62
Bab V Evolusi Teluk Cenderawasih
V.1 Restorasi Penampang Rekontruksi penampang seimbang dilakukan untuk merekonstruksi pembentukan suatu deformasi struktur. Prosesnya meliputi menghilangkan bidang-bidang luncur sesar dengan mengembalikan lapisan terdeformasi terhadap sesar pada kondisi saat terdeformasi, dan mengembalikan kondisi awal suatu lapisan yang mengalami perlipatan (Gibbs, 1983). Restorasi penampang geologi menggunakan prinsip keseimbangan luas, keseimbangan panjang lapisan dan keseimbangan bentuk sesar (Marshak & Mitra, 1988). Restorasi penampang dilakukan pada dua penampang seismik, yaitu Line 15 dan Line 04. Penampang Line 15 terletak di tengah daerah penelitian, merupakan penampang regional melintasi daerah cekungan teluk di tenggara sampai ke tinggian di baratlaut. Penafsiran penampang seismik 2D menunjukkan jenis deformasi yang bervariasi, Struktur anjakan ditemukan di bagian tenggara, sesar mendatar ditemukan di bagian tengah penampang, dan sesar normal tersebar di beberapa bagian di penampang. Restorasi penampang Line 15 ditunjukkan pada Gambar V.1. Restorasi penampang Line 15 menunjukkan kehadiran tinggian-tinggian batuan dasar yang dibatasi sesar-sesar normal. Pergerakan sesar kemungkinan terbentuk akibat mekanisme rifting di sekitar Papua New Guinea yang terjadi sebelum Miosen. Pada masa ini kemungkinan Kepala Burung sudah mulai membuka. Pengendapan Horison C, yang diasumsikan terjadi sekitar Miosen, merekam aktifitas Zona Sesar Yapen-Sorong. Zona sesar ini terbentuk akibat deformasi konvergen Lempeng Benua Indo-Australia dan Samudera Pasifik-Caroline.
63 Kepala Burung terus bergerak ke barat, proto Teluk Cenderawasih semakin terbuka. Charlton (2000) menyebutkan deformasi ekstensional terbukanya teluk sebagai akibat pergerakan Zona Sesar Sorong-Yapen yang dipengaruhi oleh gerak Lempeng Samudera Pasifik-Caroline. Pada penampang, sesar mendatar muncul menggantikan sesar normal. Sesar-sesar normal yang memotong Horison D sampai H diasumsikan sebagai sesar akibat deformasi yang lebih muda pada umur Plistosen. Deformasi ini emungkinan disebabkan oleh berhentinya aktivitas orogenesa. Sesar anjakan yang memotong Horison D sampai H di bagian tenggara penampang disebutkan oleh Decker dkk. (2009) sebagai Waipoga Fold Thrust Belt dan aktif sampai saat ini. Jalur Lipatan Anjakan Waipoga kemungkinan terbentuk setelah deformasi ekstensi Plistosen pada saat berlangsungnya pengendapan Horison H. Penampang Line 04 terletak di baratlaut daerah penelitian, yaitu di utara Kepala Burung. Penampang ini ditunjukkan oleh jenis deformasi yang bervariasi, sesarsesar normal ditemukan di sebelah barat penampang sedangkan sebelah timurnya dicirikan oleh perlipatan. Restorasi penampang Line 04 ditunjukkan pada Gambar V.2. Restorasi penampang Line 04 memperlihatkan struktur-struktur perlipatan di sebelah baratdaya penampang dan sesar mendatar di timurlaut penampang. Struktur-struktur ini kemungkinan berkaitan dengan pergerakan Sesar Ransiki. Pada Gambar IV.12, di sekitar daerah Sesar Ransiki moment tensor gempa memperlihatkan moment tensor sesar mendatar di bagian timurlaut dan moment tensor sesar naik di baratdaya apabila penampang Line 04 digambarkan pada Gambar IV.12. Pembentukan Teluk Cenderawasih dari rekonstruksi di atas memperlihatkan strain elongation pada awal pembentukannya. Gejala ini mencerminkan deformasi
