BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian 5.1.1. Analisis Industri Perbankan Nasional Pertumbuhan industri perbankan nasional secara Compound Annual Growth Rate (CAGR) yaitu tingkat pertumbuhan dari tahun ke tahun, selama kurun waktu 5 tahun terakhir menunjukkan bahwa perbankan nasional tetap tumbuh meskipun pertumbuhannya tidak sebesar perbankan syariah. CAGR aset perbankan nasional tumbuh sebesar 15,44%, pembiayaan sebesar 19,38% dan DPK sebesar 15,00%. Pertumbuhan industri perbankan syariah juga sangat tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan angka CAGR yang lebih tinggi daripada CAGR perbankan nasional yaitu pada aset sebesar 35,66%, pembiayaan sebesar 35,94% dan DPK 36,04% (BNI Syariah, 2013: 90-91). Adapun faktor penunjang prospek ekonomi 2014 untuk pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia antara lain adalah pertumbuhan sektor ekonomi berorientasi ekspor, jasa dan pertanian yang memiliki peluang memperkuat laju pertumbuhan perbankan, rencana Kementerian Agama untuk merealisasikan pengalihan sebagian besar pengelolaan dana haji kepada bank syariah serta sosialisasi iB secara nasional dalam rangka meningkatkan minat transaksi keuangan syariah. Dengan bermodal jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia maka Indonesia secara bertahap akan mampu menjadi global
56 http://digilib.mercubuana.ac.id/
player
57
dalam bidang keuangan syariah. Keyakinan atas potensi Indonesia untuk menjadi global player keuangan syariah ini didasari oleh : 1) Prospek ekonomi yang cerah, tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang baik
dalam beberapa
tahun terakhir
yang ditopang oleh
fundamental ekonomi yang solid. 2) Memiliki sumber daya alam yang melimpah yang dapat dijadikan sebagai
underlying
transaksi
industri
keuangan
syariah
(Panin
Bank Syariah, 2013: 44). 5.1.2. Analisis Posisi Bersaing BUS Menurut David (2011: 106) analisis kondisi keuangan merupakan cara terbaik untuk mengukur posisi bersaing suatu perusahaan. Posisi bersaing BUS dalam industri perbankan nasional dalam tesis ini dianalisis dengan cara mengkomparasikan kondisi keuangannya dengan pesaingnya BUK. Lemahnya posisi bersaing dapat terlihat jelas dari indikator capaian pangsa pasar yang masih jauh di bawah BUK. Berikut adalah gambar yang menunjukkan capaian pangsa pasar BUS dibanding BUK.
Gambar 5.1. Pangsa Pasar BUS vs BUK Sumber : Bank Indonesia, (2013: 35) 1) (diolah)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
58
Posisi bersaing BUS juga dapat dianalisis dari sisi profitabilitasnya, yakni ROA yang masih jauh di bawah pesaingnya BUK. Profitabilitas BUS dibanding BUK yang diukur dari ROA disajikan dalam gambar berikut ini :
Gambar 5.2. Return on Asset BUS vs BUK (%) Sumber : Otoritas Jasa Keuangan, (2014: Tabel 1.22.a dan Tabel 38) 1 dan 2) Jika dilihat dari CAR dan total aset, posisi bersaing BUS juga masih terbilang lemah dibanding BUK. Gambar 5.3. menunjukkan CAR yang diraih BUS dibanding BUK, sedangkan total aset ditunjukkan dalam gambar 5.4.
