Penempatan perlakuan dilakukan secara purposive sampling yakni dilakukan secara sengaja pada pohon yang menunjukkan gejala serangan PBK. Mulsa daun kakao sebanyak 5 kg disebar mulai dari batang utama hingga ke kanopi terluar pohon kakao, sedangkan pupuk kandang sapi sebanyak 25 kg diberikan dengan cara membuat larikan sedalam 10 cm pada kanopi terluar pohon kakao. Pengamatan mingguan dilakukan dengan memasang perangkap yang terbuat dari gelas plastik berukuran tinggi 7,5 cm diameter 5 cm dengan diisi cairan detergen 10% dan dimasukkan kedalam tanah sehingga bibir gelas plastik sejajar dengan tanah pada masingmasing perlakuan. Jenis dan kelimpahan
Made Sukarata , Peningkatan Kelimpahan Populasi ........
predator dicatat di lapang, sementara hasil tangkapan serangga predator ditampung dengan botol koleksi berukuran 15 ml dalam alkohol 90% selanjutnya diberi label tanggal, lokasi pengambilan sampel, dan dibawa ke Kantor UML untuk diidentifikasi. Identifikasi predator dilakukan secara manual berdasarkan kunci identifikasi yang tersedia menurut jenisnya (Kalshoven, 1981; Anon., 1991). Identifikasi tersebut juga dilakukan berdasarkan foto spesimen serangga. Pengamatan dilakukan selama 10 kali. Data dianalisis sesuai rancangan acak kelompok (Anova), apabila perlakuan yang diberikan berpengaruh nyata terhadap peubah yang diamati maka dilanjutkan dengan uji beda nilai rata-rata dengan uji BNT taraf 5% (Gomez dan Gomez, 1995). Untuk memperkuat hasil penelitian juga dilakukan survey studi keragaman predator di 8 Subak Abian (SA) di Kecamatan Selemadeg, Kabupaten Tabanan, untuk mengetahui keragaman, kelimpahan, dan kesamaan komunitas yaitu di Subak Abian (SA) Palasari, SA, Ulun Suwi, SA.Ulun Desa, SA. Panti, SA. Aseman, SA. Jaya Winangun, SA. Catur Nadi, SA. Sumber Manik, dan Subak Abian Merta Nadi Kencana. Pemilihan lokasi dilakukan secara Sistematis sampling berdasarkan intensitas serangan hama PBK dengan kriteria serangan berat. Pengamatan dilakukan sama seperti di Subak Amerta Asih dengan cara memasang perangkap pada masing-masing lokasi pengamatan. Survey per lokasi dilakukan sebanyak 5 kali. Untuk menentukan keragaman serangga predator digunakan indeks Shannon-Wiener dengan rumus (Southwood, 1980 dalam Supartha dkk., 2009): H’=-∑ Pi log Pi =-∑ (ni/N log ni/N) Keterangan: H’= Indeks keragaman Pi = ni/N ni = Jumlah individu jenis ke-i N = Total jumlah individu Nilai Indeks: <1,5 : Keragaman rendah 1,5-3,5 : Keragaman sedang >3,5 : Keragaman tinggi Majalah Ilmiah Untab, Vol. 13 No. 1 Maret 2016
