BAB VI HISAB AWAL BULAN QOMARIYAH
A. Pengertian Hisab Rukyat Secara etomologis, kata hisab dari bahasa Arab al-hasb berarti aladad wa al-ihsha‟, bilangan atau hitungan 1, atau berarti al-katsir (banyak) dan al-kafa (cukup) seperti dalam al-Qur‟an terdapat ungkapan „atha`an hisaban yang berarti „atha`an katsiran kafiyan (pemberian yang banyak yang mencukupi) 2. Adapun secara terminologi, istilah hisab (arithmatic), yaitu suatu ilmu pengetahuan yang membahas tentang seluk beluk perhitungan 3. Ilmu Hisab (ilmu falak), yaitu suatu ilmu yang memperlajari benda-benda langit, matahari, bulan, bintang-bintang dan planet-planetnya. 4 Sedangkan istilah rukyah berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata alra‟aa yang berarti melihat dengan mata 5, maksudnya adalah melihat dengan mata bugil (langsung). Sedangkan kata al-hilal berarti bulan tsabit, yaitu tanggal 2-3 malam dari awal bulan atau 7-2 malam dari akhir bulan. 6 Sedangkan Ibn Mandzur (w. 711 H.) menjelaskan bahwa yang disebut hilal adalah malam tanggal 1, 2 dan 3 pada awal bulan qamariyah. Dengan demikian yang dimaksud dengan rukyat al-hilal adalah melihat bulan tanggal 1, 2, dan 3 pada awal bulan qamariyah. 7 Ru‟yah al-hilal dikenal sebagai sistem penentuan awal bulan Qamariyah terutama bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah, sejak masa Rasulullah saw. Demikian juga untuk keperluan waktu-waktu ibadah ditentukan secara sederhana, yaitu dengan pengamatan hilal atau matahari secara langsung tanpa menggunakan alat (rukyat bi al-fi‟li). 3. Pengertian Awal Bulan Qamariyah. Istilah bulan dalam bahasa Arab identik dengan kata asy-syahr atau asy-syuhrah berarti kemasyhuran dan kesombongan, seperti dalam ungkapan hadits “Barangsiapa memakai pakaian dengan kesombongan (syuhrah) maka Allah akan memberi pakaian kehinaan” Sementara itu al-syahr juga berarti alqamar itu sendiri yang dalam bahasa Inggris disebut lunar, yaitu benda langit menjadi satelit bumi. Al-syahr disebut al-qamar karena sifat nampaknya yang jelas (li-syuhuuratih wa dzuhuurih). Menurut Ibn Sayid, al-syahr (bulan) adalah satuan waktu tertentu yang sudah terkenal dari beberapa hari, yang dipopulerkan dengan bulan (al-qamar) karena qamar itu sebagai tanda memulai
1
Ahmad Warson Munawir,. Al Munawir Kamus Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka Progressif. 1984, hlm. 282 2 Loc cit Ibn Mandzur, Juz I, tt : 310-211 3 Loc. Cit Ichtiyanto, hlm. 14 4 Hafidz Dasuki, Ensiklopedi Islam, Juz I, Jakarta : Ichtiar Van Haeve, 1994, hlm. 330 5 Muhammad bin Abi Bakar bin Abdillah. tt. Mukhtar al-Shihah, Juz I, Mesir : alAmiriyah. tt, hlm. 97 6 Loc cit Munawwir, 1984, hlm. 1616. 7 Loc. Cit Mandzur, Juz XI, tt,hlm. 703.
dan mengakhiri bulan 8. Sebagaimana diketahui bahwa perjalanan waktu-waktu di bumi ini ditandai dengan peredaran benda-benda langit, terutama matahari dan bulan. Hal ini secara teologis telah dinyatakan oleh Allah swt dalam al-Qur‟an :
ٍٛ َ ُِاص َل نِخَ ْعهَ ًُٕا َع َذ َد ان ِّغ َ ًْ ُْ َٕ انَّ ِز٘ َج َع َم ان َّش ِ ظ ِ ََُا ًء َٔ ْانقَ ًَ َش َُٕسًا َٔقَ َّذ َسُِ َيٛض َّ ق ِّ ك إِال بِ ْان َح ٌٕ ِّ َُفٚ ق َ ًُ ََ ْعهٚ ث نِقَ ْٕ ٍو َ َِّللاُ َرن َ َاب َيا َخه َ َٔ ْان ِح َغ ِ َاٜٚص ُم ا “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan ditetapkannya manazilah-manazilah tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesanNya) kepada orang-orang yang mengetahui” (QS. Yunus (10) : 5).
Penentuan Awal bulan Qamariyah menurut ahli hisab adalah adanya hilal di atas ufuq pada saat matahari terbenam. Ahli ru‟yat memberi ketentuan adanya hilal di atas ufuq pada waktu matahari terbenam dan dapat diru‟yat, sedangkan pakar astronomi menyatakan bahwa awal bulan terjadi sejak terjadinya konjungsi (ijtima‟ al-hilal) segaris antara matahari dan bulan. Dengan demikian awal bulan Qomariyah itu terjadi dengan beberapa indikator yang meliputi sudah terjadi ijtima‟, hilal berada di atas ufuq saat matahari terbenam dan hilal tersebut dapat dilihat bagi yang menggunakan sistem rukyat. 9 B. Sistem Penetapan Awal Bulan Qamariyah Pada dasarnya cara atau sistem penetapan awal bulan Qamariyah dapat diklasifikasikan pada dua sistem yaitu sistem hisab dan sistem rukyat. Sistem hisab maupun rukyat mempunyai sasaran yang sama yaitu hilal. Sistem hisab adalah cara menentukan awal bulan Qamariyah dengan menggunakan perhitungan atas peredaran benda-benda langit yaitu bumi, bulan dan matahari. Hasil pengamatan dan perhitungan dalam waktu yang relatif lama, selanjutnya dibuat tabel-tabel astronomi. Tabel-tabel tersebut dapat dimanfaatkan untuk menghitung posisi hilal dan pada masa selanjutnya. Juga dapat dipergunakan untuk memprediksi posisi hilal dan kemungkinan keberhasilan rukyatul hilal. Sedangkan sistem rukyat (ru‟yah al-hilal), yaitu melihat hilal dengan mata atau dengan menggunakan alat yang dilakukan setiap akhir bulan atau tanggal 29 bulan Qomariyah pada saat matahari tenggelam. Yusuf Qordawi (2001) menegaskan bahwa sejumlah hadits shahih menetapkan bahwa bulan Ramadlan dapat ditetapkan masuknya dengan salah satu dari tiga cara, yaitu ru‟yah hilal, istikmal (menyempurnakan) Sya‟ban 30 hari dan memperkirakan hilal. 10 Dari dua sistem rukyat dan madzhab hisab ini, lahirlah aliran-aliran yang mengusung berbagai kreteria yang mendampingi dua sistem (madzhab) 8
