BAB V PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden 1. Kejadian Jerawat Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan tabel 4.1 mengenai distribusi responden berdasarkan kejadian jerawat, terdapat 25 orang (39.1%) yang mengalami jerawat berat. Hasil observasi yang dilakukan banyak responden yang mengalami jerawat berat yaitu terdapat papul, nodul dan pustul. Hal ini sesuai dengan teori Fulton (2010) bahwa jerawat berat mempunyai karakteristik antara lain terdapat papul, nodul dan pustul. Jerawat berat dipengaruhi oleh banyak faktor (Pappas, 2009). Salah satu faktor yang mempengaruhi jerawat berat adalah pola makan yang buruk (Sumangkut, 2013). 2. Pola Makan Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan masih 29 responden (45.3%) mempunyai pola makan buruk. Pola makan buruk adalah pola makan yang tinggi lemak. Berdasarkan kuesioner yang telah diisi banyak responden yang mempunyai pola makan buruk. Hal ini ditunjukkan dengan banyak responden yang mengonsumsi makanan seperti gorengan, dan makanan cepat saji (fast food). Makanan seperti gorengan dan makanan cepat saji termasuk makanan yang tinggi lemak.
51
52
Pola makan tinggi lemak dapat memperberat timbulnya jerawat. Lemak yang berlebihan akan menyebabkan pembentukkan lapisanlapisan lemak yang berlebihan dalam tubuh yang mempengaruhi peningkatan kelenjar sebasea sehingga kulit menjadi berminyak dan mudah berjerawat (Margaretha, 2013). 3. Usia Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan sebanyak 56 responden (87.5%) mengalami jerawat pada usia >13-15 tahun. Responden yang mengalami jerawat paling banyak terjadi pada usia remaja awal yaitu 12-15 tahun (Deswita, 2006). Pada tahap remaja awal ini, remaja mengalami ciri khas antara lain lebih dekat dengan teman sebaya, ingin bebas, ingin mencoba hal baru dan lebih banyak memperhatikan tubuhnya (Kartono, 2006). Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi pola makan remaja. Remaja yang mengikuti teman sebayanya dan ingin mencoba hal yang baru, akan cenderung mengikuti perilaku dan gaya hidup temannya termasuk dalam mengonsumsi makanan (Widyastuti, 2009). 4. Jenis Kelamin Berdasarkan tabel 4.4 menunnjukkan bahwa responden yang mengalami jerawat berjenis kelamin perempuan sebanyak 36 responden (56.2%). Hal ini disebabkan perempuan lebih banyak memperhatikan penampilan daripada laki-laki (Deswita, 2006). Perempuan cenderung akan
memakai
kosmetik
yang
berlebihan
daripada
laki-laki.
53
Penggunaan kosmetik yang mengandung banyak minyak atau penggunaan bedak yang menyatu dengan foundation menyebabkan bubuk bedak mudah menyumbat pori-pori sehingga timbul jerawat (Husna, 2013). B. Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Jerawat Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan tabel 4.5, dari 29 responden (45.3%) yang mempunyai pola makan buruk dengan jerawat ringan sebanyak 6 responden, jerawat sedang sebanyak 8 responden, jerawat berat sebanyak 15 responden. Responden dengan pola makan sedang yang mengalami jerawat ringan sebanyak 2 orang, jerawat sedang sebanyak 6 orang, dan jerawat berat sebanyak 4 orang. 23 responden yang lain mempunyai pola makan baik dengan jerawat ringan sebanyak 12 orang, jerawat sedang sebanyak 5 orang dan jerawat berat sebanyak 6 orang. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Somer’s d diperoleh nilai ρ = 0.015 dengan tingkat signifikansi 5% dan nilai r =0.27, sehingga ρ (0.015) < 0.05 membuktikan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pola makan dengan kejadian jerawat dengan arah positif. Jadi semakin buruk pola makan seseorang maka semakin berat jerawat yang dialaminya. Seseorang yang mempunyai pola makan buruk akan berisiko 10,280 kali lipat mengalami jerawat. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Indrawan (2013) bahwa pola makan yang buruk yaitu pola
54
makan yang tinggi lemak akan memperberat timbulnya jerawat. Lemak merupakan sumber energi bagi tubuh. Namun, lemak yang berlebihan akan menyebabkan pembentukan lapisan-lapisan lemak yang berlebihan dalam tubuh sehingga kulit menjadi berminyak
