178
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pembahasan tersebut dalam Bab IV di atas, sesuai dengan pokok permasalahan yang dikemukakan dalam penyusunan tesis ini dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut: 1. Negara Kesatuan (Unitary State) sebagai salah satu asas pokok ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan UUD 1945 secara konseptual berarti sebagai bangunan negara yang bersusun tunggal dengan 3 (tiga) ciri pokok (yang membedakan dengan negara federal), yaitu : a. Di dalam negara tidak ada satuan-satuan pemerintahan sebagai bagian dari pemerintahan negara yang besifat negara. Keberadaan daerah dengan berbagai atributnya secara structural hanya merupakan bawahan atau subordinat dari dan bertanggung jawab langsung kepada Pemerintah Pusat. b. Hanya ada satu pemerintahan yang kekuasaannya meliputi seluruh wilayah Negara. Segenap urusan-urusan negara tidak dibagi antara Pemerintah Pusat (central government) dengan Pemerintah Daerah (local government), sehingga urusan-urusan negara tetap merupakan suatu kebulatan (eenheid) dan pemegang kekuasaan tertinggi negara ialah Pemerintah Pusat;
c. Hanya ada satu Undang-Undang Dasar yang berlaku mengikat di seluruh wilayah yurisdiksi negara dengan tanpa kecuali.
Konsep negara kesatuan dalam UUD NRI 1945 diimplementasikan secara kombinatif dengan konsep negara federal, terutama dalam penyelenggaraan
179
pemerintahan daerah sebagaimana dapat diketahui dalam Pasal 18, Pasal 18A, dan 18B. Oleh karena itu dapat diakatakan bahwa meskipun struktur organisasi Negara Kesatuan Republik Indonesia berbentuk Negara Kesatuan, tetapi mengadopsi pengaturan-pengaturan yang disebut federal arrangement. Hubungan kewenangan antara Pemerintah dan Daerah yang harus dilakukan dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah (Pasal 18A) serta pengakuan dan penghormatan terhadap satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa serta kesatuan masyarakat hukum adat berserta hak tradisionalnya adalah bukti corak atau model khusus implementasi konsep konsep negara kesatuan dalam ketatanegaraan RI berdasarkan UUD NRI 1945. Dengan demikian pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta dengan UU No. 13 Tahun 2012 dapat dikatakan merupakan corak khusus implementasi konsep negara kesatuan. 2. Diakomodasinya keragaman daerah serta pengakuan dan penghormatan terhadap kesatuan-kesatuan daerah yang bersifat khusus atau istimewa serta kesatuan masyarakat adat beserta hak tradisionalnya dalam UUD NRI 1945 adalah bukti bahwa sistem ketatanegaraan RI dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah menganut pola desentralisasi yang tidak sebanding atau asismetris (asymmetrical decentralization). Pembentukan daerah provinsi dengan otonomi khusus berdasarkan karakteristik dan kekhususan atau keistimewaan masing-masing, seperti Provinsi Papua, Aceh, DKI Jakarta, dan Daerah Istimewa Yogyakarta mempertegas diterapkannya pola desentralisasi asimetris dalam sistem UUD NRI 1945. Keragaman yang
180
menunjukkan kekhususan masing-masing daerah khusus atau istimewa itu tampak
pada
macam-macam
urusan
pemerintahan,
kelembagaan
pemerintahan, sifat hubungan antara Pusat dan Daerah, dan masalah pendanaannya. 3. Kelembagaan Pemerintah Daerah DIY sebagai salah satu pilar dari 5 (lima) pilar keistimewaan DIY yang sangat urgen diwujudkan dalam rangka optimalisasi pelaksanaan keistimewaan DIY, sampai saat ini belum dapat dibentuk. UU No. 13 Tahun 2012 dan peraturan pelaskananya yaitu Peraturan Daerah Istimewa (Perdais) DIY No. 1 Tahun 2013 tentang Kewenangan Dalam Urusan Keistimewaan DIY belum secara lengkap dan terperinci mengatur kelembagaan Pemerintah Daerah DIY. Ketentuanketentuan dalam kedua peraturan perundang-undangan tersebut, terutama ketentuan Pasal 23 ayat (3) dapat