Loc. Cit Ibnu Mandur, Juz VI, tt , hlm. 431. Farid Ruswanda, 100 Masalah Hisab dan Rukyat: Telaah Syari‟ah, Sains dan Teknologi. Jakarta: Gema Insani Press, 1996, hlm. 25. 10 Yusuf Qordawi, Fiqh Puasa, Terj. Ma'ruf Abdul Jalil dkk, 2001. Solo : Era Intermedia, 2001, hlm. 40 9
76
tersebut. Oleh karena itu sistem penentuan awal bulan Qamariyah menjadi sangat bervariasi, sebagaimana bagan berikut : Sistem dan Aliran Penentuan Awal Bulan Qamariyah Penentuan Awal Bulan Qomariyah Rukyat Bil Fi’li
Hisab
Urfi
Haqiqi
Istikmal
Taqribi
Tahqiqi
Tadzqiqi
1. Sistem Ru'yat bil Fi’li Sistem ini adalah usaha melihat hilal dengan mata biasa dan dilakukan secara langsung atau dengan menggunakan alat yang dilakukan setiap akhir bulan atau tanggal 29 di ufuq barat saat matahari terbenam. Jika hilal berhasil dilihat, sejak malam itu dihitung tanggal satu bulan baru, tetapi jika tidak berhasil di ru'yat maka malam dan esok harinya masih bulan yang sedang berjalan, sehingga umur bulan disempurnakan (istikmal) 30 hari. 11 Ru'yat bil Fi‟li ini adalah sistem penentuan awal bulan yang dilakukan pada jaman Nabi Saw dan para Sahabat bahkan sampai sekarang masih banyak digunakan oleh umat Islam. Terutama dalam menentukan awal bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. Sistem ru'yat ini hanya bisa dilakukan untuk kepentingan pelaksanaan ibadah dan tidak bisa diaplikasikan untuk penyusunan kalender, sebab penyusunan kalender harus diperhitungkan jauh sebelumnya dan tidak tergantung ada hasil ru'yat. 2. Sistem Hisab Sistem hisab awal bulan Qomariyah dapat diklasifikasikan pada dua jenis, yaitu : a. Hisab Urfi Hisab urfi adalah sistem perhitungan penanggalan yang didasarkan pada peredaran rata-rata bulan mengelilingi Bumi dan ditetapkan secara konvensional, jumlah harinya pada tiap-tiap bulan tetap dan beraturan. Satu Tahun Hijriyah ditetapkan 12 bulan, setiap bulan ganjil berumur 30 hari dan bulan genap berumur 29 hari, kecuali Dzulhijjah pada tahun Kabisat berumur 30 11
Loc. Cit. Ichtiyanto, 1981, hlm. 37.
77
hari. Tahun Kabisat terjadi 11 kali selama 30 tahun. Para ulama di kalangan umat Islam sepakat bahwa hisab urfi ini tidak dapat dipergunakan dalam menentukan awal bulan Qomariyah untuk pelaksanaan ibadah kecuali untuk pembuatan kalender. 12 Sistem hisab urfi ini secara mudah dapat digunakan untuk menyusun kalender jauh ke depan tanpa mencari posisi hilal yang sebenarnya dan hasilnya tidak jauh berbeda dengan sistem hisab haqiqi dengan selisih 1 hari dan kadang sama. Sistem ini penting diketahui sebagai taksiran-taksiran untuk menghitung dan mementukan awal bulan yang sebenarnya (haqiqi), tanpa melakukan hisab urfi terlebih dahulu maka ahli hisab akan kesulitan. 13 b. Hisab Haqiqi Hisab haqiqi adalah perhitungan yang sesungguhnya dan seakurat mungkin terhadap peredaran Bulan dan Bumi. Dalam perkembangan selanjutnya sistem hisab haqiqi diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu : 1) Hisab haqiqi taqribi Sistem hisab ini mempunyai data yang bersumber dari data yang telah disusun oleh Ulugh Beik al-Samaraqandi (w. 1420 M), data tersebut dikenal dengan “Zeij Ulugh Beyk”. Pengamatan yang digunakan bersumber dari teori Ptolomius yaitu dengan teori geosentrisnya yakni Bumi sebagai pusat peredaran benda-benda langit. Ketinggian hilal dihitung dari titik pusat Bumi, bukan dari permukaan Bumi dan berpedoman pada gerak rata-rata bulan, yaitu setiap hari bulan bergerak ke arah Timur rata-rata 12 derajat. Rumus ketinggian hilal adalah selisih waktu ijtima‟ dengan waktu terbenam kemudian dibagi dua. Konsekwensinya ialah apabila ijtima‟ terjadi sebelum matahari terbenam pasti hilal sudah berada di atas ufuq. Hisab ini belum memberikan informasi tentang azimut bulan maupun matahari dan diperlukan banyak koreksi untuk menghasilkan perhitungan yang lebih akurat. Oleh Karena itu tidak dapat digunakan sebagai pedoman pelaksanaan ru‟yah al-hilal. 14 Sistem hisab ini mempunyai kelebihan, yaitu data dan tabel-tabelnya dapat digunakan terus-menerus, tanpa harus dirubah. Metode hisab yang termasuk system ini antara lain Sullamun an-Naiyirain, Kitab Tadzkirah alIkhwan, Risalah al-Qamarain, al-Qawaid al-Falakiyah. 2) Hisab Haqiqi Tahqiqi Hisab ini mendasarkan perhitungan pada data astronomi yang telah disusun oleh Syaikh Husein Zaid Alauddin Ibnu Syatir, astronom Muslim bangsa Mesir yang belajar astronomi di Perancis dalam bukunya Al-Mathla‟ Al-Said Fi Hisabah Al-Kawakib Al-Rusdi Al Jadidi. Pengamatannya berdasarkan pada teori heliocentris Copernicus yaitu matahari sebagai pusat peredaran benda-benda langit. Hisab ini dilakukan dengan rumus-rumus spherical trogonometri (teori segitiga bola) dengan koreksi (ta‟dil) data 12
