perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PEMBAHASAN
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak Etanol Pegagan terhadap gambaran histopatologis testis tikus yang diinduksi stres imobilisasi kronik. Setelah dilakukan analisis statistik didapatkan hasil yang mendukung hipotesis peneliti bahwa ekstrak Etanol Pegagan memiliki pengaruh pada gambaran histopatologi testis yang rusak akibat induksi stres imobilisasi kronik. Derajat histopatologis antara kelompok kontrol dan kelompok stres menunjukkan hasil yang berbeda signifikan (p = 0,004). Hasil ini menunjukkan bahwa perlakuan stres imobilisasi yang diberikan pada hewan uji selama 21 hari mampu
menimbulkan
kerusakan
histopatologis
testis
dan
gangguan
spermatogenesis. Kerusakan histopatologis ditandai dengan bertambahnya diameter lumen tubulus, adanya tubulus yang atrofi, dan bertambahnya jarak antartubulus. Sedangkan gangguan spermatogenesis ditandai dengan menipisnya epitel tubulus seminiferus dan hanya sedikit spermatozoa dalam lumen tubulus. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnnya yang dilakukan oleh Priya dan Reddy (2012) bahwa induksi stres imobilisasi pada tikus selama 60 hari dapat merusak gambaran histologi testis yang ditandai dengan adanya gangguan spermatogenesis dan diameter intertubuler yang meningkat. Induksi stres imobilisasi juga mengakibatkan apoptosis pada sel germinal dan spermatozoa commit to user 40
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
(Bitgul et al., 2013). Pada penelitian ini induksi stres imobilisasi hanya dilakukan selama 21 hari, dengan demikian semakin memperkuat teori bahwa stres imobilisasi kronik dapat merusak jaringan testis. Pemberian variasi dosis ekstrak Etanol Pegagan pada penelitian ini bertujuan untuk
melihat
efeknya
pada
perbaikan
gambaran kerusakan
histopatologi testis akibat induksi stres. Dosis sebesar 150 mg/kg BB pada penelitian ini ternyata belum mampu melindungi testis akibat stres. Penelitian oleh Sainath et al. (2011) menunjukkan bahwa dosis ekstrak Pegagan yang mampu memperbaiki kerusakan akibat stres oksidatif pada testis dimulai pada dosis 200 mg/kg BB. Ekstrak Pegagan dengan dosis di atas 200 mg/kg BB pada penelitian yang dilakukan Veerendra et al. (2003) juga mampu menurunkan enzim-enzim yang menjadi indikator terjadinya stres oksidatif pada tikus yang diberi injeksi streptozotosin. Efek Pegagan pada penelitian ini baru muncul pada pemberian dosis sebesar 300 mg/kg BB. Pada dosis 300 mg/kg BB, ekstrak Pegagan memiliki kandungan antioksidan yang cukup untuk mencegah terjadinya stres oksidatif (Haleagrahara dan Ponnusamy, 2010). Hal tersebut juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Subathra et al. (2005) bahwa dosis ekstrak Pegagan 300 mg/kg BB yang diberikan secara oral mampu memberikan perlindungan terhadap kerusakan akibat stres oksidatif sehingga memperlambat perubahan tubuh hewan uji akibat penuaan. Dosis ekstrak 600 mg/kg BB adalah dosis yang mampu memberikan efek paling baik pada penelitian ini. Terbukti pada kelompok ini gambaran testis commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
mendekati normal. Hasil yang mendukung juga ditemukan pada penelitian lain yang dilakukan oleh Sairam et al. (2001) bahwa pemberian ekstrak Pegagan dosis 600 mg/kg mampu melindungi gaster tikus akibat induksi stres fisik dan kimia. Gambaran normal juga ditemukan pada kelompok yang diberi fluoxetin. Fluoxetin merupakan obat antidepresan golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) yang mampu menghambat terjadinya stres, sehingga dapat menghambat terjadinya kerusakan pada testis hewan uji. Dari hasil uji statistik juga didapatkan bahwa antara kelompok dosis 600 mg/kg BB dan kelompok yang diberi fluoxetin tidak berbeda secara signifikan (p = 0,513). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak Etanol Pegagan dosis 600 mg/kg BB kemungkinan sama efektifnya dengan pemberian fluoxetin sebagai kontrol positif. Dengan demikian, Pegagan memiliki potensi untuk dijadikan agen antistres yang dapat dikombinasikan dengan obat standar. Induksi stres imobilisasi terhadap hewan uji dalam penelitian ini yang diberikan selama 21 hari terbukti mampu mengakibatkan gangguan pada organ reproduksi. Stres yang diberikan secara kronis dapat mengakibatkan gangguan pada regulasi hormon reproduksi (Weissman et al., 2005; Potemina, 2008) dan terjadinya stres oksidatif pada jaringan testis (Olivenza et al., 2000). Kortisol yang dihasilkan akibat respon stres dapat mengganggu regulasi hormon GnRH, FSH, dan LH yang berakibat pada gangguan spermatogenesis dan penurunan kadar hormon testosteron (Dong et al., 2004). Sedangkan stres oksidatif yang terjadi pada jaringan testis mengakibatkan kematian sel germinal dan spermatozoa. ROS yang berlebihan pada tubulus seminiferus juga dapat menyebabkan apoptosis sel commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
