BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Pertama, perilaku konsumerisme merupakan gejala sosial dan ekonomi yang muncul karena perkembangan hasrat dari selera konsumen yang cenderung boros dan berlebihan. Konsumsi dalam masyarakat konsumerisme tidak lagi dilatarbelakangi oleh pemenuhan kebutuhan dasar. Kegiatan konsumsi dalam masyarakat konsumerisme lebih lanjut dilakukan untuk mendapatkan prestise, kehormatan, dan status sosial melalui nilai-tanda dan nilai-simbol yang terkandung
dalam
barang-barang
duniawi
yang
dikonsumsi.
Perilaku
konsumerisme muncul di tengah-tengah masyarakat antara lain dikarenakan perkembangan kapitalisme tingkat lanjut yang mengakibatkan kegiatan konsumsi sebagai motif utama penggerak realitas sosial, perkembangan arus modernisme yang cenderung bersifat “deterministik-materialistik”, pergeseran makna objekobjek konsumsi dari nilai-guna menjadi nilai-tanda dan nilai-simbol, dan persuasi iklan yang membujuk rayu masyarakat untuk selalu lebih dan lebih lagi dalam melakukan kegiatan konsumsi. Perilaku konsumerisme juga memiliki dampak negatif terhadap lingkungan dan kehidupan pribadi serta sosial masyarakat. Dampak negatif perilaku konsumerisme terhadap lingkungan antara lain hilangnya tanah-tanah pertanian dan hutan-hutan produksi, musnahnya berbagai macam satwa, dan ketimpangan ekologis dalam bentuk pencemaran udara, tanah, gangguan fisiologis dan psikologis, serta polusi udara. Dampak negatif perilaku
71
72
konsumerisme terhadap kehidupan pribadi serta sosial dalam masyarakat diantaranya
perilaku
manusia
yang
cenderung
menjadi
egoistik
serta
individualistik karena paradigma bahwa uang serta barang-barang materiil merupakan nilai tertinggi dalam kehidupan, manusia yang bertindak boros dalam mengatur pengeluarannya, serta disorientasi kepentingan antara apa yang benarbenar dibutuhkan dan apa yang tidak. Kedua, rumusan etika Arthur Schopenhauer dengan titik tolak “kehendak” sebagai
landasan
metafisikanya
cukup relevan dengan
gejala perilaku
konsumerisme yang sedang terjadi di dalam masyarakat. Schopenhauer memiliki pandangan bahwa kehendak merupakan dasar dari kehidupan di alam semesta. Schopenhauer menyatakan bahwa kehendak bersifat buta, tidak tahu arah, tidak rasional dan tidak pernah bisa dipuaskan. Kehendak tidak terhingga namun kemungkinan-kemungkinan untuk memuaskannya terbatas. Hidup manusia penuh dengan rasa frustasi karena kehendak. Manusia tidak akan mendapatkan ketenangan hati selama manusia dikuasai oleh keinginan-keinginan dan nafsunafsu. Setiap keinginan yang telah tercapai selalu akan menghasilkan perasaan jemu. Schopenhauer memberi jalan pembebasan penderitaan manusia karena kehendak antara lain dengan cara perenungan estetika, kesadaran moral, dan penyangkalan kehendak. Perenungan estetika membuat manusia melupakan penderitaannya karena dengan menikmati karya seni, terutama seni musik, manusia bisa menjadi lupa dengan dirinya, menjadi lupa akan individuasinya yang dikuasai kehendak. Selanjutnya, kesadaran moral muncul ketika manusia memahami bahwa kehendak merupakan suatu realitas noumenal yang begitu
73
berkuasa dalam kehidupan alam semesta sehingga manusia akan menyadari bahwa dirinya adalah satu kesatuan dengan sesama makhluk lain. Manusia akan menyadari bahwa dirinya tidak memiliki keunggulan terhadap manusia lain ketika manusia yang bersangkutan melihat bahwa semua manusia merupakan satu kesatuan dari kehendak. Kesadaran demikian membebaskan manusia dari perasaan pamrih dan mendahulukan manusia lain daripada dirinya sendiri dengan perasaan belas kasih. Kemudian, setelah manusia menyadari bahwa perenungan estetik hanya membawa kedamaian dalam waktu yang sementara dan juga kesadaran moral tidak bisa menghindarkan manusia dari realitas dunia yang penuh penderitaan, pada akhirnya manusia akan melakukan penyangkalan terhadap kehendak (denial of the will). Manusia yang melakukan penyangkalan kehendak akan mengalami mati raga yang ditandai dengan punahnya keinginan dan kehendak. Manusia tersebut akan mengalami “ketiadaan relatif” yang dalam ajaran Buddha disebut “Nibbana” atau dalam Bhagavad Gita disebut “Karma Yoga”. Meskipun pandangan Arthur Schopenhauer begitu pesimis terhadap kehidupan, namun Schopenhauer menolak bunuh diri. Schopenhauer dengan tegas mengungkapkan bahwa bunuh diri bukanlah tindakan pelepasan diri dari kehendak, namun bunuh diri justru merupakan suatu fenomena tentang kekuatan kehendak. Ketiga, prinsip-prinsip dalam pemikiran etika Arthur Schopenhauer dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengendalikan perilaku konsumerisme yang terjadi dalam masyarakat. Perilaku konsumerisme mendorong manusia untuk menganggap dirinya sebagai pusat dunia (egoisme). Schopenhauer menyatakan
74
bahwa egoisme menahan manusia untuk mengetahui realitas yang sebenarnya bahwa segala kemajemukan di alam fenomenal hanyalah penjabaran kehendak transendental yang ada di belakangnya. Manusia individualistik tidak memiliki kesadaran bahwa sebenarnya manusia yang satu kedudukannya sama dengan manusia lainnya karena semua realitas yang ada di dunia hanyalah objektivikasi dari kehendak, sehingga manusia dengan sikap individualistik cenderung selalu mengutamakan dirinya dan sedikit memiliki perasaan belas kasih terhadap sesamanya. Kegiatan hiperkonsumsi dalam perilaku konsumerisme juga dapat dipahami sebagai kenyataan akan hasrat manusia yang buta, tanpa arah, dan tidak akan pernah selesai. Schopenhauer menyatakan bahwa manusia akan selalu menderita karena kehendak, kehendak yang tidak tercapai akan menghasilkan perasaan menderita dan kehendak yang telah tercapai dengan segera akan menghasilkan perasaan bosan. Penderitaan hanya bisa dikurangi dengan meminimalisasi hasrat seminimal mungkin. B. Saran Penulis menyadari bahwa tulisan dari penelitian ini belum sempurna. Kajian penelitian perilaku konsumerisme adalah penelitian yang menarik untuk dibahas. Penulis berharap akan ada penelitian selanjutnya yang menggali nilainilai yang terkandung lebih dalam lagi tentang perilaku konsumerisme yang terjadi dalam masyarakat. Penulis berharap penelitian dengan objek material perilaku konsumerisme lebih sering dilakukan oleh penelitian yang akan datang oleh berbagai disiplin
75
ilmu lain. Pengkajian dengan berbagai disiplin ilmu lain diharapkan mampu memperkaya pemahaman secara menyeluruh tentang pelestarian lingkungan terutama tentang perilaku konsumerisme, sehingga dampak-dampak yang dapat ditimbulkan sebagai akibat dari perilaku konsumerisme dapat diminimalisir sejak dini.