Kelimpahan dengan menjumlahkan per individu masing-masing jenis predator yang ditemukan dan kesamaan komunitas dengan indeks Sorensen dengan rumus (Southwood, 1980 dalam Supartha dkk., 2009) : 2.c IS = X 100% a+b Keterangan : IS = Indeks Sorensen a = Jumlah jenis di lokasi a b = Jumlah jenis di lokasi b c = Jumlah jenis yang terdapat di lokasi a dan b HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa perlakuan pemberian mulsa daun kakao dan pupuk kandang sapi pada sekitar pohon kakao berpengaruh nyata terhadap kelimpahan populasi masing-masing predator dominan. Dari hasil pengamatan ditemukan 3 (tiga) jenis predator dominan yakni semut hitam, laba-laba, dan Cecopet dengan kelimpahan populasi yang berbeda pada masing-masing perlakuan (Tabel 1.) Tabel 1. Kelimpahan populasi predator dominan pada perlakuan mulsa daun kakao dan pupuk kandang sapi Perlakuan
Mulsa daun kakao Pupuk kandang sapi Kontrol
Kelimpahan populasi predator dominan (ekor) Semut LabaCecopet hitam laba 2.474 a 19 b 12 b 1.306 b 39 a 24 a 912 c 12 b 9 b
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% Uji BNT Kelimpahan populasi semut hitam paling tinggi pada perlakuan mulsa daun kakao dengan jumlah 2474 ekor berbeda nyata dengan perlakuan pupuk kandang sapi dengan jumlah 1306 ekor serta kontrol dengan jumlah 912 ekor. Kelimpahan populasi laba-laba paling 11
tinggi pada perlakuan pupuk kandang sapi dengan jumlah 39 ekor berbeda nyata dengan perlakuan mulsa daun kakao dengan jumlah 19 ekor serta kontrol 12 ekor. Kelimpahan populasi Cecopet paling tinggi pada perlakuan pupuk kandang sapi dengan jumlah 24 ekor berbeda nyata dengan perlakuan mulsa daun kakao dengan jumlah 12 ekor serta kontrol 9 ekor, namun antara perlakuan mulsa daun
kakao dengan kontrol terdapat perbedaan yang tidak nyata. Hasil survey studi keragaman, kelimpahan populasi, dan kesamaan komunitas predator yang berasosiasi dengan hama PBK dalam ekosistem kakao di 8 SA. di Kecamatan Selemadeg, mendapatkan bahwa ditemukan predator-predator yang tergolong dalam serangga dan laba-laba (Tabel 2.)
Tabel 2. Keragaman jenis, kelimpahan populasi, dan indeks keragaman jenis (Indeks ShannonWeiner) predator di 8(delapan) SA.di Kecamatan Selemadeg Kabupaten Tabanan Subak Abian
Palasari
Ulun Suwi
Klas
Spesies
Kelimpah an populasi (ekor)
Insecta
Hymenopthera
Formicidae
Dolichoderus bituberculatus (semut hitam)
327
Insecta
Coleoptera
Carabidae
(kumbang tanah)
3
Insecta
Dermaptera
Forficulidae
orficula auricularia (Cocopet) 4
Insecta
Hemiptera
Reduviidae
Triatoma sp. (kepik 1 leher)
Arachinida Araneae
Salticidae
Insecta
Hymenopthera
Formicidae
(laba-laba pelompat) Dolichoderus bituberculatus (semut hitam)
Insecta
Hymenopthera
Formicidae
Insecta
Dermaptera
Forficulidae
Insecta
Hemiptera
Reduviidae
Araneae
Slticidae
Arachinida
12
Ordo
Keragaman jenis Takson Family
Indek s kerag aman jenis 0,104 (renda h)
9 290
0,166 (renda h)
Oecophylla 5 smaragdina (semut rang-rang) Forficula auricularia 6 (Cocopet) 2 Triatoma sp. (kepik leher) 11 (laba-laba pelompat)
Made Sukarata , Peningkatan Kelimpahan Populasi ........
