1
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Pengaruh Diversitas Dewan pada Kinerja Perusahaan Penelitian ini mencoba untuk melihat apakah diversitas dewan perusahaan diapresiasi oleh pasar, dengan melihat pengaruh diversitas dewan terhadap kinerja pasar perusahaan. Penelitian ini didasarkan pada pemikiran dalam kajian tata kelola perusahaan bahwa diversitas dewan akan meningkatkan kualitas pembuatan keputusan, meningkatkan fungsi dewan, dan monitoring sehingga dengan adanya dewan yang tersebar akan meningkatkan profitabilitas dan kemudian akan meningkatkan nilai pasar perusahaan. Hasil pengujian hipotesis menunjukan bahwa diversitas dewan tidak berpengaruh terhadap kinerja pasar perusahaan. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Randoy et al, (2006), Dobbin et al, (2010), Marimuthu dan Kolandaisamy (2010) dan bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Charter et al (2007). Penelitian ini berusaha mengembangkan penelitian Kusumastuti et al, (2006), yang meneliti pengaruh diversitas dewan dengan menggunakan 5 variabel untuk mengukur diversitas yaitu keberadaan dewan direksi wanita, keberadaan etnis Tionghoa dalam dewan direksi (sebagai proksi minoritas), proporsi outside directors, usia anggota dewan direksi, dan latar belakang pendidikan anggota dewan direksi, dengan ukuran dewan dan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol terhadap nilai perusahaan yang diukur dengan rasio Tobin’s Q. Hasilnya menunjukan bahwa keberadaan etnis Tionghoa dalam dewan (sebagai proksi minoritas) berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan, dan variabel lainnya ditemukan tidak berpengaruh signifikan secara
50
2
statistis terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan temuan ini Kusumastuti et al, (2006) menyimpulkan bahwa diversitas dewan berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Berbeda dengan penelitian Kusumastuti et al, (2006) penelitian ini mencoba mengukur diversitas dewan sebagai satu ukuran. Diversitas dewan dikatakan tinggi bila terdapat variasi gender, kebangsaan, umur, dan latar belakang pendidikan. Defenisi dewan dalam penelitian ini menggabungkan antara dewan komisaris dan dewan direksi, karena Indonesia menganut two-tier system. Hasil pengujian hipotesis menunjukan bahwa diversitas dewan tidak berpengaruh terhadap kinerja pasar perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian Randoy et al, (2006) dan Dobbin et al, (2009), ada beberapa hal yang diduga menyebabkan hal ini, yaitu: (1) ada variabel lain yang lebih diapresiasi oleh pasar, seperti ukuran perusahaan dan jenis industri ketika menilai nilai suatu perusahaan dibandingkan diversitas dewan perusahaan. Hal ini dibuktikan ketika meregresikan variabel kontrol yaitu ukuran perusahaan dan jenis industri dengan kinerja pasar perusahaan, hasil pengujian menunjukkan adanya pengaruh signifikan secara statistis antara ukuran perusahaan dan jenis industri pada kinerja pasar perusahaan yang menjadi sampel. (2) Perilaku investor yang sering kali tidak rasional atau yang sering disebut sebagai investor bias, ketika menilai suatu perusahaan, terutama berkaitan dengan harga sahamnya. Penelitian yang dilakukan Randoy et al, (2006), dengan menggunakan sampel 500 perusahaan terbesar di Denmark, Norwegia, dan Swedia menemukan tidak ada pengaruh signifikan diversitas gender, kebangsaan, dan umur pada kinerja pasar
3
perusahaan. Ada tiga alasan yang diduga menyebabkan hal ini yaitu (1) komposisi dewan tidak memiliki pengaruh terhadap kinerja perusahaan, tetapi memiliki pengaruh terhadap kinerja individual anggota dewan, (2) pengaruh sebenarnya dari diversitas dewan sangat susah untuk ditetapkan karena begitu banyak faktor lain yang juga ikut mempengaruhi kinerja perusahaan, (3) pemegang saham di Negara Skandinavia kemungkinan menimbang biaya dan manfaat dari diversitas dewan, dan kemungkinan pada saat itu telah mencapai titik keseimbangan. Jika dengan meningkatkan diversitas dewan akan meningkatkan nilai perusahaan, maka perusahaan akan memiliki motivasi yang kuat untuk meningkatkan diversitas dewan yang dimilikinya. Investor bias merupakan dasar dari perilaku diskriminasi terhadap orang lain yang berada di luar kelompok telah banyak disebutkan dalam literatur sosiologi, sosial psikologi dan psikologi kognitif. Social Cognition Theory dalam ilmu psikologi telah menunjukan bahwa seseorang mengkategorikan orang lain secara otomatis, dan cenderung untuk merasakan, berpikir dan berperilaku terhadap anggota kelompok baru seperti ketika individu tersebut bertemu dengan individu lain di masa lampau. Mereka menggunakan kategori sosial untuk memproses berbagai informasi secara cepat, dan menggunakan jenis kelamin dan ras sebagai kategori karena kedua hal ini merupakan “status utama.” Literatur mengenai ingroup preferences menyatakan bahwa individual lebih menghargai atau memandang positif anggota kelompok mereka. Literatur mengenai hubungan implisit lebih jauh mengungkapkan bahwa hubungan antara keanggotaan
