BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pengujian simulasi pemindaian dan reonstuksi, juga rekonstruksi tomogram dari citra sinar-X. Sistem rekonstruksi citra yang telah disimulasikan diaplikasikan untuk merekonstruksi citra sinar-X menjadi tomogram obyek. Tentunya, kondisi pada saat simulasi berbeda dengan kondisi pada kenyataan. Simulasi merepresentasikan situasi yang ideal, sementara dalam kenyataannya citra hasil pemindaian telah mengalami distorsi dan mengandung derau.
Sumber Sinar-X
Citra sinar-X digital
Rekonstruksi Citra
Sinar-X
Obyek
Film Sinar-X
Citra sinar-X digital
Penurunan resolusi citra
Tomogram tiga dimensi
Sinar-X teredam
Koreksi Tomogram
scanner
Tomogram Akhir
Gambar 4.1 Diagram Blok Pengujian Rekonstruksi Obyek Phantom
Obyek Simulasi
Simulasi Pemindaian
Citra sinar-X simulasi
Rekonstruksi Citra
Tomogram tiga dimensi
Perhitungan PSNR, e0 dan ex
Gambar 4.2 Diagram Blok Pengujian Rekonstruksi Obyek Simulasi
-IV-1 -
PSNR, e0 dan ex
4.1 Hasil Simulasi Pemindaian Pemindaian dengan berkas kerucut menghasilkan citra sinar-X untuk masingmasing sudut pemindaian, berbeda dengan hasil pemindaian dengan metode berkas paralel dan berkas kipas yang menghasilkan sinogram. Dalam proses simulasi pemindaian ini dilakukan pemindaian untuk enam buah obyek artifisial. Pemindaian dilakukan dari sudut 0 hingga sudut 3600 dengan kenaikan sudut 10. Dengan demikian didapatkan 360 buah citra sinar-X untuk masing-masing obyek. Untuk keseluruhan obyek terdapat 6x360 citra sinar-X. Masing-masing citra sinar-X ini memiliki ukuran 165x85 piksel. Citra sinar-X ini memiliki Di bawah ini adalah citra sinar-X yang dihasilkan dalam proses pemindaian ini :
Tabel 4.1 Contah hasil simulasi pemindaian Obyek
0 derajat
30 derajat
60 derajat
90 derajat
1
(a)
(g)
(m)
(s)
2
(b)
(h)
(n)
(t)
3
(c)
(i)
(o)
(u)
4
(d)
(j)
(p)
(v)
5
(e)
(k)
(q)
(w)
6
(f)
(l)
(r)
(x)
-IV-2 -
4.2 Analisis Hasil Simulasi Pemindaian Dalam analisis hasil simulasi ini diambil satu sample, yaitu obyek 6. Pada pemindaian sudut nol derajat didapatkan citra sinar-X sebagai berikut :
Gambar 4.3 Citra sinar-X Obyek 6 sudut 00 Citra sinar-X ini mirip dengan bayangan citra huruf O dilihat dari samping. Terlihat bahwa pada citra sinar-X ini, terdapat bayangan putih berbentuk persegi panjang dengan gradasi warna yang bervariasi. Pada bagian pinggir kanan dan kiri obyek terdapat intansitas warna putih yang tinggi dibandingkan di bagian tengah. Hal ini menujukkan bahwa pada bagian massa obyek dibagian tengah lebih renggang daripada massa obyek di bagian pinggir. Secara analitis hal ini dapat dibenarkan. Karena huruf O memiliki lubang pada bagian tengah. Pinggiran huruf O merupakan massa yang padat.
