BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Identifikasi Bahan Pengujian kandungan lignin menunjukkan bahwa pelepah sawit yang menjad! objek penelitian ini mengandung 20,38 % lignin (lampiran 1). Hasil ini relatif mirip dengan kandungan lignin dalam pelepah
sawit seperti yang dilaporkan
penelitian-penelitian
sebelumnya, dimana kandungan lignin pelepah sawit berkisar antara 18-20% (Mustafa, 2001). Hal ini dapat dijelaskan bahwa kandungan lignin pada biomassa sangat tergantung dengan metode analisa, jenis dan umur tanaman dan perbagian tanaman serta faktor-faktor teknis lainnya.. Dari pengujian infra red terhadap serbuk sampel produk terdeteksi adanya sulfonic group pada 624,13 cm"' seperti terlihat pada Gambar 4, dimana menurut Silverstein (1988) bahwa pada senyawa organik, vibrasi ikatan C-S sulfonic group terletak pada rentang vibrasi lemah antara 700 - 590 cm"'. Sebagai pembanding adalah hasil uji infra
recs? terhadap
lignin
yang diperoleh dari proses delignifikasi acetosolv, dimana tidak ditemukan adanya gugus sulfonic group seperti terlihat pada Gambar 5. Fakta-fakta ini mengindikasikan keberhasilan proses sulfonasi lignin.
§
I?
is
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
Wavenumber cm-1
D:\SAMPEL\BAHRUDDIN\UGNIN CO
LIGNIN C
SOLID
Page 1/1
Gambar 4. Spektra infra red SLS hasil percobaan 14
o
5
S
S
S [
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
Wavenumber cm-1
D:\SAMPEL\BAHRU[X)IN\LIGNIN BO
LIGNIN B
SOLID
Page 1/1
Gambar 5. Spektra infra red lignin acetosolv
5.2. Model, Pengaruh Variabel dan Optimasi Proses Dari percobaan yang telah dilakukan berdasarkan rancangan percobaan, diperoleh data prosentase rendemen untuk setiap variasi variabel proses yang tersaji dalam Tabel 5. Tabel 5. Pilihan Variabel Proses Berdasarkan RSM-CCD dan responnya (% rendemen) No.
Variabel alias Suhu (X,)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
0 0 0 0 1 0 1 -1 -1 0 1 0 1 -1 -1,6818 1,6818 0 0 -1 0
pH (X2) 1,6818 0 0 0 1 0 1 1 1 0 -1 0 -1 -1 0 0 0 0 -1 -1,6818
Rasio (X3) 0 0 0 1,6818 1 -1,6818 -1 -1 1 0 1 0 -1 1 0 0 0 0 -1 0
Variabel Sebenarnya Suhu (°C) (X,) 150 150 150 150 160 150 160 140 140 150 160 150 160 140 133 167 150 150 140 150
pH (X2) 5,2 4,7 4,7 4,7 5 4,7 5 5 5 4,7 4,4 4,7 4,4 4,4 4,7 4,7 4,7 4,7 4,4 4,2
Rasio (X3) 1:10 1:10 1:10 1:18,41 1:15 1:1,59 1:5 1:5 1:15 1:10 1:15 1:10 1:5 1:15 1:10 1:10 1:10 1:10 1:5 1:10
Rendemen SLS (%) 7,24 11,79 12,25 13,31 12,94 3,59 5,42 3,41 11,34 10,57 12,48 12,71 2,75 11,15 8,53 11,21 12,69 12,63 4,95 12,5
15
Pengolahan data dengan software
Minitab
14
menghasilkan
persamaan model
prediksi dan analisis anova (lampiran 2). Model yang diajukan adalah:
% rendemen = 12,145 + 0,531*(suhLi) - 0,517*(pH) + 3,495*(rasio) - l,039*(suhu)^ - l , 0 3 9 * ( p H ) ^ - 1,541 *(rasio)^ + 0,56*(suhu*pH) + 0,39*(suhu*rasio) -0,06*(pH*rasio)
Signifikansi model diuji dengan analisis anova. U j i anova (untuk pemilihan level signifikansi 5%) menunjukan bahwa model linier (p-raliie value= 0.007) adalah signifikan, karena p-valiie
= 0) dan model kuadratik (p-
kedua model tersebut kecil dari a=0,05.
