BAB V PENGUJIAN SISTEM DAN ANALISIS
Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan sistem yang dibuat, maka pada bab ini dilakukan pengujian sistem. Kemudian akan dilakukan analisis berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengujian sistem. Pengujian tersebut yaitu pengujian stasiun ukur dan stasiun kontrol, pengujian sistem komunikasi stasiun ukur dan stasiun kontrol, kalibrasi penguatan sensor pada sistem akusisi data, dan pengujian pengukuran temperatur.
5.1 Pengujian Stasiun Ukur dan Stasiun Kontrol
Sistem telemetri yang dirancang dan diimplementasikan pada tugas akhir ini memiliki delapan kanal masukan untuk berbagai macam sensor dengan sinyal masukan 0 hingga 3,3 volt. Secara lengkap implementasi perangkat keras sistem telemetri ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5.1 Implementasi perangkat keras sistem telemetri GSM
49
Untuk pengujian sistem telemetri ini digunakan sensor temperatur LM35 yang telah mengalami penguatan sinyal pada bagian pengkondisi sinyal. Sensor LM35 berfungsi untuk mengubah besaran fisis suhu ke dalam tegangan. Besarnya faktor konversi suhu ke tegangan sensor tersebut adalah 10 mV/oC. Sinyal dari sensor tersebut kemudian diperkuat oleh rangkaian pengkondisi sinyal sehingga memiliki tegangan antara 0 hingga 3,3 volt. Multiplekser berfungsi untuk memilih salah satu kanal masukan sensor yang akan diolah pada ADC. ADC akan mengubah sinyal analog menjadi data digital yang kemudian akan diolah mikrokontroler. Mikrokontroler berfungsi untuk mengatur seluruh proses yang terjadi pada stasiun ukur antara lain melakukan pengambilan data pengukuran, mengatur proses konversi data pada ADC, menampilkan data pengukuran pada LCD, melakukan enkapsulasi data pengukuran sebelum dikirim ke transceiver, dan menginterprestasikan perintah dari stasiun kontrol. RS-232 berfungsi sebagai penghubung antara mikrokontroler dengan transceiver. Transceiver berfungsi untuk mengirim data dari stasiun ukur dan menerima perintah pengukuran dari stasiun kontrol. Transceiver yang digunakan di sini adalah telepon seluler Siemens C55. Stasiun kontrol berfungsi untuk memberi perintah kepada stasiun ukur untuk melakukan pengukuran sekaligus menampilkan data hasil pengukuran. Stasiun kontrol yang digunakan pada tugas akhir ini berupa sebuah perangkat mobile yang mendukung salah satu platform Java yaitu Java 2 Micro Edition
(J2ME).
50
Pengujian pada stasiun kontrol dilakukan dengan mengimplementasikan MIDlet untuk mengirim perintah ke stasiun ukur dan menerima data pengukuran. Gambar 5.2 di bawah ini memperlihatkan tampilan MIDlet untuk mengirimkan perintah ke stasiun ukur.
Gambar 5.2 Tampilan MIDlet untuk mengirim perintah ke stasiun ukur
Pada implementasi MIDlet untuk mengirim perintah ke stasiun ukur terdapat delapan pilihan sensor yang akan diaktifkan pada stasiun ukur mulai dari sensor 1 sampai dengan sensor 8. Jika salah satu sensor kita pilih, maka MIDlet akan memberikan konfirmasi kepada pengguna bahwa akan dikirimkan pesan teks sesuai dengan teks sensor yang dipilih dan pengiriman perintah akan mengeluarkan biaya sebanyak satu kali SMS. Gambar 5.3 di bawah ini memperlihatkan konfirmasi tersebut.
51
Gambar 5.3 Tampilan MIDlet konfirmasi pengiriman perintah
Untuk menerima data pengukuran, diimplementasikan MIDlet Terima Data Pengukuran yang akan menunggu SMS pada port yang ditentukan. Tampilan MIDlet tersebut diperlihatkan pada Gambar 5.4 di bawah ini.