Gambar 4.4 Citra sinar-X Obyek 6 sudut 900 Gambar di atas adalah gambar citra sinar-X obyek yang diambil pada sudut 90 derajat. Citra ini mirip dengan citra obyek yang dilihat dari atas/bawah. Bayangan obyek yang didapatkan memiliki ukuran yang lebih kecil daripada bayangan pada sudut nol derajat. Panjang bayangan obyek pada citra sinar-X sesuai dengan lebar obyek. Lebar bayangan obyek pada citra sinar-X sama dengan tebal obyek yang sebenarnya. Dalam hal ini tidak terjadi perbesaran bayangan karena dalam simulasi ini diasumsikan terdapat sebuah detector virtual yang berada pada pusat rotasi pemindaian. Sama seperti citra sinar-X yang diambil pada sudut nol derajat, pada bagian pinggir kanan dan kiri dari bayangan obyek terdapat intensitas warna putih yang lebih tinggi dibandingkan denganbagian tengah. Hal ini disebabkan pada bagian tengah obyek huruf O terdapat lubang. Pada obyek huruf O terdapat pinggiran yang padat.
-IV-3 -
Gambar 4.5 Citra sinar-X Obyek 6 sudut 600 Gambar di atas menujukkan citra sinar-X yang diambil dari sudut 600. Bentuk bayangan obyek pada citra sinar-X ini adalah persegi panjang. Lebar bayangan obyek sama denagn tebal obyek yang sebenarnya Akan tetapi panjang bayangan obyek tidak sama dengan panjang obyek maupun lebar obyek. Panjang bayangan obyek pada citra sinar-X sama dengan panjang obyek yang terlihat apabila obyek diputar dengan sudut 600 relatif terhadap pada sudut 00. Dapat dilihat pada citra sinar-X ini terdapat tiga buah daerah dengan intensitas warna putih yang lebih tinggi daripada area sekitarnya. Daerah ini merupakan daerah di mana sinar-X teredam lebih banyak dibanding daerah sekitarnya.
4.3 Hasil Simulasi Rekonstruksi Input dari rekonstruksi adalah, citra sinar-X yang dihasilkan pada simulasi pemindaian. Output dari rekonstuksi ini adalah tomogram tiga dimensi obyek. Berikut ini
ditampilkan
tomogram
hasil
-IV-4 -
simulasi
rekonstruksi.
Tabel 4.2 Hasil Simulasi Rekonstruksi Rekonstruksi Invers Radon
Rekonstruksi Invers Fan Beam
Obyek1
Obyek2
Obyek3
-IV-5 -
Rekonstruksi FDK
Rekonstruksi Invers Radon
Rekonstruksi Invers Fan Beam
Obyek4
Obyek5
Obyek6
-IV-6 -
Rekonstruksi FDK
4.4 Analisis Hasil Simulasi Rekonstruksi Hasil simulasi rekonstruksi ini dievaluasi dengan parameter kuantitatif PSNR, e0 dan ex. PSNR telah dijelaskan pada Bab 2 Teori Dasar. Adapun e0 menyatakan jumlah voksel obyek yang mengalami kesalahan rekonstruksi (direkonstruksi sebagai ruang kosong). Sedangkan ex menyatakan jumlah voksel ruang kosong yang mengalami kesalahan rekonstruksi (direkonstruksi sebagai obyek).
4.3.1. Analisis Algoritma Rekonstruksi Dalam penelitian ini digunakan tiga jenis algortima rekonstruksi
invers
radon,iners fan beam, dan FDK. Dalam sub bab ini akan dibahas mengenai perbandingankinerja ketiga metode ini dalam rekonstruksi citra dari proyeksi conebeam (citra sinar-X).
