BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Simpulan 1. Pada saat pre-test tidak terdapat perbedaan dalam pengembangan kreativitas dan kognitif anak usia dini pada TK Al Kautsar Kabupaten Garut antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Artinya penelitian dilakukan pada saat kondisi pengembangan kreativitas dan pengembangan kognitif kelompok tidak jauh berbeda. 2. Pada saat Post-test terdapat pengaruh yang signifikan pada aspek pengembangan kreativitas dengan indikator: pemikiran yang kreatif, tidakan yang kreatif, produk kreatif, dan sikap yang kreatif. Begitu juga terdapat
pengaruh yang signifikan terhadap
pengembangan kognitif dengan indikator : pemahaman konsep membuat atau menyusun bangunan dari balok unit, kemampuan berbahasa, kemampuan mengingat, mengamati, memberi penilaian, berpikir convergent, dan berpikir divergent. Semua indikator tersebut adanya peningkatan (lihat hasil penelitian pada bab 4). 3. Pada kelompok eksperimen, rata-rata nilai pre-test pengembangan kreativitas adalah 30,57 dan setelah diberi perlakuan rata-rata nilai post-test pengembangan kreativitas tersebut menjadi 46,33. Berdasarkan data tersebut, maka tampak adanya peningkatan hasil pada kelompok eksperimen. Begitu juga rata-rata nilai pre-test pengembangan kognitif adalah 52,52 dan setelah diberi perlakuan rata-rata nilai post-test pengembangan kognitif tersebut menjadi 67,00. berdasarkan data tersebut, maka tampak adanya peningkatan hasil pada kelompok eksperimen.
4. Pada kelompok kontrol, rata-rata nilai pre-test pengembangan kreativitas adalah 29,91 dan setelah diberi perlakuan, rata-rata nilai post test pengembangan kreativitas menjadi 32,09. Berdasarkan data tersebut, maka tampak adanya peningkatan hasil pada kelas kontrol, namun peningkatannya lebih rendah dari raihan siswa pada kelompok kontrol. Begitu juga rata-rata nilai pre-test pengembangan kognitif adalah 52,26 dan setelah diberi perlakuan rata-rata nilai post-test pengembangan kognitif tersebut menjadi 52,83. Berdasarkan data tersebut, maka adanya peningkatan hasil pada kelas kontrol, namun peningkatannya jauh lebih rendah dari pada raihan siswa pada kelompok kontrol. 5. Setelah penerapan belajar melalui bermain balok unit pada kelompok eksperimen, terdapat perbedaan yang signifikan dengan rata-rata nilai post-test
pengembangan
kreativitas adalah 46,33 dan rata-rata nilai pos-test pengembangan kognitif 67,00 yang diraih siswa TK Al Kautsar Kabupaten Garut. Sementara itu, pada kelompok kontrol raihan rata-rata nilai post-test pengembangan kreativitas adalah 32,09 dan rata-rata nilai post-test pengembangan kognitif adalah 52,83.
Artinya penerapan belajar melalui
bermain balok unit memberikan peningkatan yang signifikan terhadap pengembangan kreativitas dan pengembangan kognitif pada siswa TK Al Kautsar Kabupaten Garut.
6. Pelaksanaan Pembelajaran Bermain Balok Unit a.
Persiapan Guru Bersama guru, peneliti membuat rencana pembelajaran bermain balok unit yang
dituangkan ke dalam satuan kegiatan mingguan dan satuan kegiatan harian. Selanjutnya, mengkaji kejelasan target yang inginkan dicapai, dalam hal ini pada aspek pengembangan kreativitas dan pengembangan kognitif anak usia dini.
Kemudian mencari dan menentukan media atau alat permainan edukatif balok unit. Alat permainan edukatif ini mutlak penting sebagai bahan pembelajaran yang akan diamati prosenya oleh guru dan peneliti. Langkah selanjutnya, memberikan pelatihan kepada guru mengenai penerapan belajar melalui bermain balok unit dalam mengembangkan kreativitas dan kognitif anak usia dini. Dalam hal ini guru menyiapkan siswanya untuk dijadikan subyek penelitian. Terdapat sebanyak 21 orang siswa sebagai kelompok eksperimen, dan sebanyak 23 orang sebagai kelompok kontrol. kemudian guru dan peneliti menyiapkan alat pengumpul data sebagai bahan analisis hasil dari pelaksanaan pembelaran bermain balok unit. Adapun alat pengumpul data tersebut terdiri dari; pedoman observasi, pedoman wawancara, dan dokumentasi. b. Langkah-langkah Kegiatan Belajar Melalui Bermain Balok Unit. 1) Merumuskan gagasan bersama anak 2) Mengumpulkan/memilih bahan-bahan bentuk balok. 3) Membuat/menyusunbalok. 4) Melengkapi bangunan dengan kelengkapan di luar balok unit. 5) Menceritakan selama bermain balok unit
c. Mengadakan Pre test, dan Post-test d. Mendokumentasikan Penerapan Belajar Melalui Bermain Balok Unit e. Menganalisis dan Mengolah Data B. Rekomendasi 1. Penerapan belajar melalui bermain balok unit dapat mengembangkan kreativitas anak usia dini di TK Al Kautsar Kabupaten Garut. Penerapan belajar melalui bermain balok
