BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dan analisa hukum yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1.
Pada proses kepailitan yang dialami oleh pengembang, kedudukan dari pembeli tanah dan bangunan berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang sudah dibayar lunas dan sudah diserahterimakan : a.
Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) khusus untuk bangunan dengan mendasarkan pada KUHPerdata adalah sah dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, sedangkan untuk jual beli tanah dengan mendasarkan pada Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dibuat di bawah tangan maupun dibuat secara akta otentik, menurut Undang-Undang Pokok Agraria beserta peraturan pelaksanaannya adalah tidak sah, karena peralihan hak atas tanah dan proses pendaftarannya harus dibuktikan dengan adanya Akta Jual Beli (AJB) yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang. Jual beli yang dianut dalam sistem KUHPerdata adalah perjanjian jual beli itu hanya bersifat obligatoir saja, artinya bahwa jual beli itu belum memindahkan hak milik, baru memberikan hak dan meletakkan kewajiban pada kedua belah pihak. Sedangkan Sifat yang penting dari jual beli 107
yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria dan peraturan pelaksanaannya merupakan perbuatan hukum yang memindahkan hak yang bersifat terang dan tunai serta dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang, dalam hal ini Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). b.
Pada proses kepailitan, terhadap Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) atas bangunan yang telah lunas dibayar, kedudukan hukum pihak pembeli sudah sah sebagai pemilik bangunan tersebut, namun atas tanah yang sudah dibeli secara lunas, dikarenakan pembeli bukanlah sebagai pemilik, maka kedudukan hukum pembeli adalah sebagai kreditor konkuren dari pihak pengembang yang dipailitkan tersebut dan berhak untuk mendapatkan ganti rugi sebesar harga tanah yang telah dibayarkan tersebut.
2.
Status bangunan yang menjadi obyek Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang sudah dibayar lunas dan sudah diserahterimakan kepada pembeli adalah sah menjadi milik pembeli. Oleh karenanya, bangunan yang sudah sah menjadi milik pihak pembeli tidak dapat dimasukkan sebagai harta pailit pihak pengembang oleh Kurator. Mengenai status tanah yang menjadi obyek dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang sudah dibayar lunas dan sudah diserahterimakan kepada pembeli, belum terjadi pengalihan hak kepemilikan karena belum dilakukan proses jual beli dengan dibuatnya Akta Jual Beli (AJB) oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), maka tanah tersebut secara 108
hukum masih menjadi milik pihak pengembang. Oleh karenanya Kurator dapat memasukkan dan mencatat tanah tersebut dalam daftar harta pailit untuk kemudian dilakukan pemberesan terhadap harta pailit.
B.
Saran Adapun beberapa saran penulis sehubungan dengan permasalahan hukum yang diangkat dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut : 1.
Mengingat bahwa Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) atas tanah tidak memberikan jaminan dan kepastian hukum bagi pihak pembeli, karena tidak sesuai dengan pengaturan dalam Undang-Undang Pokok Agraria beserta aturan pelaksanaannya, maka seharusnya Pemerintah meninjau kembali aturan yang digunakan sebagai pedoman dalam pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor : 09/KPTS/M/1995 Tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah, karena keputusan tersebut berpotensi menimbulkan keyakinan bagi masyarakat atau para pembeli bahwa seolah-olah jual beli atas tanah dan bangunan dengan berdasarkan pada Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) saja adalah sudah sah secara hukum dan dapat memberikan kepastian hukum. Dalam pedoman tersebut sebaiknya ditambahkan atau dipertegas bahwa dengan pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) ini belum terjadi peralihan hak milik atas tanah, karena
109
peralihan hak milik atas tanah baru terjadi setelah dibuatnya Akta Jual Beli
(AJB)
dan
pengembang
wajib
bertanggungjawab
untuk
memastikan pelaksanaan Akta Jual Beli (AJB). Hal ini terkait dengan pemenuhan atas hak-hak konsumen, dimana konsumen berhak untuk mendapatkan informasi yang cukup atau memadai atas transaksi yang dilakukannya. 2.
Sehubungan dengan adanya kebiasaan yang berkembang dalam masyarakat dibidang properti, yaitu dengan dibuatnya Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tanah dan bangunan terlebih dahulu, dimana hal ini tidak memberikan kepastian hukum bagi pihak pembeli karena peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tanah belum mengakomodasi kebiasaan yang berkembang tersebut. Oleh karenanya, legislatif dirasa perlu untuk melakukan revisi atau amandemen terhadap ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang jual beli tanah dan bangunan dalam peraturan perundang-undangan dibidang pertanahan, khususnya ketentuan yang berkaitan dengan jual beli tanah dan bangunan. Dalam lingkup peraturan perundang-undangan dibidang agraria, perlu diciptakan harmonisasi antara undang-undang dan peraturan pelaksanaannya sehingga diharapkan dapat memberikan perlindungan dan kepastian hukum serta dapat menjamin kepentingan hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
3.
Kurator dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dalam proses kepailitan, haruslah benar-benar professional dan yang 110
mempunyai kredibilitas yang tinggi, mempunyai rasa keadilan dan kemanusiaan yang tinggi pula dengan menjunjung tinggi sumpah profesi dan kode etik profesinya, sehingga disatu sisi dapat melaksanakan tugas dan tanggungjawab sesuai yang diamanatkan dalam Undang-Undang Kepailitan Dan PKPU dan disisi lain dapat memberikan perlindungan kepada para pembeli selaku kreditor konkuren yang beritikad baik.
111