BAB VI PEMBAHASAN
6.1
Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL Berdasarkan hasil pengamatan sarana pengolahan limbah cair pada 19
rumah sakit di Kota Denpasar bahwa terdapat 3 rumah sakit tidak memiliki IPAL atau sebesar 15,79%, terdapat 9 rumah sakit memliki IPAL atau sebesar 47,37% dan terdapat 7 rumah sakit memiliki IPAL dan septik tank untuk mengolah limbah cair yang dihasilkannya atau sebesar 36,84%. Data ini menunjukkan hanya 9 rumah sakit atau sebesar 47,37% taat terhadap peraturan yang berlaku, yakni mengolah seluruh limbah cair rumah sakit dengan instalasi pengolahan air limbah. Persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit, mewajibkan rumah sakit memiliki instalasi pengolahan air limbah dengan saluran pembuangan limbah harus menggunakan sistem tertutup, kedap air dan limbah harus mengalir dengan lancar (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
6.2
Analisa Kualitas Limbah Cair Rumah Sakit
6.2.1 Biological Oxygen Demand (BOD) Hasil analisa parameter BOD dari air limbah 16 rumah sakit menunjukkan bahwa terdapat 5 rumah sakit yang melampaui baku mutu yang ditetapkan, yakni RSU Surya Husadha, RSU Prima Medika, RSU Bali Medistra, RSU Bali Royal
67
68
Hospital dan RSIA Puri Bunda. Konsentrasi BOD dari 16 rumah sakit berkisar antara 10-88 mg/l, baku mutu yang ditetapkan yaitu 30 mg/l. Nilai BOD yang tinggi menunjukkan banyaknya jumlah bahan-bahan organik yang diuraikan secara biologis. BOD tinggi menunjukkan bahwa jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mengoksidasi bahan organik dalam air tersebut tinggi, hal tersebut menunjukkan didalam air sudah terjadi defisit oksigen. Banyaknya mikroorganisme yang tumbuh dalam air disebabkan banyaknya makanan yang tersedia (bahan organik seperti halnya amonia), oleh karena itu secara tidak langsung BOD selalu dikaitkan dengan kadar bahan organik dalam air (Yuwono dan Adinugroho, 2006).
6.2.2 COD (Chemical Oxygen Demand) Hasil analisa parameter COD dari air limbah 16 rumah sakit di Kota Denpasar berkisar antara 30–171 mg/l. Dari hasil analisa tersebut terdapat 3 rumah sakit yang melampaui baku mutu yang telah ditetapkan yaitu 80 mg/l. Rumah sakit yang melampaui baku mutu yaitu RSU Surya Husadha, RSU Prima Medika dan RSIA Puri Bunda. Tingginya kadar COD di dalam air limbah, dikarenakan belum terurainya bahan organik secara sempurna atau terlalu banyaknya kandungan bahan organik di air limbah. Kandungan COD yang tinggi juga berkaitan dengan kadar BOD yang tinggi, karena melibatkan jumlah oksigen yang diperlukan oleh perairan untuk mendegradasi bahan organik (Wardhana, 2004).
69
Menurut Soemarwoto (2001), nilai parameter COD akan lebih tinggi dari nilai parameter BOD, karena pada uji COD dapat diketahui zat-zat organik, baik yang dapat dirombak atau tidak dapat dirombaj oleh mikroorganisme Parameter BOD dan COD diperlukan sebagai parameter dalam baku mutu air limbah atau sebagai parameter pencemaran air, karena perannya sebagai penduga pencemaran bahan organik dan kaitannya dengan penurunan kandungan oksigen terlarut perairan.
6.1.3
TSS (Zat Padat Tersuspensi) Hasil analisa parameter TSS (Zat Padat Tersuspensi) dari air limbah 16
rumah sakit di Kota Denpasar berkisar antara 3-116 mg/l. Dibandingkan dengan baku mutu untuk parameter TSS yaitu sebesar 30 mg/l terdapat 3 rumah sakit yang melewati ambang batas baku mutu yaitu RSU Bali Royal Hospital, RSIA Puri Bunda dan RSU Dharma Yadnya. Parameter TSS yang mengalami peningkatan disebabkan oleh adanya jumlah partikel–partikel atau padatan organik yang tidak terendapkan di bak sedimentasi, sehingga air limbah yang berisi partikel tersebut ikut terbawa (Agnes dan Azizah, 2005). Menurut Yuwono dan Adinugroho (2006), setiap industri akan menghasilkan air limbah yang mengandung partikel-partikel padatan yang berasal dari pembersih bahan baku, pencucian alat, kegiatan produksi dan lainnya.
