BAB XII. PENGENDALIAN DENGAN METODE NON-THERMAL
Beberapa metode pengawetan pangan secara konvensional, seperti perlakuan dengan
pemanasan
suhu
memperpanjang umur
tinggi
untuk
mencapai
keamanan
simpannya. Mengakibatkan kehilangan
pangan nutrien
dan yang
sensitif/peka terhadap pemanasan (misalnya : thiamin, riboflavin, asam folat dan vitamin C), mendenatusasi protein, dan menyebabkan perubahan tekstur, warna dan flavor, dan menyebabkan pembentukan senyawa baru melalui ikatan kovalen (misalnya, lisinalanin). Sementara, proses pemanasan dengan suhu tidak tinggi, meminimalkan ketidakuntungan dari proses pemanasan tinggi, tetapi pangan tersebut menjadi terbatasi umur simpannya, untuk itu dapat dilakukan dengan penyimpanan pada suhu rendah (refrigenasi). Pengeringan dan pembekuan juga mengubah nutrisi dan kualitas penerimaan pangan, khususnya ketika disimpan dalam jangka waktu yang lama. Pangan iradiasi belum diterima dengan baik oleh konsumen. Penggunaan bahan pengawet kimia sering digunakan bahan non-food grade dan tidak membatasi efisiensi. Sejak tahun 1980-an, konsumen sadar akan pentingnya kesehatan khususnya di Negara-negara maju, tidak peduli terhadap efek negatif yang mungkin muncul dari pangan yang dihasilkan dan diawetkan secara harshly (keras) bagi kesehatan konsumen dan kesehatan generasi mendatang. Filosofi konsumen telah berubah dari, “How long will I life?” menjadi “How well will I life”. Konsumen berkeinginan akan gizi yang alami dan pangan yang diproses secara minimal, atau yang belum diperlakukan dengan teknik harsh processing” atau “harsh preservation”. Gaya hidup konsumen pun menghendaki pangan yang memiliki umur simpan panjang dan waktu preparasinya pendek.
180
Pengendalian dengan metode non-thermal baru dalam upaya menghasilkan pangan yang diinginkan konsumen tersebut telah dikembangkan. Beberapa diantaranya ialah : high electric pulses (getaran medan listrik tinggi), osilating magnetic field pulses (getaran medan magnet berisolasi) dan ultra high hydrostatic pressure (tekanan hidrostatik super tinggi).
A. Pengawetan pangan dengan high electric field pulses (HEFP) Efek mikrobia dari HEFP bukan karena panas listrik atau produk elektronik tetapi kemampuannya merusak membran sel. Ketika sel mikrobia di dalam suspensi di ekspos/dipapar dengan medan listrik voltage tinggi, maka perbedaan potensial (∆ V) akan terjadi antara di luar dan di dalam sitoplasma. Ketika kekuatan medan listrik eksternal cukup tinggi, maka potensial transmembran tidak melampuai nilai kritis (1 V), pembentukan pori-pori membran terjadi, tetapi proses tersebut bersifat reversible (prinsip ini digunakan elektroporasi sel untuk mengintrodensi DNA asing). Meskipun begitu, jika kekuatan medan listrik eksternal yang diaplikasikan sangat besar, maka potensial membran melampuai nilai kritis, akibatnya pembentukan pori-pori membran bersifat irreversible (tidak dapat balik) dan menyebabkan kerusakan fungsi membran serta kematian sel. Untuk memcapai kerusakan sel, kekuatan medan listriknya berkisar 15 – 25 kV/cm selama 2-20 µ detik. Untuk destruksi/kerusakan spora bakteri dan jamur memerlukan voltage yang lebih tinggi dan waktu yang lebih lama. Efek letal dari medan listrik bergetar terhadap mikrobia telah mendorong minat untuk menggunakannya pada sterilisasi komersial dan pasteurisasi non-thermal bahan makanan. Selama proses tersebut, suhu suspensi meningkat sangat kecil meskipun untuk memperoleh kematian sel yang lebih banyak suhu suspensi dapat meningkat sampai 600 C atau lebih. Dengan semakin banyak jumlah getaran, semakin besar pula kematian sel yang dihasilkan.