64 ekstensional yang menyebabkan terbukanya Teluk Cenderawasih. Pada peta struktur waktu (Lampiran B) diperlihatkan oleh arah baratlut-tenggara dan utaraselatan di sekitar Tanjung Wandaman. Deformasi ini hadir sebelum Zona Sesar Sorong-Yapen terbentuk. Pada sekitar umur Miosen Zona Sesar Sorong-Yapen terbentuk akibat adanya konvergen miring (oblique) Lempeng Benua IndoAustralia dan Samudera Pasifik-Caroline. Sesar mendatar ini ditunjukkan oleh arah barat-timur di tengah daerah penelitian (Lampiran B). sesar-sesar normal yang memotong sedimen-sedimen muda diperkirakan sebagai hasil deformasi ekstensi paling muda, setelah Kepala Burung mengalami rotasi. Aktivitas deformasi kompresi diperlihatkan oleh strain shortening pada rekonstruksi. Deformasi ini diperkirakan berkaitan dengan aktifitas sesar-sesar mendatar yang mengelilingi teluk.
65
Gambar V.1.
Restorasi penampang Line 15.
66
Gambar V.2.
Restorasi penampang Line 04.
67 V.2 Tektonostratigrafi Horison-horison A, dan B diperkirakan sebagai lapisan yang diendapkan sebelum inisiasi pembentukan cekungan sedimen di Teluk Cenderawasih. Unit horisonhorison ini memperlihatkan pola struktur sesar normal (Gambar V.3).
Gambar V.3. Penampang
Rekonstruksi Horison A dan B menunjukkan pola sesar normal. terpanjang
berarah
baratlaut-tenggara
di
daerah
penelitian
menunjukkan kehadiran tinggian batuan dasar di bagian tengah dan cekungan di sekitar tinggian batuan dasar. Informasi batuan dasar didapatkan dari informasi batuan dasar di pulau-pulau yang mengelilingi teluk. Batuan-batuan dasar di Pulau Biak dan Yapen terdiri batuan Paleosen dengan afinitas kerak Samudera PasifikCaroline. Granit dan metamorf berumur Paleozoikum ditemukan di bagian barat
68 cekungan pada zona Sesar Wandaman, sedangkan granit Permian ditemukan di dekat Pulau Maransabadi. Pada Jura Akhir sampai Kapur Awal, Sareba Graben terbentuk pada arah utaratimurlaut. Pada umur Kapur Akhir, pengendapan Formasi Jass dan Formasi Ekmai menunjukkan ciri terrain benua yang tersingkap. Kemenerusan Formasi Ekmai ke utara sampai ke tepi barat Teluk Cenderawasih menunjukkan kemungkinan bahwa teluk ini didasari oleh paparan benua dangkal (Hill dkk., 2002). Pergerakan Kepala Burung ke barat menjauhi daratan utama New Guinea, membentuk proto Teluk Cenderawasih. Deformasi konvergen miring (oblique) Lempeng Benua Indo-Australia dan Samudera Pasifik-Caroline terjadi pada umur Miosen menginisiasi pembentukan Zona Sesar Sorong-Yapen dan menggerakan proto Teluk Cenderawasih ke selatan, membentuk sesar-sesar mendatar berupa Sesar Wandaman dan Waipoga. Proto Teluk Cenderawasih tersubduksi ke bawah terrain Weyland dan kemudian menabrak Leher Burung di pertengahan Miosen. Jalur Lipatan dan Anjakan Lengguru mulai terbentuk dan kemudian Lengguru Mobile Belt ke timurlaut pada Miosen Akhir dan Pliosen. Sedimentasi Teluk Cenderawasih di selatan Pulau Yapen semakin menebal dari barat sampai timur di Palung Waipoga (Gambar V.4). Pengendapan Horison C mengisi topografi cekungan dan tinggian batuan dasar di seluruh bagian. Refleksi seismik dan morfologi Horison C di bagian cekungan mengindikasikan ciri pengendapan batugamping yang diasumsikan setara dengan Batugamping Kais di Cekungan Bintuni. Batugamping reef dijumpai di beberapa daerah batas permukaan air laut dan batas tinggian atau pulau. Pembentukkan reef ini terjadi pada saat tinggian-tinggian ini turun ke bawah permukaan air laut. Pada Pulau Yapen juga ditemui Batugamping Wurui bersama Volkanik Yapen dan kemudian ditutupi oleh napal dan konglomerat (Pieters dkk., 1983). Di bagian timur teluk, batugamping juga ditemui, berupa reef dan reefal, dikenal dengan Formasi Hollandia.