Gambar 5.3. CAR yang diraih BUS vs BUK Sumber : Otoritas Jasa Keuangan, (2014: Tabel 1.22.a dan Tabel 38) 1 dan 2)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
59
Gambar 5.4. Total Aset BUS vs BUK (dalam miliar rupiah) Sumber : BI (2013-2012: 43) 2 dan 3) dan OJK, (2014: Tabel 1.22.a) 1) Berdasarkan semua indikator di atas, disimpulkan bahwa posisi bersaing BUS dalam industri perbankan nasional masih lemah dibanding pesaingnya BUK. 5.1.3. Kerangka Analisis Perumusan Strategi Alat-alat
Kerangka
Analisis
Perumusan
Strategi
yang
penulis
gunakan adalah EFE, CPM dan IFE pada tahap input dan hanya GSM pada tahap pencocokan karena merupakan tehnik analisis yang paling relevan dan agar penelitian tesis ini tetap fokus. Adapun pada tahap pengambilan
keputusan,
penulis
tidak
menggunakan
Quantitative
Strategic Planning Matrix (QSPM) karena kajian penelitian tesis ini dibatasi hanya sampai perumusan strategi perusahaan BUS berdasarkan pendekatan
BOS,
dan
bukan
pemilihan
beberapa
dengan menggunakan QSPM.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
alternatif
strategi
60
5.1.3.1. Tahap Input 5.1.3.1.1. Analisis Matriks External Factor Evaluation (EFE) Matriks EFE digunakan untuk mengevaluasi dan menyimpulkan informasi-informasi yang menyangkut persoalan eksternal BUS terkait masalah ekonomi, sosial, demografi, lingkungan, pemerintahan, hukum, teknologi dan informasi tentang peluang dan ancaman internal BUS dalam industri perbankan nasional. Penulis menggunakan data-data sekunder yang bersumber dari tulisan Alamsyah (2012: 1-8)
dalam mengidentifikasi pokok-pokok peluang dan
1)
ancaman BUS yang digunakan dalam analisis matriks EFE. Analisis matriks EFE tersebut menghasilkan bahwa faktor kunci ekternal BUS agar bisa sukses dalam industri perbankan nasional adalah “jumlah penduduk muslim yang besar menjadi potensi nasabah” sebagaimana ditunjukkan oleh nilai bobot yang terbesar, yakni 0,21. Tingkat kemampuan BUS memanfaatkan peluang dan mengatasi ancaman juga masih rendah sebagaimana ditunjukkan oleh total skor tertimbang sebesar 2,08 yang masih di bawah rata-rata sebesar 2,5. Analisis matriks EFE untuk BUS dapat dilihat pada Tabel 5.1.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
61
Tabel 5.1. Matriks EFE untuk BUS Faktor Kunci Eksternal Bobot Peringkat Skor Tertimbang Peluang (B) (P) (BxP) 1) Jumlah penduduk muslim yang besar menjadi 0,21 2 0,43 potensi nasabah. 2) Pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi pada 0,10 3 0,29 kisaran 6%-6,5%. 3) Indonesia memiliki sumber daya alam yang 0,10 2 0,19 melimpah yang dapat dijadikan sebagai underlying transaksi industri keuangan syariah. 4) Peningkatan jumlah penduduk usia produktif 0,11 2 0,22 dan membesarnya kelompok kelas menengah. 5) Komitmen pemerintah dan MUI untuk terus 0,05 2 0,10 menumbuh-kembangkan perbankan syariah. 6) Peningkatan sovereign credit rating 0,11 2 0,22 Indonesia menjadi investment grade yang akan meningkatkan minat investor untuk berinvestasi pada industri keuangan syariah. 7) Pengesahan beberapa perundang-undangan 0,06 2 0,12 yang memberikan kepastian hukum dan meningkatkan aktivitas pasar keuangan syariah. Ancaman 1) BUK dengan kelebihan skala perusahaannya akan lebih mudah menarik DPK dibanding BUS yang skalanya relatif kecil. 2) Kompetisi di industri perbankan sudah sangat ketat sehingga bank syariah tidak dapat lagi sekedar mengandalkan produk-produk standar untuk menarik nasabah. 3) Kesepakatan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 yang memungkinkan pasar potensial domestik akan direbut oleh pesaing dari negara lain. 4) Ekonomi global yang melambat dan pasar keuangan global yang bergejolak. 5) Likuiditas semakin sulit dan persaingan memperebutkan dana pihak ketiga (DPK) semakin ketat. 6) Belum tersedia kerangka hukum yang mampu menyelesaikan permasalahan keuangan syariah secara komprehensif. 7) Belum terbentuknya kodifikasi produk dan standar regulasi yang bersifat nasional dan global untuk menjembatani perbedaan dalam fiqh muamalah . TOTAL
0,05
2
0,10
0,04
2
0,08
0,04
2
0,09
0,04
2
0,08
0,04
2
0,08
0,03
2
0,05
0,03
1
0,03
1,00
Sumber : Alamsyah (2012: 1-8)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2,08
62
5.1.3.1.2. Analisis Competitive Profile Matrix (CPM) Analisis dibanding
BUK
CPM
menghasilkan
adalah
“skala
bahwa
kelemahan
perusahaan”
yang
utama
BUS
ditunjukkan
nilai
