BAB VI PENUTUP
6.1.
Kesimpulan Penelitian mengenai Analisa Dampak Sosial Pembangunan Embung di
Dusun Temuwuh Lor dapat diambil sebuah benang merah, yaitu sebagai berikut : 1.1.1.
Aspek Demografi
Terbentuknya embung guna menanggapi keluhan masyarakat Dusun Temuwuh Lor mengenai kekurangan air untuk kebutuhan pada musim kemarau.Kebutuhan ini baik untuk mengairi ladang atau untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Masyarakat Dusun Temuwuh Lor yang susunan kependudukannya memiliki profesi sebagian besar sebagai petani, memiliki area ladang di sekitar embung.Meskipun sejauh ini embung tersebut terfokus pada irigasi namun problematika kembali muncul terkait dengan kekeringan pada musim kemarau yang menyebabkan debit air dan intensitas jumlah air dalam waduk tersebut berkurang. Dengan demikian, waduk tersebut seakan-akan hanya sebatas tempat tadah hujan belum secara optimal mampu mengairi lahan perladangan masyarakat sekitar. Namun dibalik itu semua, bagi masyarakat yang bermukim di sekitar embung dengan radius 1km manfaat embung tersebut dapat dirasakan yaitu dengan ketersediaan air tanah yang merupakan salah satu fungsi dari embung sebagai reservoir (tempat cadangan atau resapan air tanah). Dilihat dari keadaan masyarakat Dusun Temuwuh Lor mengenai struktur penduduk adalah basic pertanian yang kuat dari masyarakat sekitar membuat
1
pertanian dapat bertahan hingga saat ini dan dapat dijadikan sumber penghasilan. Di samping itu, masyarakat juga menjaga lahan pertanian mereka yang merupakan warisan nenek moyang dengan tidak memperjual-belikan kepada pihak lain selain keluarga. Dengan keberadaan embung yang ada pada saat ini, sejatinya memiliki tujuan yang dapat di eksplorasi secara maksimal. Tujuan tersebut yaitu untuk pengembangan profesi masyarakat ke arah perikanan dan parawisata. Tetapi hal tersebut sampai sekarang belum dapat terealisasi, dikarenakan beberapa hal yang menghambat. Masyarakat dusun Temuwuh Lor yang berprofesi sebagai petani dalam kurun waktu yang cukup lama, tidak dapat serta merta diubah atau dialihkan ke perikanan dan pariwisata dalam sekejap mata. Karena masyarakat tidak memiliki sedikitpun pengalaman tentang bagaimana cara yang baik dan benar dalam perikanan. Begitu juga dalam hal pariwisata, masyarakat tidak mengetahui bagaimana cara menarik masyarakat luas agar tertarik untuk mengunjungi embung sebagai tempat wisata. Dengan kata lain adanya keterbatasan sumber daya manusia dari masyarakat dusun Temuwuh Lor. Walaupun ada beberapa warga yang mencoba membangun kolam ikan di sekitar area rumah sebelum menerapkan di embung. Tetapi penghasilan yang didapat dari panen kolam ikan yang ada di sekitar rumah tidak seberapa jika dibandingkan dengan modal dan tenaga yang dikeluarkan. Dan dalam segi pariwisata, ide atau gagasan untuk membuat area embung sebagai tempat wisata pernah terlintas oleh beberapa pihak tetapi kesan tidak ada
2
evaluasi mengenai tahap selanjutnya dalam hal perikanan dan pariwisata setelah pembangunan embung yang telah berjalan selama lima tahun membuat ini semua sia-sia. Tidak adanya pendekatan yang dilakukan pemerintah kepada masyarakat untuk membimbing dan memulai usaha baru dalam perikanan dan pariwisata belum tercipta, membuat masyarakat tetap bertumpu pada sektor pertanian dan sampingannya yaitu berternak.
1.1.2.
