BAB V TEKNIK MEMBUAT SKALA Bagian ini akan membahas tentang teknik membuat skala, sehingga fakta yang bersifat kualitatif dapat dikuantifikasi. Pengertian mengenai teknik membuat skala akan dijelaskan dan akan diberikan uraian mengenai cara membuat skala. Setelah mnegikuti kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu untuk memahami teknik membuat skal dan kemudian menerapkan dalam merubah fakta yang bersifat kualitatif menjadi variable yang lebih terukur/kuantitatif. B. PENYAJIAN Teknik membuat skala tidak lain dari teknik mengurutkan sesuatu dalam suatu domain kontinyu. Teknik membuat skala ini penting sekali artinya dalam penelitian ilmuilmu sosial, karena banyak data dalam ilmu-ilmu sosial mempunyai sifat kualitatif Sehingga ada ahli yang berpendapat bahwa teknik membuat skala adalah cara mengubah fakta-fakta kualitatif (atribut) menjadi suatu urutan kuantitatif (variabel). Mengubah fakta kualitatif menjadi urutan kuantitatif telah menjadi satu kelaziman, karena beberapa alasan. Pertamatama, ilmu pengetahuan akhir-akhir ini lebih cenderung menggunakan matematika sehingga menuntut kuantitatif variabel. Kedua ilmu pengetahuan semakin meminta tingkat presisi yang lebih baik, sehingga dikehendaki fakta yang lebih terukur. 1. Beberapa Pengertian Dasar Dalam membuat skala, peneliti harus mengasumsikan terdapatnya suatu domain kontinyu yang nyata dari sifat-sifat tertentu. Misalnya, dalam hal warna, selalu terdapat domain kontinyu dari warna putih, merah jambu, dan seterusnya sampai dengan hitam. Dalam hal persetujuan terhadap sesuatu, misalnya, terdapat suatu domain kontinyu dari "paling tidak setuju" sampai dengan "amat setuju", di mana domain kontinyu tersebut adalah: sangat tidak setuju, tidak setuju, netral, setuju, sangat setuju. Karena keharusan akan adanya suatu domain kontinyu dalam membuat skala, maka item-item yang tidak berhubungan, tidak dapat dimasukkan dalam skala yang sama. Dalam membuat skala, item yang diukur biasanya bersal dari sampel. Dari sampel tersebut ingin dibuat inferensi populasi. Karena itu, peneliti harus mengetahui benar tentang populasi beserta sifat-sifatnya, dan harus yakin bahwa sampel tersebut
dapat mewakili populasi. Oleh karena itu, skala yang dibuat hanya cocok untuk suatu populasi tertentu. Penggunaan skala untuk populasi lain dengan sampel tersebut hams dipertimbangkan semasak-masaknya. Karena kecurigaan tentang baik tidaknya sebuah sampel untuk mewakili populasi, telah mengajak peneliti untuk menilai validitas dari skala yang dibuat. Di samping validitas, skala juga hams mempunyai reliabilitas yang cukup tinggi. Skala hams mempunyai validitas, yaitu, skala tersebut hams benar-benar mengukur apa yang dikehendaki untuk diukur. Jika skala dibuat untuk mengukur "jarak sosial", maka skala tersebut hams dibuat sedemikian rupa sehingga benarbenar dapat mengukur jarak soaial. Untuk menguji validitas skala, sering digunakan beberapa cara, yaitu: dengan melihat validitas muka, dengan meminta pendapat juri, dengan meminta pendapat kelompok ahli, atau dengan menggunakan kriteria bebas lainnya. Skala juga harus mempunyai reliabilitas. Dengan perkataan lain, skala tersebut akan menghasilkan ukuran yang serupa jika digunakan pada sampel yang sama lainnya. Cara mengukur reliabilitas skala, antara lain dengan mengadakan test-retest, dan dengan teknik split-half. Dalam membuat skala, beberapa atribut kualitatif dikumpulkan dalam satu variabel kuantitatif. Sehubungan dengan ini, maka perlu dipikirkan apakah tiap item tersebut tidak sama pentingnya, maka item-item tersebut perlu ditimbang lebih dahulu sebelum dibuat skalanya. Juga perlu diketahui, apakah dalam membuat skala tersebut, peneliti hanya bisa membuat ranking saja dari itemitem yang bersangkutan, ataukah dapat dibuat sedemikian rupa sehingga dapat diketahui bahwa item satu empat kali lebih besar dari item lain, atau enam kali lebih tinggi dari item lain. Banyak sekali jenis skala yang telah dikembangkandalam ilmu-ilmu sosial. Tetapi dalam bab ini hanya akan dikaji beberapa buah saja dari skala tersebut, yaitu : 1) skala jarak sosial (skala Bogardus dan sosiogram) 2) skala penialain (rating scales) 3) skala membuat ranking; 4) skala konsistensi internal (skala Thurstone) 5) skala likert 6) skala kumulatif Guttman, dan; 7) semantic differential
Pembahasan selanjutnya akan dikonsentrasikan pada skala penilaian dan skala Likert saja. yang dapat dilihat pada bagian berikut ini: a. Skala penilaian (Rating Scales) Pada skala penilaian, penilai memberi angka pada suatu domain kontinyu di mana individu atau objek akan ditempatkan. Penilai biasanya terdiri dari beberapa orang, dan penilai ini hendaklah orang-orang yang mengetahui bidang yang dinilai. Penilaian oleh hanya satu orang umumnya dianggap kurang reliabilitasnya.