Tabel 4.3 PSNR Tomogram untuk Masing-Masing Metode
-IV-7 -
Tabel 4.4 Nilai e0 dan ex Untuk Masing-Masing Metode Rekonstruksi Metode Rekonstruksi Obyek 1 2 3 4 5 6
Invers Radon 10 eO eX 100 136 114 88 80 230
46 64 46 0 56 4
Invers Fan-Beam 10 eO eX
eO
eX
175 177 127 8 28 103
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
9 45 13 0 9 7
FDK 10
Secara umum nilai PSNR rekonstruksi tomogram dengan metode berkas paralel paling kecil diantara yang lain. Hal disebabkan kesalahan sudut berkas yang besar. Rekonstruksi dengan berkas kipas mengalami kesalahan berkas sudut lebih kecil, sehingga PSNR-nya lebih besar dari PSNR rekonstruksi inver radon. Pada obyek 4 algoritma FDK memiliki PSNR paling kecil. PSNR disusul oleh algoritma invers radon dan invers fan beam. Dapat dilihat, obyek 4 merupakan obyek berbentuk cincin yang bersifat simetris dan memiliki bentuk citra sinar-X yang sama untuk masing-masing sudut. Dengan alasan ini, amat wajar bila invers fan beam bisa lebih bagus dari yang lainnya. Nilai PSNR algoritma invers radon pada obyek 4 paling tinggi apabila dibandingkan dengan obyek lainnya. Begitu juga dengan algortima invers fan beam. Pada obyek 4, algortima invers fan beam mengalami PSNR paling tinggi. Ditunjau dari nilai kesalahan rekonstruksi pada table 4.4, terlihat jelas bahwa algortima FDK tidak memberikan kesalahan rekonsruksi sama sekali. Walaupun ada pada obyek 4 dan obyek 5 algoritma invers fan beam memberikan PSNR lebih tinggi daripada FDK, invers fan beam masih memberikan kesalahan rekonstruksi. Dari tabel dapat terlihat juga algortima invers radon memiliki kinerja paling buruk dengan adanya kesalahan rekonstruksi yang tinggi.
-IV-8 -
Dengan demikian dapat diketahui bahwa algoritma rekonstruksi FDK memberikan hasil yang terbaik dibandingkan dengan metode rekonstruksi parallel dan metode rekonstruksi berkas kipas.
4.4.2. Analisis Pengaruh Resolusi Angular Secara umum telah tergambar bahwa algortima FDK memberikan kinerja yang lebih baik daripada algoritma invers radon dan algoritma invers fan beam. Untuk menjawab rumusan masalah kedua dalam penelitian ini dilakukan investigasi pengaruh resolusi angular terhadap kinerja algortima FDK.
Tabel 4.5 PSNR Tomogram FDK Untuk Resolusi Angular yang Berbeda:
-IV-9 -
Tabel 4.6 Nilai e0 dan ex Untuk UntukResolusi Angular yang Berbeda Resolusi Angular Obyek 1 2 3 4 5 6
FDK 10
30
50
100
e0
eX
e0
eX
e0
eX
e0
eX
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
34 52 0 0 72 56
0 17 0 0 4 6
Dilihat dari resolusi angularnya, citra hasil rekonstruksi memberikan hasil yang terbaik pada resolusi angular kecil. Dari tabel dan grafik dapat dilihat bahwa nilai PSNR berbanding terbalik dengan resolusi angular. Nilai PSNR pada semua obyek pada resolusi angular 10 paling kecil dibandingkan resolusi angular 1, 3 dan 5. Pada resolusi angular 1,3, dan 5 terlihat nilai PSNR tidak eterlalu jauh berbeda. Hanya saja, tetap dapat dilihat PSNR pada resolusi 3 lebih tinggi daripada PSNR pada resolusi 5. Begitu juga PSNR pada resolusi 1 lebih tinggi daripada PSNR pada resolusi 3. Ditunjau dari jumlah kesalahan rekonstruksi, terlihat bahwa resolusi angular 5,3 dan 1 tidakmemberikan kesalahan rekonstruksi sama sekali. Berbeda dengan resolusi angular 10 yang memberikan kesalahan rekonstruksi yang cukup besar. Semakin kecil resolusi angular, semakin baik hasil rekonstruksi yang didapatkan. Hal ini terjadi karena, besarnya resolusi angular menyebabkan adanya data-data proyeksi yang tidak lengkap. Keitidaklengkapan ini membuat hilangnya informasi
dalam proses proyeksi balik. Sebagai akibatnya terjadi kesalahan-
kesalahan dalam proses rekonstruksi.