skornya sebesar 0,12 yang terkecil, dan kekuatan BUS dibanding BUK adalah “kehandalan” sebagaimana ditunjukkan oleh nilai skornya yang terbesar, yakni 0,56. Diketahui juga dari hasil analisis CPM bahwa faktor sukses kritikal yang paling penting adalah “inovasi dan diferensiasi” sebagaimana ditunjukkan oleh nilai bobotnya yang terbesar, yakni 0,25. Analisis CPM menyimpulkan bahwa posisi strategis BUS dalam industri perbankan nasional lebih lemah dibanding pesaingnya BUK sebagaimana total skor BUS sebesar 2,29 lebih kecil dibanding total skor BUK sebesar 2,53. Analisis CPM untuk BUS terurai dalam Tabel 5.2. Tabel 5.2. CPM untuk BUS Faktor Sukses Kritikal 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Bobot (B)
Inovasi dan diferensiasi Pangsa Pasar Kehandalan Skala Perusahaan Kinerja Perusahaan Sumber Daya Manusia Kompetensi Teknologi Informasi Pengiklanan Dukungan Pemerintah Total
0,25 0,18 0,14 0,12 0,08 0,08 0,06 0,05 0,04 1,00
BUS
BUK
Peringkat (P) Skor (BxP) Peringkat (P) Skor (BxP)
2 2 4 1 2 2 2 4 3
0,50 0,35 0,56 0,12 0,16 0,16 0,13 0,18 0,13 2,29
2 2 1 4 3 3 4 4 3
0,50 0,35 0,14 0,50 0,24 0,24 0,25 0,18 0,13 2,53
Sumber : Alamsyah (2012: 1-8) Batasan faktor-faktor sukses kritikal CPM : 1. Inovasi di sini adalah gagasan baru yang diterapkan untuk memprakarsai atau memperbaiki suatu produk, proses atau jasa. Diferensiasi di sini adalah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
63
pembedaan produk dan/atau jasa perusahaan yang memiliki sesuatu yang lebih baik dan akan menciptakan nilai yang lebih tinggi bagi pelanggan dibandingkan produk pesaing. 2. Pangsa pasar di sini adalah bagian pasar yang dikuasai oleh suatu perusahaan dari seluruh potensi jual. 3. Skala perusahaan di sini adalah ukuran perusahaan yang menggambarkan besar atau kecilnya perusahaan yang ditunjukkan oleh jumlah aset yang dimilikinya. 4. Kehandalan di sini adalah kemampuan bank/perusahaan dalam menghadapi fluktuasi ekonomi baik domestik maupun global sehingga tidak berdampak signifikan terhadap pencapaian tujuan strategis perusahaan. 5. Kinerja bank/perusahaan di sini adalah kemampuan suatu perusahaan mengelola sumber daya yang ada dalam rangka mencapai tujuan strategisnya. 6. Sumber daya manusia di sini adalah manusia yang berkerja untuk perusaahaan sebagai sumber daya yang dapat menjadikan tujuan strategis perusahaan tercapai, baik karena kualitas maupun kuantitasnya. 7. Kompetensi teknologi informasi di sini adalah kemampuan atau keahlian bank dalam memanfaatkan perkembangan teknologi informasi mutakhir yang dibutuhkan dalam operasi hariannya. 8. Pengiklanan di sini adalah setiap kegiatan bank/perusahaan yang meliputi pemasangan iklan, promosi, kampanye, dan kegiatan lainnya yang bertujuan untuk menarik konsumen untuk membeli produk dan/atau jasa yang ditawarkan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
64
9. Dukungan pemerintah di sini adalah segala bentuk upaya pemerintah dalam menumbuh-kembangkan perbankan nasional dan melindunginya dari ancaman. 5.1.3.1.3. Analisis Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) Analisis matriks IFE digunakan untuk mengevaluasi dan menyimpulkan kekuatan dan kelemahan utama pada daerah-daerah fungsional BUS, dan juga untuk menentukan strategi perusahaan BUS yang cocok dengan kekuatan dan kelemahan internal BUS. Penulis menggunakan data-data sekunder yang bersumber dari tulisan Alamsyah (2012: 4)
1)
dalam mengidentifikasi pokok-
pokok kekuatan dan kelemahan BUS yang digunakan dalam analisis matriks IFE. Analisis matriks IFE menghasilkan bahwa faktor kunci internal BUS yang paling penting agar bisa sukses dalam industri adalah “belum terciptanya inovasi dan diferensiasi produk dan jasa yang kompetitif” sebagaimana ditunjukkan oleh nilai bobot yang terbesar, yakni 0,21. Tingkat
kemampuan
BUS
memanfaatkan
kekuatannya
dan
mengatasi
kelemahannya juga masih rendah sebagaimana ditunjukkan oleh total skor tertimbang sebesar 2,19 yang masih di bawah rata-rata sebesar 2,5. Analisis matriks IFE untuk BUS dapat dilihat pada Tabel 5.3.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
65
Tabel 5.3. Matriks IFE BUS Faktor Kunci Internal Kekuatan
Bobot (B)
1)
0,04
4
Skor Tertimbang (BxP) 0,14
0,10
4
0,38
0,11
1
0,11
0,04 0,05
3 3
0,13 0,15
0,06
3
0,18
Peningkatan kualitas layanan perbankan syariah. Kelemahan 1) Kemampuan pemanfaatan teknologi informasi yang masih rendah.
