BABI PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perkembangan situasi Iingkungan ekstemal dan internal perbankan saat
1m mangalami kemajuan yang cukup pesat diikuti pula oleh semakin kompleksnya risiko dalam bisnis perbanka14 maka praktek tata kelola yang sebat (good governance) dan fungsi identifikasi pengukuran pemantauan dan pengendalian risiko bank hams selalu ditingkatkan. Peningkatan
fungsi
identifikasi,
pengukuran,
pemantauan
dan
pengendalian risiko dimaksudkan agar kegiatan usaha yang dijalankan oleh perbankan tidak menimbulkan kerugian yang melebihi kemampuan bank atau yang dapat mengganggu kelangsungan usaha bank, pengelolaan setiap aktivitas fungsional bank harus sedapat mungkin terintegrasi ke dalam suatu sistem dan proses pengelolaan risiko yang akurat dan komprehensif Penciptaan prakondisi dan infrastruktur pengelolaan risiko maka bank wajib
mengambil
langkah-langkah persiapan
pelaksanaan pengeloh!an
risikonya, adaplll1 beberapa risiko yang hams diperhatikan dalam industri
perbankan diantaranya adalah risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional, risiko likuiditas, risiko hukum, risiko reputasi, risiko stratejik dan risiko kepatuhan (PBI No.S/8/PBI/2003 ).
1
2
Salah satu dari beberapa risiko tersebut yang harus mendapat perhatian yang lebih besar adalah risiko kredit karena pada dasarnya aktivitas bank ada1ah sebagai intermediary antara pihak yang memiliki dana lebih (surplus spending w1it) kepada pihak yang memerlukan dana (deficit spending unit),
o1eh karena itu kred.it adalah bisnis utama
perbankan karena dari bisnis
tersebut akan diperoleh pendapatan bunga yang pada akhimya bennuara terhadap pencapaian laba yang optimum, oleh sebab itu didalam penyaluran kredit diperlukan menerapkan prinsip kehati-hatian agar pendapatan bunga yang telah diproyeksikan akan dapat tercapai, oleh sebab itu menerapkan manajemen risiko kredit merupakan suatu keharusan bagi dunia perbankan.
Definisi risiko kredit diantaranya seperti yang dinyatakan oleh Caouette, Altman, and Narayan dida1am Soesanto H,(2004) yaitu credit risk is the chance that this expectation will not be met, didalam Basel Committee on Banking
Supervision dalam Principles For The Management of Cre.dit Risk (1999) yakni credit is most simp(y defined as the potential that a bank borrower or counterparty willfail to met?t its obligation in accordance with agreed terms,
didalam PBI No. 5/8/PBI/2003 menyebutkan bahwa risiko kredit adalah risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty memenuhi kewajibannya, apabila mempematikan beberapa definisi risiko kredit diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa risiko kredit merupakan d~fault risk dari debitur. Pengawasan bank merupakan bidang yang memerlukan peningkatan dan penyempurnaan, hal ini disebabkan karena masih terdapatnya beberapa prinsipprinsip pmdensial yang masih belum diterapkan secara baik, koordinasi
3
pengawasan yang masib perlu ditingkatkan, kemampuan SDM pengawasan yang optimal, dan pelaksanaan low-entercement pengawasan yang belum efek1.if ( Bank Indonesia, Arsitektur Perbankan Indonesia, 2006 ). Beberapa penyebab mengapa bank hams menerapkan manajemen risiko hedit yaitu pertama. perbankan seringkali memegang aset kredit dari debitur deugan kllalitas yang rendah dibanding dengan kredit yang diberikan, hal ini terjadi pada beberapa kasm; kredit bennasalah, oleh karena itu perbankan hams menerapkan manajemen risiko kredit yang benar agar aset yang dipegang oleh
bank memptmyai kualitas yang tinggi yang mencover terhadap .kredit yang diberikan oleh bank. Kedu.a, Inovasi keuangan (financial innovation), dimana bidang jasa keuangan yang berkembang dengan sangat pesat, sehingga diperlukan peranan manajemen risiko kredit yang lebih besar. Inovasi bidang jasa keuangan memiliki risiko default tinggi sehingga diperlukan suatu alat analisa risiko kredit yang lebih handal. Ketiga, dengan semakin ketatnya persaingan antar bank maka setiap bank dituntut untuk mengelola manajemen seefisien mungkin agar diperoleh laba yang optimwn. Laba yang optimum dalam perbankan merupakan basil dari aktivitas perkreditan. oleh sebab itu peran manajemen risiko kredit sangat besar dalam
rangka menghindari keznungkinan tezjadinya risiko kerugian yang ditimbulkan oleh aktivitas perkreditan. K.eempat, peraturan yang dibuat oleh Bank sentral
tmtnk menciptakan kondisi perbankan yang sebat dan kompetitif terutama yang berkaitan dengan manajemen risiko kredit mengingat kredit merupakan akiivitas utama dalam perbankan.