-IV-10 -
4.4.3. Analisis Pengaruh Jarak Bidang Rekonstruksi Terhadap Bidang Tengah Rumusan masalah lain yang diajukan dalam penelitian ini adalah pengaruh jarak dari bidang rekonstruksi dengan bidang tengah terhadap kinerja algortima FDK. Bidang tengah yang dimaksud di sini adalah bidang x-z pada tomogram pada z=0. Bidang rekonstruksi merupakan bidang x-z pada tomogram yang berada pada z sembarang. Dalam investigasi ini hanya ditampilkan bidang rekonstruksi z=1 hingga z=8 sebagai sample. Berikut ini adalah data hasil percobaan perhitungan PSNR untuk beberapa sample bidang x-z pada z tertentu : PSNR vs Z Obyek 1 24,900 24,700
PSNR
24,500 24,300 24,100 23,900 23,700 23,500 1
2
3
4
5
6
7
8
Z
Gambar 4. 4 Grafik PSNR vs Z untuk obyek 1
Tabel 4.7 Tabel PSNR vs Z untuk obyek 1 z PSNR
1 24,815
2 24,799
3 24,798
4 24,797
5 24,795
6 24,795
7 24,743
8 23,726
Pada grafik dan tabel di atas terlihat PSNR terbesar terdapat pada z=1. PSNR terkecil ada pada z= 8. Terlihat penurunan sedikit demi sedikit mulai dari z=1 hingga
-IV-11 -
z=7. Pada z=8 terjadi penurunan yang signifikan. Diperkirakan pada z=8 ini adalah bidang batas obyek dan latar belakang. PSNR vs Z Obyek 2 25,000 24,800 24,600 24,400 24,200 24,000 23,800 23,600 23,400 23,200 23,000 1
2
3
4
5
6
7
8
Gambar 4. 5 Grafik PSNR vs Z untuk obyek 2
Tabel 4.8 Tabel PSNR vs Z untuk obyek 2 z PSNR
1 24,815
2 24,799
3 24,798
4 24,797
5 24,795
6 24,795
7 24,743
8 23,726
Pada grafik dan tabel di atas terlihat PSNR terbesar terdapat pada z=1. PSNR terkecil ada pada z= 8. Terlihat penurunan sedikit demi sedikit mulai dari z=1 hingga z=7. Pada z=8 terjadi penurunan yang signifikan. Diperkirakan pada z=8 ini adalah bidang batas obyek dan latar belakang.
Tabel 4.9 Tabel PSNR vs Z untuk obyek 3 z PSNR
1 24,146
2 24,132
3 24,131
4 24.13
-IV-12 -
5 24,129
6 24,129
7 24,087
8 23,531
PSNR vs z Obyek 3 24.2
PSNR
24 23.8 23.6 23.4 23.2 1
2
3
4
5
6
7
8
9
z
Gambar 4. 6 Grafik PSNR vs Z untuk obyek 3 Pada grafik dan tabel di atas terlihat PSNR terbesar terdapat pada z=1. PSNR terkecil ada pada z= 8. Terlihat penurunan sedikit demi sedikit mulai dari z=1 hingga z=7. Pada z=8 terjadi penurunan yang signifikan. Diperkirakan pada z=8 ini adalah bidang batas obyek dan latar belakang. PSNR vs z Obyek 4 23 22.8 PSNR
22.6 22.4 22.2 22 21.8 21.6 1
2
3
4
5
6
7
8
z
Gambar 4. 7 Grafik PSNR vs Z untuk obyek 4
-IV-13 -
9
Tabel 4.10 Tabel PSNR vs Z untuk obyek 4 z
1 2 3 4 5 6 7 8 PSNR 22.812 22.806 22.805 22.804 22.803 22.803 22.773 22.102 Pada grafik dan tabel di atas terlihat PSNR terbesar terdapat pada z=1. PSNR
terkecil ada pada z= 8. Terlihat penurunan sedikit demi sedikit mulai dari z=1 hingga z=7. Pada z=8 terjadi penurunan yang signifikan. Diperkirakan pada z=8 ini adalah bidang batas obyek dan latar belakang. PSNR vs z Obyek 5 22.3 22.2
PSNR
22.1 22 21.9 21.8 21.7 21.6 21.5 1
2
3
4
5
6
7
8
9
z
Gambar 4. 8 Grafik PSNR vs Z untuk obyek 5 Tabel 4.11 Tabel PSNR vs Z untuk obyek 5 z PSNR
1 22.173
2 22.164
3 22.163
4 22.162
5 22.16
6 22.16
7 22.14
8 21.737
Pada grafik dan tabel di atas terlihat PSNR terbesar terdapat pada z=1. PSNR terkecil ada pada z= 8. Terlihat penurunan sedikit demi sedikit mulai dari z=1 hingga z=7. Pada z=8 terjadi penurunan yang signifikan. Diperkirakan pada z=8 ini adalah bidang batas obyek dan latar belakang. Tabel 4.12 Tabel PSNR vs Z untuk obyek 6 z PSNR
