58
BAB V KAJIAN DAN SARAN
Penelitian
&
pengembangan
ini
bertujuan
menghasilkan
perangkat
pembelajaran dan modul yang praktis dan efektif. Kajian pada Bab V bersumber dari hasil penelitian pada bab sebelumnya.
A. KEPRAKTISAN DAN KEEFEKTIVAN PERANGKAT PEMBELAJARAN Kepraktisan perangkat pembelajaran telah tercapai,meskipun hanya sampai uji kelompok kecil. Hal ini didukung beberapa fakta hasil penelitian yakni a) perangkat pembelajaran sudah layak digunakan, b) bahan ajar dan LKS sudah dapat dipahami siswa, c) keterlaksanaan RPP sudah baik, dan d) sebagian besar siswa memberikan respons positif terhadap proses pembelajaran. Kelayakan perangkat pembelajaran diperoleh berdasarkan hasil validasi pakar, namun pada kesempatan ini hanya berdasarkan seorang pakar saja. Kelayakan perangkat pembelajaran bukan berarti semua siap pakai, namun harus melalui beberapa perbaikan sebelum dilaksanakan uji kelompok kecil. Secara keseluruhan dikatakan cukup valid berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan (Akbar, 2013). Nieveen & Akker (2002) menyatakan bahwa validitas merupakan salah satu kriteria yang menentukan kualitas dari suatu produk. Menurut Upe & Damsid (2010), apabila suatu perangkat pembelajaran telah valid, maka perangkat tersebut dapat digunakan sebagai alat ukur. Sejalan dengan Akbar (2013) yang menyatakan bahwa perangkat pembelajaran dapat dikatakan valid jika perangkat tersebut memiliki 58
59
kesesuaian dengan landasan teoritik pengembangannya dan jika digunakan maka dapat mengukur kemampuan yang diharapkan. Ellis & Levy (2010) menambahkan bahwa perangkat yang valid dapat memberikan perbedaan yang signifikan dengan pembelajaran menggunakan perangkat konvensional. Bahan ajar dan LKS sudah dapat dipahami siswa. Pembelajaran IPA di SMP kelas VII sudah menyediakan buku siswa. Buku ini berlaku secara nasional, ketika buku ini digunakan dalam konteks tertentu (seperti lingkungan sekolah berada di sekitar hutan mangrove), maka buku ini menjadi tidak bersifat kontekstual. Salah satu cara yang telah dilakukan adalah memformulasikan buku siswa dengan mengubah foto-foto yang ada di buku dengan foto-foto di kawasan mangrove. Dengan sendirinya wacana di dalam buku siswa juga mengalami perubahan. Siswa memberikan respons yang positif terhadap buku baru ini, karena ia sudah mengenal jenis tumbuhan maupun hewan yang ada di dalam buku. Menurut Sinambela (2005) melalui uji keterbacaan maka akan diketahui pemahaman siswa terhadap bahasa yang digunakan dalam perangkat pembelajaran. Nur (2013) menjelaskan bahwa tujuan uji perorangan yaitu untuk membetulkan kesalahan ketik, kalimat tidak jelas, petunjuk yang hilang atau tidak jelas, contoh yang tidak sesuai, kosa kata yang tidak dikenal, salah gambar atau halaman, dan gambar yang tidak komunikatif. Keterlaksanaan pembelajaran menggunakan RPP sudah baik, hal ini penting karena sebaikapapun perangkat pembelajaran yang dibuat bilamana guru tidakdapat membelajarkan maka tidakmenghasilkan apa-apa. Menurut Sudjana (2011) kemampuan yang dituntut dalam pelaksanaan proses belajar mengajar adalah keaktifan guru dalam menciptakan dan menumbuhkan kegiatan belajar sesuai dengan
60
rencana yang telah disusun. Akbar (2013) menambahkan pembelajaran yang baik dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang dan memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat dan perkembangan fisik dan psikologis siswa. Penggunaan model-model konstruktivis seperti model inkuiri berkitan dengan keterlaksanaan pembelajaran sudah pernah dilaporkan. Kemampuan guru mitra dalam mengajarkan perangkat pembelajaran pada ketiga tahapan RPP (pendahuluan, kegiatan inti dan penutup) tergolong baik (Herlina, 2014); Usmiyatun, 2014). Hal serupa juga dilaporkan oleh Yudianto dkk. (2013) yang menyatakan bahwa keterlaksanaan RPP pada SMK dengan menggunakan pembelajaran kooperatif dapat