BAB V PENUTUP
5.1. Simpulan Tujuan utama penelitian ini adalah memodelkan hubungan antar variabelvariabel pembentuk intensi kewirausahaan sosial mahasiswa. Tujuan utama tersebut ditempuh melalui pengujian empiris beberapa hubungan antar variabel yang terdapat dalam model intensi kewirausahaan sosial. Sejauh ini, pengujian empiris telah selesai dilaksanakan dan diperoleh beberapa temuan. Berikut simpulan ringkas tentang hasil temuan penelitian ini: 1)
Konstruksi peluang (KP) berpengaruh positif terhadap persepsi keinginan (PI), sedangkan empati (EM) dan pertimbangan moral (PM) tidak berpengaruh secara langsung terhadap persepsi keinginan berwirausaha sosial (PI). Dengan demikian, empati (EM) dan pertimbangan moral (PM) tidak dimasukkan ke dalam model. Gabungan antara empati (EM), pertimbangan moral (PM), dan konstruksi peluang (KP), memiliki kemampuan
yang
lemah
dalam
memprediksi
persepsi
keinginan
berwirausaha sosial (PI), sedangkan konstruksi peluang (KP) dengan sendirinya memiliki kemampuan yang lemah dalam memprediksi persepsi keinginan berwirausaha sosial (PI). 2)
Dukungan
(DU)
berpengaruh
positif
terhadap
persepsi
kelayakan
berwirausaha sosial (PL). Dukungan (DU) memiliki kemampuan yang lemah dalam memprediksi persepsi kelayakan berwirausaha sosial (PL).
135
3)
Tekad (TK) berpengaruh positif terhadap kecenderungan untuk bertindak (KB). Tekad (TK) memiliki kemampuan yang moderat dalam memprediksi kecenderungan untuk bertindak (KB).
4)
Persepsi
keinginan
berwirausaha
sosial
(PI),
persepsi
kelayakan
berwirausaha sosial (PL), dan kecenderungan untuk bertindak (KB) masingmasing berpengaruh positif terhadap intensi kewirausahaan sosial (IKS). Apabila kekuatan pengaruh ketiga variabel yang memengaruhi intensi kewirausahaan sosial (IKS) tersebut diperingkat, maka persepsi kelayakan berwirausaha sosial (PL) memiliki pengaruh yang paling kuat, kemudian kecenderungan untuk bertindak (KB), kemudian persepsi keinginan berwirausaha sosial (PI). Sementara itu, gabungan antara persepsi keinginan berwirausaha sosial (PI), persepsi kelayakan berwirausaha sosial (PL), dan kecenderungan untuk bertindak (KB), memiliki kemampuan yang lemah dalam memprediksi intensi kewirausahaan sosial (IKS).