Sebaliknya, model non linier yang mengikutkan interaksi antar faktor adalah tidak signifikan, karena p-valiie
= 0,685. A r t i n y a model yang tepat untuk persamaan diatas adalah model
kuadratik. Koeflsien
model dapat dilihat pengaruhnya
dengan memperhatikan
p-value
dari
masing-masing koefisien. Koefisien dari variabel rasio. suhu kuadrat. pH kuadrat dan rasio kuadrat m e m i l i k i pengaruh yang penting terhadap rendemen yang dihasilkan karena
p-valiie
nya kecil (kurang dari 0,05), lebih-lebih lagi variabel rasio yang pengaruhnya sangat penting terhadap rendemen. Namun sebaliknya dengan pengaruh suhu, p H , suhu*pH. suhu*rasio dan pH*rasio tidak berpengaruh penting terhadap rendemen SLS. Uji kecukupan model dilakukan dengan melihat lack of fit. adakih Ho : tidak ada lack offit, ada lack of fit
dimana
hipotesisnya
dan H ] : ada lack of fit. Hipotesis awal _\ang mcngatakan tidak
berarti model yang dibuat telah sesuai dengan data, sedangkan hipotesis
alternatif berarti model yang dibuat belum mewakili data. Hipotesis awal (HQ) akan ditolak bila p-value kurang dari a, sebaliknya hipotesis awal akan gagal ditolak bila p-valiic
melebihi
a. Dari analisis anova diperoleh p-value untuk lack of fit adalah sebesar 0,034. Hal ini berarti terjadi penolakan terhadap Ho dan menerima H | , yaitu terdapat lack of fit pada model. Hal inimcinpertegas kembali bahwa model prediksi diatas sebaiknya diubah atau dipotong sampai batas model kuadratik saja tanpa mengikutkan model interaksi antar faktor. sesuai hasil uji signifikansi model diatas. Untuk memeriksa kecukupan model, tidak han\a dengan melihat lack of fit. tetapi harus pula melakukan analisa residual. Ada tiga hal yang dilakukan dalam analisa residual, yaitu memeriksa kenormalan residual, membuat plot antara residual dengan hasil taksiran respon {residual
VS fitted
values) dan membuat plot antara residual dengan oiuer {residual
VS
the order of the data). Hasil uji kenormalan residual (lampiran 3) menunjukkan nilai p-value yang lebih besar dari 0,15, yang berarti lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti uji kenormalan residual tidak mengikuti distribusi normal. 16
Namun disisi lain nilai statisitik Kolmogorov-Smirnov ( K S ) adalah 0,11. Nilai ini lebih kecil dari nilai Tabel Kuantil U j i Statistik Kolmogorov-Smirnov uji 2 arah, yaitu 0,294 untuk 20 data percobaan. Hal i n i berarti uji kenormalan residual telah mengikuti distribusi normal. Hasil uji KS dan nilai p-value uji kenormalan i n i nampaknya berlawanan, tapi interpretasinya adalah bahwa uji kenormalan residual belum begitu meyakinkan mengikuti distribusi normal. Hal ini diperkuat lagi dengan melihat gambar residual (lampiran 4) dan gambar residual
VS fitted
values
VS the order of the data (lampiran 4). Dari gambar-gambar
itu terlihat bahwa titik-titik telah membentuk pola acak, namun belum begitu menyebar. Hal ini menunjukan bahwa model yang diajukan harus disesuaikan kembali dengan memotong pengaruh model interaksinya seperti hasil uji anova diatas, sehingga han}a berupa persamaan kuadrat saja menjadi:
% rendemen = 12,145 + 0,531 *(suhu) - 0,517*(pH) + 3,495*(rasio) - 1,039*(suhu)- l , 0 3 9 * ( p H ) ' - 1.541*(rasio)^ atau % rendemen = 12,145 + 0,531 * ( X i ) - 0 , 5 1 7 * ( X 2 ) + 3,495*(X3) - l . 0 3 9 * ( X , ) ' - 1 , 0 3 9 * ( X 2 ) ^ ~ 1,541*(X3)-
Untuk melihat visualisasi hasil percobaan, maka disajikan dalam bcntuk kontur dan plot respon permukaan. Hal ini untuk melihat optimasi variabel dan pengaruh masing-masing variabel secara lebih jelas. Gambar kontur dan respon permukaan disajikan dalam Gambar 6 sampai Gambar I 1.
