BAB VI HASIL RANCANGAN
6.1 Dasar Perancangan Dalam perancangan museum ini menggunakan dasar pemikiran dari alur cerita pengaruh raja Bhre Wengker I(Wijayarajasa) selama berada di kerajaan Majapahit. Dalam hal ini pengaruh Wijayarajasa dapat diketahui dalam 3 periode, yang mana 3 periode tersebut dijadikan acuan untuk pembagian zoning:
Tahun 1351 M (Wijayarajasa Menjadi Anggota Pertimbangan Agung) sebagai Zona I Wijayarjasa adalah orang baru di kerajaan Majapahit sehingga pengaruhnya masih sedikit, hal ini diimplementasikan bahwa Wijayarajasa merupakan seseorang yang membawa kebaruan di kerajaan Majapahit. Aplikasi kedalam desain adalah Wijayarajasa dianggap sebagai unsur kebaruan(Modern) sedangkan kerajaan Majapahit sendiri dianggap sebagai sebuah tradisi. Pada zona ini unsur tradisi lebih mendominasi dari pada unsur kebaruannya.
Tahun 1357 M (Pernikahan Paduka Sori/putri Wijayarajasa dengan Hayam Wuruk/raja kerajaan Majapahit) sebagai Zona II Zona II merupakan perwujudan dari terjadinya hubungan keluarga antara wengker dengan Majapahit. Dalam hal ini di implementasikan bahwa Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
159
pengaruh wijayarasa telah masuk ke dalam majapahit mengingat pernikahan 2 kerajaan adalah pernikahan politik sehingga unsur kebaharuan telah menempel pada unsur majapahit. Adanya karakter menempel menginformasikan bahwa terdapat 2 unsur yang disandingkan yakni kerajaan majapahit dan kerajan wengker.
Tahun 1364 M (Diangkat Menjadi Dewan Sapta Prabu) sebagai Zona III Dewan Sapta Prabu merupakan jabatan yang tinggi, sehingga Wijayarajasa sudah mempunyai peran dalam kerajaan Majapahit. Aplikasi pada desain pada tahun ini adalah unsur modern dan tradisi yang sudah menyatu, modern yang tradisi yang modern dan tradisi yang modern.
6.2 Hasil Rancangan Tapak 6.2.1 Hasil Rancangan Perletakan Massa Perletakan massa pada museum Agro-History ini dibagi menjadi 3 zona. Zona I terdapat candi, museum indoor dan gedung pertunjukan. Zona II terdapat ruang pamer agro serta zona yang menghubungkan dari zona I dan III yang berupa jalan dan tempat istirahat sedangkan zona III terdapat terowongan Surowono (museum outdoor). Seperti terlihat pada gambar 6.1 dan 6.2 berikut.
Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
160
Gambar 6.1 Layout Plan (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Gambar 6.2 Site Plan (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015) Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
161
Pada zona I merupakan implementasi dari peran Wijayarajasa yang menjadi dewan pertimbangan agung dari kerajaan Majapahit yang mana peran Wijayarajasa belum terlalu mendominasi sehingga dalam zona ini unsur majapahit sangat dominan dan unsur kebaharuan (perupamaan dari pengaruh wijayarajasa) masih minim. Seperti terlihat pada gambar 6.3 berikut.
Gambar 6.3 Site Plan zona I (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Zona II adalah penyandingan 2 unsur seperti halnya pada kerajaan Majapahit
dan
Wengker.
Dalam
implementasinya
zona
II
ini
telah
menghubungkan zona I dan zona III yang berjauhan. Fasilitas penghubung pada zona ini adalah jalan penghubung dan kereta gantung. Seperti terlihat pada gambar 6.4 berikut.
Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
162
Gambar 6.4 Site Plan zona II (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Zona III merupakan zona terowongan Surowono, terdapat gedung amphiteater dan gedung toko souvenir serta cafetaria. Pola yang digunakan pada zona III ini adalah memusat, karena pada zona ini merupakan aplikasi dari tradisi yang modern dan modrn yang tradisi. Sehingga mengambil dari sistem pemerintahan dari majapahit yang terpusat. Pusat di zona ini adalah di sumuran 1. Seperti terlihat pada gambar 6.5 berikut.
Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
163
Gambar 6.5 Site Plan zona III (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
6.2.2 Hasil Rancangan aksesibilitas dan Sirkulasi a. Aksesibilitas Pada rancangan museum ini mempunyai 3 situs yang terpisah berjauhan sehingga diberikan alternatif penghubung yakni dengan menggunakan kereta gantung, jalan penghubung, serta kereta kuda/ andong yang dilengkapi dengan fasilitas halte. Sistem kunjungan pada museum ini memperbolehkan pengunjung memilih situs mana yang terlebih dahulu dikunjungi. Namun dalam hal ini pengunjung diarahkan menuju museum indoor terlebih dahulu, karena museum ini diletakkan di Candi Surowono yang dekat dengan jalan utama desa Surowono. Selanjutnya pengunjung bisa memilih melanjutkan perjalanan rekreasinya atau kembali pulang. Ketika masih di dalam museum pengunjung memiliki 2 alternatif jalur jika ingin melanjutkan perjalanan, jalur tersebut adalah jalan penghubung dan kereta gantung. Sedangkan jika pengunjung sudah di luar museum bisa Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
164
mengambil alternatif menggunakan andong. Seperti terlihat pada gambar 6.6 dan 6.7 berikut
Gambar 6.6 Aksesibilitas Kawasan (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Gambar 6.7 Alternatif Akses Situs (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015) Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
165
b. Sirkulasi Sirkulasi pada zona I dan zona II menggunakan sirkulasi linear yang mana pengunjung diarahkan secara terarah sehingga tidak ada satupun tempat yang terlewatkan. Setelah penunjung parkir diarahkan menuju plaza surya majapahit yang searah dengan Candi Surowono selanjutnya membeli tiket, masuk ke ruang maket kawasan surowono. Ruang maket kawasan yang berada di lantai ini masih tergolong ruang publik yang bisa dimasuki semua orang tanpa harus membayar tiket. Seperti terlihat pada gambar 6.8 berikut
Gambar 6.8 Sirkulasi zona I (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
166
Sesampainya di lantai 1, jika pengunjung mempunyai tiket masuk maka melanjutkan naik ke lantai 2 menggunakan ramp menuju ruang pamer Candi Surowono, ruang pamer terowongan dan ruang pamer sumber air. Setelah itu naik ke lantai 3 menuju gardu pandang. Seperti terlihat pada gambar 6.9, 6.10 dan 6.11 berikut
Gambar 6.9 Sirkulasi Gedung Sejarah lantai 1 (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Gambar 6.10 Sirkulasi Gedung Sejarah lantai 2 (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
167
Gambar 6.11 Sirkulasi Gedung Sejarah lantai 3 (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Setelah dari gardu pandang yang berada di lantai 3 gedung sejarah, pengunjung diarahkan menuju lantai 2 gedung agro dengan menggunakan ramp outdoor yang mana di dalamnya terdapat ruang bioskop dan ruang pamer agro nabati dan hewani, dari ruangan tersebut pengunjung menuruni ramp menuju lantai 1 yang terhubung lansung dengan ruangan aquarium ikan. Setelah keluar dari aquarium ikan pengunjung mendapati souvenir shop dan cafetaria. Sirkulasi gedung agro dapat dilihat pada gambar 6.12 berikut.
Gambar 6.12 Sirkulasi Gedung Agro (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015) Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
168
Pada zona II ini mulai terdapat pemecahan sirkulasi. Untuk mencapai zona III pengunjung bisa memilih 3 alternatif yakni kereta gantung, jalan penghubung serta kembali ke halte dan menaiki andong/ angkutan yang disediakan masyarakat sekitar. Sirkulasi memusat digunakan pada zona III, karena pada zona ini terdapat sumuran yang berada di tengah tapak, selain itu melihat fungsi dari ruangan yang berbeda-beda namun fungsi utama dari zona III adalah sebagai wahana rekreasi menyusuri terowongan sehingga sumuran I diletakkan di tengah-tengah bangunan lainnya. Seperti terlihat pada gambar 6.13 berikut.
