BAB V MODEL SINEKTIK DALAM PEMBELAJARAN ANALISIS STILISTIKA DAN NILAI BUDAYA PUISI INDONESIA Pengertian model menurut Dilworth (1992:74) adalah sebagai berikut “A model is an abstract representation of some real world process, system, subsystem. Model are used in all aspect of life. Model are useful in depicting alternatives and in analysing their performance”. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa model merupakan representasi abstrak dari proses, sistem, atau subsistem yang konkret. Model digunakan dalam seluruh aspek kehidupan. Model bermanfaat dalam mendeskripsikan pilihan-pilihan dan dalam menganalisis tampilan-tampilan pilihan tersebut. Sedangkan menurut Dewey (1916) suatu model pengajaran merupakan suatu lingkungan pembelajaran, yang juga meliputi perilaku kita sebagai guru saat model tersebut diterapkan. Model-model ini memiliki banyak kegunaan yang menjangkau segala bidang pendidikan, mulai dari materi, perencanaan dan kurikulum hingga materi perancangan instruksional (Bruce. 2009. Terj. 30) Kegunaan model-model dalam pembelajaran adalah merespon informasi (Information-processing models) menekankan cara-cara dalam meningkatkan dorongan alamiah untuk membentuk makna tentang dunia (sense of the world) dengan memperoleh dan mengolah data, merasakan masalah-masalah dan menghasilkan solusi-solusi yang tepat, serta mengembangkan konsep dan bahasa untuk mentransfer solusi atau data. Salah satu model yang dapat dipergunakan
ABDUL ROSID, 2011
177
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
178
untuk pengembangan kualitas pendidikan dan termasuk baru adalah metode sinektik. Sinektik adalah sebuah metode pembelajaran yang muncul sebagai sebuah solusi kemandekan berfikir akibat dari formalisme teori yang terlalu ketat, sehingga menghambat kreatifitas. Sinektik muncul dari logika berfikir induktif, dimana sesuatu disimpulkan dari permasalah yang bersifat khusus kepada sesuatu yang bersifat umum. Logika berfikir ini memberikan kebebasan setiap individu untuk memberikan sebuah penafsiran terhadap sesuatu, yang nantinya akan dianalogikan secara bersama-sama dan nantinya akan ditarik sebuah kesimpulan bersama yang tidak akan terlepas dari mainstream masing-masing individu. Secara etimologi sinektik berasal dari bahasa Yunani synectikos yang berarti menyatukan hal yang tercerai berai menjadi satu kesatuan yang utuh. Sinektik secara istilah kehususannya dalam pembelajaran mempunyai banyak pengertian. Sinektik menurut Vincen Nolan adalah “Synectics is a set of process tools derived from video analysis of the methods used successfully in a variety of situations. The tools may be used in a specific sequence (as in the original Invention Model) or individually according to the needs of the situation, resulting in a variety of meeting models and techniques for enhancing personal effectiveness” (Vincen Nolan 2006). Sinectik adalah satu set alat proses yang berasal dari metode analisis video yang sukses digunakan dalam berbagai situasi. Alat-alat yang dapat digunakan dalam urutan tertentu (seperti dalam Model Invention asli) atau secara individual sesuai dengan kebutuhan situasi,
ABDUL ROSID, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
179
mengakibatkan pertemuan berbagai model dan teknik untuk meningkatkan efektivitas pribadi. Menurut Wiliam N. Dunn, Sinektik adalah metode yang dibuat untuk mengembangkan pengenalan masalah secara analogis (William N. Dunn). Sinektik yang mengacu pada penemuan kesamaan-kesamaan akan membantu analis menggunakan analogi yang kreatif dalam pengembangan model. Menurut Gordon “Synectics (Gordon, 1961) provides an approach to creative thinking that depends on looking at, what appears on the surface as, unrelated phenomenon and drawing relevant connections. Its main tools, analogies or metaphors. The approach, often used in groupwork, can help students develop creative responses to problem solving, to retain new information, to assist in generating writing, and to explore sosial and disciplinary problems. It helps users break existing minds sets and internalize abstract concepts. Synectics works well with all ages as well as those who withdraw from traditional methods (Couch, 1993)”. Sinektik (Gordon, 1961) adalah sebuah pendekatan untuk berpikir kreatif yang didasarkan pada pemahaman bersama, bahwa apa yang tampaknya berbeda dapat dikaitkan bersama. Alat utamanya adalah analogi atau metafora. Pendekatan, yang sering digunakan oleh kelompok-kelompok, dapat membantu siswa mengembangkan tanggapan kreatif untuk memecahkan masalah, untuk menyimpan informasi baru, untuk membantu dalam menghasilkan tulisan, dan untuk mengeksplorasi masalah-masalah sosial dan disiplin. Ini membantu pengguna mengistirahatkan pikiran yang ada dan menginternalisasi konsep-
ABDUL ROSID, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
180
