BAB V PARA AHLI WARIS
Para waris adalah semua orang yang (akan) menerima Penerasan atau pembagian warisan, baik ia sebagai ahli waris atau bukan ahli waris, tetapi mendapat warisan 1. Anak Kandung -
Anak kandung ialah anak yang lahir dari kandungan ibu dan ayah kandungnya
-
Kedudukan anak kandung sebagai waris di pengarahi oleh status perkawinan
-
Dalam hukum adat posisi anak sulung, anak tengah, anak bungsu berbedabeda, walaupun ada perbedaan namun hukum Indonesia menganut azas kekeluargaan dan kerukunan dalam pewarisan
-
Anak sah ialah anak yang lahir dari perkawinan orang tua yang sah menurut ajaran agama Anak tidak sah ialah anak yang lahir dari perkawinan orang tua yang tidak sah menurut ajaran agama
-
Menurut UU No 1/74 pasal 43 (1) bahwa anak yang tidak sah, hanya mempunyai hubungan keperdataan dengan ibunya
-
Di Minahasa anak yang lahir dari perkawinan tidak sah (bakupiara) dapat disamakan dengan abak sah, bila sedah ada tanda pengakuan anak (Maheliliker)
Hukum Waris - Heru Kuswanto,SH,M.Hum
1
Fakultas Hukum – Univ. Narotama Surabaya
-
Waris anak laki → Masyarakat Patrilinial
-
Waris anak perempuan → Masyarakat Matrilinial
-
Waris anak laki dan perempuan sama → masyarakat Parental
2. Anak tiri Anak tiri adalah anak yang bukan hasil kandungan Suami istri bersangkutan, tetapi merupakan anak bawaan di dalam perkawinan Anak tiri tidak bisa mewarisi dari ayah dan ibu, tetapi ia mewarisi dari ayah ibu kandungnya sendiri "Landrat Purworejo Tanggal 14-08-1937"
3. Anak Angkat Anak angkat pada prinsipnya tidak bisa mewarisi karena yang bisa mewarisi ada "hubungan darah"
2. KEDUDUKAN WAKIS ANAK KANDUNG Adalah anak yang lahir dari kandungan ibu dan ayah kandungnya. Kedudukan anak kandung sebagai ahli waris dipengaruhi oleh perkawinan yang dilakukan oleh orang tuanya. Jika perkawinan ayah dan ibunya sah maka anak
Hukum Waris - Heru Kuswanto,SH,M.Hum
2
Fakultas Hukum – Univ. Narotama Surabaya
lahir akan menjadi ahli wans dari kedua orangtuanya tersebut. Tetapi bila perkawinan ayah dan ibunya tidak sah, maka anak tersebut hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya saja. Status anak yang lahir akibat perkawinan yang tidak sah adalah sama dengan status anak luar kawin, anak tersebut tidak berhak mewarisi dari pihak ayahnya tetapi hanya mewarisi dari pihak ibu dan keluarga ibunya saja. Lebih jelasnya dalam hukum waris adat status dan kedudukan anak kandung tersebut adalah sebagai berikut :
1.1. Anak Sah Adalah anak kandung yang lahir dari perkawinan orangtuanya yang sah menurut ajaran agama, sebagaimana yang diatur di dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, Pasal 42 yang menyatakan: "Anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah, dan Pasal 2 menyatakan bahwa: Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaanya." Anak sah baik laki-laki dan perempuan pada dasarnya adalah ahli waris dari orangtua yang melahirkannya, mereka berhak atas harta warisan dari keduanya.
Hukum Waris - Heru Kuswanto,SH,M.Hum
3
Fakultas Hukum – Univ. Narotama Surabaya
1.2. Anak Luar Kawin (anak tidak salt) Dalam masyarakat Jawa, dikenal dengan istilah anak jadah, anak haram, anak kowar dan sebagainya adalah anak yang lahir dari perbuatan yang tidak menurut ketentuan agamanya seperti: -
Anak dari kandungan ibu sebelum terjadi pernikahan
-
Anak dari kandungan ibu setelah bercerai iama dari suami
-
Anak dari kandungan ibu tanpa melakukan perkawinan sah
-
Anak dari kandungan ibu karena berbuat zina dengan orang lain
-
Anak dari kandungan ibu yang tidak diketahui siapa ayahnya. Menurut Pasal 43 UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 maka anak tidak
sah ini hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya atau dengan keluarga ibunya saja. Dengan demikian maka anak tidak sah berhak menjaadi ahli terhadap harap warisan dari ibu atau keluarga ibu saja, sedangkan dari ayah ataupun keluarga ayah tidak berhak.
