BAB V PENUTUP
5.1
Kesimpulan Penelitian yang dilakukan dengan membanding-bandingkan unsur
segmental BDN dan BI, serta BBK dan BInd sebagai bahasa pendukung, telah membuktikan bahwa adanya persamaan dan perbedaan yang signifikan terhadap proses perubahan bunyi yang terjadi terhadap pelafalan BI yang dilafalkan oleh penutur asli BDN. Persamaan dan perbedaaan sistem fonologi pada kedua bahasa tersebut terlihat pada jumlah fonem vokal dan konsonannya. Semakin banyak vokal dan konsonan yang dimiliki, maka semakin banyak pula diftong dan klaster yang dapat dibentuk. Persamaan yang terdapat pada BDN dan BI tidak menimbulkan perubahan pada proses pelafalan. Tetapi perbedaan yang ada pada kedua bahasa tersebut menimbulkan proses yang beragam, baik itu pada vokal, konsonan, diftong, triftong, dan klaster. BBK dan BInd juga berperan terhadap proses pelafalan yang dilakukan oleh penutur BDN, karena keadaan multikultural di Palangka Raya mengharuskan penutur-penuturnya untuk memperoleh kedua bahasa tersebut, baik secara informal maupun formal. BDN memiliki 4 (empat) vokal, yaitu /i/, /U/, /ɛ/, dan /a/, dan 5 (lima) diftong, yaitu /ei/, /ai/, /Ui/, /au/, dan /iu/. BI memiliki 14 (empat belas) vokal yang terbagi atas 5 (lima) vokal panjang, yaitu /i:/, /u:/, /ɛ:/, /ɑ:/, dan /ɔ:/ dan 9 (sembilan) vokal pendek yang terdiri dari /i/, /ɪ/, /e/, /æ/, /ə/, /ʌ/, /u/, /ʊ/, dan /ɒ/, 8 (delapan) diftong, yaitu /eɪ/, /əʊ/, /aɪ/, /aʊ/, /ɔɪ/, /ɪə/, /eə/, dan /ʊə/, dan 5 (lima) 196
197
triftong, yaitu /aɪə/, /aʊə/, /eɪə/, /ɔɪə/, dan /əʊə/. Perbedaan jumlah ini sangat mempengaruhi penutur BDN terhadap pelafalan BI. BDN tidak memiliki vokal panjang, sehingga penutur berusaha melafalkan bunyi-bunyi tersebut dengan memperpendek bunyi sesuai dengan bunyi yang terdapat di dalam BDN, BBK, maupun BInd. Bunyi-bunyi pendek juga diusahakan dengan melafalkan bunyi yang mirip, contohnya kata /gɒd/ god ‘tuhan’ dilafalkan sebagai /gad/. Vokal /ɒ/ tidak ditemukan pada BDN, sehingga penutur menggantinya dengan /a/, padahal posisi lidah pada pelafalan kedua vokal ini berbeda. BDN memiliki [e] sebagai alofon dari /ɛ/, namun penuturnya dapat dengan baik melafalkannya pada sebagian besar kosa kata BI yang mengandung vokal ini. Ini dikarenakan pengaruh dari BBK dan BInd yang memiliki /e/ sebagai sebuah fonem. Dengan demikian, pelafalan bunyi-bunyi pada BI oleh penutur BDN tidak dapat dipisahkan dari pengaruh kedua bahasa tersebut. BDN memiliki 18 (delapan belas) buah fonem konsonan, yaitu /p/, /b/, /t/, /d/, /c/, /j/, /k/, /g/, /s/, /h/, /m/, /n/, /ñ/, /ŋ/, /l/, /r/, /w/, dan /y/ dan 3 (tiga) pola klaster dari proses informalisasi. BI memiliki 24 (dua puluh empat) buah, yaitu /p/, /b/, /t/, /d/, /k/, /g/, /f/, /v/, /θ, /ð/, /s/, /z/, /ʃ/, /ʒ/, /h/, /l/, /r/, /m/, /n/, /ŋ/, /w/, dan /y/, dan 15 (lima belas) pola klaster. Pada perbandingan konsonan ini terdapat banyak kesamaan dan perbedaan. Posisi konsonan awal dan akhir berpengaruh terhadap pelafalan, misalnya konsonan hambat alveolar bersuara /d/ tidak muncul pada BDN, namun ditemukan pada BI. Pelafalan konsonan ini diusahakan dengan melafalkan konsonan hambat alveolar tak bersuara /t/, seperti pada contoh kata /skri:d/ screed ‘daftar panjang’ yang dilafalkan penutur sebagai /skrit/. Penutur
198
