BABI PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional Indonesia adalah paradigma pembangunan yang
terbangun atas pengalaman pancasila yaitu pembangunan bangsa Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar, tujuan dan pedomannya.1 Indonesia sebagai Negara berkembang pada dekade terakhir ini mengalami kemajuan yang cukup pesat, walaupun kemajuan tersebut ditandai masa-masa cukup sulit karena baru saja bangkit dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. Secara umum kemajuan yang dicapai oleh bangsa Indonesia dalam berbagai bidang kehidupan tidak diraih begitu saja akan tetapi memerlukan kerja keras serta kerjasama segenap lapisan masyarakat secara terus menerus dan berkesinambungan. Pembangunan Nasional sebagai pengamalan Pancasila yang mencakup seluruh aspek kehidupan bangsa diselenggarakan bersama oleh masyarakat dan pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama pembangunan dan pemerintah berkewajiban mengarahkan, membimbing, melindungi serta menumbuhkan suasana yang menunjang. Kegiatan masyarakat dan pemerintah saling menunjang, saling mengisi dan saling melengkapi dalam satu kesatuan langkah menuju
1
Ginandjar Kartasasmita, 1997, Pembangunan Untuk Rakyat, LP3ES, Jakarta, h.20
1i
2
tercapainya tujuan Pembangunan Nasional. Pembangunan yang dilakukan demi kemajuan Negara Indonesia merupakan pembangunan yang dilakukan secara menyeluruh serta menyentuh segenap aspek hidup masyarakat dalam arti tidak hanya menitikberatkan pada satu bidang tertentu saja. Pembangunan pada bidang ekonomi merupakan penggerak utama pembangunan, namun pembangunan ekonomi ini harus disertai upaya saling memperkuat, terkait, serta terpadu dengan pembangunan bidang lainnya.2 Pembangunan ekonomi dengan hukum mempunyai hubungan timbal balik dan erat, Sunartjati mengatakan : pembaharuan dasar-dasar pemikiran di bidang ekonomi ikut mengubah dan menentukan dasar-dasar system hukum yang bersangkutan, maka penegakkan asas-asas hukum yang sesuai juga akan memperlancar terbentuknya struktur ekonomi yang dikehendaki, tetapi sebaliknya penegakkan asas-asas hukum yang tidak sesuai justru akan menghambat terciptanya struktur ekonomi yang dicita-citakan.3 Kebutuhan masyarakat akan barang-barang keperluan rumah tangga dewasa ini sangat besar. Tapi dengan keadaan perekonomian seperti sekarang sangat sulit mendapatkan barang dengan kualitas terjamin dan dengan harga yang terjangkau. Di kota besar seperti kota Denpasar, cara yang paling cepat untuk memperoleh barang yang diinginkan tetapi belum mempunyai cukup uang untuk membeli barang secara tunai adalah dengan cara kredit. Salah satu cara memperoleh barang dengan cara kredit adalah melalui perusahaan pembiyaan atau lembaga pembiayaan non perbankan seperti Federal International Finance (FIF), Adira, Clipan, WOM Finance, Kredit plus, serta finance-finance lainnya di kota Denpasar. Kegiatan pembiayaan ini disebut dengan pembiayaan konsumen.