4
Memitigasi risiko kredit terhadap kredit yang akan ruberikan maka diperlukan beberapa teknik untuk mengukur risiko, dalam Saunders dan Allen (2002) melalui pendekataan tradisional terdapat beberapa cara mengukur risiko krerut yaitu (1) expert .\ystem, (2) credit ratin~, dan (3) credit scoring. dalam experl .\ystem keputusan kredit didasarkan pada keal1lian (expertise) seorang
ana!is kredit atau manajer, adanya suNective judgment, dan pembobotan pada faktor-faktor kunci tertentu sangat menentukan dalarn pengambilan
kepuht~an
pemberian kredit, slstem ini dikenal dengan 5C' s yakni :
I. Character : rnengukur reputasi caJon debitur, itikad baik untuk mengembalikan pinjaman, dan menilai track record dalam berhubungan dengan ban1c 2. Capital : kontnbusi modal dari pemilik rasionya terhadap hutang sebagai
gambaran tmtuk memprediksi kemungkinan bangkrut:nya debitur, semakin tiuggi hutang setnakin besar kemungkinan teijadinya bangkrut.
3. Capacity : kemampuan untuk membayar kembali pinjaman yang ruretleksikan volatilitas dari kernampuan debitur menghasilkan ]aba. 4. Collateral : hila teijadi gagal bayar (defauit) maka bank akan menyita jaminan sehingga nilai likuidasi harus diperhitungk:an dengan cennat. 5. C)·cle (or Economic) Condition : siklus bisnis dan kondisi makro ekonomi merupakan faktor penting dalam mementukan eksposur risiko kredit. Selanjutnya Saunders dan Allen (2002) menyebutkan terdapat dua kelemahan dalam expert 5ystem yaitu (1) konsistensi; fak1or-faktor klmci apa
5
saja yang dianalisa untuk berbagai tipe debitur, (2) subjektivitas; berapa bobot obptima1 untuk faktor-faktor yang kunci tersebut diatas. Rating sy.\1em pada dasamya adalah untuk mengukur probability of default dan apabila teijadi default maka berapa recovery rate yang diharapkan.
Standart (JJ1d poor's dalam menentukan rating obligasi menilai aspek risiko bistris dan risiko keuangan (Caouette, et al, 1998 dalam Soesanto, 2004), dal.am risiko bisnis yang dinilai yakni karakter industri, kompetisi, dan manajemen, sementara dalam risiko keuangan yang dinilai yakni karakter keuangan, kebijakan keuangan, profitabilitas, struktur modal, cash jlow, dan fleksibilitas
keuangan. Selanjutnya Caouette menyatakan Moody's lebih memfok--uskan pada fundamental bisnis seperti karakter demand-supply, market le.adership, dan mst position. pada umumnya simbol rating dimulai dari AAA (highest quality) hingga D (default). Credit Scoring Model sudah lazim digunakan dalam industri perbankan untuk menilai layak tidaknya seorang calon peminjam memperoleh kredit.