BDN menyerap beberapa fonem pada BInd, seperti konsonan frikatif alveolar tak bersuara /ʃ/ dan konsonan frikatif labio-dental /f/. Penyerapan ini dibuktikan pada berhasilnya penutur BDN melafalkan beberapa kosa kata BI yang memiliki konsonan tersebut. Proses perubahan yang terjadi pada pelafalan BI oleh penutur BDN terjadi pada vokal, konsonan, diftong, triftong, dan klaster. Perubahan tersebut meliputi naik, turun, dan majunya posisi lidah pada pelafalan bunyi vokal, pemendekan dan pemanjangan bunyi vokal, vokal tunggal menjadi deret vokal, diftongisasi, monoftongisasi, kenaikan bunyi pada diftong, diftong yang berubah menjadi deret vokal dana deret vokal konsonan, triftong naik, triftong menjadi vokal tunggal, triftong menjadi diftong, triftong menjadi deret vokal, triftong menjadi deret vokal-semivokal-vokal, konsonan bersuara menjadi tak bersuara, pergeseran cara artikulasi dan daerah artikulasi, terbaginya konsonan tunggal menjadi kluster, penambahan vokal dan konsonan, pelesapan vokal dan konsonan, pelesapan konsonan akhir pada kluster, penambahan vokal pada kluster, penambahan deret vokal pada kluster, penambahan vokal di tengah konsonan dan kluster, pelesapan suku kata, metatesis, dan pelafalan sama. Dalam sebuah kosa kata, tidak hanya ditemukan 1 (satu) proses saja, namun bisa terjadi 2 (dua) atau lebih proses. Perubahan ini dilakukan sebagai usaha untuk mempermudah pelafalan pada BI. Perubahan ini dikarenakan oleh perbedaan vokal dan konsonan yang terdapat pada kedua bahasa tersebut. Selain itu, grafem pun turut mempengaruhi pelafalan karena pada BI 1 (satu) fonem tidak dilambangkan dengan 1 (satu) grafem saja. Contohnya kata /stɑ:laɪt/ yang dilambangkan dengan <starlight>. Grafem
199
dilambangkan dengan /t/ pada pelafalan BI, namun penutur melafalkannya sebagai /g/.
5.2
Saran Keterbatasan tenaga dan waktu menjadikan penelitian ini tidak mencakupi
seluruh unsur yang memungkinkan untuk diteliti lebih lanjut lagi, seperti halnya unsur suprasegmental yang meliputi nada, jeda, tekanan, durasi, dan intonasi. Walaupun terdapat kesamaan pada unsur segmental antara BDN dan BI, setiap penutur memiliki keunikan masing-masing dan pelafalannya pun tentu saja akan beragam. Keunikan individu ini tidak dapat digeneralisasikan terhadap keseluruhan penutur walaupun bahasa tersebut telah dikuasai atau dipelajari secara bersama-sama. Maka dari itu penting untuk memperhatikan segala kemungkinan dalam penelitian, baik intralingual maupun ekstralingual, pada setiap individu yang melakukan pelafalan terhadap suatu bahasa dan tidak hanya melihat pada gambaran umumnya saja. Perubahan bunyi ini dapat dipandang dari 2 (dua) sisi, yaitu secara deskriptif dan secara preskriptif. Secara deskriptif penutur BDN dapat “mendayakkan” BI sesuai dengan bunyi-bunyi yang terdapat di dalam sistem Fonologinya. Hal tersebut tidak dapat disebut benar atau salah karena penutur melakukannya sebagai upaya untuk memudahkan pelafalan dan keunikan pelafalan ini dapat dijadikan identitas suku Dayak, selama pelafalannya dapat dimengerti oleh lawan tutur, baik itu penutur BDN, penutur bahasa lain, maupun penutur asli BI. Di sisi lain, jika dipandang secara preskriptif, BI wajib dilafalkan sesuai dengan kaidah-kaidah sistem Fonologi yang telah ada. Penutur BDN yang
200
mempelajari BI di Pendidikan Bahasa Inggris dituntut untuk dapat melafalkan bunyi-bunyi BI dengan baik dan benar karena tujuannya adalah mengajarkan kembali bahasa target tersebut. Jadi, sebaiknya sikap penutur BDN terhadap pelafalan BI disesuaikan menurut kepentingan masing-masing penutur.