unit tergolong kategori sangat baik untuk dikembangkan terutama dalam pengembangan kreativitas anak usia dini. Dalam bermain balok unit, salah satunya aspek pengembangan kreativitas yang dapat dikembangkan selain aspek-aspek yang lainnya. 2. Penerapan belajar melalui bermain balok unit juga dapat mengembangkan kognisi anak usia dini di TK Al Kautsar Kabupaten Garut. Penerapan belajar melalui bermain balok unit juga tergolong sangat baik untuk mengoptimalkan kognisi anak usia dini. Dengan bermain balok unit anak mendapat pengetahuan yang luas melalui interaksi dengan temannya; kemampuan berbahasa, daya ingat, konsep dasar, mengamati/melihat, memberi penilaian, berpikir konvergen dan berpikir divergen. 3. Temuan yang perlu ditindaklanjuti adalah: 1) adanya beberapa orang anak yang berbeda dalam pemikirannya (berpikir konvergen), 2) anak hanya melihat temanya sambil memukul-mukul balok atau melempar balok ke lantai, 3) anak hanya membawa balok keliling tanpa membuat/menyusun bangunan dari balok. Menurut penulis ini penting untuk ditindaklanjuti/mengoptimalkan perkembangan kreativitas dan kognisinya dengan memberikan pengalaman-pengalaman belajar melalui bermain balok (bermain simbolik). Bermain simbolik merupakan tahapan kedua dalam perkembangan bermain menurut Piaget. Tahapan ini terjadi pada anak usia 18 bulan dengan karakteristik utama yaitu perkembangan kognitif anak pada tahapan praoperasional. Bermain simbolik melibatkan kemampuan anak dalam mengembangkan mental representation yaitu kemampuan untuk membayangkan suatu benda sebagai pengganti benda yang lain dalam kegiatan bermain tersebut. Kemampuan ini akan menjadi dasar dalam pengembangan kemampuan berpikir abstrak dan keterampilan dalam mengorganisir pengalaman. Tiga bentuk permainan simbolik menurut Piaget meliputi permainan konstruktif, permainan dramatik, dan
permainan dengan aturan. Permainan konstruktif memberikan anak pengalaman untuk mengaitkan antara permainan fungsional dengan bentuk permainan yang lebih kompleks yaitu permainan simbolik. Dalam permainan ini anak menggunakan objek konkret untuk merepresentasikan objek yang lain, misalnya balok sebagai pengganti mobil. Pada tahapan ini obyek yang digunakan hendaknya obyek yang memiliki karakteristik yang hampir sama dengan benda yang digantikan. Tahapan berikutnya dan tumpang tindih dengan tahapan konstruktif adalah tahapan dramatic play. Pada tahapan ini, anak menggunakan kemampuan kreativitasnya dalam membayangkan peran dan situasi, serta adanya konstruksi obyek yang digunakan dalam bermain peran. Pada tahapan ini, representasi anak lebih bersifat abstrak. Pada permainan ini, anak lebih menggunakan gerakan dan bahasa untuk menciptakan peran dan situasi dalam permainan dengan tema, karakter dan skrip cerita yang kompleks dibandingkan menggunakan obyek-obyek sederhana. Kemampuan anak dalam permainan konstruktif dan dramatik akan menjadi landasan bagi anak dalam permainan dengan aturan. Permainan dengan aturan melibatkan adanya aturan dari luar, dan ditandai dengan transisi anak dari masa praoperasional ke operasional konkrit. Aturan-aturan dinegosiasikan dan disetujui oleh para pemain sebelum permainan dilakukan. Kemampuan menegosiasikan aturan berkembang dari kegiatan bermain peran yang dilakukan anak pada tahapan sebelumnya. 4. Rekomendasi bagi guru, orang tua, pengelola TK atau PAUD •
Penerapan belajar melalui bermain balok perlu terus dikembangkan.
•
Gunakanlah balok-balok yang sederhana dan murah harganya, bahkan bisa membuatnya dengan barang/kayu bekas.
•
Bagi anak yang mempunyai pemikiran berbeda dalam bermain balok perlu dukungan terus dengan penyedian alat-alat permainan edukatif yang lain seperti lego, papan pasak dan lain-lain. Khusunya bagi orang tua, mengajak bermain di rumah tapi jangan terlalu turut campur dalam permainan tersebut. Biarkan anak menuangkan pemikiran dan mengkonstruk pengetahuannya melalui bermain yang mengaksikan baginya. Orang tua cukup menunjang dan mendorong kegiatan yang diminati anak. Kalaupun orang tua membantu atau turut campur hanya disaat anak menemui kesulitan dalam bermain, itupun kalau dimintai bantuan oleh anak.
•
Bagi anak yang hanya melihat temannya bermain atau anak yang tidak terlibat dalam permainan guru dan orang tua bisa mengajak anak mendemontrasikan permainan balok secara lengkap agar menarik minat anak untuk ikut bermain. Misalkan, guru bersama anak membuat mobil atau rumah dari balok. Dalam hal ini guru yang mendominasi permainan sampai selesai. Selanjutnya, biarkan anak bermain dengan caranya sendiri. Anak bisa mengamati/melihat, mengingat, memberi penilaian ketika orang lain bermain balok.
4. Rekomendasi bagi peneliti selanjutnya Penelitian ini masih memiliki banyak keterbatasan, baik dalam prosedur, proses maupun hasilnya. Untuk itu perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan cara observasi yang lebih mendalam agar hasil penelitian lebih optimal dari penelitian sebelumnya.