4
suatu kelompok dengan karakteristik seperti kompetensi hanya dimiliki diantara anggota kelompok saja. Sehingga ketika investor tidak terbiasa berpikir bahwa wanita memiliki kompetensi sebagai anggota dewan, maka investor mungkin baik secara sadar atau tidak akan merasakan ketidakcocokan ketika perusahaan menunjuk anggota dewan wanita (Dobbin et al, 2010). Dobbin et al. (2010)
menemukan bahwa direktur wanita berpengaruh
signifikan negatif tetapi kecil pada harga saham dalam model penelitian yang mengikutkan variabel kontrol. Pola serupa juga ditemukan ketika variabel-variabel karakteristik dewan perusahaan dimasukan dalam model yang mengikutsertakan variabel kontrol, dan kemudian menyimpulkan bahwa hal ini disebabkan oleh investor bias, jika perubahan-perubahan fundamental yang dirancang untuk meningkatkan efektifitas dewan dan proses monitoring tidak dapat meningkatkan harga saham, maka perubahan incremental dalam komposisi dewan juga tidak akan mampu meningkatkan harga saham. Dobbin et al. (2010) berpendapat bahwa investor institusional blockholding akan lebih berhati-hati dibandingkan pemegang saham minoritas akan munculnya bias terhadap perusahaan yang menambah jumlah direksi wanitanya. Hal ini didasari pada teori akuntabilitas dalam ilmu psikologi, dimana orang (investor institusional blockholding) ketika mengetahui perilaku mereka akan diamati dengan cermat, akan menyensor perilaku mereka yang tidak sesuai dengan norma (counter-normative), dalam kasus ini menghindari penjualan saham
Sedangkan bagi investor non-
blockholder yang tidak terlalu mendapat perhatian akan mengeluarkan bias ini. Efek
5
yang ditimbulkan oleh pola yang ditempuh kedua pihak akan menimbulkan efek rata rata yang berpengaruh terhadap harga saham. Dobbin juga berpendapat dalam model, investor institusional blockholding akan meningkatkan kepemilikan mereka, sedangkan investor institusional non-blockholding akan mengurangi kepemilikan mereka sebagai reaksi atas kepemimpinan wanita. Hasil penelitian Marimuthu dan Kolandaisamy, (2009) menemukan bahwa manajer puncak yang tersebar di perusahaan besar di Malaysia tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja, begitu pula dengan keragaman etnis tidak berpengaruh terhadap kinerja. Marimuthu dan Kolandaisamy, (2009) kemudian menyimpulkan bahwa keberadaan wanita dalam manajemen puncak tampaknya tidak bisa memberikan pengaruh terhadap kinerja perusahaan. Hal ini diduga karena
di
Malaysia, wanita tidak secara aktif ikut dalam pembuatan keputusan dikarenakan pemegang saham masih skeptis terhadap kemampuan wanita dalam menangani krisis dibandingkan pria. Begitu juga dengan keragaman etnis, karena kebanyakan perusahaan di Malaysia masih dimiliki oleh keluarga. Dugaan lain yang dilontarkan oleh Marimuthu dan Kolandaisamy adalah bahwa homogenitas dibutuhkan dan dapat diterapkan pada perusahaan-perusahaan yang sedang berkembang, namun dalam jangka panjang perusahaan harus mempersiapkan peningkatan diversitas untuk dapat bersaing di pasar internasional. 6.2 Pengaruh Ukuran Perusahaan dan Jenis Industri terhadap Kinerja Pasar
6
Dalam penelitian ini, ukuran perusahaan dan kinerja pasar ditemukan berpengaruh signifikan secara statistis pada kinerja pasar perusahaan. Berdasarkan hasil pengujian terhadap variabel ukuran perusahaan maka dapat disimpulkan bahwa semakin besar ukuran perusahaan, maka semakin tinggi kinerja pasar perusahaan tersebut Dengan kata lain pasar merespon positif ukuran perusahaan. Hal ini mendukung hasil penelitian sebelumnya dan membuktikan bahwa ukuran perusahaan dan jenis industri merupakan variabel yang telah robust berpengaruh terhadap kinerja pasar perusahaan dan layak untuk dijadikan variabel kontrol.