Ulun Desa
Insecta
Hymenopthera
Formicidae
Dolichoderus bituberculatus (semut hitam)
Insecta
Hymenopthera
Formicidae
Oecophylla 6 smaragdina (semut rang-rang)
Insecta
Dermaptera
Forficulidae
Insecta
Hemiptera
Reduviidae
Forficula auricularia (Cocopet)
Arachinida Araneae Panti
Insecta
Hymenopthera Formicidae
Insecta
Dermaptera
Arachinida Araneae Aseman
(laba-laba pelompat) Dolichoderus bituberculatus (semut hitam)
2 10 235
Forficulidae
Forficula auricularia (Cocopet)
6
Salticidae
(laba-laba pelompat) Dolichoderus bituberculatus (semut hitam)
10
Hymenopthera Formicidae
Insecta
Hymenopthera Formicidae
Oecophylla 6 smaragdina (semut rang-rang)
Insecta
Dermaptera
Forficulidae
Insecta
Coleoptera
Carabidae
Forficula auricularia (Cocopet)
Salticidae
Insecta
Hymenopthera Formicidae
Insecta
Hymenopthera Formicidae
Majalah Ilmiah Untab, Vol. 13 No. 1 Maret 2016
(kumbang tanah) (laba-laba pelompat) Dolichoderus bituberculatus (semut hitam)
0,174 (rendah)
7
Insecta
Arachinida Araneae Jaya Winang un
Salticidae
Triatoma sp. (kepik leher)
285
280
0,119 (rendah)
0,161 (renda h)
8 1 10 243
0,149 (renda h)
Oecophylla 4 smaragdina (semut rang-rang) 13
Insecta
Dermaptera
Forficulidae
Insecta
Hemiptera
Reduviidae
Arachinida Araneae Sumber Manik
Triatoma sp. (kepik leher)
Salticidae
5 2 8
Insecta
Hymenopthera Formicidae
(laba-laba pelompat) Dolichoderus bituberculatus (semut hitam)
Insecta
Coleoptera
Carabidae
(kumbang tanah)
3
Insecta
Dermaptera
Forficulidae
4
Insecta
Hemiptera
Reduviidae
Forficula auricularia (Cocopet)
Arachinida Araneae
Hymenopthera Formicidae
Insecta
Hymenopthera Formicidae
Insecta
Dermaptera
Forficulidae
Insecta
Hemiptera
Reduviidae
Arachinida Araneae
Salticidae
Kesamaan komunitas jenis predator yang berasosiasi dengan hama PBK dalam ekosistem kakao di 8 Subak Abian (SA) di Kecamatan Selemadeg, menunjukkan bahwa kesamaan
270
Forficula auricularia (Cocopet) Triatoma sp. (kepik leher) (laba-laba pelompat)
0,133 (rendah )
3
Triatoma sp. (kepik leher) 8 (laba-laba pelompat) Dolichoderus 268 bituberculatus (semut hitam) 12 Oecophylla smaragdina (semut rang-rang)
Salticidae
Merta Insecta Nadi Kencana
14
Forficula auricularia (Cocopet)
0,153 (rendah )
3 3 4
predator yang ditemukan pada masing-masing Subak Abian adalah mendekati nilai hampir sama dengan persentase indeks 75-100% (Tabel 3.).
Made Sukarata , Peningkatan Kelimpahan Populasi ........
Tabel 3. Indeks kesamaan komunitas (Indeks Sorensen) predator di 8 Subak Abian di Kecamatan Selemadeg, Kabupaten Tabanan, Bali Subak Abian
Palasari Ulun Suwi Ulun Desa Panti Aseman Jaya Winangun Sumber Manik Merta Nadi Kencana
Palas Ulun ari Suwi -
80 -
Ulun Desa
Panti Aseman Jaya Winangun
80 100 -
75 75 75 -
80 80 80 75 -
%
80 100 100 75 80 -
Sumber Manik
Merta Nadi Kencana
100 80 80 75 80 80 -
80 100 100 75 80 100 80 -
Usaha untuk menjaga kestabilan predator agar eksis di lapang dapat diupayakan dengan pengembangan metode konservasi melalui tindakan budidaya ramah lingkungan, perbaikan habitat dan relungnya di lapang. Tindakan budidaya tanaman yang ramah lingkungan dapat dilakukan dengan pemberian mulsa sebagai penutup tanah dan pupuk organik. Perkembangan kelimpahan populasi predator dominan dengan perlakuan mulsa daun kakao dan pupuk kandang sapi menunjukkan pengaruh nyata terhadap kelimpahan populasi predator dominan (Tabel 1) Kelimpahan populasi semut hitam paling banyak pada perlakuan mulsa daun kakao, kemudian