5.2. Saran Sehubungan dengan hasil penelitian ini, peneliti perlu membuat saran-saran sebagai bahan pertimbangan bagi akademisi dan praktisi. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti mengklasifikasikan saran-saran ke dalam dua kategori, yaitu saran metodologis dan saran praktis. Saran metodologis berguna bagi akademisi dalam menentukan arah penelitian selanjutnya. Demikian dikarenakan hasil penelitian ini diyakini masih terdapat banyak kekurangan, sehingga akademisi diharapkan dapat memperbaiki kekurangan penelitian ini. Saran praktis berguna bagi praktisi dalam
136
menentukan arah pengambilan keputusan rencana tindakan. Berikut dijelaskan tentang saran metodologis dan saran praktis yang dikemukakan:
5.2.1. Saran Metodologis 1)
Penggunaan Variabel Anteseden Lainnya Model intensi kewirausahaan sosial penelitian ini hanya mampu menjelaskan
sebesar 41,0 % varians variabel dependen intensi kewirausahaan sosial. Artinya, masih tersisa sebesar 59,0 % varians yang tidak dapat dijelaskan oleh prediktorprediktor intensi kewirausahaan sosial dalam model penelitian ini. Oleh sebab itu, penelitian selanjutnya disarankan untuk menginvestigasi variabel-variabel lainnya yang diduga kuat sebagai pembentuk intensi kewirausahaan sosial. Penelitian berikutnya juga dapat menerapkan model intensi kewirausahaan lainnya yang telah teruji secara umum, seperti model teori perilaku yang direncanakan (theory of planned behavior/ TPB), untuk mengidentifikasi variabel-variabel pembentuk intensi kewirausahaan sosial. 2)
Pertimbangan Variabel Kontrol dan Moderasi Dikarenakan keterbatasan sumber daya dan waktu yang dimiliki oleh
peneliti, penelitian ini dibatasi untuk tidak mencakup investigasi pengaruh variabel kontrol dan moderasi, seperti profil demografi responden dan sebagainya. Variabel kontrol dan moderasi berpotensi memperlemah atau memperkuat hubungan di antara variabel-variabel. Oleh sebab itu, penelitian selanjutnya disarankan agar juga melakukan analisis variabel kontrol dan moderasi guna menjelaskan pengaruh variabel-variabel tersebut terhadap intensi kewirausahaan sosial. Selain itu,
137
analisis multigroup juga dapat dilakukan untuk menjelaskan perbedaan signifikansi koefisien jalur di antara beberapa grup yang berbeda (misalnya, perbedaan signifikansi koefisien jalur antara pria dan wanita). 3)
Pertimbangan Teknik Sampling dan Ukuran Sampel Dikarenakan keterbatasan sumber daya dan kemampuan yang dimiliki oleh
peneliti, penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling dengan ukuran sampel yang relatif kecil, yaitu 146 responden (dari populasi 2.215 orang). Dengan teknik sampling dan ukuran sampel demikian, hasil penelitian ini hanya terbatas ditujukan untuk membuktikan konsistensi teori, bukan untuk digeneralisasikan pada populasi. Oleh sebab itu, penelitian selanjutnya disarankan agar menggunakan ukuran sampel yang lebih besar dengan teknik random sampling agar tujuan penelitian dapat diperluas untuk generalisasi pada populasi.
5.2.2. Saran Praktis 1)
Peningkatan Motivasi dan Tekad Berwirausaha Sosial Krueger dkk. (2000) mengatakan bahwa memahami anteseden-anteseden
intensi dapat meningkatkan pemahaman tentang perilaku yang disengaja atau direncanakan. Secara lebih spesifik, cara seperti itu dapat meningkatkan pemahaman tentang alasan atau motivasi dan intensi kewirausahaan orang. Oleh sebab itu, fokus perhatian pengembangan kewirausahaan sosial sebaiknya diarahkan untuk meningkatkan hal-hal yang dapat memotivasi orang untuk berwirausaha sosial. Pembentukan tekad berwirausaha sosial membutuhkan motivasi (Mair dan Noboa, 2005). Wirausahawan sosial adalah orang yang
138
