BAB V PEMBAHASAN
Penelitian tentang uji antihelmintik esktrak etanol daun katuk (Sauropus androgunus (L.) Merr.) terhadap mortalitas Ascaris suum Goeze secara in vitro, dilakukan dalam dua tahap penelitian, yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap uji penelitian. Penelitian pendahuluan menggunakan larutan NaCl 0,9% sebagai kontrol negatif untuk mengetahui lama hidup cacing Ascaris suum Goeze di luar tubuh hospesnya. Sedangkan, pirantel pamoat 5 mg/ml digunakan sebagai kontrol positif. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan pada tabel 4.1 diketahui bahwa rerata waktu kematian setiap cacing pada larutan NaCl 0,9% adalah 4137,38 menit. Hasil ini digunakan sebagai waktu maksimal pengamatan pada tahap uji penelitian. Pengujian larutan ekstrak pada penelitian pendahuluan dilakukan dalam beberapa konsentrasi ekstrak etanol daun katuk (Sauropus androgunus (L.) Merr.) untuk mengetahui apakah daun katuk (Sauropus androgunus (L.) Merr.) memiliki efek antihelmintik. Konsentrasi yang digunakan pada penelitian pendahuluan adalah 30%, 40%, dan 50%. Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun katuk (Sauropus androgunus (L.) Merr.) memiliki efek antihelmintik pada semua konsentrasi. Rerata waktu kematian cacing yang ditimbulkan oleh pirantel pamoat 5 mg/ml berada di antara rerata waktu kematian yang ditimbulkan oleh ekstrak etanol daun katuk (Sauropus androgunus (L.)
47
48
Merr.) konsentrasi 40% dan 50%. Oleh karena itu, peneliti menggunakan konsentrasi ekstrak daun katuk (Sauropus androgunus (L.) Merr.) antara 40% hingga 50% untuk mendapatkan konsentrasi optimal dari ekstrak etanol daun katuk (Sauropus androgunus (L.) Merr.) yang mendekati pirantel pamoat 5 mg/ml. Tahap uji penelitian dilakukan dengan perendaman cacing Ascaris suum Goeze dalam larutan NaCl 0,9%, pirantel pamoat 5 mg/ml, serta ekstrak etanol daun katuk (Sauropus androgunus (L.) Merr.) 40%; 42,5%; 45%; 47,5%; dan 50%. Hasil uji penelitian pada tabel 4.2 memperlihatkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak etanol daun katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.) maka semakin cepat rerata waktu yang dibutuhkan ekstrak tersebut untuk membunuh cacing Ascaris suum Goeze. Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis (tabel 4.6) didapatkan nilai probabilitas (p) = 0,000 (p < 0,05), yang berarti bahwa terdapat pengaruh ekstrak etanol daun katuk (Sauropus androgunus (L.) Merr.) terhadap kecepatan rerata waktu kematian cacing Ascaris suum Goeze. Selain itu, hasil uji Kruskal-Wallis juga menunjukkan bahwa paling tidak terdapat dua kelompok data yang mempunyai perbedaan rerata waktu kematian cacing yang bermakna di antara ketujuh kelompok perlakuan, sehingga dilakukan uji Mann-Whitney untuk mengetahui kelompok data mana yang berbeda secara signifikan dengan kelompok lainnya.
49
Hasil analisis Mann-Whitney pada lampiran 5 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok NaCl 0,9% (kontrol negatif) dengan semua kelompok perlakuan ekstrak etanol daun katuk (Sauropus androgunus (L.) Merr.) pada semua konsentrasi. Perbedaan yang signifikan dengan kelompok pirantel pamoat 5 mg/ml (kontrol positif) didapatkan pada kelompok ekstrak etanol daun katuk (Sauropus androgunus (L.) Merr.) dari konsentrasi 40%; 42,5%; 45%; dan 47,5%. Sementara, kelompok ekstrak etanol daun katuk (Sauropus androgunus (L.) Merr.) pada konsentrasi 50% memiliki perbedaan yang tidak signifikan dengan kelompok pirantel pamoat 5 mg/ml. Hal ini menunjukkan bahwa esktrak etanol daun katuk (Sauropus androgunus (L.) Merr.) pada konsentrasi 50% memiliki aktivitas antihelmintik yang sebanding dengan pirantel pamoat 5 mg/ml. Uji antihelmintik dengan esktrak etanol daun katuk (Sauropus androgunus (L.) Merr.) ini mengacu pada beberapa penelitian sebelumnya. Penelitian Razali et al. (2014) menggunakan esktrak air dan ekstrak etanol daun katuk (Sauropus androgunus (L.) Merr.) sebagai antihelmintik terhadap nematoda gastrointestinal pada ternak kambing secara in vivo. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun katuk lebih efektif dalam mengurangi jumlah telur nematoda gastrointestinal sebesar 61,7% dibandingkan dengan ekstrak air daun katuk sebesar 32,7%. Penelitian yang lain adalah penelitian Tjokropranoto et al. (2011) menggunakan esktrak etanol daun pare (Momordica charantia L.) terhadap cacing Ascaris suum Goeze secara in vitro. Data yang diperoleh pada penelitian