1.3. Anak Sulung Pada umumnya, pada masyarakat, pada masyarakat/keluarga-keluarga Jawa menghormati kedudukan anak sulung atau anak tertua, karena ia patut dihargai sebagai pengganti orangtua setelah meninggal. Keadannya segala tanggung jawab baik dalam kedudukan adat maupun terhadap harta kekayaan keluarga dapat beralih kelangsungan penguasannya.
Hukum Waris - Heru Kuswanto,SH,M.Hum
4
Fakultas Hukum – Univ. Narotama Surabaya
Sedangkan anak sulung perempuan dalam masyarakat Jawa kurang begitu dominan dibandingkan peran anak sulung laki-laki, tidak seperti halnya dalam sistem matrilineal seperti di Minangkabau.
2. KEDUDUKAN WARIS ANAK TIRI Yang dimaksud adalah anak kandung yang dibawah olah suami atau istri dalam perkawinan, sehingga salah seorang dari mereka menyebut anak itu sebagai anak tiri, jadi anak tiri adalah anak bawaan dalam perkawinan. Landrad (Pengadilan tingkat pertama) di Purworejo Jawa Tengah pada tanggal 14 Agustus 1937 pernah memutuskan berkaitan dengan status dan kedudukan anak tiri ini dalam pewarisan, sebagai berikut:" Bahwa anak tiri tidak berhak atas warisan bapak tiri, ia ikut mendapat penghasilan dan bagian dari harta peninggalan bapak tiri yang diberikan kepada ibunya sebagai nafkahnya.
3. KEDUDUKAN WARIS JANDA DAN DUDA 4.1 Kedudukan Janda: Kekeluargaan yang bersifat kebapak-ibuan (parental) seperti di Jawa, apabila didalam keluarga/rumah tangga, suami meninggal dunia dengan meninggalkan anak kandung yang telah mencar dan seorang istri sebagai janda, seringkali sijanda tinggal sendirian di tempat tinggal almarhum suaminya, ia berhak tetap tinggal di rumah tersebut dan mendapatkan
Hukum Waris - Heru Kuswanto,SH,M.Hum
5
Fakultas Hukum – Univ. Narotama Surabaya
nafkahnya dari harta peninggalan almarhum suaminya sampai ia meninggal dunia atau kawin lagi. Dalam sistem parental pembagian harta warisan antara para ahli waris adalah sebagai berikut: 1. Harta asal istri dan harta gono-gini di bagi-bagi antara anak kandung semuanya. Si janda pada salah satu anaknaya dan dijamin oleh semua anak-anaknya atau cukup oleh seorang anak yang diikutinya. 2. Mungkin pula si janda tetap menempati rumah peninggalan almarhum suaminya
serta sebidang sawah asal maupun harta gono-gini yang
ditinggalkan oleh almarhum. 3. Kemungkinan lain ialah suami telah menghadiahkan sebidang sawah dan sebuah rumah kepada istrinya baik itu barang asal maupun gono-gini dari
Tua kawin lagi. Karenanya pangkal pikiran hukum adat waris adalah bahwa istri sebagai orang luar tidak mempunayai hak dalam pewarisan akan tetapi sebagai istri ia berhak mendapatkan nafkah dari harta selama ia membutuhkan. Selanjutnya dapat kita ketahui lebih tegas bahwa janda adalah bukan ahli waris akan tetapi berhak mendapatkan penghasilan dari harta peninggalan suami sebagai seorang janda ia dapat meneruskan penghidupanya seperti waktu masih kawin.
Hukum Waris - Heru Kuswanto,SH,M.Hum
6
Fakultas Hukum – Univ. Narotama Surabaya
Dalam perkembangan peradilan sekarang ini sudah banyak keputusan Pengadilan Negeri yang dengan terang-terangan mengatakan bahwa si janda sebagai ahli wans dari almarhum dari suaminya sehingga kedudukan istri dan anak-anak dalam pembagian waris sejajar. Kedudukan janda dari seorang lelaki yang meninggal dunia, perlu mendapatkan perhatian dan ternyata diperlukan secara istimevva dalam tiga lingkungan Hukum Adat, Hukum Islam, dan BW. Dalam hubungan dengan si wafat, sudah tentu terdapat perbedaan antara janda disatu pihak dan anak-anak si wafat di lain pihak, kalau dilihat dari sudut tali kekeluargaan berdasarkan atas persamaan darah.
4.2 Kedudukan Duda Kedudukan duda terhadap barang/harta warisan almarhum istrinya dibeberapa daerah dengan sistem kekeluargaan kebapak- ibuan, hampir disebagian besar di wilayah Indonesia, pada hakekatnya adalah sama dengan kedudukan janda tetapi dalam hal ini prakteknya berlainan, oleh karenanya.
Hukum Waris - Heru Kuswanto,SH,M.Hum
7
Fakultas Hukum – Univ. Narotama Surabaya