0,10
3
0,29
0,05
2
0,11
2)
Ketersediaan sumber daya manusia yang ahli masih kurang. Cakupan jaringan dan fasilitas yang masih terbatas. Kemampuan pengelolaan likuiditas masih relatif terbatas. Belum terciptanya inovasi dan diferensiasi produk dan jasa yang kompetitif.
0,04
2
0,08
0,11
2
0,21
0,04
2
0,07
0,21
1
0,21
Skala ekonomi bank syariah yang masih kecil. Kondisi permodalan yang masih lebih kecil dibanding BUK. TOTAL
0,03
2
0,06
0,03
2
0,06
2) 3) 4) 5)
6)
Tidak terdapat produk yang bersifat spekulatif sehingga mempunyai daya tahan yang kuat dan teruji ketangguhannya dari direct hit krisis keuangan global. Pertumbuhan DPK, aset dan pembiayaan yang tinggi, masing-masing sebesar 36,04%, 35,66%, 35,94% pada 2013. Berdasarkan prinsip syariah yang dapat membentuk sentimen positif pasar penduduk muslim. Sistem bagi hasil yang berkeadilan. Pengembangan keuangan syariah bersifat market driven dan dorongan bottom up dalam memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga lebih bertumpu pada sektor riil. Gencarnya edukasi dan sosialisasi produk dan layanan perbankan syariah.
7)
3) 4) 5) 6) 7)
Peringkat (P)
1,00
Sumber : Alamsyah (2012: 1-8)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2,19
66
5.1.3.2. Tahap Pencocokan 5.1.3.2.1. Analisis Grand Strategy Matrix Pertumbuhan industri perbankan nasional secara Compound Annual Growth Rate (CAGR) yaitu tingkat pertumbuhan dari tahun ke tahun, selama kurun waktu 5 tahun terakhir menunjukkan bahwa perbankan nasional tetap tumbuh meskipun pertumbuhannya tidak sebesar perbankan syariah. CAGR aset tumbuh sebesar 15,44%, pembiayaan sebesar 19,38% dan DPK sebesar 15,00%. Pertumbuhan industri perbankan syariah juga sangat tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan angka CAGR yang lebih tinggi daripada CAGR perbankan nasional yaitu pada aset sebesar 35,66%, pembiayaan sebesar 35,94% dan DPK 36,04% (BNI Syariah, 2013: 90-91). Pertumbuhan suatu industri tergolong cepat jika mencapai 5% per tahunnya (David, 2011: 191-192). Berdasarkan informasi pertumbuhan industri perbankan nasional ini dan hasil analisis CPM, dapat disimpulkan bahwa BUS berada pada Kuadran II GSM, yakni pada kuadran pertumbuhan industri yang cepat tapi posisi bersaingnya lemah seperti pada gambar berikut. Pertumbuhan Industri yang Cepat Kuadran II
Kuadran I
BUS Posisi Bersaing yang Lemah
Posisi Bersaing yang Kuat Kuadran III
Kuadran IV
Pertumbuhan Industri yang Lambat
Gambar 5.1. Grand Strategy Matrix BUS
http://digilib.mercubuana.ac.id/
67
5.1.3.3. Tahap Pengambilan Keputusan Semua tehnik analisis di atas menyimpulkan bahwa BOS merupakan strategi perusahaan yang cocok untuk BUS karena BOS merupakan strategi pengembangan dan penetrasi pasar yang paling cocok berdasarkan kekuatan dan kelemahan utama BUS. BOS memungkinkan BUS memanfaatkan pasar penduduk muslim Indonesia yang besar dengan menciptakan ruang pasar baru (blue ocean) dengan laju pertumbuhan yang pesat, dan menjadikan kompetisi