Ibid, hlm. 7 M. Wardan, 1957. Hisab Urfi dan Hakiki, Yogjakarta: Siaran, 1957, hlm. 7 14 M. Taufiq, 1997. "Mengkaji Ulang Metode Ilmu Falak Sullam al-Nayyiraini", Makalah disampaikan pada pertemuan tokoh Agama Islam / Orientasi Peningkatan Pelaksanaan Kegiatan Ilmu Falak, PTA Jawa Timur, Hotel Utami, Surabaya, 10 Agustus 1997, hlm. 10. 13
78
gerakan bulan dan data matahari secara teliti dan tidak kurang dari tiga tahap koreksi. Hisab ini tidak dapat dilakukan secara manual tetapi membutuhkan alat-alat bantu hitung seperti kalkulator, komputer, atau daftar logaritma. Sistem hisab ini menentukan ketinggian hilal dengan memperhatikan posisi lintang dan bujur, deklinasi bulan dan sudut waktu bulan dengan koreksi-koreksi terhadap pengaruh refraksi, paralaks dan Dip (kerendahan ufuq) dan semi diameter bulan. Oleh karena itu hisab ini dapat memberikan informasi tentang terbenam matahari setelah terjadinya ijtima‟, ketinggian hilal, azimut matahari dan bulan untuk tempat observasi, serta dapat membantu pelaksanaan ru'yat al-hilal. Adapun yang dapat dikelompokkan dalam sistem hisab ini ialah al-Khulashoh al-Wafiyah dan hisab Haqiqi Nur Anwar. 3) Hisab Haqiqi Tadqiqi Sistem hisab ini menggunakan perhitungan yang didasarkan pada datadata astronomi modern. Sistem hisab ini merupakan pengembangan dari sistem hisab haqiqi tahqiqi yang disintesakan dengan ilmu astronomi modern. Hal ini dilakukan dengan memperluas dan menambahkan koreksi-koreksi gerak bulan dan matahari dengan rumus-rumus spherical trigonometri, sehingga mendapatkan data dengan sangat teliti dan akurat. 15 Hisab ini dapat lebih akurat memperhitungkan posisi hilal sehingga pelaksanaan rukyat dapat dilakukan dengan lebih teliti. Termasuk sistem hisab ini antara lain: Newcomb, Jean Meuus, Almanac Nautika, The American Ephemiris dan sebagainya. 16 Di samping beberapa aliran tersebut di atas, untuk konteks di Indonesia juga terdapat aliran yang mendasarkan kapan terjadinya ijtima'. Aliran tersebut meliputi : a. Ijtima’ qabl al-ghurub Aliran ini menetapkan awal bulan berdasarkan ijtima qabl ghurub. Artinya, jika ijtima terjadi sebelum matahari terbenam, malam harinya sudah dianggap bulan baru. Jika ijtima‟ terjadi setelah matahari terbenam, malam itu ditetapkan sebagai tanggal 30 atau sebagai bulan yang sedang berjalan karena pergantian hari mulai sejak maghrib. b. Ijtima’ qabla fajr Aliran ini menetapkan awal bulan berdasarkan ijtima qabl fajr. Artinya, penentuan awal bulan akan dilakukan dengan standar terjadinya ijtima' dengan batas waktu fajar, jika ijtima terjadi sebelum fajar, malam itu sudah dianggap tanggal satu bulan baru. Sistem ini digunakan Saudi Arabia dalam menentukan „Idul Adhha. Terbitnya fajar dipandang sebagai pergantian hari. Sedangkan imkan al-ru‟yah adalah batas ambang minimal hilal dapat dirukyat, kriteria imkan al-rukyat ini berbeda-beda.
C. Dasar Hukum Sistem Hisab Rukyat
15
Sa‟aduddin Djambek. Hisab Awal Bulan. Jakarta: Tinta Mas, 1976, hlm. 24. Abdurrahim, "Efektifitas Pelaksanaan Rukyat Dengan Hisab Kontemporer". Makalah disampaikan pada pertemuan para tokoh/ pemuka agama Islam dalam rangka peningkatan pelaksanaan hisab rukyat, PTA Jawa Timur, Surabaya : 11 Sept. 2000, hlm. 11-12 . 16
79
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa awal bulan qamariyah pada dasarnya dapat dilakukan dengan dua metode yang lazim digunakan yaitu hisab dan rukyat. Kedua metode tersebut mempunyai dasar hukum masingmasing yang terdapat dalam al-Qur‟an dan al-Hadits dan pendapat ulama. Pertama, Allah swt menyatakan bahwa hilal sebagai penentu waktu dan saat pelaksanaan ibadah haji :
ُ ِ َي َٕاقَٙ ِْ ْك َع ٍِ األ ِْهَّ ِت قُم ِّاط َٔ ْان َحج َ َََُٕغْأَنٚ ِ َُّج نِهٛ “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit (hilal). Katakanlah “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji”. (QS. Al-Baqarah (2) : 189)
Petunjuk kedua, Allah swt menegaskan bahwa Allah swt telah menetapkan manzilah-manzilah bagi peredaran bulan sengan tujuan agar kaum muslimin dapat mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktunya :
ٍٛ َ ُِاص َل نِخَ ْعهَ ًُٕا َع َذ َد ان ِّغ َ ًْ ُْ َٕ انَّ ِز٘ َج َع َم ان َّش ِ ظ ِ ََُا ًء َٔ ْانقَ ًَ َش َُٕسًا َٔقَ َّذ َسُِ َيٛض َّ ق ِّ ك إِال بِ ْان َح ٌٕ ِّ َُفٚ ق َ ًُ ََ ْعهٚ ث نِقَ ْٕ ٍو َ َِّللاُ َرن َ َاب َيا َخه َ َٔ ْان ِح َغ ِ َاٜٚص ُم ا “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan ditetapkannya manazilah-manazilah tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesanNya) kepada orang-orang yang mengetahui” (QS. Yunus (10) : 5).