Gambar 6.13 Sirkulasi Zona III (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Selain itu pada museum ini dibedakan juga sirkulasi untuk pengunjung dan pengelola. Untuk sirkulasi pengelola pada zona I dan II berada di gedung sejarah dan gedung agro, namun hal ini bukan berarti pengelola di gedung agro dan sejarah sendiri-sendiri. Sistem dan pengelolaan di zona I dan II di tangani oleh
Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
169
pengelola yang sama dan berada dalam satu tempat, lain halnya dengan zona III yang mempunyai ruang untuk pengelola tersendiri. 6.3
Hasil Rancangan Penataan Ruang Penataan ruang pada zona I yakni museum indoor dirancang dengan pola
linear karena disesuaikan dengan materi yang akan didisplaykan, mulai dari pengetahuan tentang sejarah (candi, terowongan dan sumber air Surowono), teknologi terowongan, ilmu tentang pertanian dan aquarium yang berisi koleksi ikan yang ada di Surowono. Dengan pola linear akan memberi isyarat kepada pengunjung agar dapat memahami ilmu agro-history di Surowono dengan runtut. Pada zona I ini mempunyai 3 gedung yakni 1. Gedung Sejarah Gedung sejarah yakni gedung yang berhadapan langsung dengan candi memiliki 3 lantai, lantai 1 digunakan untuk fasilitas umum seperti toilet, mushola, ticket loker, dan panggung selain itu terdapat ruang privat yakni ruang pengelola. Ruang pengelola diletakkan di berdekatan dengan main entrance agar pengelola mudah mengakses jika terdapat masalah pada lapangan selain itu untuk memudahkan pengunjung jika mempunyai kepentingan dengan pengelola. Lantai 2 pada gedung ini digunakan sebagai ruang sejarah, sedang lantai 3 diunakan sebagai gardu pandang, ditujukan agar setelah pengunjung memahami sejarahnya, pengunjung bisa melihat langsung situs-situs yang dimaksudkan. Seperti terlihat pada gambar 6.14 berikut
Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
170
Gambar 6.14 Denah Gedung Sejarah (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Pada gedung ini digunakannya atrium yang di bawahnya terdapat maket kawasan Surowono, ditujukan agar ketika pengunjung melihat di ruang pamer candi, terowongan dan sumber air yang berada di lantai 2, pengunjung bisa melihat langsung letak dan posisi situs tersebut. Selain itu di ruang pamer candi diletakkan langsung menghadap candi yang asli dan di lengkapi kaca sehingga pengunjung bisa melihat secara langsung dan bisa membandingkan dengan replikanya. Di ruang pamer terowongan dan sumber air dilengkapi teleskop yang digunakan untuk melihat situs dari jarak jauh. Selain itu ruang pamer terowongan dihadirkan replika terowongan dengan skala 1:1 sehingga pengunjung bisa memasukinya, terlebih untuk pengunjung yang disable, yang mana tidak bisa masuk ke terowongan yang sesungguhnya. Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
171
2. Gedung Pertunjukan Gedung pertunjukan hanya memiliki 1 lantai dengan ruangan sebagai berikut
Ruang Publik Podium dan tempat duduk penonton
Semi Publik adalah back stage
Ruang Privat ruang make up, ruang latihan, gudang, ruang ganti dan toilet
Denah gedung pertunjukan seperti terlihat pada gambar 6.5 berikut:
Gambar 6.15 Denah Gedung Pertunjukan (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Zona II terdapat ruang pamer agro dan sebuah gazebo untuk istirahat sejenak dari perjalanan dari zona I menunju zona III, Gedung Agro Pada gedung ini terdapat 2 lantai. Bioskop, ruang pamer agro diletakkan di lantai 2 yang mana lantai 2 dapat diakses melalui ramp yang dihubungkan dengan gardu pandang di
Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
172
lantai 3 gedung sejarah. Lantai 1 pada gedung ini terdapat aquarium, souvenir shop, cafetaria, ruang kereta gantung dan gudang museum.
Gambar 6.16 Denah Gedung Agro (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Zona III terdapat ruang terowongan, amphiteater, souvenir shop, cafetaria, ticket loker, dan kolam pemancingan ikan. DENAH SUMURAN TEROWONGAN
DENAH GD. SOUVENIR AND CAFETARIA
DENAH GD. AMPHITEATER
Gambar 6.17 Denah Gedung di Zona III (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015) Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
173
Gambar 6.18 Interior Museum (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
6.4
Hasil Rancangan Bentuk dan tampilan Bentuk dan tampilan bangunan adalah modifikasi dan replika dari bentuk
atap candi yang telah runtuh. Hal ini dapat dilihat dari tampak kawasan, sehingga dapat diketahui perubahan bentuk atap dari zona I, II dan III. Seperti terlihat pada gambar 6.19 berikut.
Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
174
Gambar 6.19 Tampak Kawasan (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
6.4.1 Zona I Pada zona I terdapat atap meru yang dipertahankan dan sedikit modifikasi karena pada zona ini unsur kebaharuan masih sedikit, dan unsur tradisi yang mendominasi. Seperti terlihat pada gambar 6.20 berikut
Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
175
Gambar 6.20 Eksterior Zona I (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Dari entrance dapat dilihat adanya gerbang yang menggunakan ornamen motif batik dari majapahit, selain itu bentuknya menyerupai bentukan gerbanggerbang khas Majapahit. Seperti terlihat pada gambar 6.21 berikut.
Gambar 6.21 Bentuk Gapura (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
176
Pada zona I ini dihadirkan pula plaza dengan menggunakan ornamen surya Majapahit. Hal ini ditujukan agar pengunjung mengetahui bahwa situs yang ada di Surowono merupakan situs peninggalan Majapahit. Seperti terlihat pada gambar 6.22 berikut
Gambar 6.22 Plaza Surya Majapahit (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Museum sejarah di letakkan pada zona ini tepatnya di sebelah utara Candi Surowono. Museum ini atapnya menggunakan atap meru, secara tersirat agar pengunjung mengetahui bahwa atap dari candi yakni tidak lain dari apa yang telah dilihatnya pada muaeum sejarah dan warna-warna nya disenadakan dengan warna candi. Hal ini dimaksudkan agar nuansa tradisinya bisa tercapai. Seperti terlihat pada gambar 6.23 dan 6.24 berikut
Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
177
Gambar 6.23 Eksterior Gedung Sejarah (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Gambar 6.24 Tampak Gedung Sejarah (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015) Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
178
Atap pada gedung sejarah mengalami modifikasi disamping karena untuk menghadirkan replika atap candi namun juga karena fungsi dari atap itu sendiri yakni sebagai pencahayaan alami dari atrium yang ada di bawahnya. Penutup atrium menggunakan kaca temperd agar pencahayaan alami tetap masuk namun dari sisi keamanan tetap terjaga dan terhindar dari bahaya hujan. Seperti terlihat pada gambar 6.25 berikut.
Gambar 6.25 Potongan Gedung Sejarah (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Gedung pertunjukan juga diletakkan di zona I tepatnya di belakang gedung sejarah. Gedung ini memiliki atap yang landai dan terlihat dari depan karena Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
179
tertutup gedung sejarah. Hal ini juga dimaksudkan karena pengaruh Wijayarajasa pada saat itu masih belum mendominasi dan belum terlihat. Atapnya berundak undak sama halnya dengan atap meru, namun atap ini lebih dimodifikasi. Atap pada gedung pertunjukan dan gedung sejarah memiliki kesamaan dalam warnanya. Seperti terlihat pada gambar 6.26 berikut.
Gambar 6.26 Tampak Gedung Pertunjukan (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Selain itu pada gedung pertunjukan ini terdapat ornamen motif batik Majapahit yang digunakan sebagai ornamen dinding. Ornamen ini masih melekat Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
180
pada gedung pertunjukan karena mengisyaratkan bahwa Wijayarajasa masih dalam kekuasaan Majapahit sehingga tidak terkesan gedung ini berdiri sendiri. Seperti terlihat pada gambar 6.27 berikut
Gambar 6.27 Ornamen pada Dinding Gedung Pertunjukan (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
6.4.2 Zona II Pada zona II terdapat modifikasi yang lebih banyak dari zona I namun masih dikenali bahwa karakternya seperti atap meru. Seperti terlihat pada gambar 6.28 dan 6.29 berikut.
Gambar 6.28 Tampak Gedung Ilmu Agro (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015) Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
181
POTONGAN B-B’
POTONGAN A-A’ Gambar 6.29 Potongan Gedung Ilmu Agro (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Pada zona II dijumpai jalan penghubung mempunyai 2 atap yang sama dan saling bersandingan. Elemen ini wujud dari terjadinya pernikahan antara Hayam Wuruk dengan Paduka Sori.
Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
182
Gambar 6.30 Tempat Istirahat Jalan Penghubung (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
6.4.3 Zona III Pada zona III terjadi modifikasi yang signifikan sehingga tidak dikenali lagi karakter merunya.
Gambar 6.31 Eksterior zona III (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
183
Gambar 6.32 Kolam Pemancingan Ikan (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
6.5
Hasil Rancangan Struktur
6.5.1 Pondasi, Sloof dan Kolom a. Gedung Sejarah Gedung sejarah menggunakan pondasi tiang pancang yang digunakan untuk pondasi setempat dan pondasi batu kali digunakan untuk pondasi menerus yang diletakkan di bawah dinding. Sloof yang digunakan adalah 30/40, kolom struktur 60 x 60 cm dengan bentang 10 m serta kolom praktis 15 x 15 cm. Gedung ini memiliki kolam di sekeliling bangunannya, kolam tersebut menggunakan pondasi pasangan batu rolag. Seperti terlihat pada gambar 6.33 berikut
Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
184
Gambar 6.33 Rencana Pondasi Gedung Sejarah (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
b. Gedung Agro Pada gedung agro tidak jauh berbeda dengan gedung sejarah, hanya saja gedung ini tidak terdapat kolam di sekelilingnya dan gedung ini memiliki terminal kereta gantung berupa tower, kolom yang digunakan adalah 40 x 40 cm dengan ketinggian 20 m dan diameter 5 m sehingga tower ini memiliki pondasi tersendiri berupa pondasi tiang pancang. Seperti terlihat pada gambar 6.34 dan 6.35 berikut.
Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
185
Gambar 6.34 Rencana Pondasi Gedung Agro (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Gambar 6.35 Detail Pondasi (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
186
c. Gedung Pertunjukan Pondasi pada gedung ini menggunakan pondasi plat dengan lebar 1,5 m. Bentang antar kolom yakni 5,5 m dan kolom dengan ukuran 30 x 30 cm. Seperti terlihat pada gambar 6.36 berikut
Gambar 6.36 Rencana Pondasi Gedung Pertunjukan (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
d. Gedung Amphiteater Gedung ini memiliki 2 lantai dengan kolom 20 x 20 cm, bentang 6 m dan sloof 20 x 30 cm sehingga menggunakan pondasi plat dengan lebar pondasi 1.5 x 1.5 m. Seperti terlihat pada gambar 6.37 berikut.
Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
187
Gambar 6.37 Rencana Pondasi Amphitheater (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
e. Gedung Toko dan Cafetaria Gedung ini memiliki kolom dengan ukuran 20 x 20 cm dengan bentang 5 m, ukuran sloof 20 x 30 cm serta menggunakan pondasi plat. Pada bagian terminal kereta gantung menggunakan kolom 30 x 30 cm dengan tinggi dinding 15 m dan sloof 25 x 35 cm dan menggunakan pondasi tiang pancang. Seperti terlihat pada gambar 6.38 berikut
Gambar 6.38 Rencana Pondasi Gedung “Souvenir shop dan Cafetaria” (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015) Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
188
6.5.2 Pembalokan a. Gedung Sejarah dan Gedung Agro Pembalokan terdapat 2 jenis balok yakni balok induk dan balok anak. Untuk balok induk dihitung dengan cara 1/12 x bentang terpanjang dan dikurangi 5. Sehingga pada gedung sejarah dan agro balok induknya adalah (1/12 x 10)-5= 4,16 atau dibulatkan menjadi 40/50. Untuk balok anaknya adalah 20/30. Seperti terlihat pada gambar 6.39 dan 6.40 berikut.
Gambar 6.39 Rencana Pembalokan Gedung Sejarah (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
189
Gambar 6.40 Rencana Pembalokan Gedung Agro (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
c. Gedung Pertunjunkan Gedung ini hanya mempunyai rencana pembalokan pada back stage karena atapnya menggunakn atap dak beton, sedangkan pada area stage dan tempat duduk penonton menggunakan atap rangka batang(Truss). Untuk area backstage, balok induknya adalah 30/40 dengan bentang 9 m dan ditengahtengahnya terdapat balok anak adalah 20/30. Seperti terlihat pada gambar 6.41 berikut.
Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
190
Gambar 6.41 Rencana Pembalokan Gedung Pertunjukan (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
d. Gedung Amphiteater dan Gedung “Souvenir shop dan Cafetaria” Balok induk untuk gedung amphiteter adalah 20/30. Sama halnya dengan balok induk pada gedung “Souvenir shop dan Cafetaria” sedangkan balok anaknya adalah 15/25. Seperti terlihat pada gambar 6.42 dan 6.43 berikut.