181
Suatu proses yang dirancang sebagai “Elsterile” dikembangkan di Jerman untuk destruksi mikrobia dengan medan listrik bergetar pada makanan cair. Makanan cair diperlakukan di dalam wadah (chamber) yang memiliki 2 karbon elektroda yang dihubungkan dengan getaran listrik bervoltage tinggi. Untuk penurunan sebesar 4 log Lactobacillus brevis di dalam susu diperlukan 20 getaran (pulse) pada 20 kV/cm selama 20 µ detik, sedangkan untuk Saccharomycess cerevisiae di dalam jus jeruk diperlukan 50 pulsa pada 4,7 kV/cm selama 20 µ detik. Di USA, metode ini dikembangkan untuk mengawetkan pangan cair seperti produk-produk susu, jus buah, produk telur cair. Metode yang telah dipatenkan ialah, pangan diperlukan dengan HEFP di dalam wadah yang dipasang dengan 2 elektroda, pada 12 – 25 kV/cm selama 1 – 100 µ detik. Ada tambahan, bahwa untuk bahan yang dipateurisasi diikuti dengan pendinginan cepat. Umur simpan produk pangan ini lebih panjang dibandingkan produk pasteurisasi konvensional.
B. Beban Medan Magnetik Yang Berosilasi Ekspos mikrobia pada medan magnet berosilasi dengan intensitas tinggi cenderung mendorong makro molekul sel (DNA, protein) menuju tingkat pemutusan ikatan kovalen dan menjadikannya metabolisme inaktif. Untuk efek mikrobia, intensitas medan magnet berkisar, 5 – 50 testa (unit intensitas medan magnet) pada frekuensi 5 – 500 KHz dipapar selama total waktu 25 µ detik – beberapa mili detik. Dari studi yang terbatas telah dilaporkan, perlakuan tersebut dapat menurunkan populasi mikrobia sampai 2 log. Efisiensi anti mirkobia pada medan magnet tertentu bergantung pada total waktu ekspos, dan bukan jumlah getaran. Jus jeruk, susu, yogurt telah diuji dengan medan magnet berosilasi. Pangan yang dikemas dalam tas plastik dan diperlakukan dengan 1 – 100 getaran di dalam medan magnet berosilasi dengan frekuensi 5 – 50 KHz pada 0 – 50 0 C selama 25 µ detik sampai 10 mili detik. Hasilnya, suhu pangan tersebut meningkat 2 – 5 0C dan tidak terdapat perusakan visual atau sifat organoleptik. Mikrobia berkurang 3 – 4 log. Metode ini aman dan 182
dapat digunakan untuk penyimpanan yang lama, sebagaimana metode yang memadai (low heat).