Petunjuk ketiga, Allah swt menyatakan bahwa barangsiapa yang menyaksikan masuknya bulan Ramadlan wajib berpuasa :
ُ ْ ِّ ْانقُشِٛاٌ انَّ ِز٘ أ ُ َْ ِض َل ف ٌِ ث ِي ٍَ ْانُٓ َذٖ َٔ ْانفُشْ قَا َ ض ٍ َُِّاَٛاط َٔب َ َش ْٓ ُش َس َي ِ َُّآٌ ُْذًٖ نِه ًُّْ ص ُ َٛفَ ًَ ٍْ َش ِٓ َذ ِي ُْ ُك ُى ان َّشٓ َْش فَ ْه “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadlan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur‟an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasanpenjelasan mengenai pentunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barang siapa di antara kamu menyaksikan (masuknya) bulan (Ramadlan) maka hendaklah ia berpuasa” (QS. Al-Baqarah (2) : 185)
Sedangkan landasan hukum dari al-Hadits, banyak didapatkan beberapa penjelasan sebagai berikut; pertama, Rasulullah saw menyatakan bahwa untuk memulai dan mengakhiri berpuasa hendaklah berdasar ru‟yah alhilal atau istikmal. Sahabat Abu Hurairah ra, meriwayatkan Rasulullah saw bersabda :
ٍٛ َ ِاٌ ثَ ََلث َ َ ُك ْى فَأ َ ْك ًِهُٕا ِع َّذةَ َش ْعبْٛ َ َعهَِّٙ َخِ ِّ فَإ ِ ٌْ ُغبَٚخِ ِّ َٔأَ ْف ِطشُٔا نِش ُْؤٚصُٕ ُيٕا نِش ُْؤ )٘(سٔاِ انبخاس 80
“Berpuasalah kamu sekalian karena melihat hilal, dan berbukalah kamu sekalian karena melihat hilal. Bila hilal tertutup awan maka sempurnakanlah bulan Sya‟ban tiga puluh hari” (HR. Imam Bukhari)
Penjelasan kedua, Rasulullah saw menyatakan bahwa untuk memulai berpusa atau mengakhiri hendaklah dengan ru‟yah al-hilal atau men-taqdir-kan, sebagaimana hadits yang disampaikan oleh sahabat Abdullah Ibn Umar ra, Rasulullah saw bersabda :
َُّ ُك ْى فَا ْق ُذسُٔا نْٛ َخُ ًُُِٕ فَأ َ ْف ِطشُٔا فَإِ ٌْ ُغ َّى َعهْٚ َخُ ًُُِٕ فَصُٕ ُيٕا َٔإِ َرا َسأْٚ َإِ َرا َسأ “Apabila kamu melihat hilal berpuasalah dan apabila kamu melihatnya berbukalah lalu jika hilal terhalang oleh mendukung, maka perkirakanlah. (Muttafaq Alaih)
Penjelasan ketiga, Rasulullah saw memulai berpuasa dan memerintahkan umat Islam berpuasa ketika mendapatkan khabar adanya ru‟yat al-hilal :
َّ َّٗصه َّ ُٕل ُ ْحَ َشا َءٖ انَُّاطُ ْان ِٓ ََل َل فَأ َ ْخبَش ُُّخْٚ َ َسأََِّٙ ِّ َٔ َعهَّ َى أْٛ ََّللاُ َعه َ َِّللا َ ث َسع ) دأدَٙا ِي ِّ (عٍُ أبٛص َ َُّصا َيُّ َٔأَ َي َش ان َ َف ِ ِاط ب “Manusia bersama-sama merukyah hilal, kemudian saya memberitahukan kepada Nabi bahwa saya melihatnya. Lalu Nabi saw siap berpuasa dan menyuruh orang-orang berpuasa.” (HR. Abu Daud)
Dari petunjuk al-Qur‟an dan Hadits Rasulullah saw tersebut di atas maka lahirlah sistem penetapan awal bulan qamariyah, yaitu ru‟yat al-hilal, istikmal dan hisab. Ru‟yah al-hilal dijadikan dasar menentukan awal bulan Qamariyah, berpuasa atau berhari raya. Apabila pada tanggal 29 bulan Qamariyah (baca : Sya‟ban) tidak berhasil melihat hilal, maka bulan Sya‟ban disempurnakan 30 hari, inilah yang disebut cara istikmal. Cara inilah yang digunakan pada masa Rasulullah saw. Adapun menentukan awal bulan Qamariyah dengan cara hisab, apabila cuaca buruk, terhalang mendung atau berawan maka berdasarkan hadits shahih di atas yaitu “idza ghumma „alaikum faqduru lah” Jika awan menghalangi kalian, maka “perkirakanlah ia”. Imam Nawawi (631-676 H.) dalam kitabnya Majmu‟ Syarah al-Muhadzdzab dijelaskan bahwa Imam Abul Abbas bin Suraij (salah seorang tokoh Syafi‟iyah) menukil pendapat Ibnu Arabi, nahwa nash hadits “perkirakan ia” ditujukan kepada orang yang Allah swt beri anugerah secara khusus dengan ilmu ini (ilmu hisab), sedangkan nash hadits “fakmilu al-„iddah tsalatsin” (sempurnakanlah bilangan 30 hari) ditujukan untuk kalangan umum. 17 Ibnu Qudamah dalam kitabnya al-Mughniy menyatakan bahwa nash hadits “faqduruu lah” (perkirakan ia), mempunyai tiga pengertian yaitu; (1) fakmiluu (sempurnakan 30 hari), (2) fahsibu (hitunglah) dan (3) fadlayyiqu (sempitkanlah/ ambilah yang singkat) 18. 17
Al Nawawi, tt. al-Majmu‟ Syarh al-Muhadzdzab, Madinah : Al-Maktabah alSalafiyah, Juz VI : 270. 18 Ibn Qudama, Al-Mughniy,Juz III, tt, hlm. 7
81
Menurut sebagian ulama‟, sistem hisab berdasarkan pada hadits shahih yang diriwayatkan oleh Iman Bukhari dan Imam Muslim tersebut di atas, juga sesuai dengan isyarat Q.S. Yunus : 5 tersebut di atas. Bahkan Imam Taqiyyuddin as-Subki (w. 756) -- oleh Yusuf al-Qardlawi dinyatakan sebagai ulama‟ Syafi‟iyah yang telah mencapai derajat mujtahid -- menuturkan : “apabila hisab menafikan kemungkinan rukyat denganm mata, maka wajib bagi hakim menolak kesaksian orang yang mengaku menyaksikan,” ia lalu berargumentasi “karena hisab bersifat eksak sedangkan penyaksian dan berita bersifat dugaan. Dugaan tidak dapat membentur yang eksak, apalagi mengalahkannya.” 19 D. Metode Ephemeris Metode Hisab Awal Bulan “Ephemeris Hisab Rukyat” merupakan metode hisab awal bulan yang dikembangkan Departemen Agama RI saat ini. Metode ini dimuat dalam buku Ephemeris Hisab dan Rukyat yang diterbitkan setiap tahun sejak tahun 1993 oleh Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam Departemen Agama RI. 1. Isi Kandungan Almanak Ephemeris Buku Ephemeris Hisab Rukyat yang dikeluarkan Departemen Agama RI, berisi data sebagai berikut : 20 a. Kalender Masehi b. Taqwim awal bulan Qamariyah, yang berisi hasil perhitungan ijtima dan ketinggian hilal pada awal bulan Qamariyah c. Fase-fase bulan dan saat gerhana bulan dan matahari d. Ketinggian hilal pada saat matahari terbenam di wilayah dunia. e. Data posisi bulan dan matahari setiap jam, selama tahun yang bersangkutan. Data yang dibutuhkan untuk hisab awal bulan Qamaraiah adalah data posisi bulan dan matahari setiap jam, selama satu tahun yang bersangkutan. Data matahari dan bulan tersebut telah disosialisasikan Badan Hisab Rukyat Departemen Agama RI melalui progran Hisab by Windows atau Winhisab. Adapun data matahari dan bulan tersebut meliputi sebagai berikut : a. Data matahari dan bulan terdiri dari : 1) Ecliptic Longitude atau Bujur Astronomis/Taqwim/thuul (Matahari / bulan) yaitu jarak titik pusat matahari/bulan dari titik Aries (vernal Equinox = Haml), diukur sepanjang lingkaran ekliptika (dairatul buruj). Jika nilai bujur Astronomis Matahari sama dengan nilai Bujur Astronomis Bulan maka terjadi Ijtima‟. Data ini diperlukan antara lain dalam ijtima‟ dan gerhana. 