70
6.2.4
Suhu Hasil analisa parameter suhu dari air limbah 16 rumah sakit menunjukkan
suhu antara
28-32 0C, dengan baku mutu < 30 0C. Hasil analisa tersebut
menunjukkan bahwa terdapat rumah sakit yang melampaui baku mutu yang telah ditetapkan. Terdapat 6 rumah sakit yang melampaui batas baku mutu untuk parameter suhu yaitu RSAD XVI Denpasar, RS Bhayangkara, RSU Kasih Ibu, RSU Bali Medistra, RSU Bali Royal Hospital dan RSU Manuaba. Keadaaan tersebut menunjukkan bahwa nilai temperatur keenam rumah sakit tersebut dalam keadaan tidak normal, selama proses di dalam pengolahan air limbah terdapat proses yang menyebabkan peningkatan temperatur air limbah tersebut. Menurut Susanto et al. (2012), terjadinya kenaikan atau penurunan suhu di dalam air dari kondisi normal kurang lebih 3 0C dari suhu udara dapat memperburuk kualitas air serta kehidupan organisme didalamnya. Apabila setiap hari perairan memperoleh pasokan limbah cair dengan suhu yang tinggi maka akan membahayakan kehidupan organisme air. Suhu yang optimum untuk kehidupan dalam air adalah 25-30 0C. Air sungai yang suhunya naik akan mengganggu kehidupan hewan maupun tanaman air karena kadar oksigen terlarut akan turun bersamaan dengan kenaikan suhu (Wardhana, 2004).
6.2.5 pH Hasil analisa parameter pH dari air limbah 16 rumah sakit menunjukkan bahwa pH air limbah berada diantara 7- 8,7 dimana baku mutu pH air limbah
71
yaitu 6-9. Hal tersebut menunjukkan bahwa pH air limbah rumah sakit tidak melampaui baku mutu yang telah ditetapkan. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kadar kualitas pH air limbah dalam keadaaan yang stabil dan normal. Derajat keasaman atau pH adalah ukuran untuk menentukan sifat asam dan basa. Nilai pH air digunakan untuk mengekpresikan kondisi keasaman (kosentrasi ion hidrogen) air limbah. Skala pH berkisar antara 1-14. Kisaran nilai pH 1-7 termasuk kondisi asam, pH 7-14 termasuk kondisi basa, dan pH 7 adalah kondisi netral. Perubahan pH di suatu air sangat berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, maupun biologi dari organisme yang hidup di dalamnya (Azwir, 2006). Nilai pH yang terlalu asam atau basa dapat menyebabkan korosif pada pipa logam yang dapat menyebabkan senyawa – senyawa kimia berubah menjadi racun yang dapat mengganggu kesehatan manusia (Sanropie et al., 1984).
6.2.6
Ammonia (NH3 Bebas) Hasil Parameter ammonia (NH3 bebas) dari air limbah 16 rumah sakit di
kota Denpasar menunjukkan hasil yang berkisar antara < 0,1-54 mg/l, dimana ambang batas baku mutu air limbah < 0,1 mg/l. Hasil analisa tersebut menunjukkan bahwa terdapat rumah sakit yang melewati baku mutu parameter ammonia (NH3 bebas), yakni terdapat 15 rumah sakit yang melampaui baku mutu yang telah ditetapkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat proses di dalam pengolahan air limbah yang dapat menyebabkan tingginya ammonia (NH3 bebas). Tingginya
72
kadar ammonia disebabkan karena tingginya tingkat kunjungan pasien di rumah sakit dan terjadinya proses dekomposisi bahan organik yang terdapat di air limbah. Kadar ammonia (NH3 bebas) yang tinggi di perairan dapat menyebabkan kematian organisme di perairan (Pescod, 1973).
6.2.7
Phosphat (PO4) Hasil analisa parameter Phosphat (PO4) dari air limba16 rumah sakit di Kota
Denpasar. Hasil analisa menunjukkan bahwa ke 16 rumah sakit tidak melampaui baku mutu yang telah ditetapkan yaitu 2 mg/l, kadar Phosphat (PO4) dari ke 16 rumah sakit berkisar antara 0,01-1,1 mg/l. Kondisi ini menunjukkan bahwa nilai kadar Phosphat (PO4) dia air limbah rumah sakit dalam keadaan baik dan normal, dimana tidak terdapat proses yang yang mempengaruhi tingginya kadar Phosphat (PO4).