konsep abstrak. Sinektik dapat digunakan pada semua usia terutama mereka yang menarik diri dari metode tradisional (Couch, 1993). Kreatifitas adalah mental dan proses sosial yang melibatkan penemuan baru, ide-ide konsep atau asosiasi-asosiasi baru dari pemikiran kreatif antara ide-ide dan konsep. Kreatifitas didorong oleh proses wawasan yang didapat secara sadar maupun tidak sadar. Alternatif konsep kreativitas (berdasarkan pada etimologi) adalah bahwa itu hanyalah tindakan membuat sesuatu yang baru. Dari sudut pandang ilmiah, produk-produk dari pemikiran kreatif (kadang disebut sebagai pemikiran yang berbeda) biasanya dianggap memiliki kedua orisinalitas dan kepatutan. Meskipun secara intuitif fenomena sangatlah sederhana, tetapi itu sebenarnya cukup kompleks. Hal ini telah dipelajari dalam psikologi perilaku, psikologi sosial, psikometri, filsafat, estetika, sejarah, seni, ekonomi dan lain sebagainya. Sinektik adalah metode pemecahan masalah yang merangsang proses berpikir yang mungkin tidak disadari oleh subjek. Metode ini dikembangkan oleh George M. Prince (April 5, 1918 - 9 Juni 2009) dan William JJ Gordon, yang berasal dari Arthur D. Little Invention Desain Unit pada 1950-an. Mereka mendirikan Synectics Inc (sekarang Synecticsworld) pada tahun 1960 dan metodologi yang telah berkembang secara substansial dalam 50 tahun berikutnya. 5.1 Wujud kreatifitas dan proses sinektik Beberapa proses sinektik tertentu dikembangkan dari beberapa asumsi tentang psikologi kreatifitas (the psychology of creativity). Asumsi pertama dengan membawa proses kreatif menuju kesadaran dan dengan mengembangkan
ABDUL ROSID, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
181
bantuan-bantuan eksplisit menuju kreatifitas, kita dapat secara langsung meningkatkan kapasitas kreatif secara individu maupun kelompok. Asumsi yang kedua adalah bahwa “komponan emosional lebih penting dari pada intelektual, irasional lebih penting dari pada rasional”. Kreatifitas merupakan pengembangan pola-pola mental baru. Interaksi yang tidak masuk akal menyisakan ruang bagi pemikiran yang terus-menerus yang dapat menuntun pada kondisi mental dimana banyak gagasan-gagasan baru muncul. Kondisi analogistik merupakan lingkungan mental yang terbaik dalam mengeksplorasi dan mengembangkan gagasan-gagasan, tetapi ia bukanlah tahap membuat keputusan. Gordon tidak menilai kecerdasan linier; dia berasumsi bahwa logika digunakan untuk membuat keputusan dan kompetensi teknik digunakan untuk menyusun gagasan di berbagai bidang. Akan tetapi ia percaya bahwa kreatifitas pada dasarnya merupakan proses emosional,
yang mensyaratkan unsur-unsur
irasionalitas dan emosi untuk meningkatkan
proses intelektual. Banyak
pemecahan masalah yang rasional dan cerdas, tetapi dengan menambah hal-hal yang tidak irrasional, kita akan dapat menciptakan kemungkinan-kemungkinan lain yang dapat kita pergunakan untuk meningkatkan gagasan-gagasan yang segar. Asumsi ketiga adalah bahwa unsur-unsur emosional, irrasional harus dipahami dalam rangka meningktakan kemungkinan sukses dalam situasi pemecahan masalah. Dengan kata lain, analisis terhadap proses irasional dan emosional tertentu dapat membantu individu dan kelompok untuk meningkatkan kreatifitas mereka dengan menggunakan irasionalitas secara konstruktif. Aspekaspek irasional dapat dipahami dan dikontrol secara sadar. Pencapaian control ini,
ABDUL ROSID, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
182
melalui penggunaan metafora dan analog secara seksama, merupakan objek sinektik. 1. Aktifitas metaforis Melalui aktifitas metaforis dalam model sinektik, kreatifitas menjadi proses yang dapat dijalankan secara sadar. Metafora-metafora membangun hubungan perumpamaan, perbandingan satu objek atau gagasan dengan objek atau gagasan lain, dengan cara menukarkan posisi keduanya. Melalui substitusi ini, proses kreatif muncul, yang dapat menghubungkan sesuatu yang familiar dengan yang tidak familiar atau membuat gagasan baru dari gagasan-gagasan yang biasa. Metafora memperkenalkan jarak konseptual (conceptual distance) antara orang dengan materi, objek atau subjek dan mendorong pemikiran-pemikiran orisinil. Contoh, dengan meminta siswa berfikir tentang buku tulis sebagai sepatu tua atau sebagai sungai, kita sebenarnya tengah menyediakan sebuah struktur, sebuah metafora, di mana siswa dapat berfikir tentang sesuatu yang familiar dengan cara yang baru. Sebaliknya kita dapat meminta siswa untuk berfikir tentang topic baru. Katakanlah tubuh manusia, dengan cara yang lama, yakni dengan meminta mereka membandingkan dengan system transportasi. Aktifitas metaforis kemudian tergantung pada dan berasal dari pengetahuan siswa, membantu mereka menghubungkan gagasan-gagasan dari materi yang familiar pada gagasan-gagasan dari materi yang baru, atau melihat materi yang familiar dari perspektif yang baru. Startegi-strategi sinektik yang kemudian menggunakan aktifitas metaforis yang dirancang untuk menyediakan sebuah susunan yang
ABDUL ROSID, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
183
darinya siswa dapat membebaskan diri dari mereka dalam mengembangkan imajinaasi dan wawasan dalam setiap aktifitas sehari-hari. Tiga jenis analogi ynag dipergunakan sebagai basis latihan sinektik : analogi personal (personal analogy), analogi langsung (direct analogy) dan konflik padat (compressed conflict) 1) Analogi personal Membuat analogi personal mengharuskan siswa untuk berempati pada gagasan-gagasan atau subjek-subjek yang dibandingkan. Siswa harus merasa bahwa mereka menjadi bagian dari unsur fisik dari masalah tersebut. Identifikasi untuk analogi ini dapat diterapkan pada orang, tumbuhan, hewan, atau bendabenda mati. Dalam tema-tema sejarah sebagai contoh, siswa diminta “ menjadi Sukarno pada detik-detik proklamasi. Apa yang kalian rasakan? Deskripsikan bagaimana perasaan kalian ketika Sukarno diculik angkatan muda dan didaulat untuk membaca teks Proklamasi. Hakikat analogi personal adalah pada keterlibatan empatik. Analogi personal mengharuskan lepasnya identitas diri sendiri menuju ruang atau objek lain. Jarak konseptual yang lebih besar tercipta oleh hilangnya diri atau identitas seseorang (siswa). Ini hanya dapat dilakukan jika siswa lebih kreatif dan inovatif membuat analogi tersebut. Gordon mengidentifikasi empat tingkat keterlibatan dalam analogi personal 1.