C. Ultrahigh Hidrostatic Pressure (UHP) = Tekanan Hidrostatik Ultra tinggi Sel mikrobia, ketika diekspos dengan UHP di dalam bejana bertekanan yang mengandung air, akan mengalami kematian dengan cepat, khusus pada ≥ 14.500 psi (14,5 psi = 1 bar = 1 atm = 1 kg/cm2 = 750 torr = 100 kilo pascal = 0,1 mla). Kematian mikrobia terjadi karena kerusakan dan kehilangan dari aktivitas membran sitoplasma. Di samping itu, juga menyebabkan kerusakan dinding sel atau membran luar, deaktivasi enzim-enzim intraseluler, dan ketidakmampuan amino acyl t-RNA untuk berikatan dengan ribosoma. Kurva kematian spesies mikrobia menunjukkan karakteristik dari kurva destruksi termal, yaitu pada tahap awalnya, kematian sel berlangsung cepat, diikuti dengan kecepatan lambat dan kemudian tailing (berekor). Secara umum, laju kematian lebih besar untuk sel-sel muda dibandingkan dengan selsel yang berada pada fase stasioner (tua) ; sel bentuk batang dibandingkan dengan sel bulat; di dalam suspensi air dibandingkan dengan di dalam broth; pada tekanan lebih tinggi dibandingkan tekanan yang lebih rendah; dan dengan waktu lebih lama dibandingkan dengan waktu yang pendek. Sel-sel yang survive/bertahan hidup menunjukkan perbaikan dinding sel dan membrannya. Spora bakteri terbunuh pada tekanan yang sangat tinggi (umumnya > 100.000 psi). Meskipun, spora beberapa Bacillus spp, menunjukkan kematian pada 15.000 – 45.000 psi dari pada tekanan yang lebih tinggi. Pada tekanan lebih rendah dapat menginduksi terjadinya germinasi/perkecambahan spora mikrobia. Tergantung dari beberapa faktor tersebut diatas, penurunan populasi bakteri dapat mencapai 5 – 6 log jika diperlakukan pada tekanan ≤ 100.000 psi. Aplikasi UHP (antara 15.000 - ≤ 150.000 psi) telah disarankan untuk menurunkan populasi mikrobia dalam pengawetan pangan. Dalam proses tersebut,
183
pangan di dalam tas atau wadah disuspensikan ke dalam cairan (umumnya air dicampur dengan minyak sedikit) pada chamber bertekanan. Setelah penutupan chamber, tekanan dinaikkan dengan pepompaan lebih banyak cairan ke dalam chamber tertutup. Pada tekanan tinggi, air akan menyusut relatif kecil (jika dibandingkan dengan gas). Khususnya, sekitar 4% pada 15.000 psi, 11% pada 60.000 psi, dan 15% pada 87.000 psi. Demikian pula, suhu secara esensial akan tetap, tidak berubah. Karena tekanan yang seragam pada bahan pangan, maka proses tersebut tidak mengalami perubahan substansial terhadap kualitas penerimaan, khususnya pada tekanan rendah (≤ 60.000 psi). Di antara komponen pangan, protein terdenaturasi dapat terjadi pada tekanan hydrostatic tinggi karena destruksi (dan reformasi) dari ikatan hydrogen, ikatan ionic, dan ikatan hidrofobik yang hanya mempengaruhi struktur tersier; ikatan kovalen tidak terpengaruh. Perubahan struktur tersier alami dari pemutusan dan reformasi dapat merubah koagulasi atau karakteristik gelasi beberapa pangan, dan memberikan tekstur yang unik dan baru (novel). Walaupun, perlakuan tekanan tinggi tersebut tidak menurunkan kadar flavor atau nutrien pangan. Belakangan ini, proses UHP telah diaplikasikan secara efektif pada produk pangan untuk menurunkan jumlah mikrobia dan meningkatkan umur simpan. Aplikasi tersebut pada jus buah segar, jam dan jeli segar, strawberry beku yang dikocok, potongan apel dalam sirup, tomat segar yang dihancurkan, jus sayur segar, ikan segar, daging digiling, produk daging, cocktail buah, spaghetti dalam saus, dan sayuran. Produk-produk tersebut memiliki warna flavor lebih alami, dan masa simpan yang panjang. Proses UHP juga telah sukses diaplikasikan pada produk komersial jus buah segar, jam dan jelly, kopi dan teh.