Aspek Ekonomi
Perekonomian masyarakat Dusun Temuwuh Lor sebagian besar berasal dari hasil pertanian dan ladang, hasil ini dianggap belum mencukupi untuk kebutuhan sehari dengan penghasilan rata-rata perbulan Rp 700.000 – Rp 1.000.000. Maka untuk menambah pendapatan, masyarakat juga beternak sapi dan kambing. Menurut pengakuan dari beberapa anggota ternak sapi dan kambing, hasil yang didapat cukup baik untuk menunjang perekonomian. Sedangkan para petani berharap besar pada embung dalam hal pengairan bagi area ladang mereka. Jika pengairan tidak lancar maka hasil pane yang didapat pun tidak dapat maksimal. Sedangkan para petani berniat jika pengairan lancar mereka akan membuka lahan pertanian baru di sekitar embung. Apabila lahan pertanian semakin besar, maka penghasilan yang didapat pun ikut meningkat. Tujuan pembangunan embung selain untuk pengairan adalah mengajak masyarakat sekitar untuk mendapatkan lahan pekerjaan baru dengan orientasi perikanan dan pariwisata. Untuk mendukung adanya perikanan bagi masyarakat, Pemerintah Daerah telah menyediakan bibit dan tambak secara cuma-cuma bagi
3
masyarakat yang hendak memulai usaha dalam sektor perikanan di embung. Hal ini dipengaruhi oleh tidak adanya penyuluhan dan bimbingan yang diberikan oleh pemerintah mengenai berternak ikan, dikarenakan masyarakat tidak memiliki pengetahuan yang fasih mengenai perikanan. Kepengurusan dari kelompok ikan yang berasal dari dua dusun yaitu Temuwuh Lor dan Temuwuh Kidul juga belum memiliki andil yang cukup maksimal untuk menunjang adanya sektor perikanan. Karena terdapat perselisihan paham dan ego dari masing-masing desa yang menghambat laju dari terciptanya sektor perikanan itu sendiri. Rasa ego yang mengkalim bahwa embung tersebut milik dari masing-masing dusun dan tidak adanya pertemuan setelah pembentukan panitia untuk menyatukan pendapat dan mengelola embung secara bersamaan untuk kepentingan bersama. Dengan demikian pembangunan embung ini pun belum dapat dikelola sebagaimana tujuannya yaitu untuk dijadikan kesempatan usaha baru bagi masyarakat sekitar dalam sektor pertanian yang pada akhirnya tidak dapat membantu meningkatkan perekonomian masyarakat.
1.1.3.
Aspek Sosial dan Budaya
Nilai-nilai sosial yang ada pada masyarakat Dusun Temuwuh Lor cukup tinggi, dapat dilihat dari cara bermasyarakat dan dari cara pandangan hidup mereka sehari-hari. Masyarakat masih mempercayai hal-hal yang berbau spritual karena adat kejawen masih melekat dan merupakan adat istiadat masyarakat sekitar yang merupakan warisan dari leluhur. Hal ini lah yang ada pada masyarakat juga dalam hal pengelolaan embung tersebut, masyarakat tidak berani
4
berbuat hal-hal yang aneh dikarenakan di sekitar embung terdapat pohon yang dikeramatkan. Pohon yang ada sejak bertahun-tahun yang lalu dianggap masyarakat yang merupakan warisan untuk dijaga keberadaannya. Pohon ini juga dianggap merupakan cikal bakal adanya embung,sehingga masyarakat secara tak langsung menjaga keberadaan embung dengan cara mereka sendiri. Tetapi permasalahan ego dari dua belah pihak, yaitu Dusun Temuwuh Lor dan Dusun Temuwuh Kidul mengakibatkan adanya sebuah konflik sosial. Konflik yang diakibatkan tidak adanya rasa saling berbagi untuk mengelola embung secara bersama-sama, karena masing-masing dusun memiliki rasa kepemilikan atas embung. Tidak adanya penengah yang dapat menyelesaikan permasalahan ini juga turut mengakibatkan apa yang ditujukan dari pengembangan embung kearah perikanan tidak dapat terwujud hingga saat ini.