Gambar 6.42 Rencana Pembalokan Gedung “Souvenir shop dan Cafetaria” (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015) Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
191
Gambar 6.43 Rencana Pembalokan Amphitheater (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
6.5.3. Rencana Atap a. Gedung Sejarah dan Gedung Agro Pada gedung sejarah menggunakan atap meru sebagaimana replika dari runtuhan atap Candi Surowono. Rangka atapnya menggunakan kayu dan penutupnya menggunakan genteng. Atap meru tersebut digunakan untuk menaungi atrium yang ada di bawahnya sedangkan atap yang lain menggunakan dak beton. Gedung agro menggunakan atap kuda-kuda dengan rangka atap menggunakan rangka baja dan penutupnya menggunakan genteng metal sehingga ringan. Rangka kuda-kuda ini mengalami modifikasi. Seperti terlihat pada gambar 6.44 berikut.
Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
192
Gambar 6.44 Rencana Atap Gedung Sejarah dan Gedung Agro (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
b. Gedung Pertunjukan Pada gedung ini menggunakan rangka batang(Truss) dan menggunakan bahan penutup atap berupa atap bitumen selulosa. Hal ini dikaranakan bahan atap ini lentur dan mudah dibentuk sesuai dengan bentuk atap serta atap ini ringan sehingga tidak membebani konstruksi lain, selain itu berhubungan dengan fungsinya sebagai gedung pertunjukan dengan menggunakan bahan ini tidak menimbulkan kebisingan ketika ada hujan. Seperti terlihat pada gambar 6.45 berikut.
Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
193
Gambar 6.45 Rencana Atap Gedung Pertunjukan (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
c. Gedung Amphiteater Gedung ampiteater menggunakan atap dak beton pada bagian di atas ruang pembelian tiket. Sedangkan untuk tempat duduk amphiteater menggunakan kayu. Seperti terlihat pada gambar 6.46 berikut.
Gambar 6.46 Rencana Atap Gedung Amphitheatre (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
194
d. Gedung Toko dan Cafetaria Gedung ini rangka atap menggunakan rangka atap ½ kuda-kuda dengan bahan galvalum dan bahan penutup atap genteng biasa. Sedangkan untuk atap di area ruang makan menggunakan dak beton. Seperti terlihat pada gambar 6.47 berikut.
Gambar 6.47 Rencana Atap Gedung “Souvenir shop dan Cafetaria” (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
195
6.6
Hasil Rancangan Utilitas
6.6.1. Utilitas Air
Gambar 6.48 Utilitas Kawasan (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Utilitas pada museum ini pada zona I dan zona II di bagi menjadi dua bagian yakni bagian depan dan belakang. Pada bagian depan tandon bawah dan pompa diletakkan di taman antara gedung sejarah dan gedung agro, sedang septic tank dan sumur resapan diletakkan disamping gedung agro. Pada bagian belakang tandon bawah diletakkan di belakang gedung pertunjukan dengan 2 pompa yang digunakan untuk mengalirkan air ke gedung pertunjukkan dan gedung agro. Seperti terlihat pada gambar 6.49 berikut. Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
196
Gambar 6.49 Utilitas Zona I dan II (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Pada zona III, tandon bawah diletakkan di sebelah utara gedung Amphiteater yang selanjutnya dipompa menuju 2 tandon atas yakni di gedung cafetaria and souvenir shop dan Amphiteater. Sumur resapan diletakkan di taman dekat parkir sedangkan septic tank diletakkan di sebelah selatan gedung amphiteater. Seperti terlihat pada gambar 6.50 berikut.
Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
197
Gambar 6.50 Utilitas Zona III (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Air Bersih Pada hasil rancangan ini kebutuhan air bersih menggunakan layanan PDAM. Selanjutnya disalurkan ke bangunan dengan menggunakan meteran, kemudian ditampung di tandon bawah dan dipompa dengan mesin pompa untuk dialirkan ke tandon atas. Selanjutnya disalurkan ke seluruh lantai. Berikut ilustrasi dan gambar rancangan untuk air bersih:
Gambar 6.51 Utilitas Air Bersih (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
198
Air Kotor Sistem air kotor ini, limbah yang dapat diolah digunakan untuk keperluan yang ada di dalam bangunan maupun luar bangunan. Sedangkan untuk limbah yang tidak dapat diolah langsung disalurkan ke pembuangan limbah. Berikut gambar dari alur air kotor. Seperti terlihat pada gambar 6.52 berikut.