6.1.8 Total Coliform Hasil analisa parameter Total Coliform dari air limbah 16 rumah sakit di Kota Denpasar menunjukkan hasil yang berkisar antara 2.000.000 – 16.000.000 coli/100ml. Hasil tersebut bila dibandingkan dengan baku mutu yang ditetapkan yaitu 10.000 coli/100ml, menunjukkan jumlah coliform dalam air limbah rumah sakit di Kota Denpasar sangat tinggi. Terdapat 11 rumah sakit yang melampaui baku mutu yang telah ditetapkan. Tingginya kuman golongan coli/100ml disebabkan banyaknya jumlah zat organik dan oksigen di dalamnya, serta suhu air sangatlah mempengaruhi
73
perkembangan mikroorganisme di dalamnya. Suhu optimum untuk perkembangan mikroorganisme adalah 32–36 0C (Agnes dan Azizah, 2005).
6.3 Kinerja Pengelolaan Limbah Cair Rumah Sakit Manajemen rumah sakit yang baik adalah bentuk koordinasi antara berbagai sumber daya melalui proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan adanya pengendalian untuk mencapai tujuan (Adisasmito, 2008). Dalam penelitian ini dibagi dalam 4 variabel yang mencakup dari unsur manajemen lingkungan rumah sakit yaitu unsur sarana pengolahan limbah cair, metode, sumber daya manusia dan pendanaan. Variabel-variabel tersebut kemudian digolongkan berdasarkan skala Likert. (Riduwan dan Akdon, 2007). Berdasarkan penggolongan skala likert dari variabel sarana pengolahan limbah cair dari 19 rumah sakit di Kota Denpasar, tidak adanya rumah sakit dengan klasifikasi sangat baik, terdapat 5 rumah sakit dengan klasifikasi baik, terdapat 11 rumah sakit dengan klasifikasi sedang, terdapat 3 rumah sakit dengan klasifikasi kurang dan tidak adanya rumah sakit dengan klasifikasi sangat kurang. Indikator yang terpenuhi dari sarana pengolahan limbah cair pada 16 rumah sakit di Kota Denpasar adalah tersedianya saluran pembuangan limbah yang kedap, tertutup dan terpisah dari limpahan air hujan. Sedangkan pemenuhan kualitas air limbah berdasarkan baku mutu, kepemilikan alat pengukur debit dan melakukan pencatatan debit harian masih sebagian rumah sakit belum terpenuhi atau manajemen rumah sakit belum melaksanakannya.
74
Tidak terkontrolnya pemenuhan baku mutu dan tidak terdatanya debit limbah yang dihasilkan. Limbah cair yang tidak memenuhi standar baku mutu akan berdampak negatif pada kesehatan seseorang yang terpapar limbah cair tersebut (Gopalakrishnan and Murali, 1999) Berdasarkan penggolongan skala likert dari variabel metode pengolahan limbah cair dari 19 rumah sakit di Kota Denpasar, tidak adanya rumah sakit dengan klasifikasi sangat baik dan baik, terdapat 4 rumah sakit dengan klasifikasi sedang, terdapat 10 rumah sakit dengan klasifikasi kurang dan terdapat 5 rumah sakit dengan klasifikasi sangat kurang. Banyaknya rumah sakit diklasifikasikan kurang dan sangat kurang karena tidak terpenuhinya indikator metode pengelolaan limbah cair. Indikator yang terpenuhi meliputi tidak memiliki Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC), tidak adanya kebijakan dan SOP dalam pengelolaan IPAL, tidak secara rutin minimal setiap bulan sekali melakukan pemantauan kualitas air limbah dan tidak melaporkan pengelolaan limbah setiap 3 bulan sekali kepada instansi terkait. Dalam pelaksanaan kerja diperlukan metode-metode kerja. Suatu tata cara kerja yang baik akan memperlancar jalannya pekerjaan. Upaya pengelolaan limbah rumah sakit dapat dilaksanakan dengan menyiapkan perangkat lunaknya yang berupa peraturan, pedoman, dan kebijakan yang mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan di lingkungan rumah sakit. Pelaksanaan pelayanan rumah sakit juga harus di tunjang kelengkapan materi yang diperlukan berupa proses administrasi, pencatatan dan pelaporan, dan pedoman buku petunjuk teknis sanitasi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
75
