BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Penelitian ini menghasilkan sebuah temuan tentang nilai-nilai dan pesanpesan moral tarling dan proses internalisasi subjek terhadap nilai-nilai dan pesan-pesan moral tarling yang akan dijelaskan pada bagian kesimpulan ini. 1. Nilai-Nilai Tarling Penelitian ini menghasilkan enam kategori nilai-nilai tarling sebagaimana yang disebutkan di bawah ini : a. Empati Empati subjek
terhadap
kesenian
tarling
bahwa
kesenian
tarling
merupakan budaya lokal yang harus tetap dilestarikan dan tidak akan pernah hilang. b. Kidung Dandanggula Kidung yang diciptakan oleh Sunan Kalijaga, yaitu tentang do’a keselamatan. Makna dari kidung tersebut adalah bahwa setiap manusia mempunyai kewajiban meminta petunjuk kepada Tuhan melalui do’a. c. Ngalap Berkah Tradisi ngalap berkah merupakan tradisi tarling dimana masyarakat berlomba-lomba mendapatkan kain atau sarung yang biasanya dikenakan oleh sinden maupun wiraswara. Makna yang terkandung di dalamnya mencerminkan nilai-nilai kegotongroyongan dan kerukunan.
161
162
d. Filosofi Sepiring Nasi Makna yang terkandung dari filosofi tersebut mencerminkan tentang wujud rasa syukur terhadap nikmat yang diberikan oleh Tuhan. e. Apa Jare Wong Tua Ngagem Ngageme Wong Rumah Tangga Filosofi tersebut mengajarkan bahwa dalam kehidupan rumah tangga, seorang anggota keluarga tidak boleh menceritakan ai’b keluarganya. f. Payun Geneng Sabonana Payun Geneng Sabot Enteng Lakonana Mencerminkan tentang nilai-nilai kegotongroyongan, suatu pekerjaan apabila dikerjakan secara bersama-sama maka akan terasa mudah meskipun itu sulit.
2. Pesan-Pesan Moral Tarling Penelitian ini menghasilkan enam kategori nilai-nilai tarling sebagaimana yang disebutkan di bawah ini : a. Ingsun titip tajug lan fakir miskin Filosofi ingsun titip tajug lan fakir miskin merupakan pernyataan dari Sunan Gunung Djati. Filosofi tersebut mengandung makna bahwa tajug atau jujugan tidak semata-mata tempat untuk beribadah melainkan tempat yang mulia, tempat untuk mengadakan musyawarah, rapat atau mengadakan kegiatan sosial seperti badan amil zakat. b. Bahasa Sopan ; Punten Punten merupakan perwujudan sikap sabasita. Punten memiliki makna permisi, ucapan yang dilakukan seseorang ketika bertemu dengan orang lain, teman atau orang yang lebih tua.
163
c. Sabasita atau Anggah-Ungguh Sabasita atau anggah-ungguh atau biasa disebut dengan tepa selira adalah perilaku seseorang yang memahami perasaan orang lain. Tepa selira artinya mampu memahami perasaan orang lain atau empati. Saling menghargai dan menghormati orang lain sehingga menghasilkan suatu keseimbangan atau andap-asor. d. Yen wis mlatar gage eling Yen wis mlatar gage eling mengajarkan tentang pesan-pesan moral bahwa manusia dituntut untuk selalu menjaga perilaku yang dikerjakannya agar terhindar dari sifat mlatar (perbuatan salah atau dosa). e. Pamali Pesan-pesan moral pamali mengajarkan kepada individu untuk selalu berhati-hati dalam melakukan suatu perbuatan. f. Saweran Saweran merupakan tradisi penonton atau masyarakat ketika pementasan tarling. Saweran dilakukan dengan cara hand to hand (memberikan uang langsung ke tangan pesinden) atau memberikan uang ke dalam baskom (mangkuk) yang telah disediakan di panggung. Pesan-pesan moral dalam tradisi saweran mengajarkan individu untuk selalu bersyukur atas rejeki yang diberikan oleh Tuhan.