2) Ecliptic Latitude atau lintang Astronomis matahari / bulan atau „ardhusy syams / qamar yaitu jarak titik pusat matahari/bulan dari lingkaran ekliptika (da‟iratul buruj). Karena jalannya matahari itu tidak rata, selalu ada pergeseran ke utara atau ke selatan sedikit dari ekliptka, maka besarannya 19
Loc. Cit Yusuf Qardlawi, 2001, hlm. 49 Departemen Agama RI, Epemeris Hisab Rukyat 2004, Jakarta : Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama. 20
82
selalu mendekati nol. Sedangkan nilai maksimum lintang astronomi bulan adalah 5 8‟. Lintang astronomi positif (+) berarti matahari/bulan berada di utara, nilai negatif berarti berada disebelah selatan. Jika saat ijtima‟ nilai lintang astronomis bulan sama / hampir sama persis dengan nilai lintang astronomis matahari, maka akan terjadi gerhana matahari. Data ini diperlukan antara lain ijtima dan gerhana. 3) Apparent Right Ascention atau Asensio Rekta Matahari / bulan atau panjatan tegak atau As Shu‟udul Mustaqim atau mathali‟ul Baladiyah, yaitu jarak antara suatu benda langit dari titik Aries, diukur sepanjang lingkaran equator (da‟iratul muaddalin nahar). Data ini diperlukan antara lain dalam perhitungan ijtima‟, ketinggian hilal dan gerhana. 4) Apparent Declination atau deklinasi matahari/bulan (mailus Syam / Qamar) adalah jarak antara matahari / bulan dari equator diukur sepanjang lingkaran deklinasi, yaitu lingkaran besar yang mengelilingi bola langit dan melalui titik kutub langit (KU-KS). Nilai deklinasi positif berarti matahari / bulan di utara garis Equator, sebaliknya nilai negatif berarti matahari/bulan berada di selatan garis Equator. Data ini diperlukan untuk penentuan waktu shalat, bayang-bayang kiblat, ketinggian hilal, ijtima, gerhana. 5) Semi diameter atau jari-jari matahari/bulan (Nisfu Quthr), yaitu jarak antara titik pusat matahari/bulan dengan piringan luarnya. Nilai semi diameter bulan rata-rata 15‟ sebab piringan bulatan bulan penuh adalah sekitar 30‟ (0,5 derajat). Data ini diperlukan untuk perhitungan ketinggian piringan atas (upper limb) hilal, menghitung secara tepat saat matahari atau bulan terbenam atau terbit. b. Data Matahari : 1) True Geocentric (jarak geocentric), yaitu jarak antara bumi dan matahari, Nilai pada data ini merupakan jarak rata-rata bumi dan matahari, sekitar 150 juta km. Karena bumi mengelilingi matahari dalam bentuk ellips, maka jarak bumi-matahari tidak selalu sama. Jarak terdekat (perigee/hadlidl) sedangkan jarak terjauh disebut (apogee/al-Auj). Data ini untuk menghitung gerhana. 2) True Obliquity atau kemiringan ekliptika (mail kully hakiki), yaitu besarnya sudut kemiringan antara equator (mu‟addalun nahar ) dan ekliptika (da‟iratul buruj). Data ini untuk menghitung ijtima‟ dan gerhana. 3) Equation of time (perata waktu), yaitu selisih antara waktu kulminasi matahari hakiki dengan waktu kulminasi matahari rata-rata. Bumi berputar pada sumbunya rata-rata 24 jam sekali putaran, tetapi ternyata kecepatan perputaran ini tidak selalu sama, sehingga saat kulminasinyapun selalu berubah-ubah. Perubahan-perubahan ini disebut perata waktu (ta‟dil alwaqt). Data ini diperlukan dalam menghisab waktu shalat.
c. Data Bulan. 1) Parallax (ikhtilaful manzhar), yaitu sudut antara garis yang ditarik dari titik pusat bulan ke titik pusat bumi dengan garis dari titik pusat bulan ke mata pengamat, atau paralax adalah sudut yang memisahkan titik pusat bumi dengan mata pengamat. Sedangkan Horizontal parallax (Hp) adalah 83
Parallax dari bulan yang sedang berada persis di garis ufuq. Semakin mendekati titik zenith nilai parallax suatu benda semakin kecil, dan pada posisi zenith nilainya nol, pada posisi ufuq nilainya paling besar. Di samping itu nilai parallax tergantung pula pada jarak benda langit dengan mata pengamat (bumi).Data Hp ini diperlukan mengkoreksi perhitungan tinggi hilal, dari tinggi hakiki menjadi tinggi mar‟i (visible altitude). 2) Angle bright limb atau sudut kemiringan hilal yaitu sudut kemiringan sinar hilal yang tampak, akibat kemiringan terhadap matahari. Sudut waktu ini diukur dari garis yang menghubungkan titik pusat hilal dengan titik zenith (sumtul-ra‟s) ke garis yang dihubungkan titik pusat hilal dengan titik pusat matahari dengan arah yang sesuai dengan perputaran jarum jam. 3) Fraction Illumination yaitu besarnya piringan hilal yang menerima sinar matahari dan menghadap ke bumi. Pada bulan purnama (al-Badr), nilai Fraction Illumnya adalah satu. Apabila bumi, bulan dan matahari berada pada satu garis lurus, maka akan terjadi Gerhana Matahari Total, nilainya nol. Setelah bulan purnama nilai Fraction Illumnya mengecil sampai yang paling kecil dan bulan mati (muhaq), yaitu saat terjadi ijtima‟ akhir bulan. Disamping data matahari dan bulan sebagaimana keterangan di atas, yang juga dibutuhkan untuk menghitung awal bulan adalah data refraksi dan kerendahan ufuk. 1) Refraksi adalah pembiasan cahaya besarnya penampakan cahaya bulanhilal karena melalui atmosfir bumi, sehingga penampakan hilal dari bumi menjadi bergeser sebesar refraksi tersebut. 