2
Johannes Ibrahim dan Lindawati Sewu, 2003, Hukum Bisinis dalam Persepsi Dunia Moderrn, PT. Refika Aditama, Bandung, h.23 3 Sunarjati Hartono, 1982, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, Bina Cipta, Bandung, h.6-7
3
Misalnya, jika ingin memiliki kendaran bermotor tetapi belum mempunyai cukup uang untuk membeli secara tunai, maka untuk dapat memiliki kendaraan tersebut dengan cara kredit atau dengan kata lain dengan cara mengangsur dengan jangka waktu tertentu dengan dikenakan bunga pada suatu perusahaan pembiayaan. Lembaga pembiayaan adalah salah satu bentuk usaha di bidang lembaga keuangan bukan bank yang mempunyai peranan penting dalam pembiayaan. Kegiatan lembaga pembiayaan ini dilakukan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, tabungan, dan surat sanggup bayar.4 Berdasarkan kegiatan yang dilakukan oleh lembaga tersebut, lembaga pembiayaan mempunyai peran yang penting sebagai salah satu lembaga sumber pembiayaan
alternatif
yang
potensial
untuk
menunjang
pertumbuhan
perekonomian nasional. dikatakan sebagai sumber pembiyaan alternatif karena di luar lembaga pembiayaan masih banyak lembaga keuangan lain yang dapat memberi bantuan dana, seperti pegadaian, pasar modal, bank, dan sebagainya. Tapi pada kenyataannya kebanyakan pelaku usaha maupun konsumen sulit mengakses dana dari setiap jenis sumber dana tersebut. Ini dikarenakan setiap lembaga keungan ini menerapkan ketentuan yang tidak dengan mudah dapat dipenuhi oleh pihak yang memerlukan dana. Lembaga pembiayaan secara umum dibedakan menjadi 2 yaitu ; lembaga pembiayaan perbankan dan lembaga pembiayaan non perbankan.
4
Sunaryo, 2008, Hukum Lembaga Pembiayaan, Sinar Grafika, Jakarta, h.3
4
Timbulnya lembaga pembiayaan non perbankan ini dikarenakan melihat dari keadaan masyarakat yang sangat sulit memperoleh dana dari lembaga pembiayaan perbankan. Ini terjadi karena lembaga pembiayan perbankan kurang memiliki kepercayaan terhadap masyarakat dan kadangkala perbankan tidak memiliki modal sebesar yang diminta oleh masyarakat. Selain itu alasan lain timbulnya lembaga pembiayaan non perbankan adalah ketika masyarakat ingin meminjam uang pada lembaga pembiayaan perbankan harus melalui proses yang berbelitbelit. Masyarakat tidak hanya membutuhkan uang sebagai modal, tapi kadangkadang memerlukan barang, sedangkan perbankan tidak bisa menyediakan barang sebagai modal pinjaman. Kemajuan
dibidang
teknologi
telah
memacu
perusahaan
untuk
menghasilkan produk yang semakin canggih dan beragam. Kelebihan-kelebihan atas suatu produk terbaru mendorong masyarakat (konsumen) tertarik untuk membelinya meskipun secara finansial dana untuk membelinya tidak mencukupi. Ini merupakan suatu permasalahan tersendiri bagi masyarakat kelas menengah ke bawah yang berpenghasilan rendah. Kondisi inilah yang menyebabkan berkembangnya lembaga pembiayaan konsumen sebagai salah satu sumber pembiayaan alternatif untuk memenuhi kebutuhan konsumen atas barang-barang konsumtif yang dibutuhkannya. Melalui pembiayaan konsumen, masyarakat yang tadinya kesulitan untuk membeli barang secara tunai, akan dapat teratasi dengan mudah dan cepat.5
5
Ibid, h. 95
5
Memberikan kredit adalah pekerjaan mudah, kebanyakan orang dapat dengan mudah melakukannya. Namun untuk menarik kembali kredit macet atau bermasalah dari konsumen, dibutuhkan keahlian, pengalaman, serta waktu dan biaya yang cukup besar. Kredit macet dalam jumlah besar dapat menganggu sendi kehidupan ekonomi, serta menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap profesionalisme pengelolaan bisnis pembiayaan nasional. Dewasa ini kehidupan ekonomi modern adalah prestasi uang, maka transaksi kredit menyangkut uang sebagai alat kredit yang menjadi pembahasan. Kredit berfungsi koperatif antara si pemberi kredit dan si penerima kredit atau antara kreditur dengan konsumen. Mereka sama-sama menarik keuntungan dan saling menanggung resiko. Kreditur mendapatkan bunga dari pinjaman