termotivasi untuk memberikan manfaat sosial, melakukan perubahan sosial, dan membantu lebih banyak orang, di samping juga memiliki tujuan finansial (Mair dan Noboa, 2005). Wirausahawan sosial bertujuan untuk membantu masyarakat yang terpinggirkan. Indonesia merupakan negara berkembang dengan tingkat kemiskinan, pengangguran, dan disabilitas yang masih cukup tinggi. Keadaan seperti itu merupakan sumber motivasi utama bagi wirausahawan sosial. Oleh sebab itu, kesadaran dan kepekaan mahasiswa terhadap permasalahan sosial perlu ditingkatkan guna memicu motivasi berwirausaha sosial. 2)
Peningkatan Pengetahuan dan Pengalaman Kewirausahaan Sosial Temuan penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif antara
konstruksi peluang dengan keinginan untuk berwirausaha sosial. Disebutkan dalam literatur bahwa konstruksi peluang meliputi dimensi pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan bisosiasi (Mair dan Noboa, 2005; Ko dan Butler, 2006). Pengetahuan dan pengalaman merupakan modal yang sangat penting dalam menunjang kesuksesan berwirausaha sosial. Pengetahuan dan pengalaman sangat berperan dalam mempercepat pemrosesan informasi yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan kewirausahaan sosial. Oleh sebab itu, perlu dilakukan peningkatan pengetahuan dan pengalaman tentang kewirausahaan sosial. Kewirausahaan sosial dapat dijadikan sebagai salah satu mata kuliah wajib di perguruan tinggi. Kewirausahaan sosial tidak akan dapat berjalan secara efektif tanpa disertai dengan praktik nyata. Dengan mata kuliah kewirausahaan sosial yang berbasis praktik nyata, orang menjadi lebih memahami kegiatan operasional dan risiko berwirausaha sosial. Praktik atau simulasi kewirausahaan sosial
139
merupakan metode yang penting untuk meningkatkan pemahaman kewirausahaan sosial kepada mahasiswa. 3)
Peningkatan Kemampuan Bisosiasi Bisosiasi merupakan salah satu dimensi penting konstruksi peluang, di
samping pengalaman dan pengetahuan (Mair dan Noboa, 2005; Ko dan Butler, 2006). Bisosiasi didefinisikan sebagai mengombinasikan atau merakit ide-ide yang sebelumnya tidak saling berkaitan menjadi suatu bentuk kombinasi baru atau hal tertentu yang berguna. Dengan keahlian bisosiasi, individu akan mampu mengombinasikan atau merangkai beragam informasi, pengetahuan, dan pengalaman, menjadi peluang inovasi yang menarik dan menguntungkan, seperti produk baru, metode operasi baru, pasar baru, sumber pasokan baru, dan perusahaan baru (Afiff, 2012). Oleh sebab itu, pendidikan kewirausahaan sebaiknya difokuskan untuk meningkatkan kemampuan bisosiasi mahasiswa. Hal demikian dapat dicapai dengan cara memberikan pelajaran atau pelatihan yang menekankan pada peningkatan kreativitas mahasiswa dalam mengombinasikan beragam objek atau informasi tertentu. Dengan demikian, mahasiswa tersebut akan mampu menghasilkan ide-ide yang inovatif dan berguna bagi masyarakat. 4)
Peningkatan Dukungan untuk Berwirausaha Sosial Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara
dukungan dengan persepsi tentang kelayakan berwirausaha sosial. Dukungan dapat berupa dukungan relasional dan dukungan struktural. Dukungan relasional adalah dukungan yang berasal lingkungan keluarga dan rekan pribadi, sedangkan dukungan struktural adalah dukungan yang berasal dari mekanisme ekonomi dan
140
politik yang diatur oleh para pelaku sektor publik, swasta, dan atau nonpemerintah (Turker dan Selcuk, 2009). Oleh sebab itu, pengembangan kewirausahaan sosial seharusnya didukung penuh oleh keluarga, rekan, swasta, dan pemerintah. Dukungan juga dapat berbentuk materi maupun moral. Keluarga dan rekan diharapkan mendukung mahasiswa untuk berwirausaha sosial, baik melalui dukungan materi maupun dukungan moral. Pihak pemerintah seharusnya juga mendukung
kewirausahaan
sosial
melalui
pembuatan
kebijakan
yang
memungkinkan kewirausahaan sosial dapat berkembang pesat, misalnya pengadaan bimbingan teknis kewirausahaan sosial, pemberian bantuan dana CSR bagi wirausahawan sosial, dan pengadaan sarana dan prasarana inkubasi wirausaha sosial. Pihak swasta dan investor juga dapat mendukung dengan cara berbagi pengalaman
kewirausahaan
dan
mempermudah
akses
permodalan
bagi
wirausahawan sosial.
141