menjadi tidak relevan. Hal ini menjadikan BOS merupakan strategi perusahaan yang paling cocok untuk BUS, karena untuk memenangkan persaingan BUS tidak dapat bersaing head to head dengan BUK yang memiliki skala perusahaan yang jauh lebih besar dan competitive advantage yang lebih unggul dibanding BUS. BOS juga merupakan strategi solutif yang tepat atas faktor kunci internal utama BUS, yakni “belum terciptanya inovasi dan diferensiasi produk dan jasa yang kompetitif,” karena BOS berlandaskan pada inovasi nilai. BOS merupakan strategi yang cocok untuk BUS juga didasari atas hasil penelitian terdahulu, seperti penelitian Aspara dan kawan-kawan. Penelitian Aspara yang meneliti lebih dari 850 perusahaan Finlandia, baik perusahaan global ataupun nasional dari berbagai macam industri, menghasilkan bahwa perusahaan yang menciptakan peluang pasar baru dengan memanfaatkan BOS telah mendapatkan keunggulan yang menguntungkan dalam pertumbuhan penjualan mereka (Aspara et. al., 2008:8). Dalam sebuah studi tentang inisiatif bisnis di 108 perusahaan, 14%-nya adalah inisiatif-inisiatif yang bertujuan menciptakan samudra biru yang menghasilkan 61% laba total (Kim dan Maubourgne, 2005:7).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
68
5.2. Pembahasan 5.2.1. Perumusan Blue Ocean Strategy (BOS) Ada 4 prinsip yang akan dijadikan panduan penulis dalam merumuskan BOS sebagai strategi perusahaan BUS, yakni 1) merekonstruksi batasan-batasan pasar, 2) fokus pada gambaran besar, bukan angka, 3) menjangkau lampauan permintaan yang ada, dan 4) menjalankan rangkaian strategi dengan benar. 1) Prinsip Merekonstruksi Batasan-batasan Pasar Untuk melepaskan diri dari samudra merah perbankan nasional, batasanbatasan umum mengenai industri perbankan nasional di mana BUS berkompetisi perlu didobrak. Daripada mendefinisikan industri perbankan nasional secara serupa dengan pesaing, batasan-batasan pasar/industri perbankan nasional perlu direkonstruksi dalam rangka menciptakan blue ocean dengan cara mencermati kelompok strategis dan orientasi fungsional-emosional industri. Pada industri perbankan nasional di mana BUS bermain, blue ocean dapat diciptakan dengan mencermati kelompok-kelompok strategis. Pada satu ekstrem, industri perbankan nasional dibanjiri oleh bank-bank yang membidik nasabah perkotaan, khususnya Jakarta. Hal ini terlihat jelas dari data pangsa DPK per provinsi yang diterbitkan BI sebagaimana dirangkum dalam gambar 5.5. Pemain industri ini berlomba-lomba menawarkan layanan yang memikat dengan luasnya jaringan kantor cabang yang berada hampir di setiap sudut kota dan dilengkapi dengan fasilitas dan desain bangunan yang mewah. Pada ekstrem yang lain adalah kelompok strategis nasabah pedesaan (luar Jakarta). Nasabah pedesaan meskipun
http://digilib.mercubuana.ac.id/
69
jumlahnya jauh lebih besar dibanding penduduk Jakarta, namun masih sangat kecil dibidik oleh pemain industri perbankan nasional sebagai pasar yang berpotensi sangat besar.