terlaksana dan tergolong baik. Siswa memberikan respons posiif terhadap proses pembelajaran. Siswa merasakan proses pembelajaran di kawasan hutan mangrove menyenangkan. Hal ini dijelaskan oleh Nur (2011) penggunaan PBM (salamsatu model konstrivis) akan membuat pembelajaran menjadi menarik, merangsang dan menyenangkan bagi siswa sehingga akan menghasilkan respons yang baik. Nisa (2013) dan Firdaus dkk (2014) menyatakan bahwa pembelajaran IPA dapat mendorong siswa untuk memberikan respons positif terhadap pembelajaran. Respon serupa juga pernah dilaporkan penelitian sebeumnya (Herlina, 2014; Sinambela, 2005; Ahmadi dkk. 2013; Klegeris & Hurren, 2011. Keefektivan perangkat pembelajaran juga telah terpenuhi, hal ini berdasarkan hasil temuan penelitian a) hasil belajar kognitif sudah memperoleh nilai di atas KKM, b) hasil penilaian kinerja proses sudah mencapai kategori baik, c) hasil penilaian
61
perilaku berkarakter (rasa syukur, disiplin, dan tanggung jawab) termasuk kategori baik, d) hasil penilaian keterampilan sosial sudah termasuk kategori baik, e) keaktivan siswa dalam pembelajaran sudah nampak. Sekalipun sebagian besar indicator hasil penelitian menunjang keefektivan, namun guru masih menguasai pembelajaran di kelas. Hasil belajar kognitif sudah memperoleh nilai di atas KKM, hal ini teah memperoleh dukungan melalui penelitian-penelitian sebeumnya. Oguz (2008) seperti dikutip Suparmi (2013) menjelaskan pembelajaran konstruktivis memberi pengaruh signifikan terhadap hasil belajar. Siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif mengalami peningkatan pengalaman belajar dan hasil belajar (Ahmeed & Mahmood, 2010). Hasil belajar menurut Rustaman (2005) merupakan sesuatu yang bisa dilakukan setelah proses belajar terjadi. Menurut Arends (2008) sebagian besar studi tentang efek pembelajaran kooperatif menunjukkan bahwa metode tersebut membawa keuntungan akademis dan sosial. Pembelajaran PBM mendorong siswa SMA untuk mencapai KKM hasil belajar kognitif produk (Ayatusa’adah, 2013; Herlina, 2014; Suwiknyo, 2014). Hasil penilaian kinerja proses mencapai kategori baik, ini sejalan dengan keinginan
National
Council/NRC,
1996)
Science bahwa
Education
Standard
pengembangan
(The
profesional
National guru
Research
sains
perlu
mengaplikasikan pengetahuan ke dalam pengajaran melalui penyelidikan. Kegiatan penyelidikan menurut Trowbridge & Bybee (1990) merupakan kegiatan yang berperan dalam mengembangkan keterampilan proses siswa. Menurut Rusman (2012) guru harus menggunakan proses pembelajaran yang akan menggerakkan siswa menuju kemandirian, kehidupan yang lebih luas, dan belajar
62
sepanjang hayat. Lingkungan belajar yang dibangun guru ketika proses pembelajaran berupaya untuk mendorong cara berpikir reflektif, evaluasi kritis, dan cara berpikir yang berdayaguna. Firdaus (2014) mengemukakan bahwa siswa tidak hanya dituntut untuk bekerja dengan tangan atau tubuhnya dalam kegiatan praktikum (hand on), akan tetapi kegiatan tersebut diawali dengan kegiatan berpikir (mind on) yang tampak pada cara siswa dalam kegiatan inkuiri. Nur (2000) berpendapat proses pembelajaran dapat dibuat sangat bermakna apabila siswa diberikan kesempatan untuk menemukan dan menerapkan sendiri pembelajaran tersebut melalui rancangan pembelajaran. Sarmani (2014) yang melaporkan bahwa PBM dapat meningkatkan kinerja ilmiah siswa. Boud (1987) seperti dikutip Hillman (2003) menyatakan pemecahan masalah dilakukan dengan mengidentifikasi penyebab dan solusi permasalahan melalui kinerja proses/praktik. Hasil penilaian perilaku berkarakter (rasa syukur, disiplin, dan tanggung jawab) termasuk kategori baik. Pencapaian hasil ini disebabkan terlaksananya sintaksintak pembelajaran. Sintaks perilaku berkarakter diskenariokan sehingga guru selalu mengingatkan untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menerapkan perilaku
berkarakter.