Berdasarkan penggolongan skala likert dari variabel sumber daya manusia dalam pengolahan limbah cair dari 19 rumah sakit di Kota Denpasar, tidak adanya rumah sakit dengan klasifikasi sangat baik, terdapat 1 rumah sakit dengan klasifikasi baik, terdapat 1 rumah sakit dengan klasifikasi sedang, terdapat 13 rumah sakit dengan klasifikasi kurang dan terdapat 4 rumah sakit dengan klasifikasi sangat kurang. Hal ini dikarenakan sebagaian besar rumah sakit tidak memiliki unit yang bertugas melakukan pengelolaan lingkungan dalam srtuktur organisasi rumah sakit dan tidak adanya sumber daya manusia yang telah terlatih dalam pengolahan limbah cair. Sumber daya manusia memiliki kaitan erat dengan metode pekerjaan dan prasarana teknis yang dilakukan. Menurut Kuhre (1996) diperlukan pengalaman teknis, ukuran organisasi, banyaknya pekerjaan yang diperlukan dan adanya kewenangan untuk memastikan implementasi dari sistem pengelolaan lingkungan, juga diperlukan memperoleh dukungan penuh dari pimpinan organisasi agar dapat menjamin dilaksanakannya kebijakan pengelolaan lingkungan. Berdasarkan penggolongan skala likert dari variabel sumber daya manusia dalam pengolahan limbah cair dari 19 rumah sakit di Kota Denpasar, tidak adanya rumah sakit dengan klasifikasi sangat baik, terdapat 3 rumah sakit dengan klasifikasi baik, terdapat 10 rumah sakit dengan klasifikasi sedang, terdapat 3 rumah sakit dengan klasifikasi kurang dan terdapat 3 rumah sakit dengan klasifikasi sangat kurang. Pembiayaan merupakan sarana yang penting untuk mencapai tujuan karena segala sesuatu harus diperhitungkan secara rasional. Hal ini berkaitan dengan pembiayaan pemeliharaan sarana pengelolaan limbah cair,
76
pelaksanaan periode pemantauan, pelaporan serta pemenuhan izin- izin yang berkaitan dengan lingkungan (Srinivasan, 2008). Capaian kinerja pengelolaan limbah cair dari 19 rumah sakit di Kota Denpasar, dimana 1 rumah sakit dengan penggolongan kinerja pengelolaan limbah cair rumah sakitnya baik, 13 rumah sakit dengan penggolongan kinerja pengelolaan limbah cair rumah sakitnya sedang dan 5 rumah sakit dengan penggolongan capaian kinerja pengelolaan limbah cair rumah sakitnya kurang. Kinerja dari rumah sakit di Kota Denpasar dalam melakukan pengelolaan lingkungan khususnya dalam pengelolaan limbah cairnya masih belum sesuai dengan perundang-undang dan/atau pedoman teknis yang berlaku. Rendahnya capaian kinerja pengelolaan limbah cair rumah sakit dikarenakan 3 rumah sakit tidak memiliki IPAL, adanya 7 rumah sakit memiliki IPAL tetapi IPAL tersebut tidak mengolah seluruh limbah yang dihasilkan, kualitas limbah cair rumah sakit seluruhnya tidak memenuhi baku mutu, tidak kontinyu melakukan pemantauan kualitas limbah cair, pencatatan debit dan pelaporan, tidak memiliki kebijakan dan SOP yang lengkap; tidak memiliki izin pembuangan limbah cair IPLC; tidak memiliki struktur organisasi yang khusus dalam melakukan pengelolaan lingkungan; jumlah dan kualitas SDM yang tidak memadai; tidak adanya anggaran khusus untuk operasional dan pemeliharaan IPAL. Variabel yang diteliti tersebut harus dijaga atau dicapai untuk menjamin kelangsungan mutu dan standar pengelolaan lingkungan, memaksa pihak manajemen untuk lebih efektif. Kebijakan pengelolaan lingkungan yang
77
menyeluruh menyangkut pekerja dalam organisai harus disiapkan. Organisasi harus menunjukkan bahwa perlindungan lingkungan adalah prioritas utama organisasi, dengan menerapkan sistem pengelolaan lingkungan yang didesain untuk meminimaliasi dampak terhadap lingkungan (Kuhre, 1996). Menurut Magda (2009), berbagai manfaat yang bisa didapat apabila menerapkan sistem manajemen lingkungan rumah sakit adalah yang terpenting perlindungan terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat. Spesifikasi manajemen rumah sakit akan memberikan garis besar pengelolaan lingkungan yang didesain untuk semua aspek, yaitu operasional, produk, dan jasa dari rumah sakit.