164
3. Proses Internalisasi Subjek terhadap Nilai-Nilai dan Pesan-Pesan Moral Tarling Proses internalisasi subjek terhadap nilai-nilai dan pesan-pesan moral tarling dianalisis berdasarkan teori taksonomi pengetahuan yang dikemukakan oleh Bloom, Krathwol, dan Masia (1970), proses internalisasi subjek dibagi menjadi lima kategorisasi subdivisi, yaitu : a. Receiving Kesadaran merupakan domain afektif yang penting dalam proses receiving. Pada masing-masing subjek, nilai-nilai dan pesan-pesan moral tarling merupakan sebuah stimulus yang dilihat dan diamati, kemudian diterima melalui pemahaman kognitifnya. Nilai-nilai dan pesan-pesan moral tarling dipahami dan ditangkap melalui proses awareness (kesadaran diri) yang kemudian diolah melalui proses controlled or selected attention (kontrol atau proses seleksi) terhadap nilai-nilai dan pesan-pesan moral tersebut. b. Responding Nilai-nilai dan pesan-pesan moral tarling yang sudah diterima oleh masingmasing subjek melalui proses controlled or selected attention kemudian dilakukan proses responding. Baik atau tidaknya respons yang diterima tergantung kepada perilaku yang menyertai respons tersebut. c. Valuing Proses penilaian subjek terhadap terhadap nilai-nilai dan pesan-pesan moral tarling diinternalisasikan secara mendalam melalui pemahaman perilaku kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai dan pesan-pesan moral dalam kesenian tarling dinilai oleh keduanya berdasarkan pada fenomena, perilaku, dan objek yang terjadi di lingkungan sosial masyarakat. Setelah nilai-nilai dan pesan-pesan moral
165
tersebut dinilai oleh masing-masing subjek, kemudian dilakukan komitmen dan keyakinan secara mendalam. d. Organization Pada masing-masing subjek, nilai-nilai dan pesan-pesan moral tarling dibentuk secara simbolik melalui ekspresi mereka ketika pementasan tarling. Nilai-nilai dan pesan-pesan moral tersebut kemudian diidentifikasi menjadi sebuah sistem nilai yang diinternalisasikan secara mendalam melalui proses karakterisasi. e. Characterization Tahap karakterisasi merupakan puncak dari proses internalisasi yang mencakup objektifitas, fenomena, dan perilaku yang akan dibentuk sesuai secara objektif sehingga menghasilkan sebuah sistem nilai yang objektif dan bermakna bagi individu.
B. Saran Berdasarkan kesimpulan yang dituliskan pada bagian atas bab ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan didalam melakukan penelitian terhadap tema-tema yang sama. Pertama, bagi subjek penelitian, pemahaman terhadap nilai-nilai dan pesan-pesan moral tarling hanya sebatas pada pemahaman ketika pementasan tarling berlangsung, namun belum adanya pemahaman secara menyeluruh dalam kehidupan sehari-hari subjek, sehingga proses internalisasi subjek hanya berdasarkan pada ruang lingkup pementasan tarling dan lingkungan sosial masyarakat di sekitar tempat tinggal subjek. Untuk itu, perlu adanya pemahaman subjek terhadap nilai-nilai dan pesan-pesan moral tarling berdasarkan pada fakta
166
kehidupan tarling yang meliputi seniman, penonton, dan masyarakat yang lebih luas sehingga proses internalisasi subjek bisa dilakukan secara mendalam. Kedua, bagi peneliti selanjutnya yang hendak meneliti tentang tema-tema yang sama. Peneliti selanjutnya bisa memfokuskan diri pada reaksi penonton ketika pementasan tarling dan pemahaman subjek terhadap permasalahan moralitas yang terjadi di lingkungan masyarakat yang lebih luas. Peneliti selanjutnya juga bisa memfokuskan pada proses analisis semantik bahasa subjek dan informan sehingga bisa menghasilkan kekayaan makna dalam suatu bahasa etnografi dan memudahkan peneliti untuk melakukan proses analisis domain dan taksonomi budaya. Dengan mempertimbangkan beberapa hal itu diharapkan penelitian dengan tema dan kajian yang serupa, mampu menjelaskan secara lengkap bagaimana nilai-nilai dan pesan-pesan moral tarling menurut perspektif subjek, penonton atau masyarakat yang menonton pagelaran tarling, dan segala hal menarik yang perlu diketahui dari segala sisi tentang nilai-nilai dan pesan-pesan moral tarling.