6.2.
Rekomendasi Berdasarkan problematika yang muncul dalam pengelolaan embung di
Dusun Temuwuh Lor maka dapat dipaparkan sebuah saran dan rekomendasi kebijakan, yaitu sebagai berikut : 1. Dalam pengelolaan embung perlu adanya sebuah hubungan yang sinergis antara tiga elemen yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat agar permasalahan terkait dengan pemanfaatan serta kepemilikan hak atas embung secara aturan dapat lebih jelas. Adanya perselisihan ego dari masing-masing dusun yang merasa memiliki hak penuh atas pengelolaan embung yaitu Dusun Temuwuh Lor dan Dusun Temuwuh Kidul secara
5
langsung berdampak pada lambatnya pergerakan kelompok perikanan untuk segera memanfaatkan embung untuk dijadikan area tambak. Ego yang mengakibatkan tidak adanya pertemuan lanjut mengenai pengelolaan embung setelah pembentukan kelompok ikan hanya semakin memperlama pemanfaatan embung bagi masyarakat. di samping itu masyarakat berinisiatif untuk menyampaikan permasalahan ini kepada pemerintah desa, agar Pemerintah Desa beserta tokoh-tokoh masyarakat dapat berunding dan memberikan kebijakan mengenai hak milik dan pengelolaan embung secara jelas agar permasalahan tersebut dapat segera diselesaikan. Karena hakikatnya pembangunan embung ini ditujukan untuk kebaikan masyarakat sekitar. 2. Munculnya konflik-konflik sosial dari masyarakat terhadap pemanfaatan embung dapat diakomodasi dan difasilitasi oleh pemerintah desa selaku pembuat kebijakan yang nantinya kebijakan tersebut harus lebih mementingkan kepada masyarakat setempat selaku pemilik embung. Konflik sosial yang terjadi yaitu perselisihan paham mengenai hak kepemilikan dari embung antara dua dusun. Setelah hak kepemilikan menjadi jelas, maka kebijakan tersebut harus dapat memberikan keadilan pada kedua belah pihak dusun untuk meminimalisir munculnya konflikkonflik yang lain. Di samping itu juga, agar kedua belah pihak dusun dapat saling bahu membahu untuk mewujudkan tujuan dari embung yaitu untuk meningkatkan perekonomian masyarakat dari segi perikanan dan pariwisata.
6
3. Dari segi pemanfaatan dan pengelolaan sudah sepantasnya pemerintah desa menjadi fasilitator dengan memberikan pendampingan ataupun penyuluhan kepada masyarakat guna memenuhi fungsi dan manfaat dari embung yang lebih baik. Pemerintah Desa telah meberikan fasilitas berupa bibit ikan bagi kelompok ikan yang ingin mendirikan tambak di embung. Tetapi tidak hanya sebatas itu saja, dikarenakan masyarakat Dusun Temuwuh Lor berlatar belakang petani yang belum sepenuhnya mengerti dan paham mengenai tata cara mengenai bagaimana cara berternak ikan yang baik. Pemerintah Desa hendaknya memberikan penyuluhan dan bimbingan secara rutin bagi kelompok ikan. Sampai saat ini pun, penyuluhan dan bimbingan mengenai beternak ikan oleh pemerintah belum terlaksana. 4. Berdasarkan kehidupan masyarakat setempat yang memiliki modal sosial yang cukup kuat berupa pandangan hidup yang berbasis pada budaya jawa serta bersifat tradisional sejatinya hal tersebut menjadi nilai lebih dalam rangka mewujudkan kehidupan masyarakat yang mandiri. Oleh karena itu peran pemerintah disini harus mampu menonjolkan sisi atau aspek-aspek tersebut dalam hal pembuatan kebijakan. Jangan sampai kehadiran program atau kebijakan pemerintah merusak tatanan kehidupan yang sudah dibangun atau sudah ada sejak dahulu sehingga dapat menimbulkan berbagai macam konflik kepentingan.
7