Deskripsi
orang
pertama
terhadap
fakta-fakta.
Orang
tersebut
menceritakan daftar fakta-fakta yang terkenal, tetapi tidak menghadirkan cara baru dalam memandang obyek atau hewan dan tidak menunjukkan keterlibatan empatik. Dalam pengertian menjadi Sukarno, orang tersebut
ABDUL ROSID, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
184
mungkin berkata “ saya merasa telah mewakili bangsa Indonesia untuk kemerdekaannya”. 2.
Identifikasi orang pertama terhadap emosi. Orang tersebut menceritakan emosi-emosi umum, tetapi tidak menghadirkan wawasan-wawasan baru: “saya merasa bersemangat dan berani” (sebagai sosok Sukarno)
3.
Identifikasi empatik terhadap makhluk hidup. Siswa mengidentifikasi secara emosional dan kinestetik subjek analogi. “ketika anda tersenyum seperti itu, saya selalu ingin tertawa”
4.
Identifikasi empatik terhadap benda mati. Level ini mengharuskan komitmen penuh. Orang tersebut melihat dirinya sebagai obyek anorganik dan mencoba mengkesplorasi masalah dari pandangan simpatik: “saya merasa bangga. Saya tidak dapat membayangkan kita akan benar-benar bisa menentukan jalan sendiri. Tujuan memperkenalkan tingkatan-tingkatan analogi personal ini bukan
untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk aktifitas metaforis, melainkan untuk menyediakan petunjuk tentang bagaimana jarak konseptual yang baik terbangun. Gordon percaya bahwa fungsionalitas analogi-analogi secara langsung sebanding dengan jarak yang tercipta. Semakin lebar jarak, semakin dekat siswa mampu mendapatkan gagasan-gagasan baru 2) Analogi langsung Analogi langsung merupakan perbandingan dua objek atau konsep. Perbandingan tidak harus selalu identik dalam segala hal. Fungsinya cukup sederhana, yaitu untuk mentransposisikan kondisi-kondisi topik atau situasi
ABDUL ROSID, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
185
permasalahan yang asli pada situasi lain untuk menghadirkan pandangan baru tentang gagasan atau masalah. Hal ini melibatkan identifikasi pada orang, tumbuhan, hewan, atau benda mati. Gordon menceritakan pengalaman seorang teknisi yang melihat shipworm yang sedang menggali lubang di dalam pepohonan. Saat ulat itu masuk kedalam pepohonan dalam membuat semacam tabung untuk dirinya sendiri, teknisi tersebut, Sir March Isumbard Bruneil, merasakan gagasan tentang kaison-kaison dalam membangun terowongan di bawah tanah (Gordon,1961 a: 40-41). Contoh lain dalam analogi langsung muncul ketika sebuah kelompok berusaha membuka kaleng dengan tutup yang dapat digunakan untuk menutupi kaleng tersebut. Dalam contoh ini analogi kacang polong secara bertahap muncul, yang menghasilkan gagasan tentang jahitan yang dapat membuat semacam jarak pada kaleng tersebut, sehingga tutupnya dapat digeser sedemikian rupa. 3) Konflik padat Bentuk metafora ketiga adalah konflik padat, yang secara umum didefinisikan sebagai frase yang terdiri dari dua kata dimana kata-kata tersebut tampak berlawanan dengan kata yang lain. Agresif yang lesu dan musuh yang bersahabat adalah dua contoh. Contoh-contoh yang dibuat Gordon, misalnya perusak yang menyelamatkan hidup dan api yang bergizi. Dia juga mencuplik ekspresi Pasteur, perlawanan yang aman. Konflik padat, menurut Gordon menyediakan wawasan luas dalam subjek yang baru. Konfik-konflik ini merefleksikan kemampuan siswa dalam memasukkan dua kerangka rujukan
ABDUL ROSID, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
186
dengan tetap berpedoman pada satu subjek. Semakin besar jarak antara kerangka rujukan, semakin besar fleksibilitas mental. 2. Latihan-latihan peregangan: menggunakan metafora Tiga jenis metafora tadi membentuk dasar rangkaian aktifitas dalam model penggajaran ini. Tiga jenis metafora tersebut juga dapat diterapkan secara terpisah menurut kelompok-kelompok, sebagai penghangat pada proses kreatif yaitu pada pemecahan masalah. Kami menyebut proses ini sebagai latihan perpanjangan (strectcing exercises) Latihan peregangan menyediakan pengalaman pada tiga jenis aktifitas metaforis, tetapi latihan tersebut tidak berhubungan dengan situasi permasalahan tertentu dan tidak mengikuti rangkaian tahap-tahap. Latihan tersebut mengajarkan siswa proses-proses berfikir metaforis sebelum mereka diminta menggunakannnya untuk memecahkan masalah, membuat rancangan atau mengeksplorasi konsep. Siswa hanya diminta untuk merespon gagasan-gagasan seperti berikut ini: Analogi langsung Analogi langsung dimunculkan melalui pertanyaan-pertanyaan yang menuntut adanya perbandingan secara langsung. Analogi personal Analogi personal dimunculkan dengan meminta siswa untuk berpura-pura menjadi sebuah objek, tindakan gagasan, atau peristiwa. Konflik padat Praktik konflik padat dimunculkan dengan menghadirkan beberapa benda atau meminta orang memanipulasinya.