1 23.5
2 23.492
3 23.491
4 23.49
-IV-14 -
5 23.489
6 23.488
7 23.459
8 23.123
PSNR vs Z Obyek 6 23.6 23.5 PSNR
23.4 23.3 23.2 23.1 23 22.9 1
2
3
4
5
6
7
8
9
z
Gambar 4. 9 Grafik PSNR vs Z untuk obyek 6
Berdasarkan eksperimen rekonstruksi citra dari proyeksi cone-beam dengan algortima FDK, diketahui bahwa semakin dekat jarak bidang rekonstruksi dengan bidang tengah, semakin baik kualitas tomogram yang dihasilkan. Hal ini terbukti dengan perbandingan PSNR untuk keenam obyek yang diinvestigasi. Terjadi penuruan PSNR, walaupun sedikit pada mulai dari z=1 hingga z=8.
4.5 Percobaan Pemindaian Phantom Akuisisi data proyeksi dari objek dilakukan dengan menggunakan sebuah mesin X-ray konvensional. Detektor yang digunakan adalah film sinar-X berbentuk planar. Berikut adalah beberapa parameter yang digunakan dalam proses akuisisi data: à Tegangan tabung sumber sinar-X: 100 KV à Exposure time : 30 detik à Arus tabung sumber sinar-X : 5mA à Jarak antara sumber x-ray dan film (detektor): 40 inch (100 mm)
-IV-15 -
à Jarak antara sumbu putar dan film (detektor) dibuat sangat dekat untuk menghindari timbulnya umbra dan penumbra pada film. Proses akuisisi data film x-ray dilakukan secara penuh 3600 (full scan) menggunakan resolusi angular 30, 60, 120, 240 . Ilustrasi proses akuisisi data ini diperlihatkan pada gambar di bawah ini.
Gambar 4.10 Setting pengambilan data
-IV-16 -
Jarak objek-film sangat dekat ( Mengurangi umbra dan penumbra)
Sumbu rotasi Sudut gama kecil Obyek
(
Sumber x-ray
γ
Resolusi angular: -3 derajat -6 derajat -12 derajat -24 derajat
Rata –rata Exposure time : 30 detik
Jarak sumber- film= 40 inch
Gambar 4.11 Ilustrasi setting pengambilan data
4.6 Hasil Pemindaian Phantom Pemindaian menghasikan citra-citra sinar-X pada berbagai sudut. Dengan resolusi angular 30 didapatkan 120 buah citra sinar-X dimulai dari sudut 00. ukuran film sebesar 224×2640 piksel Tabel 4.13 Contoh Citra Sinar-X (selengkapnya dapat dilihat di lampiran B) Sudut
Citra Sinar-X
(derajat)
0
30
-IV-17 -
Citra Sinar-X Simulasi
Sudut
Citra Sinar-X
Citra Sinar-X Simulasi
60
90
4.6. Pemrosesan Awal Citra Sinar-X Pemrosesan awal citra sinar-X ini dibagi menjadi dua tahap yaitu : digitasi citra sinar-X dan pengecilan ukuran citra roenten digital. Digitalisasi citra sinar-X perlu dilakukan agar citra film sinar-X dapat diolah dengan komputer. Proses ini dikerjakan dengan sebuah scanner yang memiliki kemampuan pemindaian obyek berupa film. Resolusi pemindaian obyek ditetapkan sebesar 800 dpi (dot per inch). Resolusi citra hasil proses digitasi selanjutnya diturunkan menjadi 50 dpi (1 piksel kurang lebih setara dengan 0.5 mm). Proses ini dikerjakan melalui subsampling dengan skala 1/16. Setelah mengalami subsampling, citra sinar-X digital memiliki ukuran sebesar 84×165 piksel. Tujuan dilakukannya proses ini adalah untuk mempercepat waktu komputasi yang dibutuhkan dalam proses rekonstruksi. Dengan adanya penurunan resolusi citra, maka resolusi dan akurasi hasil rekonstruksi juga akan mengalami penurunan. Meski demikian, hal ini masih sejalan dengan tujuan riset tahun pertama yaitu untuk menguji konsep rekonstruksi obyek 3D berdasarkan proyeksi 2D berupa film sinar-X
-IV-18 -
4.7 Hasil Rekonstruksi Phantom Proses berikutnya adalah rekonstruki citra sinar-X menggunakan dua algoritma : Invers Radon dan FDK.