50
Tjokopropranoto ini berupa jumlah kematian cacing setelah diberi ekstrak etanol daun pare (Momordica charantia L.) dan diinkubasi selama 3 jam. Hal ini sedikit berbeda dengan yang dilakukan oleh peneliti yaitu menghitung waktu kematian semua cacing setiap menit. Pada penelitian yang dilakukan Tjokropranoto didapatkan hasil bahwa pada kelompok ekstrak etanol daun pare (Momordica charantia L.) 10%, 20%, dan 40% terdapat perbedaan presentase jumlah kematian cacing yang signifikan dibandingkan dengan kontrol positif pirantel pamoat maupun kontrol negatif NaCl 0,9%. Selain itu, konsentrasi ekstrak 40% memiliki efek antihelmintik yang setara dengan kontrol positif pirantel pamoat, sedangkan penelitian menggunakan esktrak etanol daun katuk (Sauropus androgunus (L.) Merr.) memiliki efek yang setara dengan kontrol positif pirantel pamoat pada konsentrasi 50%. Adanya daya antihelmintik pada daun katuk (Sauropus androgunus (L.) diperkirakan disebabkan oleh adanya senyawa-senyawa metabolit sekunder yaitu tanin dan saponin. Tanin memiliki efek antihelmintik secara in vitro maupun in vivo di dalam tubuh kambing dan domba (Novobilsky et al., 2011). Tanin dapat mengikat protein bebas pada saluran pencernaan cacing (Hoste et al., 2006) atau glikoprotein pada kutikula cacing sehingga mengganggu fungsi fisiologis seperti motilitas, penyerapan nutrisi dan reproduksi (Githiori et al., 2006). Sedangkan senyawa saponin akan menghambat kerja dari enzim asetilkolinesterase (Chastity et al., 2015). Enzim asetilkolinesterase merupakan enzim yang berfungsi untuk menghidrolisis asetilkolin. Asetilkolin merupakan zat yang dilepaskan dari ujung saraf motorik untuk mengaktivasi reseptor sehingga mengawali serangkaian
51
kontraksi. Penghambatan kerja enzim asetilkolinesterase akan meningkatkan penghambatan penerusan impuls neuromuskuler sehingga akan menyebabkan paralisis otot pada cacing (Syarif dan Elysabeth, 2007). Selain saponin dan tanin, aktivitas antihelmintik pada ekstrak daun katuk juga dipengaruhi oleh komponen bioaktif lainnya seperti flavonoid, fenol, alkaloid, dan terpenoid. Senyawa-senyawa ini mampu meningkatkan kerja senyawa aktif lain atau melalui mekanisme tersendiri dalam melawan cacing. Klongsiriwet et al. (2015) memaparkan bahwa kandungan tanin terkondensasi dan dua flavonoid umum, quercetin dan luteolin, mampu menyebabkan degenerasi sel otot dan disorganisasi intraseluler sehingga mengakibatkan kematian cacing. Quercetin bertindak sebagai inhibitor P-glikoprotein (P-gp) sehingga terjadi akumulasi produk metabolik yang berlanjut menghasilkan toksisitas seluler. Fenol mampu memutus reaksi pada fosforilasi oksidatif dan mengganggu glikoprotein pada permukaan sel (John et al., 2007). Alkaloid bersifat toksik karena efeknya dalam menstimulasi kebocoran isi sel dan disfungsi neurologis (Nalule et al., 2013). Sedangkan, Terpenoid dapat menyebabkan inhibisi motilitas dan proses reproduksi pada cacing (Chitwood, 2002). Di samping kandungan senyawa aktif dalam ekstrak etanol daun katuk, mekanisme antihelmintik juga kemungkinan dipengaruhi beberapa faktor yang termasuk dalam keterbatasan penelitian ini. Sebagai contoh, pengaruh kadar oksigen dalam larutan uji yang terlalu pekat, diduga mampu mempengaruhi kematian cacing dalam lingkungan in vitro. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisa kadar pH untuk mengetahui kondisi oksigenasi masing-masing larutan uji.
52
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa daya antihelmintik pada pirantel pamoat terbukti lebih baik dari ekstrak etanol daun katuk (Sauropus androgunus (L.) Merr.) pada berbagai konsentrasi, kecuali pada konsentrasi 50% dimana efektivitas ekstrak hampir sama dengan pirantel pamoat. Hal ini kemungkinan disebabkan kandungan senyawa aktif yang terdapat dalam ekstrak etanol masih tercampur dengan senyawa-senyawa lain. Senyawa lain ini kemungkinan ada yang bekerja menghambat daya antihelmintik dari ekstrak. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengisolasi zat aktif dari campuran zat-zat yang lain sehingga diharapkan daya antihelmintik yang dihasilkan oleh ekstrak etanol daun katuk (Sauropus androgunus (L.) Merr.) akan lebih besar dibandingkan hasil yang didapatkan pada penelitian ini.