2) Harga kerendahan ufuk ini dapat dicari dengan rumus D‟ = 1.76 ketinggian tempat / 60. Dengan demikian kerendahan ufuk tergantung pada pengaruh ketinggian tempat observasi. 2. Cara Mengambil Data dari Ephemeris a. Waktu yang dipergunakan. Data matahari dan bulan tersebut diatas disajikan berdasarkan waktu Greenwich atau yang terkenal dengan waktu GMT (Greenwich Mean Time). Untuk merubah GMT menjadi waktu-waktu daerah di Indonesia: WIB = GMT + 7 jam atau sebaliknya GMT = WIB - 7 jam WITA = GMT + 8 jam atau GMT = WITA - 8 jam WIT = GMT + 9 jam atau GMT = WIT - 9 jam Berdasarkan KEPRES RI No. 41 / 1987 tentang Pembagian Wilayah RI menjadi tiga wilayah, yaitu Waktu Indonesia Barat (WIB) dengan titik pusat meridian (bujur) 105º BT; sedangkan Waktu Indonesia Tengah (WITA) dengan titik pusat meridian (bujur) 120º BT, dan Waktu Indonesia Timur (WIT) dengan titik pusat meridian (bujur) 135º BT. Wilayah WIB meliputi seluruh Provinsi Sumatra, seluruh Provinsi Jawa dan Madura, seluruh Provinsi Kalimantan Barat, seluruh Provinsi Kalimantan Tengah. WITA meliputi: seluruh Provinsi Kalimantan Timur, seluruh Provinsi Kalimantan Selatan, seluruh Provinsi Bali, seluruh Provinsi Nusatenggara Barat, Seluruh Provinsi Nusatenggara Timur, seluruh 84
Provinsi Timut-Timur, seluruh Provinsi Sulawesi. dan WIT adalah seluruh Provinsi Maluku, seluruh Provinsi Papua. Untuk mencari data matahari / bulan bagi wilayah Indonesia, waktu-waktu daerah di Indonesia, terlebih dahulu harus diubah menjadi GMT. Waktu standar 105o (WIB), 120o (WITA) dan 135o (WIT). Contoh : Mencari deklinasi matahari dan bulan pada jam 18.00 WIB tanggal 11 Oktober 2007 M. Langkah 1 : Merubah WIB menjadi GMT, dengan rumus : GMT = WIB - 7 jam, maka : GMT = 18.00 - 7 jam = 11.00. Jadi jam 18.00 WIB = jam 11.00 GMT. Langkah 2 : Mencari data deklinasi matahari dan bulan tanggal 11 Oktober 2007, jam 11.00 GMT. Hasilnya
: Deklinasi matahari = - 6o 57‟ 57” Deklinasi bulan = - 11o 18‟ 28”
3. Penyisipan / Interpolasi Data Matahari dan Bulan dalam Almanak ini disajikan pada setiap jam, untuk memperoleh data pecahan jam, diperlukan langkah-langkah penyisipan/ interpolasi. Dengan rumus : Interpolasi : A - ( A - B ) x C / I Contoh : Mencari Asensio Rekta Matahari jam 17.26 WIB tanggal 11 Oktober 2007 Langkah 1 : Merubah WIB menjadi GMT, yakni : GMT = WIB - 7 jam, maka : GMT = 17.26 WIB - 7 jam = 10.26 GMT. Jadi jam 17.26 WIB = 10.26 GMT. Langkah 2 : Mencari Asensio Rekta Matahari jam 10.26 GMT berikut : Interpolasi : A - ( A - B ) x C / I A = Data pada jam 10 GMT = 196 o 19‟ 42" B = Data pada jam 11 GMT = 196 o 22‟ 00" C = Sisa menit yang belum diperhitungkan = 00:26 I = Interval dari jam 10.00 – 11.00 = 1 Maka hasil interpolasi adalah : 196 o 19’ 42" – (196 o 19’ 42" - 196 o 22’ 00") x 0 o 26 ' : 1 = 196 o 19’ 49.8" Contoh : Mencari Deklinasi Bulan pada jam 17.26 WIB tanggal 11 Oktober 2007 85
Mencari Deklinasi Bulan pada jam 10:26 GMT berikut : Interpolasi : A - ( A - B ) x C / I A = Data pada jam 10 GMT = - 11 o 05‟ 23” B = Data pada jam 11 GMT = - 11 o 18‟ 28” C = Sisa menit yang belum diperhitungkan = 00:26 I = Interval dari jam 10.00 – 11.00 = 1 Maka hasil interpolasi adalah : - 11 o 05’ 23”– ((- 11 o 05’ 23”) - (- 11 o 18’ 28”)) x 0 o 26’ / 1 = - 11 o 11’ 3.17” Catatan : 1. Perhitungan bisa dibulatkan sampai satuan detik. 2. Hati-hati dengan tanda (+) atau (–) pada setiap perubahan data. E. Hisab Awal Bulan dengan Metode Hisab Rukyat Ephemeris Hisab Awal bulan Qomariah dengan metode Ephemeris, dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Memperkirakan terjadi ijtima' dengan menggunakan perbandingan tarikh. Perkiraan ijtima‟ ini berguna untuk mendapatkan data matahari dan bulan yang dibutuhkan. 2. Mencari saat terjadi ijtima' untuk mengetahui pergantian bulan baru. 3. Mencari situasi dan kondisi hilal awal bulan sebagai data rukyatul hilal, dan untuk menarik kesimpulan tentang akan terjadinya bulan baru. Contoh Hisab Awal Bulan SYAWAL 1428 H. : 1. Memperkirakan ijtima’ awal bulan Syawal 1428 H, dengan menggunakan Perbandingan Tarikh. Sebagai berikut : 1428 – 1 = 1427 Tahun 1427 / 30 = 47 siklus + 17 tahun 29 Ramadhan 1427 = 47 siklus + 17 tahun + 8 bulan + 29 hari 47 17 8 29
siklus tahun bulan hari
= 47 x 10631 = = 17 x 354 + 6 (6 tahun kabisat) = = ( 4 x 30 ) + ( 4 x 29 ) = =
Selisih Hijriyah dan Masehi
=
Anggaran Gregrorius XIII
=
732975 / 1461 501 daur x 4 1014 hari / 365 284 hari
= = = =
501 2004 2 0
499657 6024 236 29 505946 227016 732962 13 732975
hari hari hari hari + hari hari + hari hari + hari
daur + 1014 hari tahun tahun + 284 hari tahun + 09 bulan + 11 hari 86
Jumlah
=
2006 tahun + 09 bulan + 11 hari
Dibaca 732962 : 7 732962 : 5
= tanggal 11 Oktober 2007 = 104708 sisa 6 hari = Kamis = 146592 sisa 2 hari = Legi
Ijtima‟ awal bulan Syawal 1428 H. terjadi pada hari : Kamis Legi, tanggal 11 Oktober 2007 M. 2. Mencari saat ijtima’ dengan data Ephemeris, dengan langkahlangkah sebagai berikut : a. b. c. d.