dan mudah berjerawat
(Margaretha, 2013). Dikutip dari American Academy of Dermatology tahun 2007 bahwa orang yang sering mengonsumsi makanan berlemak baik yang mengandung lemak trans, dan lemak jenuh cenderung akan memiliki jerawat (Ananda, 2014). Penelitian ini juga didukung oleh Ismail (2012) bahwa pola makan yang tinggi lemak akan mempengaruhi kejadian jerawat. Hal ini ditunjukkan dengan nilai p lebih kecil yaitu sebesar 0.001 dengan tingkat kepercayaan 95% (0.001 < 0.05) sehingga disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pola makan dengan kejadian jerawat. Responden dengan pola makan buruk dan mengalami jerawat berat banyak terjadi pada remaja awal yaitu antara 12-15 tahun (Kartono, 2006). Remaja awal mempunyai karakteristik mudah meniru hal-hal yang baru dan mudah bergantung pada teman sebaya termasuk perilaku dan gaya hidupnya. Perilaku teman yang suka mengonsumsi makanan cepat saji akan mempengaruhi individu tersebut dalam mengonsumsi makanan cepat saji (Khomsan, 2005). Kebiasaan makan ini ternyata dapat menimbulkan jerawat karena makanan siap saji umumnya mengandung lemak tinggi tetapi sedikit
55
kandungan vitamin larut air dan serat. Makanan yang tinggi lemak akan memicu peningkatan kelenjar sebasea dan produksi sebum (Sumangkut, 2013). Secara fisiologis kelenjar sebasea akan membantu melumasi kulit dan menyingkirkan sel kulit yang telah mati. Tetapi jika kelenjar sebasea di dalam tubuh berlebihan akan menyumbat pori-pori sehingga timbul jerawat (Adebamowo et al., 2006). Hasil uji kekuatan korelasi pada penelitian ini menunjukkan r =0.27, sehingga dapat disimpulkan kekuatan korelasi antara pola makan dengan kejadian jerawat lemah (Dahlan, 2012). Hal tersebut kemungkinan disebabkan adanya faktor-faktor penyebab lain yang tidak terkontrol dalam penelitian ini, seperti faktor genetik, hormonal, psikis, penggunaan kosmetik yang berpengaruh terhadap jerawat. Kekuatan korelasi ini juga menunjukkan bahwa pola makan tidak terlalu berpengaruh terhadap timbulnya acne atau jerawat, melainkan faktor-faktor lain yang mempunyai pengaruh lebih besar terhadap kejadian jerawat (Nanda, 2013). Responden dengan pola makan yang baik dan memiliki jerawat ringan disebabkan karena responden tersebut sudah memenuhi unsur-unsur zat gizi yang lengkap dan faktor-faktor lain. Unsur zat gizi yang lengkap dan seimbang akan mempengaruhi perkembangan kelenjar sebasea. Jika kelenjar sebasea yang dihasilkan oleh tubuh seimbang maka peningkatan jerawat berkurang (Munawar, 2010). Faktor lain yang dapat mengurangi kejadian jerawat adalah sering menjaga kebersihan wajah. Membersihkan wajah secara teratur dua kali sehari berfungsi mengurangi kelebihan sebum,
56
mengurangi sumbatan pada duktus dan mengurangi kolonisasi bakteri P.acnes (Legiawati, 2013). Pada remaja yang mempunyai pola makan baik tetapi mengalami jerawat berat juga dipengaruhi faktor lain seperti ketidakstabilan hormon, stressor, penggunaan kosmetik dan pengaruh lingkungan. Penggunaan kosmetik tertentu dalam jangka waktu yang lama akan dapat menyebabkan timbulnya jerawat (Tjekyan, 2008). Penyebab utamanya yaitu unsur minyak yang berlebih yang ditambahkan dalam kandungan kosmetik agar tampak lebih halus. Kandungan minyak ini dapat menyumbat pori pori dan menyebabkan timbulnya jerawat (Pujianta, 2010). Hal ini sesuai dengan penelitian Husna (2013) yang menyebutkan bahwa seseorang yang memiliki pola makan yang baik dan menderita acne vulgaris disebabkan oleh metabolisme tubuh setiap individu berbeda-beda sehingga reaksi yang terjadi pada kelenjar pilosebasea tidak sama pada setiap individu. Jadi,
penelitian ini
mendukung bahwa
pola makan dapat
mempengaruhi kejadian jerawat. Sehingga untuk mencegah kejadian jerawat salah satunya dengan cara menjaga keseimbangan pola makan. Pola makan yang baik dapat mengurangi jerawat yang timbul pada kulit.