Memmrt Thomas, eUtl (2002) didalam Soesanto (2004), Credit &oring Model merupakan pra-identifikasi atas sejumlah faktor-faktor kunci tertentu untuk menentukan probability of default dan mengkuantifikasikannya kedalam bentuk skor. Skor tersebut dapat diinterpretasikan sebagai probability default atau dapat juga sebagai a1at untuk mengklasifikasikan peminjam kedalam kelompok baik atau buruk yang didasarkan pada skor dan cut-off-point. Credit Scoring Model meni1ai risiko dalam memberi kredit pada
peminjam tertentu, tujuan dari Credit Scoring Model adalah memprediksi
6
risiko bukan menjelaskan risiko. Point pentingnya adalah Credit Scoring Model merupakan predictor qf risk dan bukan merupakan hal yang penting bahwa model prediksi tersebut juga menjelaskan mengapa beberapa peminjam default dan lainnya tidak. Credit Scoring Model memiliki beberapa manfaat dalam mengevaluasi kredit (Mester,U 1997) Manfaat pertama, quicker, scoring mengurangi wal'tU
yang dibutuhkan untuk persetujuan kredit. Kedua, cheaper, dengan keputm;an keputusan yang lebih cepat maka akan mengurangi biaya bagi bank dan sangat mengmrttmgkan customer. Ketiga, more objectivitas lebih teijaga karena para peminjam akan dinilai dengan kriteria yang sama untuk seluruh peminjam. SaJab satu peneliti yang melakukan penelitian mengenai penerapan Credit Scoring Model adalah Harman Soesanto (Universitas Indonesia, 2004)
yang menyimpulkan bahwa pendekatan dalam Credit Scoring Model yang baik adalah pendekatan model probit dan logit, dan variabel yang berpengaruh
terhadap probability qf default dengan tingkat signifikan 5% untuk kedua metode tersebut berjumlah 20 varia bel. Dunia perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan yang menggunakan Credit Scoring Model tmtuk menilai kelayakan pemberian kredit, penelitian ini menggunakau· PT. Bank BTN Kantor Cabang Surabaya
sebagai objek penelitian, dengan pertimbangan bahwa Bank BTN kantor cabang Surabaya merupakan cabang utama dengan jumlah debitur yang besar dan jenis debitur yang Jebih kompleks, sehingga diharapkan penelitian ini akan
7
dapat menjadi masukan da1am pengambilan kebijakan Credit Scoring Model dimasa mendatang. Credit Scoring Model di Bank BTN tumbuh akibat kebutuhan terhadap
kredit perumahan yang makin banyak dan cepat tanpa diskriminasi untuk mengantisipasi pertumbuhna penduduk yang semuanya membutuhkan rumah, hal ini rnenuntut proses keputusan kredit yang semakin cepat, fair, akurat dan konsist:ensi, sehingga keputusan kredit kredit dapat diambi1 dalam hitungan menit bukan hari atau minggu ( Mintowardono, 2006 ) Selama tahun 2002 sampai dengan tahun 2006 prosentase jwnlah debitur non perfonning loan (NPL) dibandingkan dengan jumlah total debitur, maupun
posisi kolektibilitas debitur NPL di Bank Tabungan Negara Kantor Cabang Surabaya ada1ah sebagai berikut :
Tabell Prosentase Jumlah Debitur Non Peiforming Loan Jml Debitur NPL dibanding Total Debitur Cabang (%) 5,30 1. 2002 I 3,31 2. 2003 3,32 3. 2004 4. 7,67 2005 5. 5,69 2006 Sumber : Data BTN Kantor Cabang Surabaya diolah No
Tahun
Posisi NPL 4,11 1,32 1,24 5,97 3,02
Berdasarkan tabel 1 di atas, pada tahun 2002 posisi debitur Non Peiforming Loan mengalami penurunan sampai dengan tahun 2004, namun
pada tahun 2005 mengalami kenaikan, dengan semakin besamya posisi jumlah debitur Non Petjorming Loan, maka semakin besar pula nilai aktiva produktif
8
yang hams dicadangkan, sehingga laba yang telah diproyeksikan tidak tercapai dengan optimum. Tingginya prosentase jumlah debitur Non Peiforming Loan pada tahun 2005, disebabkan semakin banyaknya jumlah debitur menunggak: yang disebabkan oleh banyak faktor yang dapat mempengaruhi yaitu fuktor kemampuan membayar (ability to repay), kemauan membayar (willingnes to repay) dan collateral (kehandalan agunan), dengan meningk:atnya jumlah NPL,