Mencari FIB. terkecil pada bulan Oktober 2007 Mencari ELM. dan ALB sesuai dengan jam FIB terkecil Mencari Sabak Matahari (SM), dan Sabak Bulan (SB) perjam Mencari Saat Ijtima‟ dengan rumus sebagai berikut : Jam FIB + ELM – ALB + 7 Jam WIB SB – SM Keterangan FIB = ELM = ALB =
: Fraction Illuimination Bulan Ecliptic Longitude Matahari Apparent Longitude Bulan
a) FIB terkecil yaitu 0,00087 yang terjadi pada jam 4 GMT tgl 11 Oktober 2007 b) ELM pada jam 4 GMT adalah 197 27‟ 56” ALB pada jam 4 GMT adalah 196 59‟ 27” c) SM = ELM jam 5 GMT = 197 30‟ 24” jam 4 GMT = 197 27‟ 56” Sabak Matahari (SM) = 0 02‟ 28” SB = ALB jam 5 GMT jam 4 GMT Sabak Bulan (SB)
197 29‟ 16” 196 59‟ 27” 0 29‟ 49”
= = =
d) Jam 4 + 197 27‟ 56” - 196 59‟ 27” + 7 Jam (WIB) 0 29‟ 49” - 0 02‟ 28” = 12 j 2 m 29.18 d WIB Operasional kalkulator tipe casio fx 4500 (dan sejenisnya), tekan secara berurutan : 4
+
(
(
197 27‟ 56”
-
196 59‟ 27”
)
/
(
(
197 29‟ 16”
-
196 59‟ 27”
)
-
(
197 30‟ 24”
)
+
7
Shift
‟”
-
197 27‟ 56”
)
Tampil di layar 12 2' 29.18" 87
Jadi : Ijtima al-hilal awal bulan Syawal 1428 H. terjadi jam 12 : 2 : 29.18 WIB, tanggal 11 Oktober 2007. 3. Mencari Posisi dan Situasi Hilal Awal Bulan Syawal 1428 H., dengan langkah-langkah sebagai berikut : (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
Menetapkan markas hisab dan rukyat, serta data astronominya. Mencari sudut waktu Matahari saat matahari terbenam. Mencari Saat Matahari Terbenam. Mencari sudut waktu Bulan, saat Matahari terbenam. Mencari ketinggian Hilal Mar‟i saat Matahari terbenam. Mencari Mukuts Hilal. Mencari Besarnya Nurul Hilal Mencari Azimut Matahari dan Bulan. Mencari Letak dan Keadaan Hilal.
Proses Perhitungan (1) Menetapkan markas hisab / rukyat, serta data astronominya. Markas hisab ditetapkan berdasarkan pilihan tempat yang akan digunakan untuk melaksanakan rukyatul hilal. Misalnya memilih lokasi rukyat Tanjung Kodok, Lamongan, dengan data : Lintang tempat ( = phi ) = - 6o 51‟ 50.22” (LS) Bujur tempat ( = lamda ) = 112o 21‟ 27.8” (BT) Tinggi tempat ( h ) = 10 meter di atas air laut. (2) Menetapkan sudut Matahari, saat Matahari terbenam, tanggal 11 Oktober 2007, dengan cara : a) Mencari data matahari saat terbenam, yaitu sekitar jam 18.00 WIB atau 11.00 GMT , yakni data yang dibutuhkan : Deklinasi (d‟) matahari jam 11.00 GMT = - 6 o 57‟ 57” Equation of time (e) matahari = 0 j 13 m 10 d D‟ (Dip) = 1.76 10 / 60 = 0 5‟ 33.94” Refraksi (ref) untuk 0 = 0 34‟ 30” Semi diameter ( s.d ) = 0 16‟ 1,17” b) Mencari tinggi matahari saat terbenam (h) dengan rumus : h
h h
=
0o -
S.d - Refr - Dip
= 0 o - 0 16‟ 1.17” - 0 34‟ 30” - 0 5‟ 33,94” = - 0 56’ 5.11”
c) Mencari sudut waktu saat matahari terbenam, dengan rumus : Cos t = - tan p x tan d + sin h / cos p / cos d
t p d
= sudut waktu matahari = Lintang tempat = Deklinasi Matahari 88
h
= Tinggi Matahari saat terbenam
Data :
p = - 6o 51‟ 50.22” d = - 6 o 57‟ 57” h = - 0 56‟ 5.11”
Operasional kalkulator tipe casio fx 4500, tekan secara berurutan : Shift cos tan / cos o 6 57‟ 57
(
tan o 6 57‟ 57” + sin o 6 51‟ 50.22” ) exe shift ‟”
6o 51‟ 50.22” x 0 56‟ 5.11” / cos o 91 47’ 29.11”
t = 91o 47’ 29.11” Atau dengan kalkulator tipe casio fx 3600, tekan secara berurutan : 6o 51‟50.22” tan + +/cos cos inv
+/x 6 o 57‟ 57” +/o +/sin : 6 51‟ 50.22” 0 56‟ 5.11” o : 6 57‟ 57” +/cos = inv o„ o ” cos Tampil pada layar 91 47’ 29.11” +/-
tan
t = 91o 47‟ 29.11” (3) Mencari Saat Matahari Terbenam, dengan Rumus : T / 15
+ 12
-
e
+
KWD
91o 47‟ 29.11” / 15 Kulminasi Eq. of time ( e ) L M T (Local Mean Time) KWD = (( 105-112 21‟ 27.8” ) / 15 ) W I B Koreksi bujur GMT Jam G M T
= 6j = 12 18 = 00 = 17 =- 0 = 17 = 7 = 10
7 m 9.94 d 00 0.0 + 07 9.94 13 10 53 59.94 29 25.85 + 24 34.09 00 00 24 34.09
Jadi Matahari terbenam tgl 11 Oktober 2007 di Tanjung Kodok pada : jam 17 : 24 : 34.09 WIB. atau jam 10 : 24 : 34.09 GMT (4) Menetapkan sudut waktu Bulan, saat Matahari terbenam (yaitu : jam 10 : 24 : 34.09 GMT), dengan langkah-langkah : a) Mencari Asensio Rekta Matahari (AR), dengan interpolasi data : 196o 19‟ 42” - (196o 19‟ 42”- 196 o 22‟ 00”) x 0 o 24 : 34.09 ” / 1 = 196 o 20’ 38.5” 89
b) Mencari Asensio Rekta Bulan (AR), dengan interpolasi data : 197o 04‟ 34”- (197o 04‟ 34” - 197o 31‟ 50”) x 0 o 24 : 34.09 / 1 = 197o 15’ 43.8” c) Mencari Sudut Waktu Bulan ( t) saat Matahari terbenam. T = Ar
-
Ar +
t