Gambar 4.12 Hasil rekonstruksi obyek phantom sebelum dikoreksi dari dua macam sudut pandang Sebelum dilakukan koreksi terdapat kesalahn rekonstruksi voksel di mana terdapat voksel-voksel obyek pada daerah latar belakang.
Gambar 4.13 Hasil rekonstruksi obyek phantom dengan algoritma invers radon setelah dikoreksi (kiri) dan hasil rekonstruksi obyek phantom dengan algoritma FDK setelah dikoreksi (kanan)
- IV-19 -
Gambar 4.14 Tampak atas dari hasil rekonstruksi obyek phantom dengan algoritma invers radon setelah dikoreksi (kiri) dan hasil rekonstruksi obyek phantom dengan algoritma FDK setelah dikoreksi (kanan)
4.9 Analisis Hasil Rekonstruksi Phantom Secara visual, tomogram yang dihasilkan dalam simulasi dengan tomogram dari citra sinar-X nyata terdapat perbedaan yang signifikan. Akan tetapi, tomogram masih memberikan informasi bentuk obyek asli dengan cukup baik. Bila dibandingkan, algoritma FDK tetap memberikan tomogram yang terbaik daripada algoritma invers radon. Dapat dilihat bahwa, pada rekonstuksi invers radon terdapat penggembungan pada tomogram, juga terdapat sudut-sudut yang hilang pada tomogram.Terdapat kesalahan rekonstruksi pada permukaan tomogram. Terlihat dengan adanya vokselvoksel yang muncul sehingga permukaan tomogram menjadi tidak halus. Penggembungan ini terjadi karena rekonstruksi berkas paralel tidak memperhatikan pembobotan dalam proyeksi baliknya Pada tomogram FDK secara visual dapat dilihat bahwa kesalahan rekonstruksi masih tetap ada. Hanya saja jumlahnya sudah tidak terlalu banyak. Permukaan tomogram sudah lbih halus dan mendekati obyek asli. Sudut-sudut tomogram tidak hilang. Akan tetapi terjadi tambahan-tambahan voksel pada sudut-dudut tomogram. Ketidaksempurnaan tomogram hasil rekonstruksi FDK ini terjadi akibat kesalahan-kesalahan yang terjadi pada proses akuisisi data. Pada film sinar-X terdapat kesalahan geometris dan kesalahan intensitas citra. Dengan demikian informasi dari film yang merupakan masukan sistem rekonstruksi menjadi kurang akurat. Kesalahan geometris disebabkan pergesaran film yang terjadi saat penyinaran.
- IV-20 -
Akibat proses pencucian film yang tidak seragam, citra sinar-X yang diperoleh kekontrasan yang berbeda-beda.
4.9 Hasil Rekonstruksi Obyek Phantom Pada Berbagai Resolusi Angular
Gambar 4.15 Hasil rekonstruksi obyek phantom, pada beberapa resolusi angular proses pemindaian
4.10 Analisis Hasil Rekonstruksi Obyek Phantom Pada Berbagai Resolusi Angular Hasil percobaan menunjukkan bahwa resolusi angular berpengaruh pada kualitas tomogram yang dihasilkan. Sama seperti pada simulasi, tomogram obyek phantom yang terbaik dihasilkan dengan akuisisi data pada resolusi angular yang kecil.
- IV-21 -