ABDUL ROSID, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
187
3. Model Pengajaran 1) Struktur pengajaran Sebenarnya ada dua strategi atau model pengajaran yang didasarkan pada prosedur-prosedur sinektik. Salah satu dari dua strategi tersebut, yakni membuat sesuatu yang baru (creating something new), dirancang untuk membuat hal-hal yang familiar menjadi asing, untuk membantu siswa melihat masalah-masalah, gagasan-gagasan dan hasil-hasil yang lama dengan cara yang baru, pandangan lebih kreatif. Sedangkan strategi yang lain, yakni membuat yang asing menjadi familiar (making the strange familiar), dirancang untuk membuat gagasangagasan yang baru dan tidak familiar menjadi lebih bermakna. Meskipun dua strategi ini menggunakan tiga jenis analogi tadi, sasaran, struktur, dan prinsipprinsip tanggapan keduanya berbeda. Kami menyebut membuat sesuatu menjadi baru sebagai strategi pertama dan membuat sesuatu yang asing menjadi familiar sebagai strategi kedua. Strategi pertama membantu siswa melihat sesuatu yang biasa dengan caracara yang tidak biasa dengan menggunakan analogi-analogi untuk membuat jarak konseptual. Kecuali pada langkah terakhir dimana siswa kembali pada masalah yang
semula, mereka tidak membuat perbandingan-perbanding sederhana.
Sasaran strategi ini adalah untuk mengembangkan pemahaman baru: berempati dengan / pada sikap yang sedikit berlagak dan mengertak: merancang jalan masuk yang baru: memecahkan masalah-masalah sosial atau interpersonal, seperti sampah atau dua siswa yang saling berkelahi: atau memecahkan masalah-masalah
ABDUL ROSID, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
188
pribadi seperti bagaiamana berkonsentrasi dengan lebih baik saat membaca buku. Peran guru adalah berhati-hati terhadap analisis atau kesimpulan yang terlalu dini. STRUKTUR STRATEGI PERTAMA: MEMBUAT SESUATU YANG BARU Tahap pertama: mendeskripsikan situasi saat ini Guru meminta siswa mendeskripsikan situasi atau topik seperti yang mereka lihat saat ini. Tahap kedua: analogi langsung Siswa
mengusulkan
analogi-analogi
langsung,
memilihnya,
dan
mengeksplorasi (mendeskripsikan) lebih jauh. Tahap ketiga: analogi personal Siswa menjadi analogi yang telah mereka pilih dalam tahap kedua tadi. Tahap keempat: konflik padat Siswa mengambil deskripsi-deskripsi dari tahap kedua dan ketiga, mengusulkan beberapa analogi konflik padat dan memilih salah satunya. Tahap kelima: analogi langsung Siswa membuat dan memilih analogi langsung yang lain, yang didasarkan pada analogi konflik padat. Tahap keenam: memeriksa kembali tugas awal Guru meminta siswa kembali pada tugas atau masalah awal dan menggunakan analogi terakhir dan atau seluruh pengalaman sinektiknya. Transkrip sesi sinektik menunjukkan seorang guru membantu siswasiswanya melihat konsep yang biasa dengan cara-cara segar. Pada awalnya siswa memilih konsep biasa, untuk kemudian dideskripsikan dalam komposisi
ABDUL ROSID, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
189
penulisan. Hal ini menggambarkan enam tahap model tersebut (Gordon, 1971: 711) Model sinektik menstimulasi siswa untuk melihat dan merasakan gagasan orisinil dengan cara-cara yang baru, yang lebih segar. Jika siswa ingin menyelesaikan masalah, kita berharap mereka akan melihat masalah itu dengan lebih bijaksana dan mengembangkan solusi-solusi yang dapat mereka eksplorasi. Sebaliknya, strategi kedua, membuat sesuatu yang asing menjadi familiar, mencari untuk meningkatkan pemahaman siswa dan internalisasi materi yang baru dan sulit secara substantif. Dalam strategi ini metafora digunakan untuk menganalisis, tidak untuk membuat jarak konseptual sebagaimana dalam strategi pertama. Contoh, guru mungkin menyajikan konsep kebudayaan pada siswasiswanya. Dengan menggunakan analogi-analogi yang familiar (seperti dapur atau rumah)
siswa
mulai
menjabarkan/membatasi/mejelaskan
karakteristik-
karakteristik yang hadir dan tidak ada dalam konsep. Strategi ini bersifat analitis dan kovergen: siswa secara terus menerus
bergantian antara mendefinisikan
karakteristik subjek yang lebih familiar dengan membandingkan subjek-subjek tersebut dengan karakteristik-karakteristik topik yang tidak familiar. Pada tahap pertama dalam strategi kedua ini, yakni menjelaskan topik baru, siswa disediakan informasi. Pada tahap kedua, guru atau siswa mengusulkan analogi langsung. Tahap ketiga meminta siswa untuk “menjadi hal-hal yang familiar” (mempersonalisasi analogi langsung). Pada tahap keempat, siswa mengidentifikasi dan menjelaskan poin-poin kesamaan antara analogi dengan materi substantif. Pada tahap kelima siswa menjelaskan perbedaan-perbedaan di
ABDUL ROSID, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
190
antara analogi-analogi. Untuk mengukur perolehan-perolehan informasi baru, siswa dapat mengusulkan dan menganalisis analogi-analogi familiarnya pada tahap keenam dan tahap ketujuh.
STRUKTRUR STRATEGI KEDUA: MEMBUAT SESUATU YANG ASING MENJADI FAMILIAR Tahap pertama: input substantif Guru menyediakan informasi tentang topik baru Tahap kedua: analogi langsung Guru
mengusulkan
analogi
langsung
dan
meminta
siswa
mendeskripsikannya. Tahap ketiga: analogi personal Guru meminta siswa menjadi analogi langsung Tahap keempat: mebandingkan analogi-analogi Siswa mengidentifikasi dan menjelaskan poin-poin kesamaan antara materi baru dengan analogi langsung. Tahap kelima: menjelaskan perbedaan-perbedaan Siswa menjelaskan dimana saja analogi-analogi yang tidak sesuai Tahap keenam: eksplorasi Siswa mengeksplorasi kembali topik asli Tahap ketujuh: membuat analogi Siswa menyiapkan analogi langsung dan mengeksplorasi persamaanpersamaan dan perbedaan-perbedaan.