yang diberikan kepada konsumen, konsumen memperoleh barang yang diinginkan dengan cepat. Resiko kreditur adalah jika konsumen tidak melaksanakan kewajibannya membayar angsuran kepada kreditur. Resiko konsumen adalah barang yang menjadi jaminan dieksekusi untuk melunasi hutangnya kepada kreditur jika konsumen tidak melakukan kewajibannya membayar angsuran. Singkatnya, kredit dalam arti luas didasarkan atas komponen-komponen kepercayaan, resiko, dan pertukaran ekonomi pada masa-masa mendatang. Apabila konsumen tidak bisa membayar angsuran tunggakan atau membayar lunas kepada pihak kreditur sebagai pemberi kredit, maka pihak kreditur memberikan surat peringatan kepada konsumen untuk melakukan penyelesaian ini dengan musyawarah dan kekeluargaan. Guna masalah tersebut diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
6
Dalam pelaksanaan kredit harus ada perjanjian yang mengikat para pihak yakni perusahaan pembiayaan dan konsumen. Dalam Pasal 1313 BW pengertian perjanjian adalah “suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.”6 Pembangunan nasional memerlukan sumber pendanaan yang tidak kecil guna mencapai sasaran-sasarannya : pertumbuhan ekonomi, pendapatan perkapita, kesempatan kerja, distribusi pendapatan, dan lain sebagainya. Sasaran itu terus diupayakan untuk ditingkatkan kualitasnya dari waktu ke waktu. Untuk itu upaya memperbaiki dan memperkuat sektor keuangan khususnya industri pembiayaan menjadi sangat penting. Lancaran aliran uang sangat diperlukan untuk mendukung kegiatan ekonomi. Dengan demikian, kondisi sektor pembiayaan yang sehat dan kuat penting menjadi sasaran akhir dari kebijakan disektor pembiayaan. Mengingat pentingnya fungsi ini, maka upaya menjadi kepercayaan masyarakat terhadap pembiayaan menjadi bagian yang sangat penting untuk dilakukan. Bisnis pembiayaan merupakan bisnis penuh risiko. Pada satu sisi, bisnis ini menjanjikan keuntungan besar apabila dikelola secara baik dan hati-hati. Sebaliknya, menjadi penuh risiko (full risk business). Besarnya peran yang diemban oleh sektor pembiayaan, bukan berarti membuka kran sebebas-bebasnya bagi siapa saja untuk mendirikan, mengelola ataupun menjalankan bisnis pembiayaannya tanpa didukung atau diback-up dengan aturan yang baik dan sehat. Pemerintah melalui otoritas keuangan dan perbankan berwenang menetapkan aturan dan tanggung
6
Salim Hs, 2009, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta, h. 160
7
jawab melakukan pengawasan terhadap jalannya usaha dan aktivitas perbankan maupun pembiayaan. Oleh karenanya, kebijakan pemerintah disektor perbankan harus diarahkan pada upaya mewujudkan perbankan yang sehat, kuat dan kokoh. Pemerintah telah cukup mencurahkan perhatian pada penyempurnaan peraturanperaturan hukum dibidang perbankan. Mulai dari undang-undang hingga peraturan yang sifatnya teknis sudah cukup tersedia. Bahkan peraturan yang berhubungan dengan prinsip kehati-hatian pun (prudential regulation) sudah sangat memadai. Namun demikian, kelengkapan peraturan di bidang pembiayaan terutama menyangkut prinsip kehati-hatian belum diatur secara khusus, bahkan banyak perusahaan pembiayaan dengan diam-diam tunduk dibawah aturan perbankan. Salah satu faktor yang membuat sistem pembiayaan nasional keropos adalah akibat perilaku para pengelola dan pemilik perusahaan pembiayaan yang cenderung mengeksploitasi dan atau mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam berusaha. Analisis kredit adalah Suatu kegiatan pemeriksaan, penelitian, dan analisa terhadap kelengkapan, keabsahan, dan kelayakan berkas/surat/data permohonan kredit calon konsumenhingga dikeluarkannya suatu keputusan apakah kredit tersebut diterima atau ditolak, yang dimaksud dengan analisa kredit adalah pekerjaan yang meliputi:
1. Mempersiapkan pekerjaan-pekerjaan penguraian dari segala aspek, baik keuangan maupun non keuangan untuk mengetahui kemungkinan dapat/tidak dapat dipertimbangkan suatu permohonan kredit.