maka akan menjadikan pertanyaan apakah Credit Scoring .Model masih cuk-up mampu memprediksi risiko gagal bayar (default). Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 311147/KEP/DIR tanggal 12 Nopember 1998 menyatakan bahwa kolektibilitas terdiri dari dua yaitu Peifonning Loan dan Non Peifonning Loan, dimana kategori untuk kedua kolektibilitas tersebut adalah sebagai berikut :
Tabel2 Kategori Kolektibilitas
Umur tunggakan 000 s/d 000 hari Dim perbatian khusus 001 s/d 090 hari Kurang Jancar 091 s/d 120 hari 121 s/d 180 hari Diragukan 181 s/d 999 hari Macet ... Smnber : Data ko1ektJbditas Bank BTN Ketera~
Lancar
Ko1ektibilitas Perfonning loan Perfonning loan Non perfonningloan Non perfonning loan Non perfonning loan
Semakin tinggi tingkat NPL maka semakin rendah tingkat keakurntan Cre.dit Scoring A1ode/ dalam mengidentifikasi tetjadinya default, dalam
penelitian ini, variabel dalam Credit Scoring Model terdiri dari 3 variabel yaitu : kemampuan membayar (Ability to Repay), kemauan membayar (Willingness
9
to Repay), dan kehandalan a1:,'U11an (Collateral). Sub variabel pada variabe) kemampuan membayar (Ability to Repay) adalah pekerjaan, pengalaman kredit, keamanan bisnis I pekerjaan, potensi pertumbuhan income, pengalarnan kerja, pendidikan, usia, surnber penghasilan selama jangka waktu kredit, gaji bersih dan jumlah tanggungau keluarga. Sub variabel pada variabel kemauau membayar (Willingness
To Repay) adalah tempat kerja,
konsisteusi,
kelengkapan dan validitas data, pembayaran kolektif, pengalaman dengan bank,. motivasi dan refereusi. Sub variabel pada variabel kehandalan agunan (Collateral) ada1ah marketabilitas, kontribusi uang muka, pertumbuhan collateral, daya tarik danjangka waktu likuidasi.
B. Perumusan Masalah Didalam memulai proses pemberian kredit di perbankau, menilai kelayakan calon debitur pada saat pra realisasi merupakan suatu tahap yang sangat penting, hal ini dikarenakan tahap tersebut sangat menentukan k.ualitas kre
10
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut : 1. Melakukan analisa terlladap variabel-variabel didalam Credit Scoring Model dalam mengidentifikasi timbulnya default/tunggakan di Bank B1N kantor cabang Surabaya. 2. Menganalisis perbedaan kemampuan membayar (Ability to Repay), kemauan membayar (Willingness to Repay), dan kehandalan agunan (Collateral)
antara debitur Non
Performing Loan dengan debitur
Performing Loan di Bank BTN kantor cabang Surabaya.
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini untuk kepentingan terapan khususnya Bank BTN Kantor Cabang Surabaya maupun untuk kepentingan ihniah diantarauya adalah : 1. Sebagai bahan evaluasi didalam penerapan Credit Scoring Model oleh Bank BTN Kantor caba.ng Surabaya yang telah menerapkan Credit Scoring Model sejak tahun 2002. 2. Credit Scoring Model dengan melalui berbagai kajian ilmiah kedepan dapat dikembangkan sebagai alat untuk mitigasi risiko kredit bagi pihak-pihak yang menggunakannya secara efektif dan efisien, sehingga dapat menghasilkan kredit yang berkualitas sehingga dapat mencegah timbulnya default I gagal bayar yang lebih besar.
11
E. Ruang Lingkup Penelitian ini merupakan evaluasi terhadap penggunaan credit scoring model yang telah diterapkan oleh Bank BTN kantor cabang Surabaya dengan menggtmakan objek debitur KPR-BTN Bank BTN kantor cabang surabaya dengan kriteria Performing Loan dan Non Perfonning Loan dengan plafon kraiit diatas lima puluh juta rupiah dan telah melaukan realisasi kredit mulai tahun 2002
sampai dengan tahun 2006