17
Pengaruh Suhu dan pH terhadap rendemen pada rasio tetap Hold Values rasio
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
0
1.5
suhu
Gambar 6. Kontur suhu dan p H terhadap rendemen pada rasio 1:10
Surface Plot of rendemen v s pH, suhu Hold Values rasio
0
rendemen
suhu
Gambar 7. Respon permukaan suhu dan p H terhadap rendemen pada rasio 1:10
18
Contour Plot of rendemen vs rasio, suhu
Surface Plot of rendemen vs rasio, suhu Hold Values pH 0
Gambar 9. Respon permukaan suhu dan rasio terhadap rendemen pada p H 4,7
Contour Plot of rendemen v s rasio, pH Hold Values suhu
-1.0
-0.5
0.0
0
0.5
pH
Gambar 10. Kontur pH dan rasio terhadap rendemen pada suhu ISO^C
Surface Plot of rendemen v s rasio, pH Hold Values suhu
rendemen
rasio
Gambar 11. Respon permukaan pH dan rasio terhadap rendemen pada suhu 150 C
0
Dari gambar-gambar diatas dapat dilihat bahwa pengaruh rasio padat-cair sangat signifikan atau berperan penting terhadap rendemen yang dihasilkan, sebagaimana yang telah diprediksi dari analisa anova sebelumnya. Semakin banyak j u m l a h cairannya maka semakin besar rendemen yang dihasilkan. Sedangkan pengaruh suhu dan p H kekuatannya hampir sama dan tidak signifikan sebagaimana hasil uji anova diatas. Hasil-hasil ini menunjukkan bahwa untuk rentang suhu 130"C -
I 7 0 ° C memang
merupakan kondisi operasi proses yang tepat. begitu j u g a dengan rentang pH 4,2 sampai p H 5.2. Sedangkan j u m l a h cairan kecenderungannya pada j u m l a h cairan yang lebih banyak lagi, dan diprediksi berada pada daerah operasi rasio antara 1:10 sampai 1:20. Dari gambar-gambar tersebut dan dengan menggunakan aplikasi solver dari excel, diperoleh litik rendemen tertinggi (optimal) pada variabel (alias) suhu 0,34 atau suhu I53,4"C, rasio 1:1.17 atau rasio 1:15,9 dan variabel alias pH -0.21 atau pH 4,64.
5.3. Sifat Kelarutan dan Dispersifitas SLS Sifat kelarutan SLS diuji dengan melarutkannya dajam air. Dari percobaan yang dilakukan, terlihat SLS larut sempurna dan tidak terjadi pengendapan meskipun dalam waktu yang relatif cukup lama (Gambar 12). Padahal sifat lignin alam ataupun produk degradasinya bersifat hidrofob atau tidak larut dalam air (Sjostrom, 1995). Hal ini menunjukan bahwa penyisipan gugus sulfon mengubah karakter lignin alam atau produk degradasinya menjadi SLS >ang dapat larut dalam air.
Gambar 12. SLS padat, larutan dan sisa pulp pelepah 21
Uji polidispersitas SLS dilakukan dengan
menambahkan
SLS ke dalam
sistem
minyak tanah-air yang tidak dapat saling larut, kemudian dikocok berulang-ulang. U j i ini dilakukan untuk melihat sifat polidispesifitas SLS dimana Fengel (1995) menyebutkan bahwa meskipun SLS bersifat hidrofil (dapat larut dalam air), namun bagian Iain dari struktur molekul SLS masih membawa karakter alam lignin yang bersifat larut dalam pelarut organik (non polar) sehingga bersifat polidispersi. Dengan demikian dalam hal ini diharapkan SLS juga dapat terdispersi/ larut dalam minyak tanah. Hasil uji dispersifitas SLS dalam sistem minyak tanah - air menunjukkan bahwa SLS dapat
larut/terdispersi dalam minyak tanah seperti terlihat pada Gambar 13. Dari gambar
terlihat SLS terlarut dalam air dan memberikan warna hitam, lalu diatasnya terjadi fasa baru yaitu fasa air-SLS-minyak yang terletak ditengah-tengah batas fasa air-minyak tanah. Dengan demikian SLS yang dihasilkan memang m e m i l i k i sifat polidispersi atau m e m i l i k i sifat sebagai surfaktan
Gambar 13. Pengujian sifat polidispersitas SLS
22