Gambar 5.5. Pangsa DPK 2014 (%) dan Proyeksi Jumlah Penduduk 2015 Sumber : BPS dan OJK, (2014: diolah) BUS dapat membuka blue ocean, ruang pasar baru dengan pertumbuhan yang sangat pesat, dengan cara mengeksploitasi keunggulan-keunggulan khas dari dua kelompok strategis tersebut sekaligus menghilangkan dan mengurangi elemen-elemen remeh lainnya. Keunggulan khas dari nasabah perkotaan adalah rata-rata tingkat pendapatan penduduknya yang tinggi, sedangkan keunggulan khas dari nasabah pedesaan adalah jumlah penduduknya yang sangat besar. Strategi perusahaan BUS dapat berupa pemberian kemudahan waktu berkunjung bagi eksekutif-eksekutif Jakarta dengan penghasilan tinggi yang tidak sempat pergi ke bank pada hari kerja, dengan membuka layanan pada hari Sabtu
http://digilib.mercubuana.ac.id/
70
dan Minggu. Sedangkan untuk menangkap nasabah pedesaan dalam jumlah masif, BUS dapat mensiasatinya dengan cara memberikan layanan direct banking. Direct banking di sini adalah penyediaan tenaga sales untuk langsung ke tempat nasabah atau penyediaan kendaraan (mini bus) pada tempat-tempat berkumpulnya orang banyak seperti pasar dan tempat diadakannya tabligh akbar, untuk memberikan layanan perbankan. Strategi direct banking ini memiliki beberapa keunggulan dibanding membuka kantor cabang, diantaranya adalah biaya investasi dan operasional harian yang jauh lebih efisien, peningkatan kecepatan layanan yang signifikan, lebih memuaskan pelanggan karena lebih dekat dengan pelanggan, cakupan area yang lebih luas, dan lain-lain. Adapun elemen-elemen remeh dari dua kelompok strategis di atas yang perlu dihilangkan adalah kemewahan pada kantor cabang. Alih-alih menawarkan kemewahan kantor cabang, BUS seharusnya fokus pada kecepatan layanan karena pelanggan membutuhkan kecepatan layanan bukan kemewahan kantor cabang. Sedangkan elemen yang dikurangi adalah jumlah karyawan yang bertugas. Strategi direct banking memungkinkan BUS dapat mengurangi jumlah karyawan dan manajemen yang bertugas sebagaimana jumlahnya pada kantor cabang. Selama ini BUS hanya memanfaatkan daya tarik emosional industrinya yang mengakibatkan citra yang terbentuk bersifat tertutup/eksklusif bahwa BUS hanya untuk muslim. BUS dapat menciptakan BOS dengan cara merubah orientasi bisnisnya, dari emosional religius berbasiskan sentimen agama kepada fungsional rahmatan lil ‘alamin (rahmat untuk semesta alam) berbasiskan kepuasan pelanggan. Hal ini menjadi semakin mendesak mengingat jumlah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
71
nasabah yang loyal kepada prinsip syariah masih sangat rendah, yakni 22,4% (Alamsyah: 2014). Peralihan ke orientasi fungsional rahmatan lil ‘alamin ini tetap berpedoman pada prinsip-prinsip syariah. 2) Prinsip Fokus pada Gambaran Besar, bukan Angka Prinsip kedua perumusan BOS adalah fokus pada gambaran besar arah strategi perusahaan BUS, bukan pada data-data numerik yang menyita banyak waktu. Gambaran besar tersebut dituangkan dalam Kanvas Strategi yang sangat komunikatif karena setiap level pekerja dapat dengan mudah memahami strategi perusahaannya yang menyangkut masalah-masalah kritikal seperti bagaimana BUS meningkatkan pertumbuhan, menangkap segmen baru, kondisi persaingan saat kini, proyeksi fokus BUS di masa depan. Dalam membuat Kanvas Strategi untuk BUS, penulis memadukannya dengan ERRC (Eliminate-Reduce-RaiseCreate) Grid agar lebih mudah difahami. Kanvas Strategi dan ERRC Grid dimaksud selengkapnya disajikan dalam Grafik 5.6. Dengan mencermati Kanvas Strategi BUS, dapat dengan mudah diketahui bahwa profil strategi atau kurva nilai BUS saat kini (current) tidak memiliki divergensi atau gerak menjauh dari pesaingnya BUK. BUS cendrung
bersaing
pada
faktor-faktor
utama
industri
yang
sama-sama
dijadikan ajang kompetisi baik oleh BUS dan BUK yang memiliki competitive
advantage
dan
skala
perusahaan
yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
jauh
lebih
besar.