Gambar 5.4 Tampilan MIDlet untuk menerima data pengukuran
52
5.2 Pengujian Sistem Komunikasi Stasiun Ukur dan Stasiun Kontrol
Untuk melakukan pengujian sistem komunikasi stasiun ukur dan stasiun kontrol, terlebih dahulu akan dijelaskan protokol komunikasi RS-232 yang merupakan protokol komunikasi standar pada komputer. Komunikasi RS-232 merupakan jenis komunikasi yang memiliki level tegangan ±5, ±10, ±12, atau ±15 tergantung jenis power supply yang digunakan. Pada komunikasi RS-232 terdapat dua buah equipment, yaitu DCE (Data Circuit termination Equipment) dan DTE (Data Terminal Equipment). DCE dan DTE digunakan sebagai equipment pada proses transfer data. Pada tugas akhir ini, stasiun ukur merupakan DCE dan transceiver merupakan DTE. Untuk melakukan komunikasi antara DTE dan DCE
diperlukan sebuah konektor. Konektor yang digunakan di sini adalah konektor serial DB-9. Gambar 5.5 di bawah ini memperlihatkan pinout dari DB-9.
Gambar 5.5 Pinout konektor DB-9[10]
53
Pin 2 (RD), 3 (TD), dan 5 (GND) digunakan ketika jenis komunikasi yang dilakukan merupakan jenis komunikasi standar. Komunikasi jenis ini dikenal dengan sebutan komunikasi serial 3 kabel. Jika dibutuhkan flowcontrol dalam komunikasi serial, maka ditambahkan kabel RTS dan CTS. Pada tugas akhir ini, pin-pin yang digunakan untuk menghubungkan stasiun ukur dengan transceiver adalah pin 2 (RD), 3 (TD), 5 (GND), dan 7 (RTS). Untuk menyamakan level tegangan mikrokontroler dengan level tegangan RS-232 maka digunakan IC MAX232. Pengujian komunikasi stasiun ukur dan stasiun kontrol dilakukan dalam empat tahap. Tahap-tahap tersebut adalah komunikasi komputer dengan transceiver, komunikasi komputer dengan stasiun ukur, komunikasi stasiun ukur
dengan transceiver dan komunikasi stasiun ukur denngan stasiun kontrol.
5.2.1
Komunikasi komputer dengan transceiver
Komunikasi antara komputer dengan tranceiver dilakukan untuk mengecek konektivitas kabel data tranceiver (telepon seluler) dan mengetes tranceiver-nya itu sendiri, masih baik atau sudah rusak. Pengetesan ini dilakukan
dengan menghubungkan transceiver dengan salah satu port serial pada komputer. Untuk melakukan pengujian dibutuhkan set perintah pada telepon seluler yang digunakan. Set perintah tersebut dikenal dengan sebutan ATCommand. Pada umumnya, setiap telepon seluler memiliki set perintah masing-masing. Setelah set perintah tersebut kita dapatkan maka pengujian dilakukan dengan mengetikkan salah satu perintah dalam ATCommand pada hyperterminal. Sebelum perintah
54
diketik, terlebih dahulu dilakukan pengaturan properti hyperterminal tersebut. Gambar 5.6 dan 5.7 di bawah ini memperlihatkan pengaturan properti hyperterminal dengan baudrate 19200 bps dan pengujian komunikasi komputer
dengan transceiver.
Gambar 5.6 Pengaturan properti komunikasi serial
Gambar 5.7 Pengujian komunikasi komputer dengan ponsel
55
Pada Gambar 5.7 di atas pengujian dilakukan dengan mengetikkan perintah “AT” pada hyperterminal, jika komunikasi berjalan baik, maka ponsel akan memberikan balasan “OK” pada hyperterminal.
5.2.2
Komunikasi komputer dengan stasiun ukur
Komunikasi komputer dengan stasiun ukur dilakukan untuk menguji komunikasi
serial
pada
stasiun
ukur.
Pengujian
dilakukan
dengan
menghubungkan port DB-9 pada stasiun ukur dengan salah satu port serial pada komputer. Setelah terhubung, dilakukan pengiriman data dari stasiun ukur ke komputer kemudian ditampilkan di hyperterminal. Komunikasi komputer dengan stasiun ukur dilakukan dua arah agar dapat dipastikan bahwa komunikasi berjalan dengan baik.
