112
BAB V
KESIMPULAN
Proses terbentuknya kawasan Pecinan Pasar Gede hingga menjadi pusat perdagangan di Kota Surakarta berawal dari migrasi orang-orang Cina ke pesisir utara pulau Jawa pada abad XIV. Setelah berhasil membangun pesisir utara Pulau Jawa sebagai entrepot, mereka mulai berdagang ke pedalaman Jawa melalui Sungai Bengawan Sala pada abad XV. Kegiatan dagang tersebut terus berlanjut hingga berdirinya Keraton Surakarta pada tahun 1745. Selama kurun waktu ± 300 tahun, orang-orang Cina memegang peranan penting dalam aktivitas perniagaan di Bengawan Sala. Mereka berhasil membangun sarana pendukung perniagaannya seperti Bandar Pecinan, Pasar Gede hingga Kelenteng Avalokiteswara. Namun setelah terjadi peristiwa Chinezenmoord di Batavia pada tahun 1740 dan Geger Pecinan di Kartasura pada tahun 1742, ruang gerak orangorang Cina di Surakarta mulai dibatasi oleh Pemerintah Kolonial Belanda melalui penerapan kebijakan-kebijakan tertentu. Sebagai imigran sekaligus kelompok minoritas, masyarakat Cina harus mengikuti berbagai situasi yang dikontrol oleh pihak penguasa kolonial. Dengan segala keterbatasan yang mereka peroleh, orang-orang Cina berusaha untuk tetap menjadi bagian penting dalam aktivitas perekonomian di Surakarta. Berbagai hal yang dialami oleh masyarakat Cina di atas dapat mempengaruhi dinamika keruangan kawasan Pecinan Pasar Gede yang telah terbentuk sejak abad XV.
113
Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, komponen kawasan Pecinan Pasar Gede yang terpengaruh oleh kebijakan Pemerintah Kolonial Belanda tahun 1745 – 1945, antara lain: 1. Pemukiman Pemukiman Cina di kawasan Pasar Gede yang terpengaruh oleh kebijakan Belanda adalah rumah/tempat tinggal dan pola pemukiman. Masing-masing mendapat pengaruh yang berbeda-beda dari kebijakan Belanda. Berikut penjelasan mengenai pengaruh yang nampak pada masing-masing unsur pemukiman: a. Rumah/tempat tinggal Secara fisik, pengaruh yang nampak pada rumah/tempat tinggal adalah bentuk bangunannya yang bertingkat dan arsitekturnya yang bernuansa kolonial. Kemunculan rumah/tempat tinggal bertingkat berkaitan dengan kebijakan UU Agraria dan wijkenstelsel. UU Agraria 1870 melarang etnis Cina untuk memiliki tanah di wilayah lain. Sementara kebijakan wijkenstelsel mengharuskan etnis Cina untuk bermukim dalam satu wilayah dengan batas-batas yang telah
ditentukan.
Peraturan-peraturan
tersebut
membuat
jumlah
kepemilikan tanah menjadi berkurang dan ruang gerak masyarakat Cina menjadi terbatas. Pertumbuhan masyarakat Cina di Surakarta yang terus bertambah dari tahun ke tahun membuat kebutuhan akan papan juga semakin meningkat. Kondisi tersebut membuat masyarakat Cina mulai membangun rumahnya secara bertingkat. Sementara, kemunculan arsitektur kolonial pada rumah/tempat tinggal di kawasan Pecinan Pasar Gede berkaitan dengan kebijakan
114
gelijkstelling. Kebijakan ini memberi kesempatan bagi etnis Cina untuk memperoleh kesetaraan hak dan kedudukan hukum seperti orang Eropa. Akibatnya, sebagian masyarakat Cina mulai berorientasi pada barat. Hal ini memicu terjadinya proses westernisasi di kawasan Pecinan Pasar Gede. b. Pola pemukiman Pola pemukiman yang muncul akibat pengaruh kebijakan Pemerintah Kolonial Belanda tahun 1745 – 1945 adalah pola pemukiman memanjang jalan (linier). Kemunculan ini berkaitan dengan kebijakan wijkenstelsel yang menerapkan zona batas wilayah di kawasan Pecinan Pasar Gede dengan menambahkan daerah Balong, Ketandan, dan Limolasan. Pola pemukiman memanjang jalan (linier) di kawasan Pecinan Pasar Gede semakin dominan ketika kebijakan reorganisasi agraria dikeluarkan
pada
wijkenstelsel
dan
tahun
1918
serta
dihapuskannya
passenstelsel
pada
tahun
1919.