germinal melalui jalur apoptosis intrinsik maupun ekstriksik (Agarwal dan Prabakaran, 2005). Sedangkan proses peroksidase lipid akibat stres oksidatif menyebabkan lisisnya membran sel germinal sehingga sel menjadi nekrosis (Akpinar et al., 2008). Setelah dipapar pada stres imobilisasi yang kronis, akan terjadi perubahan histologi testis. Kematian sel germinal dan spermatozoa yang berlebihan, gangguan spermatogenesis serta gangguan regulasi hormonal menyebabkan atrofi tubulus dan sebagian besar sel penyusun epitel tubulus seminiferus tidak terbentuk (Potemina, 2008). Sesuai dengan hasil yang didapat dalam penelitian ini, yaitu didapatkan sejumlah besar sel penyusun epitel seminiferus yang tidak lengkap serta lumen tubulus terlihat kosong karena sedikitnya spermatozoa yang dihasilkan pada kelompok yang diberi stres imobilisasi saja. Derajat kerusakan testis tertinggi pada penelitian ini adalah derajat 3 (kerusakan sedang). Menurut Priya dan Reddy (2012) jika stres imobilisasi terus diberikan dalam jangka waktu yang lebih lama maka akan didapatkan kerusakan testis yang lebih lanjut, ditandai dengan jarak antartubulus yang semakin melebar dan adanya edema. Apabila kerusakan sudah parah akan didapatkan hilangnya integritas struktur testis normal. Pemberian ekstrak Etanol Pegagan dalam penelitian ini telah terbukti dapat melindungi testis dari kerusakan akibat induksi stres imobilisasi. Suplementasi antioksidan dari luar tubuh mampu menyeimbangkan enzim-enzim pro-oksidan dalam jaringan testis sehingga mampu memperbaiki kerusakan akibat stres imobilisasi (Bitgul et al., 2013). Senyawa antioksidan yang terkandung dalam Pegagan dapat menetralisir ROS dan melindungi membran lipid serta commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
makromolekul terhadap kerusakan oksidatif (Ranawat dan Bansal, 2009). Tingginya aktivitas antioksidan pada Pegagan ditunjukkan oleh senyawa phenol (flavonoid, polyacetylens, polyketid, phenylpropanoid) (Zainol et al., 2003). Senyawa aktif lain pada Pegagan yang memiliki aktivitas antioksidan adalah asiatikosid (Lee et al., 2012), terpenoid, dan alkaloid (Hussin et al, 2007; Jamil et al., 2007; Jaswir et al, 2004). Kandungan triterpen pada Pegagan juga memiliki efek biologis. Meskipun bukan merupakan variabel yang diteliti pada penelitian ini, triterpen pada Pegagan memiliki aktivitas antidepresan, mengurangi kadar kortikosteroid pada serum darah secara signifikan, dan meningkatkan jumlah neurotransmiter monoamin pada otak tikus (Thamarai et al., 2012a). Ekstrak Pegagan juga memiliki aktivitas sebagai antistres yang signifikan dalam mengurangi waktu imobilitas dan meningkatkan durasi tidur pada hewan uji karena memiliki efek hipnotik (Thamarai et al., 2012b). Efek antidepresan dan antistres yang dimilikinya menjadi salah satu faktor yang menjadikan ekstrak Pegagan memiliki efek protektif pada testis yang diinduksi stres. Penelitian lain mengenai pengaruh ekstrak Pegagan terhadap testis tikus juga pernah dilakukan oleh Sainath et al. (2011). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pemberian ekstrak Pegagan mampu memperbaiki paramater stres oksidatif pada jaringan testis, meningkatkan berat organ reproduksi, dan meningkatkan jumlah spermatozoa, dan memperbaiki motilitas sperma pada tikus yang dipapar timah (Sainath et al., 2011). Namun dalam penelitian ini gambaran histopatologi testis tidak diamati.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