T = 196 o 20’ 38.5”- 197o 15’ 43.8” + 91o 47’ 29.11” = 91o 16’ 57.81” (5) Menetapkan Tinggi Hilal Mar’i (h) saat Matahari terbenam (yaitu : jam 10 : 24 : 34.09 GMT), dengan langkah-langkah : a) Mencari deklinasi bulan (d), dengan interpolasi data : - 11 05‟ 23”- ((- 11 05‟ 23”) – (- 11 18‟ 28”)) x 0 o 24 : 34.09 / 1 = - 11o 10’ 44.43” b) Mencari tinggi hakiki bulan (h). Rumus : Sin h= Sin p . Sin d + Cos p. Cos d. Cos t Data :
P = - 6o 51‟ 50.22” d = - 11o 10‟ 44.43” t = 90o 52‟ 23.81”
Kalkulator tipe casio fx 4500, tekan secara berurutan : Shift
Sin
o
11 10‟ 44.43” shift
( +
o
11 10‟ 44.43” ‟”
sin cos x
cos
6o 51‟ 50.22” o
6 51‟ 50.22” o
90 52‟ 23.81”
sin
-
x
cos
)
exe
o
Tampil pada layar 0 28’ 37.32”
h = 0o 28’ 37.32” Kalkulator tipe casio fx 3600, tekan secara berurutan : 6o 51‟ 50.22” +/sin x 11o 10‟ 44.43” +/o o + 6 51‟ 50.22” +/cos x 11 10‟44.43” o cos x 90 52‟ 23.81” cos = inv sin o'" o Tampil pada layar 0 28’ 37.32”
sin +/inv
h = 0o 28’ 37.32” c)
Mencari tinggi mar‟i ( lihat ) bulan (h‟), dengan rumus : 90
h‟ = h- Parallax + s.d. + Ref + Dip Parallax = Hp (Horizontal parallax) X Cos h = 0o 54‟ 08” x Cos 0o 28’ 37.32” = 0o h (tinggi hakiki) = 0o Parallax = 0o - 0 Sd (semi diameter) = 0 - 0 Refraksi = 0 Dip ( kerendahan ufuq ) = 0 h’ ( tinggi mar’i ) = 0o
54‟ 28’ 54‟ 25‟ 14‟ 10‟ 30‟ 5‟ 25’
7.89” 37.32” 7.89” 30.57” 45.07” + 45.5” 18” 33,94” + 6.44”
6) Menetapkan Mukuts ( lama hilal di atas ufuq ), dengan rumus : H‟/ 15
atau
h‟ x 4 menit
Mukuts = 0o 25’ 6.44” / 15 = 1 menit 40.43 detik 7) Mencari Besarnya Cahaya, saat Matahari terbenam (yaitu : jam 10 : 24 : 34.09 GMT). Besarnya cahaya hilal dapat dicari dengan melakukakan interpolasi FIB (friction illuminision bulan) saat matahari terbenam di kalikan ( x ) 100 % sebagai berikut : 0.00135 - (0.00135 – 0.00154) x 0 o 24‟ 34.09” / 1 = 0.143 % 8) Menetapkan azimut ( Az ) Matahari dan Bulan, dengan rumus : Cotan A = - Sin p / tan t + Cos p . tan d / Sin t 1) Azimut Matahari Data Matahari :
p = - 6o 51‟ 50.22” d = - 6 o 57‟ 57” t = 91o 47‟ 29.11”
Kalkulator tipe casio fx 4500, tekan secara berurutan : Shift tan tan exe
tan
(
-
o
91 47‟ 29.11” shift
+
6 o 57‟ 57” o„
”
sin
-
6o 51‟ 50.22” o
/
cos
-
6 51‟ 50.22”
x
/
sin
91o 47‟ 29.11”
)
o
Tampil pada layar - 7 7 ’ 50.54”
A = - 7 o 7 ’ 50.54” (diukur dari titik barat ke titik selatan) 91
Atau dengan kalkulator tipe casio fx 3600, tekan secara berurutan : 6o 51‟ 50.22” ++/tan
+/-
6o 51‟ 50.22” tan inv
+/-
:
+/-
cos
x
91o 47‟ 29.11”
: o„
sin
91o 47‟ 29.11”
sin
tan
-
6 o 57‟ 57”
=
1/x
inv
o
Tampil pada layar - 7 7 ’ 50.54”
”
A = - 7 o 7 ’ 50.54” (diukur dari titik barat ke titik selatan) 2) Azimut Bulan Data Bulan :
p
= - 6o 51‟ 50.22” d = - 11o 10‟ 44.43” t = 90o 52‟ 23.81”
Kalkulator tipe casio fx 4500, tekan secara berurutan: Shift tan tan exe
tan
(
-
o
90 52‟23.81” shift
+
11o10‟44.43” o„
”
sin
6o51‟50.22”
-
o
/
cos
-
6 51‟ 50.22”
x
/
sin
90o52‟23.81”
)
o
Tampil pada layar - 11 12 ’ 9.4”
A = - 11 o 12 ‟ 9.4” (diukur dari titik barat ke titik selatan) Atau dengan kalkulator tipe casio fx 3600, tekan secara berurutan : 6o 51‟ 50.22”
+/-
o
+-
6 51‟ 50.22”
+/-
tan
tan
inv
: o„
”
sin +/-
+/cos
90o 52‟ 23.81”
:
90o52‟ 23.81”
x
-
sin
=
tan
o
11 10‟44.43” 1/x
inv
o
Tampil pada layar - 11 12 ’ 9.4”
A = - 11 o 12 ‟ 9.4” (diukur dari titik barat ke titik selatan)
9) Letak dan posisi hilal : A A Selisih
= = =
- 7 o 7 ‟ 50.54” - 11 o 12‟ 9.4” 4 o 4‟ 18.86”
Letak dan posisi hilal berada di belahan bumi selatan dan di atas matahari sedikit di sebelah selatan matahari sejauh 4 o 4’ 18.86” dengan keadaan miring ke selatan.
92
10. K e s i m p u l a n : a. Ijtima al-hilal awal bulan Syawal 1428 H. terjadi: jam 12. 2. 29.18 WIB, Hari Kamis Legi, 10 Oktober 2007 b. Matahari terbenam = 17 : 24 : 34.09 WIB. c. Tinggi hilal hakiki = 0o 28‟ 37.32” d. Tinggi hilal mar‟i = 0o 25‟ 6.44” e. Lama hilal di atas ufuq = 1 menit 40.43 detik. f. Deklinasi Matahari = - 6 o 57‟ 57” g. Deklinasi Bulan = - 11o 10‟ 44.43 h. Azimut matahari = - 7o 7‟ 50.54” ( B - S ) i. Azimut bulan = - 11o 12‟ 9.4” ( B - S ) j.
Letak dan posisi Hilal berada di Selatan titik barat dan 4 o 4‟ 18.86” di sebelah Selatan Matahari dengan keadaan miring ke Selatan.
k. Kesimpulan berdasarkan Hisab, karena ketinggian hilal awal Syawal 1428 H mencapai 0o 25‟ 6.44” ketinggian tersebut belum / tidak memenuhi had imkan ar-rukyah konteks Indonesia, maka 1 Syawal 1428 H. menurut Hisab Kontemporer (metode Ephemeris) jatuh pada hari Sabtu Pon, 13 Oktober 2007 M.
93