BAB VI
PENUTUP
VI.1. Kesimpulan Berdasarkan ketiga indikator yang digunakan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa perempuan pelaku usaha di Wukirsari mampu memanfatkan bentuk-bentuk modal sosial yang ada didalam kehidupan mereka dengan baik untuk memulihkan kondisi sosial ekonomi secara mandiri. Beberapa ilustrasi dan analisis yang diurai dalam bab sebelumnya dapat menunjukkan keberhasilan intervensi dan pengelolaan modal sosial bonding, bridging dan linking didalam kehidupan perempuan pelaku usaha di Wukirsari pasca bencana. Spirit altruisme untuk berbagi dan saling dukung yang masih melekat dan terpelihara dengan baik didalam kehidupan perempuan pelaku usaha di Wukirsari mampu mereka manfaatkan dengan baik untuk membangun kekuatan modal sosial bonding, bridging, dan linking dalam upaya pemulihan pasca bencana. Pada dimensi bonding social capital, pengaruh nilai sosial-budaya serta agama yang masih mereka pegang teguh mampu dimanfaatkan perempuan pelaku usaha di Wukirsari untuk membangun tindakan bersama (collective behavior) diantara mereka dalam mendorong kebangkitan bersama. Pada dimensi bridging social capital, prinsip terbuka (outward looking) yang ada juga mampu dimanfaatkan dengan baik oleh perempuan pelaku usaha di Wukirsari untuk mambangun hubungan dan kerjasama dengan berbagai LSM dalam meningkatkan kondisi kesejahteraan mereka pasca
100
bencana. Lebih lanjut pada dimensi linking social capital, pengaruh nilai “ewuhpakewuh”, hormat, kepada sosok yang dianggap berpengaruh/ dituakan yang ada juga mampu dimanfaatkan dengan baik oleh perempuan pelaku usaha di Wukirsari untuk membangun hubungan dan koordinasi yang baik antara perempuan pelaku usaha di Wukirsari dengan Pemerintah Desa yang ada dalam meningkatkan perekonomian mereka pasca bencana. Disisi lain, kekuatan pemanfaatan bentuk-bentuk modal sosial yang ada didalam kehidupan perempuan pelaku usaha di Wukirsari ini juga tidak terlepas dari keberadaan kelompok-kelompok sosial seperti PKK, Arisan, Pengajian, Dasa Wisama yang di didalamnya memiliki dua fungsi yang berbeda yaitu bound network dan achieved network. Dimana melalui berbagai kelompok sosial tersebut mampu dimanfaatkan perempuan pelaku usaha di Wukirsari sebagai bound network atau membangun kontak sosial dengan sesamanya. Disisi lain melalui berbagai kelompok sosial ini juga mampu dimanfaatkan perempuan pelaku usaha di Wukirsari sebagai achieved network atau membangun kontak sosial dengan luar komonitasnya. Kontak sosial ini bisa diiniasi dari dalam komunitas perempuan maupun dari kelompok perempuan di luar komunitas yang memiliki kontak di dalam komunitas penyintas. Melalui pemanfaatan ketiga bentuk modal sosial ini pada akhirnya mampu menjadi investasi yang positif bagi perempuan pelaku usaha di Wukirsari dalam memulihkan kondisi sosial ekonomi pasca bencana secara mandiri dan sebagi suatu cara untuk siaga terhadap bencana yang sewaktu-waktu dapat mengancam. Disisi lain, kisah perempuan Wukirsari dalam melakukan pemulihan kondisi sosial dan
101
ekonomi pasca bencana melalui pemanfaatan modal sosial ini dapat menjadi pembelajaran tersendiri didalam manajemen bencana di Indonesia khususnya bagi kaum perempuan.
VI.2. Saran Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang telah dipaparkan sebelumnya, peneliti memiliki beberapa saran, diantaranya : 1.
Kekuatan didalam ketiga bentuk modal sosial yaitu bonding, bridging, dan linking social capital yang ada didalam kehidupan perempuan pelaku usaha di Wukirsari harus tetap mereka jaga agar dapat terus meningkatkan kondisi kesejahteraan pasca bencana. Dengan terus mempertahankan spirit altruisme untuk berbagi dan saling dukung serta prinsip terbuka yang ada didalam kehidupan mereka dapat menjadi kunci bagi perempuan pelaku usaha di Wukirsari untuk menjaga kekuatan didalam ketiga bentuk modal sosial ini. Hal ini didasarkan pada temuan yang menunjukan bahwa kepercayaan, norma serta jaringan pada ketiga bentuk modal sosial yang ada didalam kehidupan perempuan pelaku usaha di Wukirasari pada dasarnya dibangun melalui nilainilai tersebut. Sehingga dengan terus mempertahankan keberadaan nilai-nilai tersebut, tentunya perempuan pelaku usaha di Wukirsari akan mampu menjaga kekuatan didalam ketiga bentuk modal sosial yang telah mereka bangun. Sejalan dengan Fukuyama yang menunjukan hasi-hasil studi di berbagai negara bahwa modal sosial yang kuat akan merangsang pertumbuhan diberbagai sektor ekonomi, karena adanya tingkat rasa percaya yang tinggi dan keeratanya 102
hubungan dalam jaringan yang luas tumbuh antar sesama pelaku ekonomi (Hasbullah, 2006 :8). 2.
Perempuan pelaku usaha di Wukirsari harus tetap konsisten menjaga keberlangsungan berbagai kelompok sosial yang ada didalam kehidupan mereka, seperti PKK, Arisan, Dasa Wisama, Penganjian, dsb. Hal ini didasarkan pada karakter khas perempuan pelaku usaha di Wukirsari yang cendrung membangun interaksi dan koordinasi kepada sesama perempuan, baik didalam jaringan yang bersifat internal maupun eksternal melalui berbagai kelompok sosial tersebut. Sebagai contoh : ketika perempuan pelaku usaha di Wukirsari menggalang aksi kolektif mereka dalam merespon program bantuan dari LSM, interaksi didalam jaringan ini dibangun perempuan pelaku usaha di Wukirsari melalui berbagai kelompok sosial yang ada seperti PKK, Arisan, Dasa Wisama, dsb. Melalui hal ini pada akhirnya mampu untuk menghidupkan perkumpulan/ kelompok yang peduli akan kapasitas dan keterampilan berbagai usaha yang mereka tekuni seperti kelompok batik, kelompok pengrajin bambu, kelompok pengrajin kulit dan
sebagainya.
Dengan
terus
mempertahankan
keberlangsungan
dan
keterlibatan didalam kelompok sosial ini, tentunya mereka dapat terus menjalin interaksi dan koordinasi yang baik didalam modal sosial yang bersifat internal maupun eksternal. Seperti yang diungkapkan Putman (1995 ; 67) bahwa modal sosial merujuk kepada ciri‐ciri organisasi sosial seperti jaringan, norma dan kepercayaan yang memfasilitasi koordinasi dan kerjasama untuk kepentingan bersama.
103
3.
Pemerintah Pusat dapat menjadikan kisah perempuan pelaku usaha di Wukirsari dalam melakukan pemulihan kondisi sosial dan ekonomi pasca bencana melalui pemanfaatan modal sosial ini sebagai percontohan didalam konsep manajemen bencana di Indonesia, khususnya untuk kaum perempuan.
104