ABDUL ROSID, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
191
Berikut ini merupakan salah satu ilustrasi dari strategi kedua yang telah terprogram. Siswa diminta untuk membuat perbandingan antara demokrasi (topik baru) dengan tubuh manusia (topik yang biasa). Sampel yang disajikan disini tidak menyertakan analogi personal (tahap ketiga), yang kami rekomendasikan sebagai bagian dari strategi ini. Kami merasa bahwa meminta siswa untuk “menjadi sesuatu” sebelum meminta mereka membuat hubungan-hubungan intelektual akan meningkatkan pemikiran mereka. Pada contoh ini siswa pertamatama disajikan sebuah paragraf pendek yang cukup substantif. Sistem sosial Baik
model-model
maupun
strategi-strategi
pengajaran
sinektik
sebenarnya dapat disusun dengan mudah, asalkan guru dapat memprakarsai rangkaian dan membimbing penggunaan mekanisme-mekanisme operasional. Guru dapat membantu siswa mengintelektualkan proses-proses mental mereka. Namun, siswa punya kebebasan dalam diskusi terbuka mereka agar melibatkan diri dalam pemecahan masalah metaforis. Norma-norma kerjasama, “permainan khayalan”, dan kualitas intelektual yang emosional penting untuk membangun setting dalam pemecahan masalah secara kreatif. Reward datang dari kepuasan dan kenyamanan siswa dalam aktifitas pembelajaran. Peran/tugas guru Guru harus memperhatikan menjangkau siswa-siswa mana yang pola pikirnya perlu diatur sedemikian rupa. Begitu pula mereka perlu mendorong kondisi-kondisi psikologis yang mungkin dapat ,membangun respon kreatif siswa.
ABDUL ROSID, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
192
Selain itu mereka juga menggunakan hal-hal yang tidak rasional untuk mendorong siswa-siswa yang enggan dalam memanjakan hal yang tidak relevan dan perangkat-perangkat lainnya yang penting untuk memunculkan saluran-saluran pemikiran. Oleh karena guru berposisi sebagai panutan yang penting dalam metode ini mereka harus belajar menerima hal-hal yang aneh dan tidak biasa. Mereka harus bisa menerima seluruh respon siswa untuk meyakinkan bahwa siswa merasa tidak ada penghakiman eksternal terhadap ekspresi kreatif mereka. Semakin sulit masalah yang dipecahkan, semakin penting bagi guru untuk menerapkan dan menerima analogi-analogi yang tidak masuk akal sehingga siswa dapat mengembangkan perspektif-perspektif segar tentang masalah yang mereka hadapi. Pada strategi yang kedua, hendaknya guru hati-hati pada analisis yang terlalu dini. Mereka perlu mangklarifikasi dan meringkas perkembangan aktifitas pembelajaran dan oleh karena itu, perkembangan perilaku pemecahan masalah siswa. Sistem pendukung Pada hakekatnya siswa tetap membutuhkan fasilitas dari seorang pemimpin yang kompeten dalam merancang dan menerapkan prosedur-prosedur analisis. Mereka juga memerlukan, dalam hal masalah-masalah ilmiah atau sains, sebuah laboratorium yang dapat membangun model-model dan perangkat perangkat lain untuk membuat masalah menjadi konkret dan menciptakan inovasiinovasi praktis lain. Bagaimanapun satu kelas membutuhkan ruang kerja suatu lingkungan yang dalam kreatifitas dapat dihargai dan digunakan. Ruang belajar
ABDUL ROSID, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
193
yang biasa mungkin dapat menyediakan kebutuhan-kebutuhan seperti ini, tetapi kelas yang sering dirancang dalam bentuk kelompok-kelompok mungkin akan terlalu besar untuk aktivitas-aktivitas sinektik. Dengan demikian, kelompokkelompok kecil perlu dibuat. Penerapan Menggunakan sinektik dalam kurikulum Sinektik dirancang untuk meningkatkan kreatifitas individu dan kelompok. Mendiskusikan pengalaman sinektik dapat membangun perasaan kebersamaan antarsiswa. Siswa belajar tentang kawan sekelasnya saat mereka merespon gagasan atau masalah. Pemikiran-pemikiran dinilai sebagai kontribusi potensial dalam proses kelompok. Prosedur-prosedur sinektik membantu menciptakan komunitas kesetaraan dimana berfikir merupakan basis tunggal di dalamnya. Standar yang sangat cukup menyenangkan seperti ini tentu akan memberikan dukungan pada peserta didik yang sangat pemalu. Prosedur-prosedur sinektik bisa diterpkan pada siswa dalam semua bidang kurikulum, baik sains maupun seni. Prosedur-prosedur ini dapat dihubungkan dengan diskusi guru-siswa dalam kelas dan pada materi-materi yang dibuat guru siswa. Hasil atau kendaraan aktivitas sinektik tidak selalu harus ditulis; hasil ini dapat dilisankan, atau hasil-hasil tersebut dapat berbentuk aktifitas-aktifitas bermain paran (role plays), seperti melukis dan menggambar, atau perubahanperubahan dalam perilaku. Ketika menggunakan sinektik untuk melihat massalahmasalah sosial atau perilaku anda mungkin ingin memberitahukan perilaku situasional sebelum dan sesudah aktivitas sinektik, serta mengamati perubahan-
ABDUL ROSID, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
194
perubahan. Hal ini juga menarik dilakukan untuk memilih gaya-gaya akspresif yang berbeda dengan topik awal, seperti meminta siswa melukis gambar tentang kerugian atau diskriminasi. Konsep abstrak, tetapi gaya ekspresinya harus konkret. Sinektik dapat diterapkan pada siswa di semua tingkatan umur, meskipun dengan siswa yang sangat muda, sinektik adalah cara terbaik untuk memberikan latihan-latihan peregangan (stretching exercises). Lebih dari itu pengaturannya juga sama seperti pendekatan laian dalam pengajaran –cermat bekerja dalam pengalaman, memperkaya penggunaan materi yang konkret, menerapkan secara hati-hati, dan merangkum prosedur-prosedur dengan jelas. Model ini sering kali berfungsi secara efektif, khususnya pada siswa-siswa yang mundur dari aktifitas-aktifitas pembelajaran akademik karena tidak rela untuk mengambil risiko yang salah. Sebaliknya siswa-siswa yang unggul yang hanya merasa nyaman saat memberikan respon yang mereka yakini benar sering kali merasa segan untuk berpartisipasi. Untuk alasan ini kami percaya bahwa sinektik bernilai bagi semua orang. Sinektik berkombinasi dengan model-model lain dengan mudah. Ia dapat memperpanjang konsep-konsep untuk dieksplorasi dengan kelompok model pengajaran memproses informasi; membuka dimensi-dimensi problem sosial yang dieksplorasi melalui bermain peran, investigasi kelompok, atau berfikir yurisprudensi; dan mengembangkan kekayaan masalah dan perasaan-perasaan yang dikuak oleh model-model lain dalam kelompok model pengajaran personal.