8
2. Menyusun laporan analisis yang diperlukan, yang berisi penguraian dan kesimpulan serta penyajian alternatif-alternatif sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan pimpinan dari permohonan kredit nasabah.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan, pengertian analisis kredit adalah Suatu kegiatan analisa/penilaian berkas/data dan juga berbagai aspek yang mendukung yang diajukan oleh pemohon kredit, sebagai dasar pertimbangan pengambilan keputusan apakah permohonan kredit tersebut diterima atau ditolak. Dengan adanya unsur resiko di dalam kredit pembiayaan konsumen berarti ada potensi masalah yang akan mucul dalam pelaksanaan perjanjian kredit, oleh karena itu masalah yang dikaji, dibahas dalam bentuk skripsi dengan judul Tanggung Jawab Analisis Kredit Dalam Pemberian Kredit Pembiayaan Konsumen Pada Pt. Clipan Finance Indonesia, Tbk. Cabang Denpasar Bali.
1.2
Rumusan Masalah Dari latar belakang permasalahan yang diuraikan diatas, maka dapat
dirumuskan beberapa permasalahan yaitu, 1.
Bagaimana tanggung jawab analisis kredit dalam pemberian kredit pembiayaan konsumen pada PT. Clipan Finance Indonesia Tbk. Cabang Denpasar-Bali?
2.
Tindakan apa yang dilakukan PT. Clipan apabila terjadi keterlambatan pembayaran angsuran oleh konsumen sehingga menimbulkan kredit bermasalah ?
9
1.3
Ruang Lingkup Masalah Ruang
lingkup
penelitian
merupakan
bingkai
penelitian,
yang
menggambarkan batas penelitian, mempersempit masalah, dan membatasi area penelitian.7Guna membatasi materi agar isi uraian dari persoalan di atas tidak menyimpang dari persoalan yang dibahas, maka perlu dikemukakan ruang lingkup masalah. Permasalahannya adalah mengenai prinsip prudential dalam pemberian kredit pembiayaan konsumen di PT. Clipan dan tindakan yang dilakukan oleh PT. Clipan apabila terjadi keterlambatan pembayaran angsuran yang menyebabkan kredit bermasalah.
1.4
Orisinalitas Penelitian Terkait orisinalitas dari penelitian ilmiah ini, penulis akan memperlihatkan
skripsi terdahulu sebagai perbandingan yang pembahasannya berkaitan dengan tanggungjawabanalisiskreditdalampemberiankreditpembiayaankonsumen di PT. Clipan Finance Indonesia, Tbk. Cabang Denpasar Bali. Berdasarkan pengamatan penulis dari sumber media seperti internet, merupakan topik penelitian ilmiah yang baru untuk tujuan penulisan skripsi di bidang hukum jaminan dan hukum perdata (bisnis), namun sebagai pembanding yang menunjukkan orisinalitas penelitian ini maka penulis mencantumkan penelitian sebelumnya yaitu berupa jurnal dan skripsi dalam ilmu hukum sebagai berikut : 7
Bambang Sunggono,1997,Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Press, Jakarta, h.111
10
No. 1.
Judul Penelitian Kedudukan PT. Askrindo
Penulisan Ni
Wayan
Penjamin Kredit
Riki
1.
Darmayanti, skripsi fakultas
SebagaiLembaga
Rumusan Masalah Kendala – kendalaapakah yang dihadapioleh UMKM
hukum dalampengajuankreditpada
universitas
PT. askrindo?
udayana, 2007.
Perbankan Kepada
2.
Upaya – upayaapakah yang
Usaha Mikro, Kecil,
dilakukan Pt.
Dan Menengah
askrindoterhadapadanya proses terjadinyaklaim yang diajukanolehUMKM ?
2.
Pembebanan hak
A.Mirah
tanggungan dalam
Purnaminingsih,Skr
dipakai
dalam
perjanjian kredit
ipsiFakultas
kreditke
pemilikan
kepemilikan rumah
Hukum,Universitas
pada BRI ?
pada bank rakyat
Udayana, 2010.
Indonesia di denpasar
1.
2.