dikatakan menjadi kendala teknis dalam melakukan penataan dan penetapan kelembagaan Pemerintah Daerah DIY. Ketentuan Pasal 23 ayat (3) Perdais No. 1 Tahun 2013 berkonsekuensi membatasi kebebasan dan keleluasan Pemerintah DIY untuk berkreasi dan berinovasi dalam melakukan penataan kelembagaan Pemerintah daerah DIY berdasarkan kewenangan istimewanya, sekaligus mengaburkan kewenangan istimewa DIY dalam urusan kelembagaan Pemerintah DIY yang sudah didelegasikan melalui UU No. 13 Tahun 2012. Keterikatan Pemerintah DIY pada peraturan perundangan-undangan yang mengatur tentang pedoman pembentukan organisasi perangkat pemerintah daerah, yakni PP No. 41 tahun 2007 Juncto Permendagri No. 57 Tahun 2007 mengakibatkan Pemerintah Daerah DIY sampai saat ini belum berhasil menyusun
181
kelembagaan Pemerintah Daerah yang secara khusus mewadahi urusanurusan keistimewaan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 7 ayat (2) UUK DIY. Keorganisasian kelembagaan Pemerintah Daerah DIY yang tercermin dalam Perdais DIY No. 1 Tahun 2013 Pasal 24 ayat (2) hanya memuat kelembagaan yang disusun berpedoman pada PP No. 41 Tahun 2007 sebagai wadah perumpunan urusan-urusan pemerintahan yang menjadi wewenang DIY, baik urusan pemerintahan wajib dan pilihan berdasarkan hak otonomi berdasarkan UU N0o. 32 Tahun 2004, maupun urusan keistimewaan berdasarkan UU No. 13 Tahun 2012. Guna melakukan penataan dan penetapan
kelembagaan
Pemerintah
Daerah
DIY
dalam
rangka
melaksanakan kewenangan keistimewaan DIY berdasarkan UU No. 13 Tahun 2012, maka lembaga Pemerintah Daerah yang mungkin dibentuk sebagai pelaksanaan lebih lanjut Perdais DIY No. 1 Tahun 2013 adalah: a. Dinas Kebudayaan (Dinas Kabudayan), dengan memperbesar kapasitas kerja melalui perluasan organisasi dinas kebudayaan; b. Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Dinas Paniti Pratala dan Mandala); c. Dewan Ketahanan Daerah (Parampara Praja), sebagai lembaga penasehat/pemikir/pemberi
masukan
kepemerintahan,
merupakan
lembaga fungsional yang berfungsi sebagai penasehat/pemikir/ pemberi masukan kepemerintahan bersifat ad-hoc; dan d. Sekretariat Dewan Ketahanan Daerah (Sekretariat Parampara Praja) merupakan perangkat daerah keistimewaan yang melaksanakan fungsi fasilitasi ketugasan Parampara Praja.
182
B. Saran 1. Dalam rangka pelaksanaan keistimewaan DIY setelah dikeluarkannya Perdais DIY No. 1 Tahun 2013 Pemerintah dan DPRD DIY perlu memprioritaskan pembentukan Perdais Turunan tentang Kelembagaan Pemerintah Daerah DIY, karena dengan belum berhasil dibentuknya Perdais tentang kelembagaan, pelaksanaan keistimewaan DIY tidak dapat berjalan dengan optimal, bahkan dalam praktek timbul masalah berkait dengan pengalokasian danais dalam bidang/urusan kebudayaan yang tidak dapat direalisasikan, yaitu honor untuk Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Paku Alam IX dalam kapasitasnya sebagai penjaga kebudayaan Yogyakarta. 2. Pemerintah dan DPRD DIY perlu melakukan pengkajian lebih mendalam dengan melibatkan berbagai komponen masyarakat yang kompeten untuk ikut serta mengkaji bentuk dan macam yang dapat dimasukkan ke dalam struktur perangkat Pemerintah Daerah DIY sesuai dengan karakteristik yang dimiliki DIY. 3. Dengan mengacu pada kelembagaan yang ditentukan dalam Pasal 24 ayat (2) Perdais No. 1 Tahun 2013, maka rangka penataan dan penetapan kelembagaan Pemerintah Daerah DIY sesuai dengan amanah UUK DIY kelembagaan keistimewaan, urusan-urusan keistimewaan DIY yang tepat diwadahi dalam lembaga Pemerintah daerah DIY yang berbentuk Dinas (untuk urusan Kabudayan, pertanahan, dan tata ruang), dan dalam bentuk Dewan dengan Dewan Ketahanan Daerah (Parampara Praja), merupakan lembaga fungsional yang berfungsi sebagai penasehat/pemikir/ pemberi masukan kepemerintahan, khususnya dalam urusan keistimewaan.