184
D. Pengendalian dengan Kombinasi Metode (Hurdle Concept) Banyak faktor digunakan untuk membunuh mirkobia atau pengendalian pertumbuhan mikrobia dalam pangan juga dapat memfasilitasi survival dan pertumbuhan mikrobia. Faktor-faktor tersebut mencakup suhu, Aw, pH, Eh, dan bahan pengawet, memiliki kisaran variasi bagi pertumbuhan mikrobia mulai dari optimal sampai minimal. Di atas kisaran tersebut, tergantung faktor tersebut, mikrobia tidak dapat tumbuh atau mati. Ketika metode tunggal digunakan untuk mengawetkan makanan, kondisi di atas kisaran pertumbuhan mikrobia biasanya dipilih. Sebagai contoh, pemanasas suhu tinggi untuk menghasilkan pangan yang steril (dipilih/disukai di dalam wadah untuk mencegah kontaminasi pasca pemanasan), atau pengeringan pangan hingga di bawah Aw 0,6. Meskipun produkproduk tersebut secara mikrobiologi dapat memiliki umur simpan sangat panjang dan aman, tetapi penerimaan konsumen dan kualitas gizi pada umumnya berkurang dan tidak disukai oleh banyak konsumen. Konsumen tertarik pada pangan yang “fresh’ natural, healthy dan convenient” dan tidak “harshly processed atau harshly preserved”. Untuk keamanan dan stabilitas pangan, pertumbuhan mikrobia pathogen dan perusak harus dikontrol selama umur simpan yang diharapkan. Oleh karena itu, 2 atau lebih bahan antimikrobia ditambahkan bersama. Karena setiap agen/bahan atau metode diterapkan dapat mencapai keamanan yang diinginkan (misal, 60 hari). Meskipun jika semua (3) parameter diturunkan sedikit, misalnya 100 C, pH 5, dan Aw 0,94, maka pertumbuhannya akan berhenti (C2), dan laju pertumbuhan selama penyimpanan (C3) berkurang. Dengan kombinasi tersebut, produk akan tetap stabil selama umur simpan yang diinginkan. Masing-masing dari 3 parameter yang digunakan dalam contoh tersebut dapat tidak efektif secara individual, tetapi ketika digunakan bersama, efeknya menjadi bertambah (aditif) yang mana target mikrobia gagal mengakomodasi untuk tumbuh. Jika lebih banyak lagi parameter yang
185
ditambahkan, pertumbuhan mikrobia di dalam pangan dapat berkurang secara drastis untuk periode waktu yang diinginkan. Parameter/faktor-faktor yang berbeda yang diaplikasikan dalam kombinasi mencakup faktor-faktor intrinsik (yaitu : Aw, pH, Eh, dan inhibitor alami), faktor pengolahan (pemanasan, pengeringan, fermentasi, dan pengawetan/ dan faktor ekstrimsik (suhu dan aerob/anaerob). Kombinasi faktor-faktor tersebut perlu dibagi karena dapat bersifat additive, sinergis, atau bahkan menetralisir. A. Pengolahan pangan dengan pemanasan rendah Low heat (≤ 1000 C) tidak akan membunuh spora bakteri perusak dan patogen. Spora tersebut dapat diaktivasi oleh panas, dan mendorong germinasi dan tumbuh, meskipun jika pH pangan diturunkan menjadi 4,5 atau NO2 (dan NaCL) ditambahkan, spora akan mengalami heat shock, tidak akan germinasi. Digunakan secara “gently” (pada kadar lebih rendah) dibandingkan dengan harshly, sehingga tidak memiliki efek yang tidak diinginkan seperti tingkat penerimaan dan kualitas gizinya menurun. Mekanisme kombinasi faktor-faktor atau konsep hurdle (rintangan), yang aksi kerjanya dapat dijelaskan sebagai berikut.
B
A
b
NaCl 450
Z
a
a Y
X
X
Y
b c
X
Gambar A : Skema beberapa teknik pengawetan (X, Y, Z) lebih efektif dalam pengendalian terhadap kelompok mikrobia yang berbeda (a, b)
186
Gambar B : Kombinasi yang efektif dari beberapa parameter dapat menurunkan laju pertumbuhan, mencegah pertumbuhan atau membunuh mikrobia yang tidak dapat dicapai jika hanya dengan 1 parameter secara sendirian. Dua target mikrobia (a & b) dapat tumbuh ketika metode pengawetan X, Y, Z digunakan sebagai rintangan/hurdle individual meskipun, jika X & Y di kombinasikan, pertumbuhan a tertahan; dan ketika X, Y, Z digunakan dalam kombinasi, kedua mikrobia gagal tumbuh. Anggaplah suatu bahan pangan memiliki beberapa tipe bakteri perusak yang dapat tumbuh dengan cepat pada suhu 300 C atau pada pH 6.0 atau pada Aw 0,99, dan merusak pangan agak lebih cepat. Jika salah satu parameter tersebut ddireduksi (misalnya, jika suhu diturunkan menjadi 100 C, dan 2 parameter lainnya tidak diubah), laju pertumbuhannya dapat diturunkan sedikit, tetapi produk masih dapat dibusukkan.