Keberhasilan
penanaman
perilaku
berkarakter
dan
pengembangan keterampilan sosial siswa ditentukan oleh cara guru mengelola kelas, memberikan motivasi, bimbingan dan perhatian terhadap psikologi dan emosi siswa. Evers dkk (1998) seperti dikutip Amir (2010) mengemukakan kemampuan untuk bertanggungjawab atas kinerja merupakan bukti kesadaran akan pengembangan dan pengaplikasian kecakapan tertentu, baik keterampilan memecahkan masalah, berpikir kritis, kerja kelompok, kemandirian dan berkomunikasi. Seluruh perilaku
63
berkarakter tersebut berhasil teramati dan sesuai dengan standar pendidikan karakter yang ditetapkan oleh Character Education Program (CEP) yang menyatakan bahwa pendidikan karakter secara teratur terintegrasi ke dalam konten akademik (Schwartz, 2007). Hasil penilaian keterampilan sosial sudah termasuk kategori baik. Menurut Nur (2011) keterampilan sosial dapat dicapai apabila setiap anggota kelompok dapat berperan serta dan mampu bekerjasama dengan baik tanpa terfokus pada satu atau dua orang siswa. Akcay (2009) dan Awang & Ramly (2008) menyatakan pembelajaran konstruktivis mendorong siswa untuk mengembangkan keterampilan dalam berkomunikasi. Pembelajaran semacam ini menurut Amir (2010) dapat mendorong terjadinya pengembangan kecakapan kerja tim dan kecakapan sosial. Lestari (2012) melaporkan pembelajaran berkelompok dapat mengembangkan keterampilan sosial siswa, juga dapat mengasah kemampuan bekerja sama dan menghargai pendapat teman (Herlina, 2014). Akinoglu & Tandogan (2007) menyatakan keterampilan sosial, penyebaran informasi, dan aktivitas siswa dapat dikembangkan pada pembelajaran kooperatif. Keaktivan siswa dalam pembelajaran sudah nampak. Temuan ini didukung oleh penelitian sebelumnya (Ayatusa’adah, 2013; Herlina, 2014. Mereka melaporkan bahwa pembelajaran konstruktivis dapat mendorong siswa SMA untuk lebih aktif. Rohliansyah & Zaini (2013) menyatakan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan aktivitas siswa tergolong pembelajaran yang efektif. Depdiknas (2006) menambahkan bahwa pembelajaran sains dapat meningkatkan minat dan motivasi siswa dalam belajar. Senada dengan teori Piaget yang dikutip dari Slavin (2000) menyatakan dengan adanya pemberian masalah maka dapat
64
meningkatkan motivasi siswa untuk menggali informasi dan mengkonstruksi materi. Keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran memudahkan mereka untuk mengasimilasi dan mengakomodasi informasi baru sehingga siswa mudah memahami fakta yang ada dalam pengalaman tersebut. Sekalipun sebagian besar indicator hasil penelitian menunjang keefektivan, namun guru masih menguasai pembelajaran di kelas. Temuan ini bertentangan dengan penelitian sebelumnya (Herlina, 2014). Penelitian dia dapat mengurangi dominansi guru dalam pembelajaran. Nur (2011) mengemukakan bahwa tugas guru adalah menyodorkan masalah dunia nyata, memfasilitasi penyelidikan, dan mendukung pembelajaran siswa. Crebbin (1997) seperti dikutip Hillman & Kolmos (2003) guru harus menciptakan situasi agar siswa tidak hanya memecahkan masalah, tetapi dapat menemukan pengetahuan. Menurut Akcay (2009) peran guru hanya sebagai pengajar, fasilitator, dan pelatih. Sesuai dengan teori Vygotsky yang dikutip dari Nur (2011) yang menyatakan bahwa fungsi pendidik sebagai fasilitator.