5.2.3
Komunikasi stasiun ukur dengan transceiver
Komunikasi stasiun ukur dengan transceiver merupakan bagian yang sangat penting pada sistem telemetri yang telah dirancang dan diimplementasikan. Data hasil pengukuran dienkapsulasi ke dalam protokol SMS dan dikirimkan ke stasiun kontrol. Komunikasi stasiun ukur dengan transceiver merupakan komunikasi serial dengan mode komunikasi yang digunakan adalah mode 1 yang merupakan mode 8 bit data UART dengan baudrate yang dapat diatur dengan register timer. Pengaturan baudrate menggunakan register timer sehingga bergantung dari frekuensi kristal yang dipakai. Frekuensi kristal 12 MHz dalam hal ini lebih buruk dari kristal 11,059 MHz. Mode operasi timer untuk baudrate
56
digunakan mode 2 karena secara otomatis mengulang terus pencacahan waktu. Register bendera timer, TF (Timer Flag), adalah penentu sebenarnya dari baudrate tersebut. Baudrate yang diset pada pengujian sistem ini adalah 19200
bps. Gambar 5.8 menunjukkan rangkaian komunikasi serial pada stasiun ukur yang terhubung dengan transceiver.
Gambar 5.8 Komunikasi serial stasiun ukur dengan transceiver.
Pin-pin yang digunakan untuk menghubungkan stasiun ukur dengan transceiver adalah pin 2 (RD), 3 (TD), 5 (GND), dan 7 (RTS). Pin 2 dan 3
digunakan untuk lalu lintas data, pin 5 digunkan sebagai ground, dan pin 7 merupakan pin yang meminta DTE untuk mengirimkan data ke DCE. Pin 7 pada DB-9 transceiver ini dihubungkan dengan pin 14 (T1out) MAX232 sedangkan pin 11 (T1in) MAX232 di hubungkan ke ground. Hal ini menyebabkan nilai tegangan di pin 7 DB-9 transceiver berlogika high (level RS-232). Pada saat pertama kali stasiun ukur dinyalakan, transceiver sudah terhubung pada port serial stasiun ukur sehingga pin 7 DB-9 transceiver mengalami transisi dari low ke high. Transisi ini
57
merupakan pemicu (trigger) yang menyebabkan stasiun ukur dapat mengirimkan data ke tranceiver dan sebaliknya.
5.2.4
Komunikasi stasiun ukur dengan stasiun kontrol
Pengujian komunikasi stasiun ukur dengan stasiun kontrol dilakukan dengan mengirimkan perintah dari stasiun kontrol ke stasiun ukur dan mengirimkan data pengukuran dari stasiun ukur ke stasiun kontrol. Perintah yang berasal dari stasiun kontrol dan data yang berasal dari stasiun ukur dienkapsulasi ke dalam protokol SMS. Jika komunikasi pada tahap sebelumnya berjalan dengan baik, maka dapat dipastikan bahwa komunikasi stasiun ukur dengan stasiun kontrol berjalan dengan baik.
5.3 Kalibrasi Penguatan Sensor Sistem Akusisi Data
Nilai tegangan keluaran sensor diperkuat empat kali sebelum masuk ke ADC sehingga untuk menghasilkan nilai pengukuran yang akurat dari sensor maka harus dipastikan penguatan yang terjadi sesuai atau tidak dengan nilai penguatan secara perhitungan. Untuk menyelesaikan masalah ini maka dilakukan kalibrasi penguatan sensor dengan cara membandingkan besarnya tegangan keluaran penguat dengan tegangan keluaran sensor. Sesuai dengan Gambar 4.3 pada Bab IV di atas penguatan yang terjadi dituliskan sebagai berikut: Av =
Vo ⎛ R1 ⎞ = ⎜1 + ⎟ dengan Av adalah penguatan, R1 = 30 k Ω dan R2 = 10 k Ω . Vi ⎝ R 2 ⎠
Gambar 5.9 di bawah ini menunjukkan proses kalibrasi penguatan sensor.