ABDUL ROSID, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
195
Penerapan model sinektik yang paling efektif selalu berkembang setiap waktu ia memiliki hasil jangka pendek dalam memperluas pandangan tentang konsep dan masalah, tetapi ketika siswa diekspos untuk menerapkan model ini secara berulang-ulang maka mereka dapat belajar bagaimana menggunakannya dengan cara meningkatkan ketrampilan – dan mereka belajar- memasuki gaya metaforis dengan cara meningkatkan ketenangan dan kesempurnaan. Strategi ini secara umum cukup atraktif, dan kombinasi keberuntungannya dalam meningkatkan pemikiran produktif, empati yang mendidik, dan kedekatan impersonal menjadikannya dapat diterapkan pada siswa diseluruh tingkatan umur dan semua bidang kurikulum. Dampak-dampak instruksional dan pengiring Model sinektik dan instruksional memiliki nilai instruksional dan pengiring. Dengan kepercayaan bahwa proses kreatif dapat dikomunikasikan dan dapat
ditingkatkan
melalui
latihan
langsung
(direct
training),
Gordon
mengembangkan teknik-teknik instruksional khusus. Sinektik dapat diaplikasikan tidak hanya bagi pengembangan kekuatan kreatif yang umum, tetapi juga bagi pengembangan respon-respon kreatif pada beragam bidang masalah. Gordon jelas percaya bahwa kekuatan kreatif akan meningkatkan pembelajaran dalam bidangbidang ini. Untuk yang terakhir ini, dia menekankan lingkungan sosial yang dapat mendorong kreatifitas dan menggunakan kohesi kelompok untuk dapat meningkatkan kekuatan yang memungkinkan para peserta didik memfungsikan dunia metaforis secara mandiri. Metode sinektik jelas dirancang untuk
ABDUL ROSID, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
196
meningkatkan kreatifitas individu-individu dan kelompok. Namun, pembelajaran implisit dari model-model ini rata-rata cukup jelas. Bagan 5.1 Model Sinektik INSTRUKSIONAL KOHESI & PRODUKTIVITAS KELOMPOK
PERANGKAT BERFIKIR METAFORIS
KAPABILITAS DLM PEMECAHAN MASALAH
MODEL SINEKTIK
HARGA DIRI
KEPETUALANGAN
PENCAPAIAN MATERI KURIKULUM
Pengiring
Pendekatan lain dalam stimulasi kreativitas melalui aktifitas metaforis disajikan oleh Judith Sanders dan Donald Sanders (1984). Dalam rancangannya Sanders mengungkapkan banyaknya pendidik tidak dengan sendirinya sadar pada spectrum penggunaan model-model yang dirancang untuk menginduksi pemikiran divergen. Untuk beberapa alasan, banyak orang berpikir bahwa kreatifitas merupakan kecakapan yang hanya terbatas pada bakat dalam kesenian, khususnya menulis, melukis dan memahat, sedangkan para penggagas model ini percaya
ABDUL ROSID, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
197
bahwa kecakapan ini dapat ditingkatkan dan diterapkan pada hampir semua usaha manusia dan juga dalam semua bidang kurikulum. Sanders juga menyediakn ilustrasi-ilustrasi dalam hal tujuan, perkembangan empati, kajian nilai, bidangbidang pemecahan masalah dan peningkatan perspektif dalam memandang topik. Newby dan Ertner (1994) telah melakukan rangkaian kajian di mana mereka
melatih
siswa
menggunakan
analogi-analogi
untuk
mendekati
pembelajaran tentang konsep-konsep psikologi tingkat tinggi yang biasanya dipelajari oleh mahasiswa perguruan tinggi. Hasil dari kajian ini ternyata menjustifikasi pengalaman yang kita dapatkan pada siswa-siswa K-12 bahwa analogi-analogi dapat meningkatkan pembelajaran langsung dan jangka panjang (immediate and long-term learning), dan meningkatkan kesenangan siswa dalam belajar. Baer (1993) melaporkan seperangkat kajian yang mengeksplorasi ketrampilan berfikir divergen yang spesifik dan umum, yang juga membenarkan bahwa, strategi-strategi penginduksian kreatifitas umum (general creatifityinducing strategies) dapat diterapkan dalam berbagai ranah, tetapi latihan khusus pada ranah tertentu (domain specific training) agaknya hanya bisa diterapkan untuk ranah-ranah lain yang lebih sempit. Sedangkan Glynn (1994) melaporkan kajian dalam pengajaran sains dengan mengusulkan bahwa penggunaan analogianalogi dalam materi pelajaran dapat meningkatkan pembelajaran jangka panjang dan jangka pendek. Manfaat dari pembelajaran dengan metode sinteksis adalah siswa akan memiliki integritas, berjiwa sosial tinggi, bertanggung-jawab, kreatif, mandiri dan
ABDUL ROSID, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
198
memiliki kemampuan untuk memandang segala persoalan secara komprehensif sebagai modal awal dalam memecahkan setiap persoalan. Lebih jauhnya, siswa dapat dipandang sebagai individu yang mandiri, memiliki potensi belajar, pengembang ilmu dan kemampuan memecahkan suatu permasalahan (problem solving).