B. KEPRAKTISAN DAN KEEFEKTIVAN MODUL Kepraktisan modul belum tercapai karena a) sub komponen “pendahuluan” dari masing-masing bab termasuk kategori kurang, b) sub komponen “format” pada Bab III, Bab IV, dan Bab V juga termasuk kategori kurang. Meskipun demikian penilaian siswa terhadap modul layak untuk digunakan. Sub komponen “pendahuluan” dari masing-masing bab termasuk kategori kurang. Berdasarkan kaji ulang terhadp isi modul, bagian pendahuluan dari masingmasing bab belum mencerminkan tindakan siswa sebagai pengguna yang dapat diukur. Misalnya di dalam modul 1 dikemukakan 3 buah tujuan yakni a) mampu menentukan jenis tumbuhan ; tanaman buah, rempah-rempah dan tanaman hias yang
65
akan di tanam, b) mengetahui metode penanaman varietas local, dua buah kata kerja terakhir masih menggunakan kata kerja umum. Contoh lain ada pada bagian informasi pendukung yakni profil sekolah. Padahal profil sekolah merupakan bagian dari isi modul yang harus dikerjakan, bukan tersedia terlebih dahulu. Sub komponen “format” pada Bab III, Bab IV, dan Bab V juga termasuk kategori kurang. Hal ini semata-mata karena tidak menarik bagi pengguna, format terlalu monoton, narasinya tidak bervariasi. Perlu pula diingat ketidakpraktisan ini juga dipengaruhi oleh validator sendiri, yang memiliki gaya penulisan berbeda. Keefektivan modul juga belum tercapai karena kemampuan kognitif siswa masih rendah, terutama Bab I, Bab II, dan Bab V. Sebagian besar siswa belum mampu mengerjakan tugas-tugas yang ada pada masing-masing bab. Tugas-tugas tersebut dirancang setelah mereka menggunakan modul dalam konteks pembelajaran nyata, yang menuntut proses dari pada hasil belajar. Padahal penelitian ini baru tahap uji kelompok kecil. Ada 7 orang dari 12 orang siswa ketika uji kelompok kecil kemampuan kinerja masih rendah dalam melaksanakan 13 kegiatan proyek sekolah hijau. Sebagian besar kegiatan proyek memerlukan waktu lama, sehingga dalamkontekuji kelompok kecil dengan waktu yang terbatas, mereka belum menampakkan kinerja. Jadi sekalipun kepraktisan dan keefektivan modul belum tercapai, namun modul ini memberi peluang besar untuk menjaring siswa sebagai pengguna yang baik bilamana digunakan dengan seksama dan pengawasan oelh pengamat yang terkendali.
66
C. SARAN-SARAN 1. Kepraktisan perangkat pembelajaran telah tercapai, meskipun hanya sampai uji kelompok kecil. Hal ini didukung beberapa fakta hasil penelitian yakni a) perangkat pembelajaran sudah layak digunakan, b) bahan ajar dan LKS sudah dapat dipahami siswa, c) keterlaksanaan RPP sudah baik, dan d) sebagian besar siswa memberikan respons positif terhadap proses pembelajaran. 2. Keefektivan perangkat pembelajaran juga telah terpenuhi, hal ini berdasarkan hasil temuan penelitian a) hasil belajar kognitif sudah memperoleh nilai di atas KKM, b) hasil penilaian kinerja proses sudah mencapai kategori baik, c) hasil penilaian perilaku berkarakter (rasa syukur, disiplin, dan tanggung jawab) termasuk kategori baik, d) hasil penilaian keterampilan sosial sudah termasuk kategori baik, e) keaktivan siswa dalam pembelajaran sudah nampak. Sekalipun sebagian besar indicator hasil penelitian menunjang keefektivan, namun guru masih menguasai pembelajaran di kelas. 3. Kepraktisan modul belum tercapai karena a) sub komponen “pendahuluan” dari masing-masing bab termasuk kategori kurang, b) sub komponen “format” pada Bab III, Bab IV, dan Bab V juga termasuk kategori kurang. Meskipun demikian penilaian siswa terhadap modul layak untuk digunakan. 4.
Keefektivan modul juga belum tercapai karena kemampuan kognitif siswa masih rendah, terutama Bab I, Bab II, dan Bab V. Ada 7 orang dari 12 orang siswa ketika uji kelompok kecil kemampuan kinerja masih rendah dalam melaksanakan 13 kegiatan proyek sekolah hijau.