1. Skala Penilaian Grafik (Graphic Rating Scales) Skala penialain jenis ini paling banyak digunakan. Di sini, subjek diminta untuk mencek titik tertentu dari suatu domain kontinyu pada suatu garis tertentu. Misainya : "Anda diminta untuk menilai suatu partai dalam kegiatannya membela nasib rakyat. Berilahlah (v) pada titik mana sesuai dengan jawaban, ditempatkan pada grafik di bawah ini :" memperjuangkan
memperjuangkan
memperjuangkan
lebih banyak tidak
tidak mcmperjuang
dengan sangat
tetapi tidak gigih
tetapi ringan
memperjuangkan
kan sama iekali
gigih
sekali
2. Skala Penilaian Deskriptif Dalam membuat skala penilaian secara deskriptif, kepada penilai hanya diberikan titik awal dan titik akhir saja dari domain kontinyu dengan suatu angka absolut. Kemudian penilai diminta untuk menilai subjek dengan skor lain dalam jangka domain kontinyu yang diberikan. Misalnya, kepada penilai diminta menilai beberapa jenis pekerjaan, dengan nilai antara 0 sampai 100. Pekerjaan tersebut , misalnya : 1).
guru
2).
petani
3).
polisi
4). dokter 5). gubernur 6). Jaksa 7). saudagar, dan sebagainya
Kemudian, rata-rata dari nilai untuk masing-masing pekerjaan tersebut dicari dan dibuat rankingnya. Rank yang tertinggi diberikan untuk rata-rata nilai yang tertinggi dan rank yang terendah untuk rata-rata yang terendah. Reliabilitas skala ini tergantung dari penilai sendiri dan juga dari jumlah item yang disuruh nilai. Validitas dapat diuji dengan berbagai metode yang sudah diterangkan sebelumnya. 3. Skala Penilaian Komperatif Dalam membuat skala penilaian secara grafik maupun deskriptif, tidak terdapat suatu referensi untuk membandingkan penilaian yang diberikan oleh penilai. Sebaliknya,
dalam
Skala
penilaian
komperatif,
penilai
diberikan
suatu
perbandingan dengan suatu populasi, kelompok sosial ataupun sifat yang telah diketahui umum hasilnya. Misalnya dalam rangka penerimaan calon untuk pasca sarjana, maka ditanya apakah si A termasuk dalam 10% terpandai, 40% terpandai, rata-rata di bawah 40% atau di bawah 10% dari total kelompok paska sarjana yang diketahui, ataupun dari kelompok mahasiswa di dalam kelas penilai sewaktu ia masih dalam program sarjananya. b. Skala Likert Rensis Likert telah mengembangkan sebuah skala untuk mengukur sikap masyarakat di tahun 1932 yang terkenal dengan nama skala Likert. Skala Likert menggunakan hanya item yang secara pasti baik dan secara pasti buruk, tidak dimasukkan yang agak baik, yang agak kurang, yang netral dan ranking lain di antara dua sikap yang pasti di atas. Item yang pasti disenangi, disukai, yang baik diberi tanda negatif (-). Skor responsi responden dijumlahkan dan jumlah ini merupakan total skor, dan total skor inilah ditafsirkan sebagai posisi responden dalam skala Likert. Skala Likert menggunakan ukuran ordinal, karenanya, hanya dapat membuat ranking, tetapi tidak dapat diketahui berapa kali satu responden lebih baik atau lebih buruk dari responden lainnya di dalam skala. Prosedur dalam membuat skala Likert adalah sebagai berikut :
1. Peneliti mengumpulkan item-item yang cukup banyak, yang relevan dengan masalah yang sedang diteliti yang terdiri dari item yang cukup terang disukai dan yang cukup terang tidak disukai.
2. Kemudian item-item tersebut dicoba kepada sekelompok responden yang cukup representatif dari populasi yang ingin diteliti.
3. Responden di atas diminta untuk mencek tiap item apakah ia menyenanginya (+) atau tidak menyukainya (-). Responsi tersebut dikumpulkan dan jawaban yang memberikan indikas menyenangi diberi skor tertinggi. Tidak ada masalah misalnya untuk memberikan angka lima untuk yang tinggi dan skor satu untuk yang terendah atau sebaliknya. Yang penting adalah konsistensi dari arah sikap yang diperlihatkan. Demikian juga, apakah jawaban "setuju" atau "tidaksetuju" yang disebut yang disenangi, tergantung dari isi pertanyaan dan isi dari item-item yang disusun.
4. Total skor dari masing-masing individu adalah penjumlahan dari skor masingmasing item individu tersebut.
5. Responsi dianalisis untuk mengetahui item-item mana yang sangat nyata batasan antara skor tinggi dan skor rendah dalam skala total. Misalnya, responsi responden pada batas atas 25% dan batas bawah 25% dianalisis untuk melihat sampai berapa jauh tiap item dalam ini berbeda. Item-item yang tidak menunjukkan korelasi dengan total skor dibuang, atau yang tidak menunjukkan beda yang nyata apakah masuk ke dalam skor tinggi atau rendah juga dibuang untuk mempertahankan konsistensi internal dari pertanyaan