perlakuan pupuk kandang sapi, dan paling sedikit pada kontrol, sedangkan kelimpahan populasi laba-laba dan cocopet paling banyak pada perlakuan pupuk kandang sapi, walaupun secara statistika perlakuan mulsa daun kakao dan kontrol tidak berbeda nyata, namun dari jumlah kelimpahan populasi terbanyak kedua adalah pada perlakuan mulsa daun kakao dan paling sedikit pada perlakuan kontrol. Penggunaan mulsa daun pada mulanya ditujukan untuk kepentingan agronomi yaitu mempertahankan tingkat kelembaban tanah, menjaga suhu permukaan tanah, mengurangi erosi, meningkatkan C-organik, meningkatkan serapan hara, dan meningkatkan translokasi nitrogen (Purwani dkk., 2000). Beberapa
penelitian melaporkan bahwa mulsa jerami bermanfaat dalam kaitannya dengan upaya pengendalian hama. Mulsa jerami padi dapat menyebabkan peningkatan kelimpahan arthropoda predator serangga hama pada tanaman kedelai terutama arthropoda predator kelompok laba-laba, semut, kumbang tanah (Stinner dan House, 1990). Winasa (2001) melaporkan bahwa pemberian mulsa jerami padi pada pertanaman kedelai meningkatkan kelimpahan kelompok laba-laba dan semut. Serasah dan daun-daun yang gugur di tanah merupakan habitat yang sesuai bagi predator. Jumlahnya secara dramatis meningkat ketika lapisan serasah makin tebal, hal ini disebabkan lebih banyaknya tempat tersedia untuk bersembunyi dan terhindar dari suhu yang ekstrim serta meningkatnya kelembaban tanah dan menjadikan iklim mikro lebih kondusif (Suana dan Hery, 1998). Pemberian mulsa daun dan pemupukan tanaman dengan pupuk organik dapat meningkatkan populasi mikro arthropoda tanah yaitu tungau dan colembola. Hal ini disebabkan bahan organik pada daun mengandung nitrogen yang apabila dimanfaatkan sebagai mulsa akan mengalami proses dekomposisi oleh tungau, colembola, cendawan, dan bakteri. Selain itu bahan organik dari pupuk kandang dapat langsung dimanfaatkan oleh mikroarthropoda tanah dan sekaligus untuk menyediakan kebutuhan hara bagi tanaman. Organisme mikroarthropoda tanah tersebut merupakan mangsa alternatif
Majalah Ilmiah Untab, Vol. 13 No. 1 Maret 2016
15
bagi arthropoda predator antara lain kelompok semut, laba-laba, dan kumbang tanah. Mulsa daun merupakan basis makanan detrivora yaitu tungau dan colembola. Pemberian mulsa sebenarnya merupakan pengisian mata rantai detrivora yang kosong (Winasa, 2001).. Predator dominan yang ditemukan melalui survey di 8 lokasi adalah semut hitam, laba-laba, dan cocopet. Kelimpahan populasi ketiga jenis predator tersebut di setiap lokasi lebih banyak dibandingkan jenis predator lain. Indeks keragaman jenis predator di masingmasing lokasi rendah (Tabel 2), hal ini disebabkan sedikitnya jenis spesies predator yang ditemukan di masing-masing lokasi. Nilai indeks kesamaan komunitas predator di masing-masing lokasi cenderung hampir sama karena ekosistem kebun kakao di masingmasing lokasi survey adalah sama (Tabel 3). Oka (1995) menyatakan bahwa semakin banyak jumlah spesies yang ditemukan di suatu areal pertanaman, maka akan semakin besar atau tinggi tingkat keragaman komunitasnya. Dalam komunitas yang keragamannya tinggi suatu spesies tidak dapat menjadi dominan, sebaliknya dalam komunitas yang keragamannya rendah, satu atau dua spesies dapat dominan. Keragaman akan cenderung rendah dalam ekosistem yang secara fisik terkendali oleh kegiatan budidaya yang dilakukan petani dan keragaman cenderung tinggi dalam ekosistem yang diatur secara biologi. Keragaman spesies yang tinggi menyebabkan jaring-jaring makanan yang terbentuk lebih kompleks sehingga kestabilan pada ekosistem pertanaman kakao meningkat, sebaliknya keragaman spesies yang rendah menyebabkan jaring-jaring makanan yang terbentuk lebih sederhana sehingga kestabilan pada ekosistem pertanaman kakao kurang terjaga. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari uraian di atas dapat disimpulkan : 1. Pemberian mulsa daun kakao dan pupuk kandang sapi disekitar pohon kakao mampu meningkatkan kelimpahan populasi predator semut hitam, laba16
laba, dan cocopet yang berasosiasi dengan hama PBK di ekosistem kakao. 2. Ditemukan tiga jenis predator dominan yang berasosiasi dengan hama PBK yaitu semut hitam, laba-laba, dan cocopet. Kelimpahan populasi masingmasing predator cukup tinggi, serta kesamaan komunitas pada ekosistem kebun kakao hampir sama. Saran Dengan demikian masalah hama PBK bisa di kendalikan dengan banyak cara tetapi kita sebagai petani atau pengamat OPT dapat menggunakan cara yang efektif untuk mengendalikan hama PBK yang dapat merugikan para petani kita. DAFTAR PUSTAKA Anonim.1991. Kunci Determinasi Serangga. Yogyakarta. Kanisius.221 hal. Dinas Perkebunan Provinsi Bali, 2007. Kegiatan Pemeliharaan Demplot Pengendalian PBK (Penggerek Buah Kakao) secara Terpadu. Laporan Akhir. Dinas Perkebunan Provinsi Bali bekerjasama dengan Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Denpasar. 135 hal. Oka, I.N. 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 255 hal. Purwani, J., A. Kentjanasari., T. Prihatini. 2000. Serapan Hara dan Hasil Padi Serta Populasi Bakteri Pada Tanah Sawah Setelah Pembenaman Jerami Dan Pemberian Pupuk Hayati. Prosiding. Seminar Nasional Sumberdaya Lahan. Editor Las, I., O. Harijaya, D.D. Tarigan dan F. Agus. Puslit Tanah dan agroklimat. Cisarua-Bogor 9-11 Februari 1999. Hal 269-281. Rubiyo, Delly Resiani, Mahaputra, Sukadana, Pekik Anggoro. 2010. Pendampingan Teknologi Gerakan Nasional Peningkatan Produksi Kakao 2010. Laporan Akhir. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.
Made Sukarata , Peningkatan Kelimpahan Populasi ........
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian. 48 hal. Sulistyowati E, Y.D Junianto, E. Mufrihati & A. Wahab. 2002. Keefektifan Jamur Paecilomyces furnosoroseus untuk Mengendalikan Penggerek Buah Kakao Conopomorpha cramerella. Pelita Perkebunan 18(3):120-128 Supartha, I W. 2008. Pengendalian Hama Penggerek dan Penyakit Busuk Buah Kakao Secara Integrasi. I M. Mastika dan I W. Susila (Editor). ISBN 978-979-189790-7. Penerbit: Dinas Perkebunan Provinsi Bali. 86 hal Supartha, I W., Susila, I W., Mastika, I M., Suniti N.W. 2009. Pengelolaan Terpadu Hama Penggerek Buah Kakao, Conopomorpha cramerella
(Snellen)(Lepidoptera:Gracillaridae) di Bali. Usul Penelitian Strategis Nasional Tahun Anggaran 2009. Denpasar: Fakultas Pertanian Universitas Udayana Taulu, L.A. 2001. Kompleks Arthropoda Predator Penghuni Tajuk dan Peranannya dengan Perhatian Utama pada Paederus fuscipes (Curt.) (Coleoptera:Staphylinidae). Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 40 hal. Winasa, IW.2001. Artropoda Predator Penghuni Permukaan Tanah Di Pertanaman Kedelai, Kelimpahan, Pemangsaan, Dan pengaruh Praktek Budidaya Pertanian. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 114 hal.
Majalah Ilmiah Untab, Vol. 13 No. 1 Maret 2016
17