kebijakan Akibatnya,
pemukiman Cina di kawasan Pasar Gede berkembang ke arah utara, barat, dan timur (lihat peta 4.4). 2. Sarana-prasarana transportasi Sarana-prasarana transportasi di kawasan Pecinan Pasar Gede yang terpengaruh oleh kebijakan Pemerintah Kolonial Belanda tahun 1745 – 1945 adalah Kali Pepe. Kali Pepe merupakan salah satu komponen penting bagi lalu lintas perdagangan dan transportasi di kawasan Pecinan Pasar Gede sejak abad XV.
115
Namun pada akhir abad XIX, fungsi Kali Pepe sebagai jalur perdagangan
dan
transportasi
terhenti.
Hal
ini
berkaitan
dengan
perkembangan perkebunan di wilayah Surakarta yang dimulai pada awal abad XIX dan mengalami puncaknya pada akhir abad XIX setelah UU Agraria 1870 dikeluarkan. Akibatnya, banyak jaringan jalan dan rel kereta api yang dibangun di wilayah Surakarta untuk mengakomodasi hasil perkebunan dan transportasi. Kondisi tersebut membuat sarana transportasi dan perdagangan harus beralih dari sungai ke darat. 3. Fasilitas perekonomian Fasilitas perekonomian yang terpengaruh oleh kebijakan Pemerintah Kolonial Belanda tahun 1745 – 1945 adalah Bandar Pecinan, Pasar Gede, dan rumah toko (ruko). Dibawah ini akan dijelaskan pengaruh yang didapat masing-masing unsur dari fasilitas perekonomian: a. Bandar Pecinan Salah satu kebijakan Pemerintah Kolonial Belanda antara tahun 1745 – 1945 yang berpengaruh terhadap Bandar Pecinan adalah UU Agraria 1870. Kebijakan ini merupakan puncak dari perkembangan perkebunan di Surakarta yang kemudian diikuti dengan pembangunan jaringan jalan dan rel kereta api. Hal tersebut membuat sarana transportasi dan perdagangan beralih dari sungai ke darat. Akibatnya, pusat perdagangan yang sebelumnya berada di sepanjang Sungai Bengawan Sala berpindah ke pusat Kota Surakarta. Dengan kondisi tersebut, eksistensi Bandar Pecinan sebagai salah satu bandar perdagangan sejak abad XV harus terhenti.
116
b. Pasar Gede Kebijakan Belanda yang berpengaruh terhadap Pasar Gede adalah kapitan Cina. Secara fisik, Pasar Gede telah mengalami perubahan dari pasar sederhana yang berkarakter Candi Padurasa (aktivitas religius lebih dominan daripada kegiatan dagang) menjadi pasar ekonomi yang semakin maju. Hal ini ditandai dengan keberadaan los-los dan warung tenda semi permanen yang dibangun oleh kapitan Cina di kawasan Pecinan Pasar Gede. c. Rumah toko (ruko) Kemunculan ruko di kawasan Pecinan Pasar Gede berkaitan dengan kebijakan wijkenstelsel dan passenstelsel yang membatasi ruang gerak masyarakat Cina secara sosial-budaya dan ekonomi. Pembatasan ini justru membuat orang-orang Cina mulai berpikir untuk mengembangkan usaha di wilayahnya sendiri. Salah satu caranya adalah dengan menambahkan fungsi rumah tinggal sebagai bangunan komersial.