Gambar 6.52 Rencana Air Kotor pada Gedung Agro (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
6.6.2 Listrik Listrik pada museum ini menggunakan jasa PLN dan disalurkan ke beberapa bagian. Seperti terlihat pada gambar 6.53 berikut.
Gambar 6.53 Rencana Listrik pada Gedung Agro (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015) Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
199
Gambar 6.54 Rencana Titik Lampu Gedung Sejarah (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Gambar 6.55 Rencana Titik Lampu Gedung Agro (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015) Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
200
Gambar 6.56 Rencana Titik Lampu Gedung Pertunjukan (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Gambar 6.57 Rencana Titik Lampu Gedung “Cafetaria and Souvenir Shop” (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
201
Gambar 6.58 Rencana Titik Lampu Gedung Amphiteater (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
6.6.3 Bahaya Kebakaran Kebakaran dapat ditanggulangi dengan sistem hidrant baik di luar maupun di dalam bangunan. Selain itu adanya fasilitas sprinkler untuk mencegah terjadinya kebakaran. Air yang didapat berasal dari tandon yang sudah disediakan. Selanjutnya untuk evakuasi, disediakan tangga dan pintu darurat di samping bangunan. Kemudian diarahkan ke area luar bangunan untuk sementara. Seperti terlihat pada gambar 6.59 dan 6.60 berikut.
Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
202
Gambar 6.59 Rencana Hydrant (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Gambar 6.60 Jalur Evakuasi dan Titik Kumpul (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015) Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
203
Gambar 6.61 Rencana Sprinkler Gedung Sejarah (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Gambar 6.62 Rencana Sprinkler Gedung Agro (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
204
Gambar 6.63 Rencana Sprinkler Gedung Pertunjukan (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Gambar 6.64 Rencana Sprinkler Gedung “Souvenir Shop dan Cafetaria” (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Gambar 6.65 Rencana Sprinkler Gedung Amphiteater (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
205
6.5.4 Air Conditioner(AC) Pada museum ini digunakan penghawaan berupa AC pada bagian-bagian tertentu seperti ruang pamer. Hal ini digunakan untuk menstabilkan suhu agar koleksi museum terjaga dari bahaya jamur dan lain sebagainya, ruang-ruang tersebut diantaranya ruang pamer (sejarah candi, terowongan, dan sumber air). Penggunaan AC ini menggunakan AC split karena hanya pada titik-titik tertentu yang difasilitasi AC, sehingga tidak terjadi pemborosan. Seperti terlihat pada gambar 6.66 berikut.
Gambar 6.66 Rencana AC (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
206
6.7 Integrasi Keislaman Integrasi terhadap rancangan ini diambil dengan cara pendekatan hubungan manusia terhadap Allah, manusia, dan alam. Hubungan pada Allah dihasilkan dengan mewadahi kegiatan ibadah secara langsung maupun tidak langsung. Maka diwujudakan dengan adanya ruang sholat. Di zona I terdapat mushola untuk pengunjung di lantai 1 di sebelah ruang maket kawasan Surowono. Di zona II terdapat musholah untuk pegawai di letakkan di lantai 1 di sebelah ruang pegawai. Sedangkan di zona III di area cafetaria. Seperti terlihat pada gambar 6.67 berikut.
Gambar 6.67 Perletakan Mushola (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Selanjutnya hubungan antar manusia diwujudkan dengan adanya ruangruang bersama sehingga tercipta interaksi antar sesama seperti gazebo, Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
207
amphiteatre, tempat istirahat, dsb. Sedangkan hubungan dengan alam diwujudkan dengan adanya ruang-ruang terbuka seperti taman, kolam, dsb. Seperti terlihat pada gambar 6.68 dan 6.69 berikut.
Gambar 6.68 Ruang-Ruang Bersama (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015)
Gambar 6.69 Ruang-Ruang Resapan Air (Sumber: Dokumen Hasil Rancangan, 2015) Mimin Aminah Yusuf | Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten Kediri
208