Penelitian lain juga dilakukan oleh Yunianto et al. (2010) dan Heidari et al. (2012) dengan hasil yang berbeda dengan penelitian ini. Pada penelitian yang dilakukan oleh Yunianto et al. (2010) pemberian ekstrak Pegagan dosis 200 dan 300 mg/kg BB selama 42 hari menyebabkan degenerasi sel spermatogenik, menurunkan motilitas sperma, dan menurunkan konsentrasi testosteron dalam plasma. Sedangkan pada penelitian oleh Heidari et al. (2012) pemberian ekstrak Pegagan dosis 10, 50, 80, dan 100 mg/kg BB selama 60 hari mengakibatkan berkurangnya jumlah sel spermatogenik dan meningkatnya apoptosis sel germinal. Efek antifertilitas Pegagan yang ditunjukkan pada penelitian tersebut disebabkan karena kandungan saponin total dalam ekstrak Pegagan (EMA, 2010) yang memiliki efek anti-androgenik (Dcruz et al, 2010), sedangkan induksi apoptosis pada sel germinal kemungkinan disebabkan karena adanya senyawa asam asiatik pada Pegagan yang mampu menginduksi apoptosis pada beberapa jenis sel kanker (Shusma et al, 2011). Kandungan glikosida isothankunisid dalam Pegagan juga pernah disebutkan memiliki efek antifertilitas pada mencit betina (Jamil et al., 2007). Meskipun demikian, baru sedikit penelitian yang membahas mengenai efek toksik Pegagan pada organ reproduksi. Perbedaan hasil yang ditunjukkan pada penelitian ini kemungkinan dapat disebabkan karena perbedaan jenis dan jumlah ekstrak yang diberikan. Pada penelitian ini ekstrak yang digunakan adalah ekstrak Etanol, sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Heidari et al. (2012) ekstrak yang digunakan adalah ekstrak air. Pada ekstrak Etanol didapatkan kandungan antioksidan yang lebih tinggi dan lebih stabil dibandingkan dengan ekstrak air (EMA, 2010; Hamid commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
et al., 2000; Pramono dan Ajiastuti, 2004). Senyawa asiatikosid yang memiliki aktivitas antioksidan juga didapatkan lebih tinggi pada ekstrak Etanol Pegagan (Pramono dan Ajiastuti, 2004). Dengan kandungan antioksidan yang lebih tinggi, kerusakan testis akibat stres oksidatif dapat dihambat (Mohamed et al., 2011; Khan, 2012). Hal lain yang menjadi perbedaan adalah varietas herba Pegagan yang digunakan. Perbedaan letak geografis, iklim, dan suhu lingkungan juga ikut mempengaruhi jumlah komponen aktif dalam masing-masing varietas Herba Pegagan yang selanjutnya akan berpengaruh pada efek yang ditimbulkan (Devkota et al, 2010; James dan Dubery, 2009; Joshi dan Chaturvedi, 2013; Puttarak dan Panichayupakaranant, 2012). Hasil berbeda yang ditunjukkan pada penelitian Yunianto et al. (2010) dan Heidari et al. (2012) juga dapat disebabkan karena pada penelitian tersebut hewan uji tidak diinduksi stres. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian antioksidan seperti vitamin C dan E dosis tinggi pada hewan yang normal akan menimbulkan efek kontradiktif yaitu menurunnya motilitas sperma, menurunnya kemampuan sperma untuk membuahi sel telur (Agarwal dan Sekhon, 2010), dan pemberian secara bersamaan pada dosis tinggi dapat menginduksi kerusakan DNA lebih lanjut (Hughes et al., 1998). Mekanisme yang mungkin mendasari hal tersebut adalah adanya ketidakseimbangan antara ROS (oksidan) dan antioksidan dalam jaringan testis. Dalam kondisi normal, ROS dalam jumlah yang cukup dibutuhkan untuk proses maturasi dan kapasitasi spermatozoa. Sehingga pemberian antioksidan yang berlebihan pada hewan normal mengakibatkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
ketidakseimbangan sistem oksidan-antioksidan yang akhirnya dapat mengganggu maturasi dan proses kapasitasi spematozoa (Maneesh dan Jayalekshmi, 2006). Faktor-faktor yang mempengaruhi keterbatasan dalam penelitian ini adalah adanya variabel yang tidak dapat dikendalikan antara lain: tempat penyimpanan organ, ruangan penyimpanan, lama penyimpanan, dan kondisi
formalin saat
penyimpanan organ. Hal lain yang menjadi kekurangan adalah pada penelitian yang menjadi variabel bebas hanya gambaran histopatologi testis yang dinilai berdasarkan derajat kerusakan testis, sedangkan variabel lain yang mendukung seperti jumlah spermatozoa, kadar hormon testosteron, kadar enzim antioksidan tidak diamati. Namun demikian, dari penelitian ini dapat dijelaskan bahwa ekstrak Etanol Pegagan memiliki pengaruh terhadap testis tikus yang diinduksi stres imobilisasi. Efek protektifnya disebabkan karena kandungan antioksidan yang tinggi, efek antistres, dan efek antidepresan. Kandungan antioksidannya melindungi jaringan testis dari kerusakan akibat stres oksidatif. Sedangkan efek antidepresan dan antistresnya dapat menghambat produksi kortisol yang berefek negatif pada proses spermatogenesis dan memperbaiki gangguan regulasi hormon reproduksi akibat induksi stres. Penelitian lebih lanjut seperti pemeriksaan indeks apoptosis dan pemeriksaan imunohistokimia (IHC) diperlukan untuk mengetahui mekanisme proteksi ekstrak Etanol Pegagan pada gambaran histopatologi testis. Selain itu juga diperlukan pemeriksaan kadar hormon reproduksi (testosteron, LH, FSH) dan pemeriksaan parameter stres oksidatif (GSH, SOD, MDA). commit to user