BAB VI PENUTUP
6.1
Kesimpulan Tembakau merupakan tanaman dilematis bagi Indonesia yang melahirkan
dua sisi yang saling bertentangan. Pada satu sisi tembakau dianggap sebagai komoditas yang harus dibatasi karena memberikan dampak negatif bagi kesehatan manusia. Pada sisi lainnya, tembakau memberikan dampak besar baik bagi perekonomian nasional maupun daerah. Devisa negara yang diperoleh melalui cukai rokok dan tembakau tidak dapat dipungkiri sebagai sumber penerimaan negara yang cukup sifnifikan. Sedangkan bagi perekonomian daerah tembakau tidak memberikan angka yang sedikit dalam PAD dan sumbangannya dalam PDRB sehingga diharapkan menjadi faktor peningkat kesejahteraan manusia. Bukan hanya faktor ekonomi, bagi masyarakat Temanggung yang berada pada daerah lereng Gunung Sumbing, Sindoro dan Prau tembakau memiliki sejarah budaya tersendiri. Keberadaan Tembakau telah memberikan penghidupan dan kehidupan sebagai anugrah Yang Maha Kuasa. Tembakau tetap dibudidayakan sekalipun harus menghadapi perjalanan panjang nan rumit tahapan pengolahan sampai kepada menempuh jaringan pembelian tembakau. Sebagai tanaman yang berorientasi ekonomi, tembakau mengalami pergeseran kekuasaan dalam mekanisme pasar. Masa kependudukan pemerintah kolonial hingga menjelang tahun 70an industri tembakau dikuasai negara. Namun pada tahun 70an hingga kini kekuasaan pengusaha besar atas pasar tembakau
133
semakin menguat dan menemukan eksistensinya. Struktur pasar tembakau yang diserahkan pada pasar bebas pun mengalami mekanisme pasar persaingan tidak sempurna yang melahirkan kondisi social inequality. Hal ini terjadi karena adanya pergilatan kekuasaan antar aktor yang terlibat dalam pasar tembakau dan melahirkan kedudukan yang tidak setara yang dimenangkan oleh pemilik modal yaitu pengusaha besar atau pabrikan. Posisi dominan ini merupakan bentukan akibat terjadinya ruang yang kosong dalam relasi penjual dan pembeli sehingga dimanfaatkan sebagai momentum dalam membangun strategi kuasa menuju dominasi. Kondisi pasar tidak sempurna dan kedudukan aktor lain yang lemah memberikan keleluasaan kepada pengusaha besar untuk menjalankan strategi dominasi. Strategi dominasi ini terbentuk karena legitimasi yang legal dan rasional. Legitimasi rasional diperoleh melalui petani sebagai aktor tersubordinasi yang dilakukan melalui strategi pembentukan struktur ketergantungan. Melalui struktur ketergantungan ini, aktor terdominasi masuk dalam pusaran kelangkaan pilihan sehingga dengan terpaksa harus mengikuti mekanisme pasar yang berjalan. Legitimasi legal diperoleh melalui kebijakan negara menyerahkan kerjasama petani dengan pabrikan yang menunjukkan penyerahan kewenangan mengatur mekanisme pasar tembakau kepada pengusaha besar. Dalam perjalanan memperkuat dominasi dibutuhkan pula tindakan sosial tertentu agar meminimalisir terjadinya pergulatan kekuasaan dalam kondisi sosial ekonomi pasar tembakau Temanggung. Jalan yang harus ditempuh guna mengukuhkan eksistensi sebuah dominasi adalah dengan melakukan konsolidasi
134
dengan berbagai pihak baik secara vertical maupun horizontal. Konsolidasi dengan aktor non negara dilakukan dengan menjalin hubungan baik terhadap sesama pengusaha besar, kelompok kepentingan petani, dan bisnis perbankan. Ketiga aktor tersebut butuh dikonsolidasikan guna meredam munculnya tindakan resistensi akibat benturan kepentingan yang berbeda dalam pasar. Sejauh ini tindakan tersebut cukup berhasil dilakukan oleh pengusaha besar. Konsolidasi lainnya dilakukan dengan cara membangun negosiasi yang baik dengan aktor negara yaitu pemerintah daerah dengan cara berkomitmen dalam pembentukan jaringan kemitraan dengan petani. Kesrpakatan-kesepakatan jumlah pembelian kuota tembakau beserta masalah keinginan konsumen terjadi di ranah ini.