72
Gambar 5.6. Kanvas Strategi dan ERRC Grid BUS Sumber : Kim dan Mauborgne (2005: 43)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
73
Hal ini tentu saja mengakibatkan posisi bersaing BUS lemah. Strategi perusahaan BUS saat kini belum secara jelas menentukan fokusnya. Selain itu, strategi perusahaan BUS saat kini juga tidak merefleksikan suatu upaya penciptaan disticntive competence yang dapat memperkuat posisi bersaing BUS dalam industri. Kanvas Strategi di atas dengan cepat menjelaskan strategi perusahaan BUS di masa depan (future, maksudnya di sini adalah masa setelah perumusan BOS) dengan upaya penciptaan disticntive competence yang memungkinkan BUS mengalami loncatan pertumbuhan yang pesat dan memperkuat posisi bersaingnya. Upaya penciptaan disticntive competence tersebut dilaksanakan dengan metode Kerangka Kerja Empat Langkah atau ERRC Grid BOS yang tergambar sekaligus dengan Kanvas Strategi di atas. Dengan menghilangkan (eliminate) dan mengurangi (reduce) faktor-faktor remeh, sekaligus meningkatkan (raise) dan menciptakan (create) inovasi nilai sebagaimana disebutkan dalam Kanvas Strategi di atas, BUS tidak hanya menciptakan disticntive competence tapi juga struktur biaya yang sangat efisien karena banyak biaya yang dihilangkan atau dikurangi. Selain itu, pada strategi perusahaan BUS masa depan juga terlihat jelas divergensi dan fokusnya, yakni pengembangan pasar. 3) Prinsip Menjangkau Lampauan Permintaan yang Ada Untuk menjangkau lampauan permintaan yang ada, BUS harus menerapkan konsep nonkonsumen BOS untuk mengungkap permintaan laten yang potensinya sangat besar. Nonkonsumen yang dapat mengungkap permintaan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
74
laten yang sangat besar namun tidak dibidik oleh pemain industri perbankan nasional adalah collective depositors, yakni dimungkinkannya proses pelayanan perbankan secara kolektif untuk kelompok atau komunitas masyarakat seperti kelompok tani, koperasi, majelis ta’lim, paguyuban pedagang, komunitas bike to work dan lain-lain. Berdasarkan prinsip fokus pada gambaran besar, dapat diproyeksikan betapa besarnya jumlah nasabah nonkonsumen yang berupa perkumpulan masyarakat yang bisa memaksimalkan ukuran blue ocean yang akan BUS ciptakan. Strategi collective depositors ini tidak hanya menciptakan permintaan pasar dalam jumlah masif yang selama ini belum dimanfaatkan, tapi juga memberikan lompatan inovasi nilai berupa peningkatan kecepatan layanan yang signifikan. Bank selama ini memberikan layanan kepada pelanggannya secara satu per satu yang mengakibatkan proses pelayanan yang lama dan timbulnya antrian panjang yang menjadikan proses layanan semakin lama. Strategi collective depositors dapat mengurangi secara signifikan dan bahkan menghilangkan semua proses yang sangat tidak efektif itu. Lompatan inovasi kecepatan layanan ini juga akan meningkatkan minat masyarakat dalam menggunakan produk dan jasa BUS yang akan mengakibatkan pertumbuhan pangsa pasar BUS meningkat pesat dan memperkuat posisi bersaing BUS. Strategi lain yang tidak kalah penting dalam memaksimalkan ukuran blue ocean adalah cross selling dana-dana sosial umat, yakni strategi menarik pelanggan dengan cara menjadikan dana-dana sosial umat seperti zakat, infaq, sedekah, wakaf uang, tabungan kurban, tabungan haji dan umroh sebagai faktor
http://digilib.mercubuana.ac.id/
75
pemicu pelanggan membeli produk dan jasa BUS yang lainnya. Nonkonsumen dana-dana sosial umat merupakan pangsa pasar yang besar, apalagi jika dikolaborasikan dengan strategi cross selling. Seperti kata pepatah “sekali mendayung, dua-tiga pulau terlampaui”, strategi cross selling memungkinkan BUS menjangkau lampauan permintaan nasabah yang telah ada. 4) Prinsip Menjalankan Rangkaian Strategi dengan Benar Sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 5.2. di bawah ini, perumusan BOS sebagai strategi perusaahaan BUS yang telah dibuat di atas telah didasari pada rangkaian utilitas pembeli, harga, biaya dan pengadopsian. Hal ini menyimpulkan bahwa perumusan BOS yang telah dibuat akan sukses secara komersil.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
76
Utilitas Pembeli
Harga Kompetitif
Kecepatan layanan Kemudahan waktu kunjung Direct banking Collective depositors Harga lebih kompetitif Universalitas Bank Syariah
Lompatan pertumbuhan laba yang sangat pesat dengan penciptaan blue ocean, memungkinkan BUS mampu memberi harga yang lebih terjangkau, dan penentu harga industri. Inovasi nilai meningkatkan mutu pelayanan dan loyalitas pelanggan.