Lembaga jaminan apa yang
Bagaimana
perjanjian rumah
penyelesaian
wanprestasi dalam perjanjian kredit
kepemilikan
pada bank BRI ?
rumah
11
Bila dilakukan perbandingan pada penelitian Skripsi pertama membahas tentang Kedudukan Usaha
PT.
Mikro,
AskrindoSebagaiLembagaPenjaminKreditPerbankanKepada Kecil,
Dan
Menengahdan
Skripsi
kedua
membahas
tentangpembebananhaktanggungandalamperjanjiankreditkepemilikanrumahpada bank rakyat Indonesia di denpasar. Pada penelitian ini membahas mengenai tanggungjawabanalisiskreditdalampemberiankreditpembiayaankonsumen di PT. Clipan Finance Indonesia, Tbk. Cabang Denpasar Bali.
1.5
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian untuk skripsi ini terbagi menjadi dua tujuan yakni tujuan khusus dan tujuan umum. 1.5.1 Tujuan umum 1.
Untuk mengetahui tanggung jawab analisis kredit dalam pemberian kredit pembiayaan konsumen.
2.
Untuk mengetahui tindakan yang dilakukan oleh perusahaan apabila terjadi keterlambatan pembayan angsuran kredit.
1.5.2 Tujuan khusus 1.
Untuk memahami tanggung jawab analisis kredit dalam pemberian kredit pembiayaan konsumen di PT. Clipan Finance Indonesia Tbk. Cabang Denpasar Bali.
2.
Untuk memahami atau mendalami tindakan-tindakan yang dilakukan PT. Clipan apabila terjadi keterlambatan pembayaran angsuran kredit oleh konsumen.
12
1.6
Manfaat Penelitian Penelitian terhadapmekanisme kebijakan penyaluran dana bantuan sosial
kemasyarakatan di provinsi Bali. Dapat memberikan manfaat teoritis dan manfaat praktis sebagai berikut : 1.6.1
Manfaat teoritis
1.
Penelitian ini bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran teoritis dalam pengembangan konsep, teori atau rumusan hukum, khususnya masalah perjanjian kredit pembiayaan konsumen.
2.
Penelitian ini bermanfaat sebagai refrensi atau acuan dalam penulisan yang bersifat ilmiah.
1.6.2
Manfaat praktis
1.
Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai pedoman bagi penegak hukum serta dapat digunakan sebagai acuan bagi masyarakat dan pihakpihak yang berwenang dalam menyelesaikan masalah kredit macet dalam perjanjian kredit pembiayaan konsumen.
2.
Penelitian ini dapat dipakai sebagai pedoman baik oleh mahasiswa, perusahaan khusunya lembaga pembiayaan atau praktisi pemerintah dalam penyelesaian permasalahan yang sejenis.
1.7
Landasan Teoritis Prinsip kehati-hatian (prudent banking principle) adalah suatu asasatau
prinsip yang menyatakan bahwa dalam menjalankan fungsi dan kegiatanusahanya
13
wajib bersikap hati-hati (prudent) dalam rangka melindungi danamasyarakat yang dipercayakan padanya.8Hal ini dirumuskan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 bahwa tentang“perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.” Dalam hal pembiayaan memang belum diatur secara khusus tentang prinsip kehati-hatian
(prudential)
sehingga
pelaku
usaha
pembiayaan
dalam
pengaturannya masih banyak mengadaptasi dari peraturan perbankan. Istilah lembaga pembiayaan mungkin belum sepopuler dengan istilah lembaga keuangan dan lembaga perbankan. Ini disebabkan karena dilihat eksistensinya lembaga pembiayaan memang relatif masih baru jika dibandingkan lembaga keungan konvensional yaitu bank. Menurut Pasal 1 angka (2) Keppres No.61 Tahun 1988 jo. Pasal 1 huruf (b) SK. Menkeu No.1251/KMK.013/1988 yang dimaksud “lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat”.9 Kegiatan lembaga pembiayaan diatur dengan Keppres No.61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan dan Keputusan Menteri Keuangan No. 1251 Tahun 1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiyaan.10
8
Rachmadi Usman, 2001, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h.18 9 Ibid, h. 2. 10 Ibid, h.12.