58
Kurva Penguatan Sensor
Tegangan Penguat (volt)
2.5
2 y = 3.7827x + 0.075 2 R = 0.9982 1.5
1
0.5
0 0.3
0.33
0.36
0.39
0.42
0.45
0.48
0.51
0.54
0.57
0.6
Tegangan Sensor (volt)
Gambar 5.9 Kalibrasi penguatan sensor.
Dari kurva penguatan tersebut kita dapatkan persamaan besarnya tegangan penguat (y) terhadap tegangan sensor (x) :
y = 3.7827 x + 0.075 Dengan demikian, dapat dibuktikan bahwa penguatan yang terjadi pada sensor sebesar 3,7827 kali ( ≈ 4 kali penguatan). Persamaan ini kemudian dimasukan ke persamaan konversi hasil ADC ke suhu.
5.2 Pengujian Pengukuran Temperatur
Pengujian pengukuran temperatur dilakukan dengan cara membandingkan pembacaan suhu yang dibaca sensor dengan suhu yang dibaca termometer. Dari perbandingan tersebut akan dihasilkan persentasi error. Persentasi error inilah yang menggambarkan keakuratan pengukuran yang dilakukan.
59
Untuk mendapatkan nilai suhu yang sebenarnya maka perlu dilakukan proses konversi yang merubah nilai keluaran ADC menjadi suhu. Nilai keluaran ADC berkaitan erat dengan ketelitian ADC itu sendiri dan penguatan sensor. Sensor yang digunakan adalah LM35 yang memiliki karakteristik keluaran tegangan 10 mV/ oC. Dengan penguatan empat kali maka : VLM35 = Temperatur * 40 mV ADS7822 yang digunakan sebagai ADC memiliki karakteristik sebagai berikut: -
Konversi digital 12-bit
-
Resolusi 1 LSB
-
Tegangan input maksimum 3,3 Volt
Oleh karena itu ketelitian ADC ini dalam satuan tegangan adalah:
Ketelitian(V ) =
Re solusi * skala maksimum = 0,806 mV 212 − 1
Proses konversi dilakukan dengan persamaan sebagai berikut:
Suhu =
HasilADC * Kenaikan tegangan tiap bit 1 Kenaikan Tegangan Amplifier
Suhu =
HasilADC * 0,000806 1 0,04
Suhu = HasilADC * 0,000806 * 25 = HasilADC * 0,02015
60
Tabel 5.1 di bawah ini menunjukkan pengujian pengukuran temperatur pada stasiun ukur dengan besar suhu yang semakin menurun. Dalam setiap pengukuran diambil 20 data dengan interval waktu 30 detik sekali. Tabel 5.1 Pengukuran temperatur pada stasiun ukur No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Suhu yang diukur Sensor 48 46 45 44 43 43 42 42 41 40 40 39 39 39 39 39 38 38 38 37
Suhu yang diukur Termometer 48 47 46 45 44 43 43 42 42 41 40 40 40 40 40 40 39 38 38 37 Error rata-rata
Error 0.00 0.02 0.02 0.02 0.02 0.00 0.02 0.00 0.02 0.02 0.00 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.00 0.00 0.00 0.02
Error (%) 0.00 2.13 2.17 2.22 2.27 0.00 2.33 0.00 2.38 2.44 0.00 2.50 2.50 2.50 2.50 2.50 2.56 0.00 0.00 0.00 1.55
Dari Tabel 5.1 di atas, pengukuran temperatur pada selang 48 oC s.d. 37 oC memiliki hasil yang cukup baik. Hal ini dibuktikan dengan adanya nilai error rata-rata yang cukup kecil yaitu sebesar 1,55 %. Pengukuran dilakukan melalui kanal 1 dengan konfigurasi besar suhu yang semakin menurun. Konfigurasi besar suhu yang semakin menurun dilakukan karena lambatnya respon termometer yang digunakan sebagai pembanding besar suhu yang dibaca sensor.
61