B. Suhu penyimpanan rendah C. botulinum akan tumbuh pada 350 C dan Aw 0,95. Meskipun, jika suhu penyimpanan diturunkan menjadi 200C, bakteri tersebut tidak akan tumbuh. Kecuali Aw ditingkatkan menjadi 0,97. Hal yang sama, Listeria monocytogenis akan tumbuh pada 250 C di dalam broth yang mengandung 6,5 NaCl dalam 3 hari, tetapi gagal tumbuh pada kondisi yang sama pada suhu 140 C.
C. pH rendah C. botulinum tumbuh pada pH 7,0, suhu 370 C dan Aw 0,94; meskipun, jika pH diturunkan menjadi 5,3, maka tidak terdapat pertumbuhan. Salmonella sp. tumbuh pada pH 5,8 dan Aw 0,97, tetapi jika pH diturunkan menjadi 5, maka diperlukan Aw 0,99 untuk pertumbuhannya. C. botulinum menghasilkan toksin selama inkubasi pada 160 C selama 28 hari, pH 5,5; tetapi pada pH 5,2 dengan kondisi yang sama toksin tidak terbentuk.
187
Penggunaan asam organik untuk menurunkan pH, seperti asam asetat, profionate dan laktat lebih efektif daripada HCl dan asam fosfat. Asam asetat dan profionat juga lebih efektif daripada asam laktat. Beberapa asam, seperti asam sitrat dan fosfat, dapat bertindak menurunkan pH dan mengkelat (mengikat) kation divalent yang penting untuk fungsi mikrobia.
D. Aw rendah Staphylococcus auren dapat tumbuh pada Aw 0,86 dan pH tinggi. Walaupun, bakteri tersebut gagal pada Aw 0,93 (tak terhingga NaCl) pada pH 4,6. Bakteri tersebut, juga dapat tumbuh 120 C, pH 7, dan Aw 0,93. Namun, jika Aw diturunkan menjadi 0,90, menjadikannya tidak tumbuh pada kondisi yang sama.
E. Atmosfir termodifikasi Pangan yang dikemas di dalam vakum, N2 atau CO2. Pertumbuhan aerob dicegah dan anaerob fakultatif dapat direduksi. Namun demikian, kondisi tersebut memfasilitasi pertumbuhan bakteri patogenik dan perusak anaerob.
F. Pengawetan Beberapa bahan pengawet seperti NaCl & BHA bertindak sinergistik meningkatkan aksi antimikrobia dari sorbat. Asam organic juga efektif pada pH lebih rendah karena konsentrasi dari molekul yang tidak terdisosiasi lebih tinggi. Beberapa bahan pengawet mungkin tidak efektif pada pH lebih tinggi dan beberapa mungkin kehilangan potensinya selama penyimpanan. Bakteriosin dapat dirusak akan enzim proteolitik yang ada pada bahan pangan mentah. Efek bakterisidal dari bakteriosin dapat meningkat jika digunakan dengan asam EDTA.
188
G. Ultra high hydrostatik pressure (UHP) Efek antimikrobia dari UHP dapat ditingkatkan dengan penambahan bakteriosin, lisozim, dan chitosan. Spora sulit dihancurkan, kecuali dengan tekanan sangat tinggi (200.000 psi). meskipun begitu, setelah perlakuan tekanan rendah (15.000 psi), spora dapat terinduksi untuk berkecambah, yang mana kemudian dapat dibunuh dengan tekanan yang lebih tinggi, pemanasan, bakteriosin atau agen antibakteri lainnya.
189