14
Dari ketentuan di atas yang dapat melakukan kegiatan pembiayaan adalah bank, lembaga keuangan bukan bank, dan perusahaan pembiayaan. Dimana perusahaan-perusahaan pembiayaan ini harus berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas atau Koperasi. Bidang-bidang yang termasuk dalam lembaga pembiayaan adalah sewa guna (leasing), modal ventura (venture capital), anjak piutang (factoring), usaha kartu kredit (credit card), pembiayaan konsumen (consumer finance), pembiayaan proyek (project finance). Pembiayaan konsumen merupakan salah satu model pembiayaan yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan khususnya PT. Clipan, disamping kegiatan leasing. Biasanya besar biaya yang diberikan per konsumen relatif kecil karena barang yang dibidik untuk dibiayai adalah hanya kendaraan roda empat (mobil). Akan tetapi meskipun biaya yang dikeluarkan perusahaan pembiayaan relatif kecil namun tidak berarti tidak memiliki resiko sama sekali. Sebagai suatu pemberian kredit, resiko tetap ada. Macetnya pembayaran tunggakan oleh konsumen merupakan hal yang sering terjadi. Pranata hukum pembiayaan konsumen dipakai sebagai terjemahan dari istilah consumer finance. Pembiayan konsumen ini tidak lain dari sejenis kredit konsumsi (consumer credit).11 Pembiayaan konsumen adalah kredit yang diberikan kepada konsumenkonsumen guna pembelian barang-barang konsumsi dan jasa-jasa sperti yang
11
Munir Fuady, 2006, Hukum tentang Pembiayaan, PT.Citra Aditya Bakti, Jakarta, h.162
15
dibedakan dari pinjaman-pinjaman yang digunakan untuk tujuan-tujuan produktif atau dagang.12 Kredit seperti ini dapat mengandung resiko yang lebih besar dari kredit dagang biasa, maka dari itu biasanya kredit ini diberikan dengan tingkat bunga lebih tinggi. Menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 Pasal 1 “kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.” Sebelum memberikan kredit, pihak perusahaan pembiayaan harus memiliki keyakinan bahwa calon nasabah dapat dipercaya, maka perusahaan pembiayan terlebih dahulu mengadakan analis kredit. Analis kredit ini mencakup latar belakang calon nasabah atau perusahaan, prospek usahanya, jaminan yang diberikan serta faktor-faktor lainnya.13 Analisa kredit biasanya mempergunakan metode pertimbangan dan metode empiris.14 Dengan menggunakan metode pertimbangan lebih menekankan keberhasilan analisanya pada keahlian dan pengalaman anails kredit, fokus utamanya adalah watak calon konsumen, rencana penggunaan kredit, sumber
12
Ibid,h.163. Kasmir, 2002, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi keenam, PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.93. 14 Siswanto Sutojo, 1997, Analisa Kredit Bank Umum, Edisi kedua, PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta, h.182. 13
16
utama dana pembayaran kembali kredit, dan jaminan yang disediakan oleh calon nasabah. Sementara itu, dalam analisa kredit dengan metode empiris, perusahaan pembiayaan menyusun standar jumlah nilai evaluasi yang dipergunakan sebagai dasar pertimbangan untuk meluluskan atau menolak permintaan kredit yang diajukan. Dalam melakukan penilaian kriteria-kriteria serta aspek penilaiannya tetap sama. Begitu pula ukuran-ukuran yang ditetapkan sudah menjadi standar penilaian setiap perusahaan pembiayaan. Biasanya
kriteria penilaian oleh perusahaan
pembiayaan untuk mendapatkan nasabah yang menguntungkan dilakukan dengan analisis 5 C, yaitu: 1. Character, bahwa calon nasabah debitor memiliki watak, moral, dan sifat-sifat pribadi yang baik. 2. Capacity, kemampuan calon nasabah konsumen untuk mengelola kegiatan usahanya dan mampu melihat prospektif masa depan,sehingga usahanya akan dapat berjalan denganbaik dan memberikan keuntungan, yang menjamin bahwa ia mampu melunasi utang kreditnya dalam jumlah dan jangka waktu yang telah ditentukan. 3. Capital, dalam hal ini bank harus terlebih dahulu melakukan penelitian terhadap modal yang dimiliki oleh pemohon kredit. 4. Colleteral, adalah jaminan untuk persetujuan pemberian kredit yang merupakan sarana pengaman atas resiko yang mungkin terjadi atas wanprestasinya nasabah debitor di kemudian hari, misalnya terjadi kredit macet. 5. Condition, bahwa dalam pemberian kredit oleh bank, kondisi ekonomi secara umum dan kondisi sector usaha pemohon kredit perlu memperoleh perhatian dari bank untuk memperkecil resiko yang mungkin terjadi yang diakibatkan oleh kondisi ekonomi tersebut.15
15
Hermansyah, 2009, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana pers, Jakarta, h.64-
65
17
Sepandai apapun analis kredit dalam menganalisis setiap permohonan kredit, kemungkinan kredit tersebut pasti ada macet, ada dua factor yang menyebabkan macetnya suatu kredit yaitu : dari pihak perusahaan pembiayaan, artinya dalam melakukan analisisnya pihak analis kurang teliti atau kurang professional, sehingga apa yang seharusnya terjadi tidak diprediksi sebelumnya. Atau dapat pula terjadi akibat kolusi dari pihak analis kredit dengan nasabah sehingga dalam analisnya dilakukan secara subjektif. Penyebab yang kedua adalah dari pihak nasabah, ini terjadi dilakukan akibat 2 hal (adanya unsure sengaja dan unsure ketidaksengajaan). Dalam hal kredit macet perusahaan pembiayaan perlu melakukan penyelamatan, sehingga tidak akan mengalami kerugian. Tanggung jawab dari analis kredit apabila kemacetan pembayaran kredit terjadi karena kurang telitinya analis kredit sangat besar. Penyelamatan terhadap kredit macet dilakukan dengan cara antara lain : 1.
2.
3.
Rescheduling (penjadwalan kembali), yaitu suatu upaya hukum untuk melakukan perubahan terhadap beberapa syarat perjanjian kredit yang berkenaan dengan jadwal pembayan kembali/jangka waktu kredit termasuk tenggang, termasuk perubahan jumlah angsuran. Reconditioning(persyaratan kembali),yaitu melakukan perubahan atas sebagian atau seluruh persyaratan perjanjian, yang tidak terbatas hanya kepada perubahan jadwal angsuran, dan atau jangka waktu kredit saja. Restructuring(penataan kembali), yaitu upaya berupa melakukan perubahan syarat perjanjian kredit berupa pemberian tambahan kredit, atau melakukan konversi atas seluruh/sebagaian kredit menjadi perusahaan, yang dilakukan dengan/tanpa rescheduling dan reconditioning.16
16
Ibid, h.76-77
18
1.8
Metode Penelitian Dalam rangka penulisan suatu karya tulis yang bersifat ilmiah tentunya
haruslah menggunakan suatu cara atau penulisan tertentu. Hal ini dimaksudkan agar karya tulis itu dapat memenuhi ketentuan dari syarat-syarat penulisan sehingga pada akhirnya karya ilmiah tersebut dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Dengan demikian suatu metode akan melahirkan suatu karya tulis yang baik. Untuk memenuhi langkah-langkah tersebut diatas maka cara yang ditempuh adalah sebagai berikut: 1.8.1
Jenis penelitian Sebagai suatu karya ilmiah dan untuk mendapatkan hasil yang ilmiah
sehingga dapat dipertahankan secara ilmiah pula, maka dalam penyusunan skripsi ini menggunakan metode yuridis empiris yang artinya: pendekatan dengan aspek hukum dari hasil penelitian lapangan karena data-data yang dikumpulkan melalui wawancara dan observasi.17 Hukum sebagai gejala sosio empirik dapat dipelajari di suatu sisi sebagai suatu independent variable yang menimbulkan efek-efek pada pelbagai kehidupan sosial, dan di lain sisi sebagai suatu dependent variable yang muncul sebagai akibat berbagai ragam kekuatan dalam proses social. Jenis penelitian hukum atau yuridis yaitu berdasarkan peraturan-peraturan hukum yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti. Sedangkan jenis penelitian empiris yaitu berdasarkan atas kenyataan-kenyataan yang ada pada tempat penelitian.