69
Gambar V.4.
Penebalan sedimentasi semakin ke timur daerah cekungan.
Horison sedimen muda mudah dikenali di bagian tengah cekungan daerah penelitian. Semakin mendekati batas cekungan, horison-horison muda ini sulit dikenali. Pada beberapa tempat, lapisannya sangat tipis atau pada umumnya onlap pada horison di bawahnya. Horison D, E, dan F di bagian cekungan memperlihatkan pengendapan sedimentasi yang sangat banyak dan cepat. Hal ini menunjukkan adanya perubahan topografi cekungan yang semakin curam dan dalam. Kehadiran sedimen tebal horison-horison ini menghentikan pertumbuhan batugamping reef dan menutupi morfologi karbonat di tengah cekungan. Deformasi sesar anjakan terlihat di bagian timur dan memotong sedimen-sedimen tebal tersebut. Deformasi ini diperkirakan aktif sampai saat ini memotong Horison G dan Horison H serta mempengaruhi topografi dasar laut (Gambar III.7).
70 Dekcer dkk. (2009) menyebutkan bahwa pengendapan sedimen Strata Akhir (dalam penelitian ini disamakan dengan Horison G dan H) lebih cepat daripada peristiwa
pembebanannya
(subsidence)
yang
kemudian
menyebabkan
pendangkalan cekungan. Umur sedimen pada strata ini diperkirakan Plistosen dari Sumur H1 Tesoro. Kepala Burung terus bergerak ke barat, perubahan jenis deformasi pada Jalur Lipatan dan Anjakan Lengguru (Hobson, 1997) menyebabkan pengangkatan terrain Teluk Cenderawasih. Cekungan pada teluk mengalami pembebanan dan terisi oleh sedimen dari proses pengangkatan terrain. Peristiwa orogenesa mulai berhenti pada umur Plistosen. Kompleks metamorfik Tanjung Wandaman yang berumur kurang dari 2 jtl (juta tahun lalu) muncul ke permukaan. Deformasi ekstensi Plistosen membentuk sesar-sesar normal yang hadir sebagai reaktifasi sesar anjakan Plistosen di Lengguru (Hill dkk., 2002). Sedimen-sedimen muda terus terendapkan dengan cepat. Sedimen Plio-Plistosen Pulau Yapen menunjukkan sedimen berumur sama dengan sedimen di cekungan Teluk Cenderawasih, yaitu Formasi Mamberamo yang diasumsikan sebagai Horison E sampai Horison H. Sedimen-sedimen muda dipotong oleh sesar anjakan yang kemungkinan disebabkan oleh deformasi kompresi aktif di utara Papua atau disebabkan oleh mekanisme sesar-sesar mendatar yang membatasi teluk. Model rekonstrruksi Teluk Cenderawasih dan pergerakan Kepala Burung ke barat ditunjukkan pada Gambar V.5.
71
Gambar V.5.
Model rekonstrruksi Teluk Cenderawasih dan pergerakan Kepala Burung ke barat (anticlockwise rotation).