6.2
Refleksi Teoritis Tembakau bukan kebutuhan pokok dan tidak termasuk dalam kebutuhan
pangan sehingga mekanisme penjualan yang dilakukannya diserahkan pada pasar bebas. Tanpa pengendalian harga dari pemerintah. Dengan kata lain, Negara menyerahkan sistem tata niaga tembakau pada jalur dan aturan main pasar bebas. Dalam teori ekonomi politik yang percaya pada keberadaan pasar bebas, maka pasar merupakan aktor yang paling pokok dapat mengatur alur perdagangan tembakau guna meningkatkan pembangunan ekonomi. Di sisi lain, banyak pandangan yang meragukan keberadaan pasar sebagai penyangga penuh ekonomi daerah menuju kemajuan. Bagi kaum institusionalis, mekanisme pasar bebas yang berporos pada konsep kunci yaitu diminimalisirnya peran negara dalam keterlibatan pasar menunjukkan proses pelemahan negara. Negara yang tidak turut campur tangan di dalam pasar merupakan langkah awal bahwa mekanisme pasar 135
berjalan tanpa pengawasan. Artinya, aturan main yang dilakukan oleh pasar sepenuhnya dimainkan tanpa ketakukan akan dikontrol oleh negara sebagai actor sah pembuat regulasi. Hasilnya, semua aktor yang masuk dan terlibat dalam struktur pasar bebas mengikuti alur dan pola bekerja ala pasar sebagai pemegang kendali. Kondisi ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa kendali dan pemegang aturan main berada di tangan pasar. Secara garis besar pasar merupakan pertemuan antara penjual dan pembeli. Penjual dan pembeli yang berada pada posisi tawar yang setara menunjukkan kondisi pasar persaingan yang sempurna. Namun, ketika salah satu pelaku dalam pasar memiliki posisi bargaining power yang lebih kuat dari pelaku pasar lainnya, maka akan lahirlah kondisi pasar persaingan tidak sempurna. Dalam keadaan ini, akan ada aktor yang lebih kuat daripada pelaku pasar yang lainnya. Aktor atau pelaku pasar yang masuk dalam lingkaran mekanisme pasar bebas tentunya akan berubah kesetaraannya menjadi hierarkis. Ketiadaan keterlibatan negara sebagai pemegang control dan pengawas mengakibatkan struktur pasar yang tidak setara ini berjalan terus menerus. Sesuai dengan logika pasar, yang dicari dan digunakannya adalah logika profit. Dalam kerangka pasar, maka aktor yang dominan adalah mereka para pemilik modal atau pengusaha. Pasar tembakau temanggung menunjukkan relasi seperti yang digambarkan sebelumnya sebagai pasar persaingan tidak sempurna. Bargaining power yang kuat berada pada posisi pembeli yaitu pengusaha besar atau pemilik gudang-gudang tembakau. Kekuatannya terletak pada proses penetapan harga, penilaian kuaitas tembakau dalam pembelian, dan masa
136
dibelinya tembakau. Ketika pasar dibiarkan berjalan menurut mekanismenya sendiri tanpa campur tangan pemerintah, maka segala aturan main baik fair maupun tidak fair tidak dikendalikan oleh negara. Akibatnya, posisi tidak setara yang dipegang oleh kekuatan pemilik modal membuka ruang yang leluasa untuk menjalankan praktik dominasi. Pasar kemudian berjalan bukan atas dasar suka sama suka atau sepakat tidak sepakat melainkan atas dasar keterpaksaan menyepakati aturan main posisi paling kuat dalam mekanisme pasar. Keterbukaan ruang luas inilah yang melahirkan praktik dominasi menjadi langkah yang sah menjalankan mekanisme pasar. Artinya, melakukan pembiaran terhadap berjalannya mekanisme pasar berdasarkan aturan-aturannya sendiri sama saja membiarkan pihak yang lemah kehilangan bargaining powernya. Sampai pada fase ini, maka tindakan intervensi dari negara sangat dibutuhkan dalam menstabilisasi pasar. Tujuannya agar para pelaku dalam pasar berada pada posisi yang setara dan menjalankan aturan main pasar tanpa tekanan. Permasalahan selanjutnya adalah mampukah negara melakukan intervensi yang kuat sehingga mampu mengimbangi kedudukan pengusaha besar yang dominan dalam pasar? Teori-teori besar tentang ekonomi politik menggambarkan bahwa jika pasar berada pada posisi yang tidak stabi, maka intervensi negara melalui pembuatan regulasi merupakan solusinya. Negara memang aktor yang sah dalam membuat regulasi ketika pasar memburuk tetapi eksistensi doinasi tidak serta merta dapat digantikan dengan hadirnya pemain baru dalam pasar yaitu negara. Negara mungkin mampu melakukan intervensi terhadap pasar tetapi tidak cukup
137
cakap untuk mengimbagi kekuatan aktor dominan. Secara teori, negara merupakan aktor yang sah membuat regulasi untuk mengatur mekanisme pasar bebas yang berjalan secara tidak seimbang. Namun, dominasi sndiri dapat terjadi karena adanya legitimasi yang sah. Pengusaha besar sebagai kepanjangan tangan dari pasar sejauh ini mampu mengendalikan mekanisme pasar yang berjalan karena adanya legitimasi yang sah untuk menjalankannya. Legitimasi inilah yang dahulu diberikan oleh negara dengan tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat. Sayangnya, ketika pasar telah mendapatkan legitimasinya untuk menjalankan dominasi dan dianggap tidak adil oleh masyarakat, negara lantas harus memberikan perlindungan dengan nyata melalui regulasi maupun kebijakan lainnya. Ketidakmampuan negara mengeluarkan regulasi dengan alasan tidak mampu mengintervensi pasar menunjukkan bahwa negara memang tidak mampu mengimbangi dominasi pasar yang sudak terlebih dahulu eksis.
138