17
Ronny Hanitijo Soemitro, 1983, Metode Penelitian Hukum, cet.I, Ghalian Indonesia, Jakarta, h.24.
19
1.8.2
Jenis pendekatan Berdasarkan keterangan di atas, maka sifat penelitian hukum empiris yang
digunakan adalah penelitian yang sifatnya deskriptif, yaitu yang berupaya untuk menggambarkan secara lengkap mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Penelitian deskriptif pada penelitian secara umum, termasuk pula didalamnya penelitian ilmu hukum, bertujuan menggambarkan secara tepat sifatsifat suatu individu, kaeadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. 1.8.3
Jenis dan sumber data Sumber
data
yang
dipergunakandalampenelitianiniberasaldaripenelitiankepustakaandanlapangan, dengan data utamayaitu data primer yang berasaldaripenelitianlapangan, sedangkanhasildari
data
kepustakaanadalahsebagai
penunjangdalampenulisanini.Adapunsumber
data data
tersebutdapatdiperolehmelaluiduasumber data yaitu: 1. Data primer (field research) Data
ini
bersumber
lapangandandiperolehmelaluipenelitian melakukanpenelitianlangsung
daripengamatanlangsung di
(interview)
kantor
PT.
padapihak
di / yang
terkaitdenganpermasalahan: a.
Tanggung jawab analisis kredit dalam pemberian kredit pembiayaan konsumen pada PT. Clipan.
20
b.
Tindakanyang dilakukanPT.Clipanapabilaterjadikemacetanpembayaranangsurankredi tsehinggamenimbulkankreditbermasalah.
2. Data sekunder (library research) Data ini bersumber dari: a. Bahan hukum primer yaitu, buku-buku, menganalisis dan menginterprestasikan pendapat-pendapat atau ketentuan peraturan perundang-undangan dengan tujuan untuk mendapatkan landasan teoritis berupa pendapat-pendapat dari para sarjana yang berkaitan dengan skripsi ini. b. Bahan hukum sekunder yaitu,
literature-literature yang
menyangkut pembahasan skripsi, jurnal hukum dan doktrin yang ada dalam buku. c. Bahan hukum tersier yaitu, bahan hukum yang memberikan petunjuk, penunjang ataupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya: kamus, ensiklopedi, indeks kumulatif dan seterusnya.18
18
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 2006, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.13
21
1.8.4
Teknik pengumpulan data
1.
Teknik wawancara yang tidak berstruktur dengan membuat catatan pertanyaan untuk menjadi pegangan dalam menyampaikan pertanyaanpertanyaan.
2.
Teknik kepustakaan, dilakukan dengan mencatat teori-teori ketentuan perundang-undangan, dokumen yang berkaitan dengan konsep dan teknik analisis kredit dalam menganalisa sebuah permintaan kredit dan tindakan penyelamatan apabila terjadi kemacetan pembayaran kredit.
1.8.5
Teknik Penentuan Sampel Penelitian Teknik penentuan sampel penelitian dengan menggunakan Teknik Non
Probability Sampling dalam bentuk Purposive Sampling yang artinya penelitian ini memiliki karakteristik yang hanya ada pada objek penelitian pada PT Clipan Finace Indonesia.
1.8.6
Teknik pengolahan dan analisisdata Setelah data terkumpul, baik data lapangan (data primer) maupun data
sekunder, dipilih, diolah, secara kualitatif yaitu dengan mengambil data yang berkaitan erat dengan permasalahan dan data tersebut mendukung penyelesaian masalah yang telah disebutkan yang selanjutnya dianalisis secara deskriptif kualitatif yaitu, data yang telah
dikumpulkan kemudian menguraikan sesuai
dengan pokok permasalahan serta sekaligus menggambarkan hasil yang diperoleh
22
baik dalam bentuk teoritis maupun praktisnya.19Untuk mendapatkan kesimpulan yang
objektif.
19
h.171.
Kartini Kartono, 1986, Pengentar Metodologi Riset Sosial, Alumni Bandung, Bandung,