Pengadopsian
Biaya
BUS memiliki sumber daya yang kuat untuk mengatasi hambatan pengadopsian. CAR naik, menjadi 17% . Pertumbuhan industri perbankan syariah pesat, 36%. Komitmen Pemerintah dan MUI mengembangkan bank syariah.
Struktur biaya lebih efisien dengan inovasi nilai dan ERRC Grid. Elemen-elemen remeh berbiaya tinggi dikurangi atau dihilangkan.
Blue Ocean Strategy yang sukses secara komersil.
Gambar 5.2. Rangkaian Strategi Perusahaan BUS Berdasarkan BOS Sumber : Kim dan Mauborgne (2005: 118)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
77
Berikut persentase jawaban para responden terhadap perumusan BOS sebagai strategi perusahaan untuk BUS : Tabel 5.4. Persentase Jawaban Responden No 1)
2)
3)
4)
5)
6) 7)
Pernyataan/Pertanyaan
SS
S
TT
TS
STS
Strategi perusahaan Bank Umum Syariah 25% 75% (BUS) yang berdasarkan Blue Ocean Strategy (BOS) dapat menghasilkan produk/jasa yang menawarkan nilai tambah dan alasan kuat untuk dibeli. Strategi perusahaan BUS yang 50% 50% berdasarkan BOS mampu menciptakan harga yang lebih terjangkau/murah dengan kualitas pelayanan terbaik. Strategi perusahaan BUS yang 25% 50% 25% berdasarkan BOS mampu menjadikan BUS sebagai penentu harga dalam industri. Strategi perusahaan BUS yang 100% berdasarkan BOS mampu membentuk struktur biaya yang efisien. Strategi perusahaan BUS yang 100% berdasarkan BOS mampu membentuk biaya yang sesuai dengan target laba pada harga strategis. BUS memilki lingkungan yang kondusif 25% 50% 25% bagi pengadopsian BOS. BUS memilki kemampuan mengatasi 100% hambatan dalam penerapan BOS.
Sumber : Data diolah (2015)
Dapat disimpulkan dari uraian persentase jawaban responden di atas bahwa mayoritas responden yang menjawab kuesioner menyatakan setuju dengan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
78
semua pernyataan-pernyataan kuesioner di atas. Hanya satu pernyataan saja, yakni nomor 6, yang 25% responden menyatakan tidak setuju, tapi 75% responden lainnya menyatakan setuju terhadap pernyataan nomor 6 dimaksud. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa perumusan strategi perusahaan BUS berdasarkan pendekatan BOS di atas sudah benar dan dapat sukses secara komersil untuk diterapkan oleh BUS. BOS merupakan strategi yang cocok untuk BUS juga didasari atas hasil penelitian terdahulu, seperti penelitian Aspara dan kawan-kawan. Penelitian Aspara yang meneliti lebih dari 850 perusahaan Finlandia, baik perusahaan global ataupun nasional dari berbagai macam industri, menghasilkan bahwa perusahaan yang menciptakan peluang pasar baru dengan memanfaatkan BOS telah mendapatkan keunggulan yang menguntungkan dalam pertumbuhan penjualan mereka (Aspara et. al., 2008:8). Penelitian Abishua juga menguatkan bahwa BOS merupakan strategi perusahaan yang cocok untuk BUS. Penelitian Abishua tersebut menghasilkan bahwa bank perkreditan mampu menciptakan pasar baru yang tidak tersaingi, jadi strategi bersaingnya merupakan Blue Ocean Strategy sepenuhnya. Penelitian ini menyimpulkan bank perkreditan telah berhasil membangun keunggulan bersaing yang dapat meneruskan pertumbuhan bank secara berkesinambungan (Abishua, 2010: 76). Selain itu, penelitian Chadiq juga menghasilkan bahwa implementasi dari strategi blue ocean memungkinkan untuk melahirkan suatu kondisi kinerja yang tinggi dan sulit ditiru (Chadhiq, 2009: 53).
http://digilib.mercubuana.ac.id/