Namun penerapan metode ini dalam proses KBM di Indonesia masih terhitung langka. Hal ini bukan hanya karena kurangnya sosialisasi tetapi juga menyangkut berbagai faktor, seperti beban guru untuk mengejar target kurikulum dan guru yang selalu menjadi pusat kegiatan belajar. Guru merasa dirinya hanya merupakan penyampai bahan pelajaran dan bukan sebagai fasilitator yang membuat siswa belajar.
Pandangan ini juga diperburuk dengan beredarnya buku-buku sumber yang berusaha menjadi buku pegangan yang paling lengkap dengan memuat sebanyak mungkin fakta-fakta. Guru seringkali memilih buku sumber pegangan siswa yang relevan dengan dokumen kurikulum yang dikeluarkan pemerintah. Mereka menganggap bahwa semua uraian materi tersebut harus disampaikan kepada siswanya hingga selesai melalui KBM di kelas. Manfaat lain dari metode sinektik adalah dapat membentuk kreatifitas individu dan kelompok. Pengalaman sinektik dapat menumbuhkan jiwa sosial para siswa. Mereka belajar bersama dengan melihat bagaimana rekan-rekannya bereaksi kepada suatu ide atau masalah. Hal ini akan menyebabkan setaiap individu berpartsipasi dalam suasana belajar yang menyenangkan.
ABDUL ROSID, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
199
5.2 PENERAPAN
MODEL
SINEKTIK
DALAM
PEMBELAJARAN
ANILISIS STILISTIKA dan NILAI BUDAYA Rencana Pelaksanaan Pembelajaran a. Identitas Sekolah dan Standar Kompetensi Nama sekolah
: MTs Misykat al-Anwar Jombang
Mata Pelajaran
: bahasa dan sastra Indonesia
Kelas/semester
: VIII/ Satu
Aspek pembelajaran : membaca karya sastra Standar Kompetensi : memahami berbagai macam puisi Indonesia Kompetensi dasar
: menemukan stilistika dan nilai budaya dalam karya sastra
Indikator : Menemukan stilistika (diksi, citraan, kata-kata konkret, bahasa figuratif) dalam puisi Menemukan nilai-nilai budaya dalam puisi Alokasi waktu : 4 X 45 menit (2 kali pertemuan)
b. Tujuan pembelajaran Tujuan : Siswa mampu menemukan stilistika yang berupa diksi, citraan, kata-kata konkret, bahasa figuratif dan nilai budaya dalam puisi Indonesia Materi pokok pembelajaran : Puisi Stilistika (diksi, citraan, kata-kata konkret, bahasa figuratif) dan nilai budaya
Model pembelajaran Model pembelajaran sinektik yang terdiri atas dua struktur pengajaran yaitu: Struktur Strategi Pertama: Membuat Sesuatu Yang Baru Tahap pertama: mendeskripsikan puisi berdasarkan periodisasi
ABDUL ROSID, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
200
Guru meminta siswa menbacakan puisi “Sebab Dikau” karya Amir hamzah dan puisi yang berjudul “Cintaku Jauh Di Pulau” karya Chairil Anwar
Tahap kedua: analogi langsung Guru memaparkan tentang analisis stilistika berupa diksi, citraan, katakata konkret dan bahasa figuratif Siswa mengkaitkan antara diksi, ctraan, kata-kata konkret dan bahasa figuratif dengan puisi “Sebab Dikau” karya Amir hamzah dan puisi yang berjudul “Cintaku Jauh Di Pulau” karya Chairil Anwar. Siswa membuat puisi sendiri berdasarkan aspek stilistika (diksi, citraan, kata-kata konkret dan bahasa figuratif) dan mendeskripsikannya lebih jauh.
Tahap ketiga: analogi personal Siswa menjadi analogi dari puisi yang telah mereka buat dalam tahap kedua tadi.
Tahap keempat: konflik padat (perbandingan yang kuat) Siswa mengambil deskripsi-deskripsi dari tahap kedua dan ketiga, mengusulkan beberapa analogi konflik padat (perbandingan yang kuat) dan memilih salah satunya.
Tahap kelima: analogi langsung Siswa membuat dan memilih analogi langsung yang lain yaitu puisi karya dia sendiri yang didasarkan pada analogi konflik padat.
Tahap keenam: memeriksa kembali tugas awal Guru meminta siswa kembali pada pembahasan aspek stilistika (diksi, ctraan, kata-kata konkret dan bahasa figuratif) atau masalah awal dan menggunakan analogi terakhir ( pilihan analisis menurut siswa) dan atau
ABDUL ROSID, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
201
seluruh pengalaman sinektiknya Struktrur Strategi Kedua: Membuat Sesuatu yang Asing Menjadi Familiar Tahap pertama: input substantif Guru menyampaikan dua pusi angkatan 45 dan 66 yaitu puisi yang berjudul “Lapangan Pagi” karya Sitor Sitomurang dan “ Gerilya” karya WS. Rendra sebagai topik baru
Tahap kedua: analogi langsung Guru mengusulkan analogi langsung kedua puisi tersebut dan meminta siswa mendeskripsikannya berdasarkan analisis stilistika (diksi, citraan, kata-kata konkret dan bahasa figuratif). Tahap ketiga: analogi personal Guru meminta siswa untuk membuat sebuah analogi/ perumpamaan tersendiri
berdasarkan
penagalaman
siswa
sendiri
sebuah
puisi
berdasarkan aspek stilistika (diksi, citraan, kata-kata konkret dan bahasa figuratif). Tahap keempat: mebandingkan analogi-analogi Siswa mengidentifikasi dan menjelaskan poin-poin kesamaan aspek analisis stilistika antara puisi “Lapangan Pagi” karya Sitor Sitomurang dan “ Gerilya” karya WS Rendra dengan puisi karya siswa sendiri. Tahap kelima: menjelaskan perbedaan-perbedaan Siswa menjelaskan aspek apa saja yang tidak bersesuaian berdasarkan analisis stilistika antara puisi “Lapangan Pagi” karya Sitor Sitomurang dan “ Gerilya” karya WS Rendra dengan puisi karya siswa sendiri. Tahap keenam: eksplorasi Siswa mengeksplorasi kembali puisi puisi “Lapangan Pagi” karya Sitor Sitomurang dan “ Gerilya” karya WS Rendra Tahap ketujuh: membuat analogi Siswa menyiapkan puisi karya sendiri dan mengeksplorasi persamaanpersamaan dan perbedaan-perbedaan dengan puisi “Lapangan Pagi” karya Sitor Sitomurang dan “ Gerilya” karya WS Rendra..
ABDUL ROSID, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
202
Kegiatan Pembelajaran Pertemuan Pertama Tahapan Pembuka
Kegiatan pembelajaran Guru meminta siswa menbacakan puisi “Sebab Dikau” karya Amir hamzah dan puisi yang berjudul “Cintaku Jauh Di Pulau” karya Chairil Anwar
Guru memaparkan tentang analisis stilistika berupa diksi, citraan, kata-kata konkret dan bahasa figuratif Inti
Siswa mengkaitkan antara diksi, citraan, kata-kata konkret dan bahasa figuratif dengan puisi “Sebab Dikau” karya Amir hamzah dan puisi yang berjudul “Cintaku Jauh Di Pulau” karya Chairil Anwar. Siswa membuat puisi sendiri berdasarkan aspek stilistika (diksi, ctraan,
kata-kata
konkret
dan
bahasa
figuratif)
dan
mendeskripsikannya lebih jauh. Siswa menjadi analogi dari puisi yang telah mereka buat dalam tahap kedua tadi. Siswa mengambil deskripsi-deskripsi dari tahap kedua dan ketiga,
mengusulkan
beberapa
analogi
konflik
padat
(perbandingan yang kuat) dan memilih salah satunya. Siswa membuat dan memilih analogi langsung yang lain yaitu puisi karya dia sendiri yang didasarkan pada analogi konflik padat. Penutup
Guru meminta siswa kembali pada pembahasan aspek stilistika (diksi, ctraan, kata-kata konkret dan bahasa figuratif) atau masalah awal dan menggunakan analogi terakhir (pilihan analisis
menurut
siswa)
dan
sinektiknya
ABDUL ROSID, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
atau
seluruh
pengalaman
203
Sumber Belajar Pustaka rujukan
Panduan belajar Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMP kelas VIII karya Alek Suryanto dan Agus haryanto terbitan ESIS 2007
Media elektronik Penilaian Penilaian dalam model ini dilakukan selama proses belajaran beserta hasil akhir siswa dalam pembelajaran ini. Dalam proses belajar yang dinilai adalah kesungguhan dan pertisipasi serta keaktifan siswa selama mengerjakan berbagai tugas seperti kesungguhan dalam mencari ide membuat puisi berdasarkan empat aspek stilistika dan partisipasi dalam pembahasan. Penilaian hasil belajar dilihat dari hasil menulis siswa berupa puisi. Pertemuan kedua Tahapan Pembuka
Kegiatan pembelajaran Guru menyampaikan dua pusi angkatan 45 dan 66 yaitu puisi yang berjudul “Lapangan Pagi” karya Sitor Sitomurang dan “ Gerilya” karya WS. Rendra sebagai topik baru.
Inti
Guru mengusulkan analogi langsung kedua puisi tersebut dan meminta
siswa
mendeskripsikannya
berdasarkan
analisis
stilistika (diksi, citraan, kata-kata konkret dan bahasa figuratif). Guru
meminta
siswa
untuk
membuat
sebuah
analogi/
perumpamaan tersendiri berdasarkan pengalaman siswa sendiri sebuah puisi berdasarkan aspek stilistika (diksi, citraan, katakata konkret dan bahasa figuratif). Siswa mengidentifikasi dan menjelaskan poin-poin kesamaan aspek analisis stilistika antara puisi “Lapangan Pagi” karya Sitor
ABDUL ROSID, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
204
Sitomurang dan “ Gerilya” karya WS Rendra dengan puisi karya siswa sendiri. Siswa menjelaskan aspek apa saja yang tidak bersesuaian berdasarkan analisis stilistika antara puisi “Lapangan Pagi” karya Sitor Sitomurang dan “ Gerilya” karya WS Rendra dengan puisi karya siswa sendiri. Penutup
Siswa mengeksplorasi kembali puisi puisi “Lapangan Pagi” karya Sitor Sitomurang dan “ Gerilya” karya WS Rendra Siswa menyiapkan puisi karya sendiri dan mengeksplorasi persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan dengan puisi “Lapangan Pagi” karya Sitor Sitomurang dan “ Gerilya” karya WS Rendra.
ABDUL ROSID, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu