ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB V BAKUL SEMANGGI GENDONG DI KOTA SURABAYA
Dalam bab ini dideskripsikan tentang bagaimana eksistensi dan konsistensi bakul semanggi gendong yang menjajakan semanggi dengan bermigrasi sirkuler ke Kota Surabaya, serta maknanya. A. Eksistensi Bakul Semanggi Gendong Berdasarkan tabel tentang kharakteristik bakul semanggi gendong pada bab IV di muka, dapat disimpulkan bahwa bakul semanggi gendong di kota Surabaya memiliki ciri-ciri: 1). Seorang perempuan kategori setengah tua dan tua dengan pengalaman puluhan tahun, 2) Tingkat pendidikannya rendah, 3).Tingkat pendapatan tinggi jika dibandingkan dengan UMK Kota Surabaya, 4).Pengalaman diperoleh dari budaya genetik atau turun temurun, dan 5). Menjajakan ke Surabaya dengan bermigrasi sirkuler Di samping karakteristik tersebut, bakul semanggi gendong Surabaya memiliki ciri khas yang tidak dimiliki oleh pedagang atau bakul yang lain. Ciri-ciri khas tersebut di antaranya: 1). Tradisional, baik dari bakul semanggi sendiri, seperti cara berpakaian, dagangan yang dijual, kemasannya, sampai pada cara memasarkannya. 2). Hanya dilakukan oleh perempuan, 3).Berasal dari satu lokasi tempat asal yang sama, 4)bermigrasi sirkuler hanya ke kota Surabaya, 5). Cara menjualnya digendong, berjalan kaki, berkeliling ke kampung-kampung di kota Surabaya, dan 6). Mempunyai pelanggan yang khas, orang tua. Selain krakteristik dan ciri-ciri khas yang telah dijelaskan tersebut, bakul semanggi gendong juga memberikan makna kepada diri merka sendiri tentang eksistensinya. Dari hasil wawancara mendalam dengan 9 (sembilan) subyek bakul semanggi gendong, didapatkan data yang disajikan pada tabel berikut ini :
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Tabel 9 : Makna Bakul Semanggi Gendong
Berdasarkan penjelasan dan tabel 9 tersebut di atas bahwa proses mental yang dialami oleh bakul semanggi gendong Surabaya adalah melalui proses interpretasi dari bakul semanggi gendong sebelumnya dan merupakan hasil dari proses belajar, dengan memahami kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh generasi sebelumnya. Kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah tradisi genetik, yaitu turun-temurun yang melekat secara melembaga dalam lingkungan keluarga bakul semanggi gendong sendiri. Atas dasar pelembagaan inilah memaksa orang-orang di lingkungan keluarga yang terlahir dari bakul semanggi gendong juga harus melanjutkan tradisi generasi di atasnya yang menjadi bakul semanggi gendong Surabaya. Selain faktor tradisi turun-temurun, terdapat faktor-faktor lain yang ikut mengantarkan individu-individu tersebut menjadi bakul semanggi gendong, diantaranya adalah pendidikan yang rendah, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki terbatas, pengalaman yang cukup, faktor lingkungan alam sekitar yang mendukung, serta pelanggan yang setia di kota Surabaya. Sebagai sebuah warisan budaya yang tentunya sarat dengan nilai-nilai social capital, keberadaan bakul semanggi gendong sangat baik jika dianalisis dengan beberapa pendekatan
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
teoritis khususnya dalam lingkup kajian ilmu sosial. Satu di antaranya adalah penulis meminjam logika berpikirnya teori Embedednes dari Granovetter tentang keterlekatan. Sebagai sebuah realita sosial, bakul semanggi gendong hadir dengan segala unsur yang menjadi bagian hidup mereka. Singkatnya, dapat ditarik sebuah benang merah bahwa bakul semanggi gendong merupakan satu kesatuan yang lahir dengan identitas budaya tersendiri yang menjadi ciri khas masyarakat Kendung. Bicara tentang keterlekatan bakul semanggi gendong dibandingkan dengan embedednes-nya Granovetter yang mengedepankan tentang jaringan, maka embedednes bakul semanggi gendong ternyata tidak hanya jaringan, namun banyak faktor seperti yang sudah dijabarkan di muka tentang ciri-ciri khas bakul semanggi gendong. Dengan demikian, keterlekatan pelembagaan yang terjadi pada bakul semanggi gendong akan melengkapi dan menambahkan unsur-unsur keterlekatan yang telah ditemukan oleh Granovetter sebelumnya. Selain itu pula, yang membedakan antara keterlekatan Granovetter dengan bakul semanggi gendong adalah struktur masyarakatnya. Keterlekatan Granovetter terjadi
pada struktur
masyarakat yang sudah modern, sedang keterlekatan bakul semanggi gendong pada struktur masyarakat tradisional. Terdapat perbedaan pula keterlekatan antara bakul semanggi gendong dengan Granovetter, khususnya tentang jaringan untuk bermigrasi. Pada teori Granovetter, bermigrasi banyak dilakukan karena ada keterlekatan dengan keluarga dekat atau teman yang dekat, namun pada bakul semanggi gendong, bermigrasi dilakukan bukan karena ada hubungan atau kedekatan dengan keluarga atau teman dekat, tetapi karena keterlekatannya dengan pelanggan. Jika ditarik kembali ke akar permasalahan yang menjadi fokus kajian dalam penelitian ini adalah bakul semanggi gendong, disadari atau tidak, bakul semanggi gendong
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
hadir dengan berbagai khazanah kebudayaan yang menjadi bagian terpenting dalam kehidupan mereka. Kebudayaan dipahami sebagai segala sesuatu yang terdiri atas berbagai komponen yang saling terkait yang menjadi bagian dari sistem budaya masyarakat. Salah satu hal yang bisa kita temukan pada bakul semanggi gendong adalah eksistensi dan konsistennya dalam mempertahankan tradisi menjadi bakul semanggi gendong
di tengah maraknya budaya
kuliner modern dan kuliner tradisional yang semakin bervariasi.
Hal itu tercermin dari
fenomena bakul semanggi gendong yang dilakukan demi melanggengkan sebuah tradisi yang telah dijunjung tinggi secara turun-temurun. Sementara itu pula dikemukakan oleh pakar budaya, Koentjaraningrat yang dilansir dari sebuah tulisannya, yaitu : “Tradisi budaya tampak dalam adat-istiadat yang dianut oleh kelompok masyarakat. Tradisi budaya menampilkan akumulasi keputusan-keputusan yang tergabung melalui proses historis dari anggota masyarakat. Akumulasi keputusan-keputusan itu menyangkut pengertian tentang sifat-sifat kelompok kebudayaan material, kewajaran dan keinginan untuk bertingkah laku, suasana dari tingkah laku tersebut” (Soraya, 2009: 7).
Kutipan tersebut sekali lagi memberi gambaran bahwa tradisi budaya yang dianut oleh bakul semanggi gendong tampak dari cara mereka dalam menjajakan dagangan semanggi yang sejak dahulu hingga sekarang tidak ada perubahan, dan semuanya dilakukan oleh kaum perempuan yang sudah berusia tidak muda lagi. Hal tersebut disinyalir merupakan tradisi turun temurun keluarga bakul semanggi gendong sendiri dan banyak dilakukan oleh masyarakat Kendung, khususnya perempuan generasi tua. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa tradisi yang dilakukan bakul semanggi gendong sulit untuk dilepaskan dari kehidupan sehari-hari mereka. Sebagai suatu bagian dari komponen kebudayaan, tradisi memegang peranan penting dalam masyarakatnya. Hal itulah
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
yang menjadi landasan mengapa bakul semanggi gendongbegitu kuat mempertahankan sebuah tradisi mereka, dan inilah yang menurut Granovetter adalah keterlekatan, dan keterlekatan pada bakul semanggi gendong tersebut adalah keterlekatan pelembagaan yang ada
pada
bakul
semanggi
sendiri
(internal)
dan
keterlekatan
dari
luar
bakul
gendong(eksternal). Selain faktor tradisi turun-temurun/genetik, dan ketrampilan yang mumpuni, terdapat faktor-faktor
lain
yang ikut mengantarkan individu-individu tersebut menjadi bakul
semanggi gendong, diantaranya adalah pendidikan yang rendah, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki terbatas, pengalaman, faktor lingkunagan alam sekitar yang mendukung, serta pelanggan yang setia di kota Surabaya. Bakul semanggi gendong merupakan kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat Kendung secara swadaya, mengelola sumber daya tumbuhan semanggi untuk dijadikan suatu kuliner yang khas,dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya beserta keluarganya. Bakul semanggi gendong di kota Surabaya merupakan salah satu bagian dari ekonomi kerakyatan. Ekonomi kerakyatan menekankan
pada strategi bertahan hidup
(survival) bagi rakyat kecil dalam menjalani kehidupan. Sistem ekonomi kerakyatan berbasis pada kekuatan rakyat (Rintuh, 2005:5). Menurut Fuad Hasan (1996,94): “Manusia sebagai wujud yang eksistensinya menemukan peluang untuk aktualisasi diri terus menerus bukannya sekedar dihanyutkan oleh realitas disekitarnya”. Ini berarti bahwa manusia sebagai subjek tidak bersifat pasif terhadap lingkungan dan pengalaman-pengalamannya. Manusia dengan kemampuan akalnya, akan mengolah dan merencanakan pengalaman-pengalaman baru. E.B Taylor menempatkan konsep eksistensi atau survival sangat penting. Menurutnya, tidak satupun zaman seratus persen sesuai dengan keadaan masyarakatnya,
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
sebab selalu terjadi adanya budaya-budaya yang masih survive dikala sudah masuknya taraf budaya yang lebih tinggi. Lebih lanjut, Koentjaraningrat, (1998:17) mengemukakan bahwa nilai budaya merupakan sebuah konsep yang hidup dalam alam pikiran manusia mengenai apa yang paling berharga dalam hidup. Secara fungsional sistem nilai tersebut mendorong individu untuk berperilaku seperti apa yang sudah ditentukan. Menurut Kahl (1968, 9), sistem nilai itu menjadi pedoman yang melekat erat secara emosional pada diri sesorang atau sekelompok orang, malah merupakan tujuan hidup yang diperjuangkan. Oleh karena itu, merubah sistem nilai manusia tidaklah mudah, dibutuhkan waktu, sebab,nilai-nilai tersebut merupakan wujud ideal dari lingkungan sosialnya. Beberapa pernyataan tersebut sangat tepat dengan keberadaan bakul semanggi gendong yang masih eksis di Kota Surabaya. Mereka mempertahankan tradisi lama dari nenek moyangnya, dan diturunkan ke genarasi bakul semanggi gendongyang sekarang ini. Tradisi tersbut sampai sekarang tidak berubah,yaitu tradisi menjajakan semanggi dengan ciricirinya sendiri. Demikian pula halnya sistem nilai yang dianut juga tetap tidak berubah walau perkembangan zaman sudah berubah. Nilai-nilai tersebut adalah Asumsi pendekatan fenomenologi dalam melihat realitas bakul semanggi gendong adalah bahwa bagi individu melakukan interaksi dengan sesamanya ada banyak cara penafsiran pengalaman dan makna. Itulah yang sebenarnya membentuk realitas tindakan yang ditampakkan dari keseharian bakul gendong semanggi. Fenomenologi berupaya untuk memahami makna kejadian, gejala yang timbul dan atau interaksi bagi individu pada situasi dan kondisi tertentu dalam kehidupan sehari-hari. Ia mengkaji masuk ke dalam dunia makna yang terkonsep dalam diri individu bakul gendong semanggi, kemudian diekspresikan dalam bentuk fenomena. Ia berupaya menerobos untuk
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
menjawab pertanyaan pertanyaan bagaimanakah struktur dan hakekat pengalaman terhadap suatu gejala bagi individu (Ritzer,1992:46; Orleans, 1997:1459; Campbell, 1994:234). Pemahaman bakul semanggi gendong khususnya tentang eksistensinya, dilihat dari because motives atau motif sebab, bagaimana mereka tetap eksis menjalankan usaha bakul semanggi gendong. Pertama, selama belasan tahun para bakul semanggi gendong sudah berpengalaman menjadi bakul semanggi. Selain faktor turun-temurun, telah banyak pengalaman yang didapatkan seperti interaksi sesama bakul semanggi gendong terjalin baik. Demikian juga interaksi bakul semanggi gendong dengan pelanggannya, seperti yang disampaikan oleh subjek bakul semanggi gendong yang bernama ibu Salamah (56 tahun). “Pengalaman kulo geh saking Mak kaleh Mbah kulo. Saklintune geh saking sederek kaleh morosepuh, konco-konco sami bakule, sakbendinten kan sering kepanggeh, sarengsareng berangkat saking Kendung teng Suroboyo neteh bemo”. Terjemahan: “Pengalaman saya diperoleh dari Mak (Ibu) dan Mbah (Nenek), serta saudara perempuann saya dan mertua. Selain itu, diperoleh dari interaksi dengan sesama teman bakul semanggi gendong, dimana hampir setiap hari berangkat dari Kendung menuju Kota Surabaya bersama-sama naik angkot”. Kedua, eksistensi bakul semanggi gendong juga didukung oleh mudahnya para bakul semanggi gendong mendapatkan bahan baku, yaitu dengan menanam sendiri, atau mendapatkan dari juragan, yaitu orang yang memasok bahan baku semanggi dan disediakan bagi para bakul semanggi gendong yang tidak menanam sendiri. Semua subjek bakul semanggi gendong mengatakan bahwa untuk mendapatkan bahan baku semanggi cukup mudah, seperti yang dikatakan subjek bakul yang bernama ibu Warsini (52 tahun) “ Saya telah menanam sendiri semanggi di pekarangan rumah saya, biar sempit lumayan bisa tumbuh terus asal harus selalu disiram air bila musim kemarau tiba”. Sedang subyek yang lain memasok dari juragan, seperti yang disampaikan oleh ibu Sumi (52 tahun) dan ke tujuh subyek bakul semanggi gendong yang lain, sebagai berikut:
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
“Saya biasanya membeli dari juragan Darsining yang sudah menyediakan bahanbahan semanggi’. Ketiga, eksistensi bakul semanggi gendong didukung oleh semangat yang kuat untuk tetap menjajakan semanggi karena penghasilan yang diperolehnya cukup banyak. Hal tersebut dapat dibandingkan dengan UMR tenaga kerja di Kota Surabaya yang pada tahun 2012 sebesar Rp 1.800.000,00 dan pada tahun 2014 ini mencapai Rp 2.200.000,00 per bulan. Penghasilan yang diperoleh bakul gendong semanggi ternyata jauh lebih besar dibandingkan dengan UMR tenaga kerja di Kota Surabaya, dan itulah yang menjadi motivasi tersendiri bagi bakul gendong semanggi untuk tetap eksis, seperti yang disampaikan oleh subjek penelitian yang bernama ibu Mu’ripah, umur 67 tahun, ibu Rukana, umur 66 tahun, dan ibu Ati, umur 59 tahun. “Kulo sek semangat sadean semanggi soale hasile cukup lumayan sakbedinten mbeto yotro daos saget nyukupi kebutuhan kaleh nyangoni putu-putu kulo”.(Ibu Mu’ripah) Terjemahan: Saya masih tetap semangat menjajakan kuliner semanggi karena terdorong oleh penghasilan yang cukup lumayan dan setiap hari selalu memegang uang untuk mencukupi kebutuhan dan untuk memberi uang saku cucu-cucu saya. “Kulo sadean semanggi teng Suroboyo saget angsal yotro Rp125.000.- sampai Rp200.000,- sakbendintene, dados saget damel blonjo maleh kaleh nyangoni putu kulo’ (Ibu Rukana). Terjemahan: ‘Saya menjual semanggi di Surabaya bisa dapat uang sekitar Rp.125.000,- sampai Rp.200.000,- setiap hari, jadi bisa untuk belanja lagi dan memberi uang saku cucu saya’. Keempat, eksistensi bakul semanggi gendong juga didukung oleh pelanggan yang setia di Kota Surabaya. Dengan adanya pelanggan, maka memaksa bakul gendong untuk melakukan migrasi sirkuler. Semua subjek bakul gendong melakukan hal yang sama untuk
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
menjajakan dagangan semangginya di Kota Surabaya. Bahkan salah satu bakul mengatakan yaitu ibu Mu’ripah (66 tahun), bahwa: “Kalau tidak dijajakan di kota Surabaya, di sekitar Kendung sendiri tidak laku, apabila laku harganya sangat murah dan tidak pernah habis, sehingga rugi dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari”. Hal yang sama juga dinyatakan oleh subyek bakul semanggi gendong yang lain seperti ibu Rukana, (65 tahun), ibu Salamah, (53 tahun), ibu Patemi, dan ibu Muni, seperti berikut: “Kulo niki sakben dinten sadeane geh teng Suroboyo, soale ked riyen mak kulo geh sadean ngriki, nopomale pun gada langganan, nek teng Kendung utawi Benowo geh kurang laku, wong teng ngriko gene, terus regine murah, dados hasile namung sekedhik”. Diterjemahkan, “Saya ini setiap hari menjajakan ke Surabaya, karena sejak dulu ibu saya juga menjajakan di sini, apalagi sudah punya langganan, kalau di Kendung atau Benowo kurang laku, karena di sana tempatnya, sehingga hasilnya sangat kecil sekali” Kelima, eksistensi bakul semanggi gendong juga dodorong oleh motivasi. Motivasi yang dimaksud bisa berasal dari dalam dan dari luar. Motivasi dari dalam karena dorongan diri sendiri untuk meneruskan tradisi orang tua, dan kebutuhan hidup, dan motivasi dari luar terdorong untuk memenuhi selera pelanggan dan mendapatkan penghasilan. Pernyataan seperti tersebut seperti dikatakan oleh subjek bakul semanggi gendong ibu Muni, sebagai berikut: “Motivasi kulo sadean semanggi gendong niki geh nerusaken tradisine tiyang sepuh kulo kaleh kebutuhan sakbindintene tambah kathah. Lah niku saget angsal hasil sing cukup nek nyadene teng Suroboyo, soale pun gadhah langganan”. Diterjemahkan; “Motivasi saya jualan semanggi untuk melanjutkan tradisi orang tua saya dan kebutuhan yang tambah banyak. Itu bisa dicapai kalau menjualnya di Surabaya karena di sana sudah punya pelanggan”. Hierarki kebutuhan keluarga maupun kebutuhan perempuan bakul semanggi gendong sendiri menjadi motivasi untuk bekerja, terutama dalam memenuhi kebutuhan fisik,
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
yaitu kebutuhan dasar manusia untuk menjaga agar dia dan keluarganya tetap hidup, seperti makanan, minuman, pakaian, dan perumahan. Dari semua jawaban subjek bakul semanggi gendong, secara because motives (motif sebab), bagaimana bakul semanggi gendong tetap eksis, ternyata banyak faktor yang mendukung, di antaranya adalah: 1) tradisi dan pengalaman turun temurun dari keluarga, pengalaman yang cukup; 2) mudah memperoleh bahan baku semanggi; 3) penghasilan dari menjajakan semanggi yang cukup banyak; 4) adanya pelanggan yang setia di Kota Surabaya, hingga bermigrasi sirkuler, dan 5) motivasi, dari dalam dan luar, baik dari diri sendiri maupun dari keluarga, serta lingkungan sekitar. Faktor-faktor tersebut telah melembaga dan melekat bertahun-tahun lamanya hingga terjadi keterlekatan./embededness. Atas dasar hasil penelitian terhadap subyek bakul semanggi gendong tersebut ditemukan proposisi sebagai berikut: Bakul semanggi gendong di Kota Surabaya tetap eksis karena ada keterlekatan kelembagaan ekonomi dan sosiologi. Berdasarkan hasil penelitian terhadap subyek bakul semanggi gendong, bagaimana mereka tetap eksis, secara in order to motives (motif supaya), agar dapat memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan keluarganya, seperti yang dijelaskan oleh subyek bakul semanggi gendong bernama ibu Sumi (52 tahun), seperti berikut ini:: “Saya tetap menjadi bakul gendong semanggi supaya memperoleh kesejahteraan dan meningkatkan penghasilan. Saya ingin penghasilan yang cukup agar ekonomi keluarga saya lebih baik, sehingga dapat memenuhi kebutuhan, tidak hanya kebutuhan pokok, tetapi kebutuhan yang lainnya, misalnya dapat membeli tanah, membeli peralatan rumah tangga yang lebih baik, seperti : lemari es, televisi, kipas angin, dan yang lainnya”. Menurut
subjek bakul semanggi gendong yang sama, ibu Sumi, dikatakan
bahwa: “Jualan semanggi tidak akan memiliki makna apa-apa bila hanya sekedar tiap hari menjajakan semanggi di kota Surabaya yang butuh waktu perjalanan lama, dan akan sia-sia apabila tidak menghasilkan sesuatu yang lebih baik untuk kehidupan”.
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Dari hasil penelitian ini penulis menemukan proposisi bahwa: Makna Eksistensi bagi bakul semanggi gendong adalah sebuah perjuangan dan perjalanan panjaang dan harus bermanfaat bagi kehidupan keluarga. Penjelasan subyek bakul semanggi gendong, Ibu Sumi tersebut di atas, yang mempertanyakan tentang eksistensinya dikaitkan dengan budaya kuliner khas kota Surabaya, nampaknya tidak begitu penting, karena yang terpenting bagi dia (subjek Ibu Sumi), adalah untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang semakin lama semakin meningkat. Hal yang terpenting bagi nya bahwa setiap hari dapat uang, sehingga bisa menjajakan semanggi lagi dan keuntungannya dipakai untuk menambah kebutuhan keluarga. Hal yang berbeda dari jawaban bakul semanggi gendong yang lain, dijelaskan oleh ibu Mu’ripah, bahwa; “Selain untuk mencari uang, keberadaan saya sebagai bakul gendong sangat dibutuhkan oleh masyarakat pelanggan semanggi maupun pemerintah kota Surabaya, bila ada acara di Kelurahan, biasanya semanggi saya diborong, demikian juga dengan acara ulang tahun Kota Suabaya, saya juga diminta menyiapkan semanggi gratis yang disiapkan untuk masyarakat. Kuliner semanggi gendong ini adalah kuliner khas Kota pahlawan dan harus tetap dilestarikan, apalagi sekarang sudah banyak anak muda yang menjual semanggi bukan digendong, namun di jual di dalam gedung dan menetap, itu berarti sudah menghilangkan tradisi bakul semanggi yang asli. Kalau sekarang saya menjadi bakul gendong seperti ini berarti saya menghargai leluhur saya sendiri”. Eksistensi bakul semanggi gendong ini nampaknya tidak akan bertahan lama setelah generasi bakul gendong yang ada saat ini. Hal tersebut disampaikan oleh para bakul gendong, di antaranya: Ibu Patemi dan Ibu Munawaroh. Mereka mengatakan bahwa: “Jaman sakniki mboten gampang marisaken tradisi bakul semanggi gendong niki teng anak-anak kulo. Lare-lare luweh seneng nyambut damel lintune, umpami teng pabrik, toko, super market, kantor-kantor, lan sak lintune, sing terose mboten soro kados kulo” “Jaman sekarang ini sangat sulit untuk mewariskan tradisi bakul semanggi gendong kepada anak-anak saya. Mereka lebih senang bekerja yang lain, misalnya di pabrik, di tokotoko, super market, di kantor-kantor, dan yang lain, yang menurut mereka tidak sengsara seperti saya ini”. Dari hasil penelitian tersebut dapat penulis tarik sebuah proposisiyaitu:
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
“Eksistensi bakul semanggi gendong di Kota Surabaya bermotif ekonomi dan ekonomi tradisi”.
Bakul semanggi gendong akan mewakili masyarakat Kendung, Benowo, tentang bagaimana cara dan sifat lokal untuk tetap dapat bertahan hidup (survive). Ini adalah realitas, tetapi juga sebuah proses ekonomi yang dilatarbelakangi oleh dukungan relasi sosial budaya secara kekeluargaan yang turun-temurun.Sebagaimana disebut oleh Whitehead sebagai realitas adalah proses (Laurer, 2003:188). Realitas bukan sesuatuyang dibuat-buat, tetapi realitas ditetapkan menurut kejadian yang mengandung kreativitas, saling ketergantungan dan dialektika.
B. Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Dan Maknanya Salah
satu
unsur
bakul
semanggi
gendong
tetap
eksis
adalah
adanya
embededness/keterlekatan bakul semanggi dengan pelanggan. Keterlekatan inilah hingga bakul semanggi gendong melakukan migrasi sirkuler ke Kota Surabaya. Lebih lanjut bagaimana migrasi yang dilakukan bakul semanggi gendong, maka akan didiskripsikan migrasi khas dan maknanya bagi bakul semanggi gendong sendiri. Bermigrasi sirkuler bagi bakul gendong semanggi merupakan kegiatan rutin yang setiap hari dilakukan. Migrasi bakul semanggi gendong adalah migrasi yang bersifat sementara karena dilakukan setiap hari dan selalu pulang balik atau yang biasa disebut dengan migrasi sirkuler, yaitu migrasi yang tidak menetap di daerah tujuan migrasi. Migrasi sirkuler bakul semanggi gendong bertujuan tidak untuk mencari pekerjaan atau yang lain, selain menjajakan dagangannya, yaitu semanggi gendong. Adapun migrasi sirkuler bakul semanggi gendong mempunyai rute-rute tertentu (Tabel 6, Bab IV), dan antara bakul semanggi gendong satu dengan yang lain bisa berbeda, atau kadang bisa sama. Hal tersebut karena dalam menjajakan dagangannya, bakul semanggi gendong tidak ada
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
jadwal khusus, karena tidak ada perkumpulan atau paguyuban yang dibentuk secara khusus untuk bakul semanggi gendong, sehingga rute yang dilalui terserah kepada bakul semanggi gendong masing- masing. Hanya saja bakul semanggi gendong biasanya dalam bermigrasi menjajakan dagangannya akan melewati rute yang setiap hari dilalui, dengan cara bergilir setiap seminggu sekali melewati kampung-kampung yang sama, karena di situlah pelangganpelanggannya menunggu kedatangannya. Bakul semanggi gendong dalam melakukan tindakan migrasi sirkuler tentu dilandasi berbagai alasan mendasar yang mendorong mereka. Ada beberapa hal yang memotivasi mereka untuk melakukan migrasi. Motivasi berasal dari kata motivation yang berarti dorongan,
kata
kerja
motivasi
yaitu
motif
berarti
alasan
dan
daya penggerak
(Suryobroto, 1984). Salah satu teori motivasi yang terkenal adalah teori kebutuhan yang dikemukakan oleh Abraham Maslow. Menurut Maslow bahwa setiap diri manusia itu terdiri atas lima kebutuhan yaitu; kebutuhan fsiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan status atau ego dan kebutuhan aktualisasi diri. Pemenuhan kebutuhan
yang
dinyatakan oleh Maslow didasarkan pada dua asumsi yaitu: pertama, kebutuhan seseorang yang bergantung pada apa yang dimilikinya; kedua, kebutuhan yang merupakan hirarki yang dapat dilihat berdasarkan kepentingannya (Alma,2001: 78). Teori kebutuhan Maslow secara konseptual didukung dengan pendapat David Mcclelland. Dalam bukunya berjudul The Achieving Society, David mengungkapkan bahwa dorongan untuk mencapai keberhasilan merupakan motif yang penting untuk menentukan keberhasilan seseorang dalam berusaha (Alma,2001:27). Konsep The Need for Achievment, menjelaskan konsep mengenai kebutuhan atau dorongan untuk berprestasi dan tidak sekedar untukmeraih imbalan material yang besar tetapi karena ingin mendapatkan kepuasan karena pekerjaan yang dilakukan mencapai hasil yang baik. (Budiman,1986:23-34)
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Teori ini relevan dengan permasalahan yang akan dibahas, untuk memahami lebih dalam lagi tentang makna bakul gendong semanggi bagi dirinya sendiri dalam mempertahankan eksistensinya sehingga mereka tetap melakukan aktivitas bermigrasi untuk menjajakan semanggi yang selama ini menjadi sumber perekonomian bagi kehidupan mereka. Hasil penelitian terkait dengan migrasi bakul semanggi gendong, migrasi bagi mereka memiliki makna yang berbeda-beda. Migrasi sirkuler bagi bakul semanggi gendong ada yang bermakna ekonomi maupun non ekonomi, seperti yang dipaparkan di bawah ini. Migrasi sirkuler bakul semanggi gendong bermakna ekonomi, seperti yang dikatakan oleh para subyek penelitian, antara lain; ibu Ati, ibu Mu’ripah, ibu Rukana, ibu Muni, ibu Warsini, ibu Munawaroh, ibu Patemi dan ibu Sumi, artinya bahwa: “Dengan melakukan migrasi sirkuler, maka kami dapat merubah kondisi ekonomi keluarga yang serba kekurangan agar menjadi lebih baik, karena dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari, termasuk membiayai anak sekolah”. Mereka mengatakan bahwa Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum kalau kaum itu sendiri tidak mengubahnya. Migrasi sirkuler sebagai bakul semanggi gendong memiliki makna religius, bila dikaitkan dengan pekerjaan Nabi Muhammad SAW, bahwa pada masa hidupnya, beliau bekerja sebagai pedagang. Berdagang merupakan suatu migrasi sirkuler yang bertujuan ingin merubah nasib. Berkaitan dengan keyakinan agama bakul gendong yaitu agama Islam, menjajakan semanggi atau berdagang semanggi adalah sebuah simbol dalam melaksanakan ajaran agama, hal ini berarti bahwa migrasi sirkuler memiliki makna kesadaran religiusitas, seperti yang dikatakan oleh ibu Rukana, ibu Salamah dan ibu Mu’ripah, bahwa: “Dengan melakukan migrasi sirkuler, harus tetap mempertahankan kesadaran akan kewajiban beribadah baik sholat wajib yang harus dilakukan maupun ibadah yang lainnya seperti menjual dengan keuntungan yang sewajarnya, tidak pelit, bahkan menyediakan kuliner khas yang langka seperti semanggi ini adalah merupakan sebuah ibadah. Selain untuk memenuhi tambahan kebutuhan keluarga, dengan migrasi sirkuler akan bermanfaat bagi
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
orang lain atau pelanggan yang kangen dengan kuliner khas Surabaya ini, sekaligus ikut melestarikan budaya kulinernya, itu adalah wujud ibadah”. Makna yang lain dari migrasi sirkuler bakul semanggi gendong adalah makna solidaritas, seperti yang dijelaskan oleh beberapa subjek bakul gendong antara lain, ibu Rukana, ibu Mu’ripah, ibu Patemi dan ibu Muni, bahwa: “Dengan migrasi sirkuler menjadi bakul gendong semanggi, kami ini bisa berangkat bersama-sama menyewa kendaraan, biayanya patungan, bahkan bila diantara kami belum ada uang akan ditalangi atau dipinjami dulu oleh bakul yang lain yang punya kelebihan uang”. Kejadian seperti itu sering dialami oleh mereka, tidak hanya pada saat melakukan migrasi saja, tetapi akibat dari perjalanan migrasi sirkuler tersebut mereka menjadi lebih dekat antara satu dengan yang lain, apalagi mereka merupakan tetangga, baik tetangga dekat maupun tetangga satu dusun, sehingga bila ada kesulitan akan saling membantu. Migrasi sirkuler bakul semanggi gendong juga bermakna pengetahuan, artinya bahwa: “Dengan melakukan migrasi sirkuler kami memikili kesadaran yang baik tentang pengetahuan, terutama diri sendiri tentang anak-anak kami akan pentingnya pendidikan, sehingga terdorong untuk memberikan pendidikan terhadap anak-anak lebih baik seperti orang-orang Surabaya”. Pernyataan ini dikatakan oleh subjek bakul semanggi gendong ibu Salamah, Ibu Munawaroh dan ibu Sumi. Mereka menginginkan anak-anak mereka bisa bekerja enak dikemudian hari, supaya tidak seperti mereka yang sengsara karena pendidikan mereka hanya SD atau bahkan ada yang tidak tamat. Migrasi sirkuler bakul gendong semanggi bermakna tradisi, artinya adalah bahwa migrasi yang dilakukan oleh bakul gendong semanggi sudah merupakan tradisi yang turun temurun dari para pendahulu keluarga bakul gendong tersebut, seperti yang dijelaskan oleh subyek bakul semanggi bernama ibu Munawaroh, usia 54 tahun, asal Desa Kendung. “Saya telah menjadi bakul gendong semanggi sejakusia37tahun.Pengalaman saya peroleh dari ibu mertua yang dulu juga menjadi bakul gendong semanggi di kota Surabaya. Saya tertarik menjadi bakul gendong karena ingin membantu ekonomi keluarga dan ingin
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
tetap mempertahankan tradisi keluarga tentang semanggi, apalagi ibu mertua saya sudah semakin tua, siapa lagi yang akan melanjutkan kalau bukan saya”. Hal serupa juga dikatakan oleh subjek bakul semanggi gendong yang lain, Ibu Muni, (59 tahun), seperti berikut: “Saya merupakan warga asli Kendung yang telah lama menjadi bakul gendong semanggi. Sudah 26 tahun lamanya. Hampir seluruh keluarga saya bekerja sebagai bakul gendong semanggi. Menjadi bakul gendong semanggi merupakan suatu tradisi dalam keluarga saya pada jaman saya masih muda, bahkan jika salah satu anggota keluarga ada yang menolak untuk menjadi bakul gendong semanggi, terutama perempuan, maka ia akan dikucilkan”. Bakul semanggi gendong merupakan kumpulan dari beberapa masyarakat biasa yang berasal dari satu lokasi pinggiran kota Surabaya dan mengadu nasib di kota Surabaya. Tuntutan ekonomi yang besar menjadi dorongan yang membuat mereka berjuang keras dan mengadu nasib bersaing dalam perekonomian kota. Tuntutan pendidikan yang rendah serta permodalan yang kecil, ditunjang dengan pengalaman dan tradisi genetik yang turun temurun, menjadi alasan utama mereka memilih menjadi bakul semanggi gendong. Persamaan nasib dan kebersamaan yang selalu dipupuk menimbulkan rasa persaudaraan yang tinggi diantara bakul semanggi gendong. Memiliki tujuan yang sama untuk mendapatkan hasil yang banyak, sesungguhnya mereka anggap sebagai hal yang utama, bagi mereka rasa solidaritas dan persaudaraan merupakan pemenuhan kebutuhan yang tidak bisa tergantikan, seperti yang disampaikan subyek bakul berikut: “Geh kulo kadang sadean semanggi teng Suraboyo ketelasan krupuk puli soale tiang tumbas semanggi terus kaleh tumbas kerupuke kathah, dados cepet telas, tapi untung ketemu konco sing sami bakul semanggi, kulo saget nempel krupuke rumiyen, gih disukani”(Ibu Patemi,2012). “Ya saya kadang jualan semanggi ke Surabaya kehabisan krupuk puli karena banyak pelanggan yang beli semanggi minta krupuk lebih banyak, jadi cepat habis, tetapi untung ada teman sesama bakul semanggi , sehingga saya bisa pinjam dulu dan diberi” Bakul semanggi gendong sebagai bagian dari anggota masyarakat tentunya memiliki budaya hidup tersendiri di antara sesamanya. Uniknya, rasa kekerabatan yang tinggi mereka perlihatkan ketika mereka bertemu saling menjajakan semanggi di Surabaya. Bakul semanggi
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
gendong memiliki perilaku yang unik, ini terasa ketika mereka kekurangan krupuk puli atau daun pisang untuk wadah, ternyata mereka saling membantu satu dengan yang lain, sehingga terjadi budaya solidaritas yang tinggi. Pada masyarakat Jawa, khususnya Jawa Timur, kebudayaan dikenal sebagai kebudayaan arek. Budaya arek sesungguhnya menjunjung tinggi nilai-nilai keseimbangan dan harmonisasi mengenai hubungan manusia dengan Tuhan (parahyangan), hubungan sesama manusia (pawongan), dan hubungan manusia dengan lingkungan (palemahan), yang tercermin dalam ajaran Tri Hita Karana(tiga penyebab kesejahteraan). Apabila manusia mampu menjaga hubungan yang seimbang dan harmonis dengan ketiga aspek tersebut maka kesejahteraan akanJawa Timur sebagai sebuah wilayah didukung beragam corak kebudayaan.Secara kultural Jawa Timur memiliki tiga corak budaya dominan yaitu, budaya Mataraman, budaya Arek, dan budaya Pandalungan. Budaya Arek di wilayah utara mencakup Surabaya, Gresik, Lamongan, Tuban, sementara untuk budaya Mataraman yang dipengaruhi Solo dan Yogyakarta, mencakup Blitar, Tulungagung, Kediri, Ponorogo, Madiun. Untuk budaya Pandalungan dipengaruhi budaya Madura. Keberagaman corak budaya di Jawa Timur ini makin didukung oleh lingkungan berupa pesisiran, gunung, dan sungai, serta kedekatan Jawa Timur dengan wilayah lainnya seperti Madura, dan Bali. Dilihat dari sisi budaya bakul semanggi gendong sendiri karena lokasi asal bakul semanggi gendong secara geografis terletak di wilayah Surabaya Barat, namun secara budaya termasuk budaya arek karena wilayah semanggi terletak di antara Surabaya dan Gersik. Arek adalah sintesis perjuangan. Sebuah karakter yang berkodefikasi kultural. Tapi bukan etnosentristik. Terbentuk dari alam yang keras, penuh bencana dan berkontribusi pada pertumbuhan zamannya. Sebuah konsepsi seduluran masif. Hampir tak bisa ditawar-tawar.
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Sebuah penyatuan berbagai konsepsi seduluran, seperti Cina, Arab dan Madura. Meskipun, Madura secara intrinsik juga terbangun dalam konsepsi seduluran Cina dan Arab. Menurut Autar (2012), Sintesis perjuangan arek adalah perlawanan naturalistik dan komunal. Pijakan naturalistiknya sangat erat dengan kondisi alam yang penuh tantangan di masa lalu. Inilah yang membedakannya dengan kebudayaan-kebudayaan lain di Nusantara. Daya juang yang tumbuh dalam manusia Arek adalah kemampuannya menempatkan diri secara simultan. Tidak gradual seperti dalam masyarakat Jawa pada umumnya dan kebudayaan yang banyak dipengaruhi kebudayaan Jawa maupun Sunda dan Melayu. Satu hal lagi, adalah militansi. Arek bukan manusia yang mudah menyerah oleh keadaan apapun, hal itu telah dibuktikan dalam sejarah bagaimana perlawanan arek-arek Surabaya dalam mempertahankan kemerdekaan negara Republik Indonesia, dimana sekutu ingin merebut kembali dengan menyerang dan menduduki kota Surabaya. Arek-arek Surabaya dengan beraninya melawan tentara sekutu yang persenjataannya lebih modern dan ternyata mereka berhasil merebut kembali Kota Surabaya ini ke pangkuan Ibu Pertiwi. Aspek-aspek keberanian dan kenekatan dari masyarakat pendukung budaya arek (Basundoro, 2012), merupakan kontribusi dari keberanian
dan kenekatan orang-orang
Madura. Keterbukaan dan egalitarian masyarakat pendukung budaya arek, merupakan kontribusi dari budaya pesisir. Solidaritas yang kuat, guyub dan rukun merupakan kontribusi dari budaya pedesaan yang agraris. Dengan demikian, budaya arek merupakan hibrid atau gabungan atau cangkokan dari budaya pesisir Surabaya, budaya Madura, dan agraris dari pedesaan di kawasan hinterland yaitu Surabaya pinggiran, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Malang dan sekitarnya. Memasuki abad 20 hingga abad Millenium ini, Arek mengalami tafsir yang cenderung logosentrik. Arek adalah 1945, adalah hari pahlawan, adalah Suroboyo dan seterusnya. Rekonstruksi kultur Arek adalah membuka seluruh pintu gerbang keberadaannya.
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Menerima secara sadar dan terbuka terhadap unsur-unsur pembentuknya, bukan mempertahankan diri pada situasi kekinian yang telah mengalami kontaminasi historis. Kontaminasi historis ini juga berakibat pada rendahnya pemahaman generasi masa kini terhadap konteks sosio-kultural Arek. Yakni, masyarakat kampung dengan segala pandangan keterbelakangannnya. kekumuhan dan ketidakberdayaan. Masyarakat kampung, bukan masyarakat yang terstratifikasi seperti sekarang ini. Tetapi adalah masyarakat baru yang terbentuk dari pembenahan moralitas dan disiplin HinduJawa. Jika ingin ditarik lebih jauh, maka masyarakat kampung adalah pembentuk jiwa, ideologi dan pengetahuan yang selalu dikesampingkan dalam memahami kultur Arek. Akibatnya, Arek menjadi ilusi masa lalu. Arek dan kampung adalah dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Melalui dinamika kampung, Arek tersublimasi menjadi sebuah gerakan bersama. Pelabuhannya adalah integrasi sosial yang mampu menyederhanakan problematika berkehidupan di tengahtengah masyarakat. Penyederhanaan ini bisa dimaknai sebagai pemberian nuansa ketenteraman, keselamatan dan keguyuban. Disinilah kebiasaan-kebiasaan dikembangkan menjadi tradisi maupun sebagai pengetahuan antar masyarakat dalam kultur Arek. Menurut Leli Kusuma dkk. dalam penelitiannya yang berjudul “Ekspansi Pedagang Acung Kintamani ke Daerah Domisili Wisatawan di Kota Denpasar” Tahun 2008 mengungkap bagaimana keberadaan pedagang acung yang berasal dari daerah Kintamani Bangli berusaha masuk ke perekonomian daerah kota khususnya Denpasar dan mampu mendominasi usaha dagang acung khususnya di daerah wisata perhotelan yang ada di Denpasar. Pedagang acung Kintamani datang bersaing dalam sistem perekonomian kota dan menyesuaikan diri dengan sistem yang ada sehingga berhasil dalam melakukan usaha sektor informal tersebut. Keretakan dan kerusakan dalam hubungan antar manusia dan antar
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
kelompok, sehingga lahir disintegrasi sosial. Selain itu, muncul pula alienasi kesadaran, yang ditandai oleh hilangnya keseimbangan kemanusian karena meletakkan rasio atau akal pikiran sebagai satu-satunya penentu kehidupan, yang menampilkan rasa dan akal budi (Nazir, 1988:6). Berbagai keterasingan tersebut sesungguhnya bertentangan dengan ajran-ajaran atau kearifan lokal yang kita kenal selama ini baik di tingkat nasional maupun lokal. Di tingkat nasional kita mengenal istilah gotong royong, tenggang rasa (tepa salira), dan musyawarah mufakat. Pada tataran lokal kita mengenal bermacam-macam konsep yang maknanya sama. Noronga' uchugawoni, noro' uchu geo, alisi tafa daya-daya, hulu ta farwolo-wolo (berat sama dipikul, ringan sama dijinjing) kata orang Nias. Sigilik seguluk selunglung sebayantaka (susah senang kita harus sama-sama)kata orang Bali (Imawan 2004:1). Secara sadar dan terencana perlu kiranya dikembangkan konsep sadar budaya, termasuk revitalisasi kearifan lokal tersebut.Selain itu, penggalian atau penemuan kembali kearifan-kearifan lokal dalam menumbuhkan budaya multikultural di antara berbagai etnik perlu terus dilakukan dalam membentengi diri menghadapi gelombang pengaruh budaya global. Dari informasi tersebut tampak bahwasannya budaya masyarakat Indonesia pada umumnya adalah gotong-royong dan bekerja sama masih mereka terapkan. Berhubungan dengan budaya bakul semanggi gendong, secara umum sama seperti budaya masyarakat Indonesia pada umumnya, tetapi secara substansial, budaya bakul semanggi gendong menurut penulis telah dibentuk oleh budaya arek, yang memiliki ciri-ciri pantang menyerah, berani, selalu menanamkan konsep seduluran, kental dengan kehidupan kampung, dan lain-lain. Inilah yang sangat mempengaruhi budaya bakul gendong semanggi, dimana secara geografis
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
tempat asal mereka berbatasan dengan Kabupaten Gresik yang merupakan hinterland Surabaya di wilayah utara dan barat. Dengan semangat bekerja keras untuk mempertahankan ekonomi dan tradisinya, dibutuhkan bentuk solidaritas dan kekerabatan yang sangat kuat
antar
bakul gendong
semanggi.Hal tersebut menjadi bukti bahwa keberadaan mereka sebagai bentuk yang tidak terorganisasi, bekerja keras menjajakan kuliner semanggi dan bersaing dengan perekonomian kota metropolitan Surabaya yang keras, mereka mampu bertahan hingga sekarang. Dengan demikian, dalam migrasi sirkuler khas bakul semanggi gendong dan misi budaya yang mereka terapkan adalah budaya arek yang merupakan simbol keberanian, pantang menyerah, dan mandiri. Pemaparan tersebut membawa penulis menemukan proposisi: Migrasi sirkuler khas bakul gendong semanggi di Surabaya telah membawa misi budaya arek yang lekat dengan simbol keberanian, pantang menyerah dan kemandirian. Perspektif fenomenologi digunakan untuk memahami pemahaman bakul semanggi gendong terhadap makna migrasi sirkuler yang dilakukannya.Pemahaman tentang pemahaman ini diharapkan menghasilkan suatu temuan yang dapat menambahkan peneliti mencapai "sesuatu itu sendiri" dan tujuan filsafatnya adalah suatu filsafat tanpa adanya praduga-praduga. Ungkapan yang terkenal dari Husserl adalah "seseorang mengurung dunianya yang bersifat objektif, dengan cara memahami dunia yang bersifat subjektif, oleh karena itu diperlukan metode yang disebut "reduksi", dan dengan reduksi ini mendorong kaum fenomenologi untuk mentransformasikan dirinya sendiri ke dalam sosok peneliti yang tidak berkepentingan (Zeitlin, dalam Juhanda & Anshori, 1998: 216-217). Penggunaa fenomenologi untuk memahami fonomena migrasi bakul semanggi gendong sebagai sebuah keterlekatan kelembagaan dan realitas subjektif membutuhkan metode khusus, metode khusus yang dimaksudkan adalah "reduksi". Husserl mengatakan,
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
yang paling penting adalah mengembangkan suatu metode yang akurat sehingga mampu mendorong.Inti dari pemikiran Husserl tentang “reduksi" adalah untuk melampaui pemikiran sampai bisa melakukan refleksi.Dengan refleksi maka sesuatu yang sebelumnya sudah diketahui menjadi dipertanyakan kembali. Jika kajian migrasi selama ini telah diketahui faktor-faktor penyebabnya, maka menjadi dipertanyakan lebih mendalam tentang bagaimana proses dan makna migrasi bakul gendong bagi mereka? Fakta-fakta yang dulunya tidak diperhatikan (dianggap tidak penting), proses "reduksi" menjadi suatu sikap yang memperhatikan akan hal itu, sehingga mendapatkan sesuatu yakni makna migrasi bagi mereka. Di saat peneliti mulai merefleksi dunia yang telah "tereduksi" maka segera akan menemukan bahwa dunia bukanlah bersifat pribadi, tetapi suatu dunia makna dan nilai yang telah diciptakan secara inter subjektif. Dari hasil penelitian tentang makna migrasi sirkuler bagi bakul semanggi gendong, dapat disimpulkan bahwa makna migrasi sirkuler yang dilakukan memiliki makna antara lain: 1) Migrasi sirkuler bakul gendong bermakna ekonomi; 2. Migrasi sirkuler bakul gendong bermakna religius; 3) Migrasi sirkuler bakul gendong bermakna solidaritas; 4) Migrasi sirkuler bakul gendong bermakna pengetahuan, dan 5) Migrasi sirkuler bakul gendong bermakna tradisi. Dengan demikian, tindakan bakul semanggi gendong melakukan migrasi sirkuler khas ke Surabaya dapat penulis temukan proposisisebagai berikut: Migrasi sirkuler khas bakul semanggi gendong semanggi di Kota Surabaya bermakna ekonomi, religius, solidaritas, pengetahuan, dan tradisi.
C. Makna Bakul Semanggi Gendong Bagi Bakul Semanggi Sendiri Dan Pelanggan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang berfokus pada analisis pemahaman dan pemaknaan, dengan paradigma definisi sosial yang bergerak pada kajian
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
mikro. Metode analisis data menggunakan first order understanding, yakni meminta peneliti aliran ini menanyakan kepada subjek penelitian guna mendapatkan penjelasan yang benar, informasi inilah yang disebut eksternalisasi menurut pemahaman Berger. Selanjutnya. peneliti melakukansecond order understanding, yakni peneliti memberikan interpretasi terhadap interpretasi subjek penelitian guna memperoleh suatu makna baru mengenai alasan yang mendasari tindakan mereka memilih bekerja menjadi bakul semanggi gendong, dengan menjaga eksistensi serta melakukan migrasi sirkuler, konstruksi sosial
menjadi bakul
semanggi gendong dan maknanya, informasi inilah yang disebut objektivasi menurut pemahaman Berger. Pada konteks memahami makna bakul semanggi gendong ini digunakan pendekatan fenomenologi Berger dan Luckman sebagaimana pandangan ini menyatakan bahwa tindakan manusia adalah sebagai produk proses internalisasi dan eksternalisasi, artinya setiap tindakan yang dilakukan manusia dilakukan secara dialektik bagi dirinya sendiri, serta dalam dirinya dengan kondisi masyarakat di sekitarnya. Masyarakat adalah produk individu (eksternalisasi) dan sebaliknya masyarakat mempengaruhi kembali individu (internalisasi), (Berger, 1994:210). Dalam konsep ini Berger menempatkan subjek terteliti sebagai subjek yang kritis dan problematik, artinya menyertakan pengetahuan yang dimiliki oleh subjek peneliti. Dengan demikian untuk memahami makna bakul semanggi gendong bagi dirinya sendiri meliputi proses eksternalisasi, obyektivasi, dan internalisasi. 1.
Eksternalisasi: Momen Adaptasi Diri Proses eksternalisasi pada hakekatnya adalah proses penyesuaian dengan struktur
sosial yang ada. Dalam hal ini adalah struktur sosial masyarakat sekitar bakul gendong yang didominasi oleh struktur masyarakat pedagang dan buruh. Bakul semanggi gendong dimaknai di lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar sebagai seorang perempuan yang bekerja sebagai bakul semanggi gendong di kota Surabaya,
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
mempertahankan tradisi keluarga yang turun- temurun, dan menjadi tulang punggung bagi keluarga. Usaha menjadi bakul semanggi gendong tidak semua orang mampu melakukannya. Dengan keahlian memasak daun semanggi menjadi suatu kuliner yang khas dan menjadi ikon kota Surabaya serta digemari oleh sebagian masyarakat kota Surabaya, tentunya akan menjadi beban tersendiri bagi bakul semanggi gendong untuk menjaga dan melestarikannya. Selama ini harus diakui bahwa masih sedikit dan terbatassuatu penelitian yang mendalam dan komprehensiftentang bakul semanggi gendong.Kajian mendalam yang dimaksud adalah melihat bagaimanaperilaku dan aktivitas para bakul semanggi gendong yang lebih didominasi oleh aspek ekonomi yang ternyata menyimpan potensi dan nilai-nilai sosial budaya. Nilai-nilai tersebut sesungguhnya merupakan suatu bentuk nilai yang muncul dari tatanan kedaerahan yang berbentuk ikatan-ikatan budaya,persaudaraan, sehingga nilainilaiinilah yang menjadi simbol kearifan lokal (local wisdom). Bakul semanggi gendong terinstitusi dalam keluarga dan lingkungan, bahkan lingkungan yang lebih luas, yaitu dusun. Ini merupakan institusi yang kompleks dari normanorma dan tingkah laku yang terus bertahan seiring dengan waktu untuk melayani tujuan yang bernilai secara kolektif (Uphoff, 1986). Demikian juga pemikiran yang dihasilkan oleh Martinussen (1997:289-295) juga terkait dengan pelembagaan ekonomi dalam keluarga, dimana produksi yang menghidupkan rumahtangga sebagai kegiatan ekonomi dan kekuatan serta aktivitas yang menggerakkan kehidupannya. Ketergantunangan ini merupakan yang eksis antara rasionalitas pemikiran ekonomi dan hubungan moral (hubungan keluarga, pertemanan, dan lingkungan). Pelembagaan bakul gendong dalam keluarga dapat dilihat dari penuturan ibu Rukana sebagai berikut:
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
“Kulo niki pun dididik kaleh tiyang sepuh kulo ked alit niku bantu mendeti semanggi teng sawah, soale riyen Kendung niki kathah sawahe, geh ningali coro damel semanggi, dadospun biasa, mangkane pengalaman kulo geh saking mak kulo kiyambek”. “Saya ini sudah dididik oleh orang tua saya sejak kecil yaitu membantu memetik semanggi di sawah, karena dahulu Kendung ini masih banyak sawah, terus melihat cara membuat/mengolah semanggi, jadi sudah biasa, makanya pengalaman saya ya dari ibu saya sendiri”. Pelembagaan bakul semanggi gendong adalah pelembagaan yang telah berlangsung lama. Menurut penulis, keterlekatan pelembagaan bakul semanggi gendong tersebut merupakan khazanah budaya bakul semanggi gendong dan sebuah nilai tambah yang dapat dikategorikan sebagai wujud modal sosial bagi masyarakat kampung Kendung, Sememi, Benowo Kota Surabaya. Eksistensi sebuah tradisi sangat ditentukan oleh sebarapa besar efek yang ditimbulkan yang dapat dilihat dari fungsi pelaksanaan tersebut. Hal itu juga menjadi alasan mengapa hingga saat ini masih terus ditemui di tengah masyarakat sekalipun masa telah membawa perubahan dalam dunia teknologi dan sains yang semakin kompleks dan canggih, hal itu tak lantas meredam dan menciutkan nyali dari bakul semanggi gendong untuk melanggengkan tradisi menjajakan semanggi. Menurut mereka hal tersebut merupakan sebuah wujud social capital yang layak untuk dijaga dan dipertahankan secara turun-temurun, seperti yang dipaparkan oleh bakul semanggi gendong yang bernama ibu Rukana sebagai berikut: “Kulo riyen sadean semanggi niki sing ngajari mak kulo, kulo taksih nem, gadah anak setunggal, terose mak kulo, tiyang setri teng Kendung ngriki gih pendamelame sadean semanggi teng kuto Suroboyo, riyen dereng rame kados sakniki, mangkane kulo ngontrak sak kamar kale konco-konco teng gene Asemrowo, soale nek saking Kendung mboten enten angkutan, terus wangsule seminggu pisan”. “Saya dulu berjualan semanggi ini yang ngajari mak/ibu saya, saya masih muda, punya anak satu, kata inu saya, orang perempuan di Kendung ini bekerja jualan semanggi di kota Surabaya, dulu belum rame seperti sekarang, makanya saya dan teman-teman kontrak satu kamar di Asemrowo, karena dari Kendung belum ada angkutan, dan seminggu sekali pulang”.
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Fungsi dan dampak sosial budaya yang menonjol yang dapat ditunjukkan dari tradisi bakul semanggi gendong kala itu adalah turun temurun, khususnya terhadap kaum perempuan, harus menjajakannya di kota Surabaya, dan memantapkan hubungan solidaritas sesama bakul gendong dan pelanggan di Kota Surabaya untuk menambah keterikatan antara satu dengan yang lainnya. Dari sini menunjukkan bahwa keterlekatan pelembagaan bakul semanggi gendong begitu kuat. dan yang berbeda dengan teori Keterlekatan Granovetter adalah bahwa di dalam pelembagaan bakul semanggi gendong adalah khas yaitu dilakukan oleh kaum perempuan, turun temurun dan bermigrasi sirkuler. Dengan demikian, sejak awal sudah penulis sampaikan dengan meminjam logika berpikir Granoveter yang menekankan bahwa keterlekatan kelembagaan ada pada jaringan, ternyata pada bakul semanggi gendong juga ditemukan walaupun dalam kategori tradisional, yaitu jaringan dibangun dari antar bakul semanggi gendong sendiri, juragan dan pelanggan yang setia. Satu lagi yang penulis temukan yang tidak terdapat pada keterlekatan Granovetter adalah tradisi turun temurun yang dilakukan kaum perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa keterlekatan kelembagaan yang ada pada bakul semanggi gendong adalah khas dan unik, sehingga dapat menambahkan unsur teori keterlekatan dari Granovetter dalam kajian mikro (studi kasus bakul semanggi gendong di Surabaya), bahwa keterlekatan kelembagaan dapat bersifat turun temurun dan unik.
Dengan demikian penulis dapat menemukan
proposisibahwa: Keterlekatan kelembagaan ekonomi bakul semanggi gendong yang khas dan unik berpengaruh terhadap eksistensinya di Kota Surabaya. Nilai-nilai sosial yang masih sangat melekat pada bakul semanggi gendong, stigmastigma yang diberikan oleh orang tuanya dahulu masih sangat kuat tertanam dalam jiwa setiap bakul. Stigma seperti “Nrimo ing pandum“ (menerima apa adanya atas pemberian Tuhan),
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
sangat melekat pada jiwa para bakul yang masih menjujung nasehat yang diyakini kebenarannya dari leluhur mereka. Stigma “Nrimo ing pandum“ ini dipahami oleh bakul semanggi gendong sebagai perilaku fatalistik, yang mendukung tindakan pasif secara total, dan bukan pula sebagai kepuasan mutlak terhadap hasil yang telah dicapai. Dari sisi budaya, akhir-akhir ini stigma atau istilah “Nrimo ing pandum“ dipahami dan dilihat dari segi positif, yaitu bahwa setiap orang, masing-masing memiliki rezeki sendiri-sendiri dari Tuhan, dan merasa cukup dengan pendapatan yang diperolehnya. Hal ini terungkap dari sebagian pernyataan bakul semanggi gendong, yang bernama Ibu Mu’ripah seperti berikut: “Tiyang urip niku rezekine kiyambek-kiyambek, mulane kulo mboten ngoyo-ngoyo, anggere cukup digeh mangan kale nyangoni putu pun seneng”.(“Orang hidup itu punya rezeki sendirisendiri, maka saya tidak terlalu berambisi, yang penting sudah cukup untuk makan dan memberi uang saku cucu sudah senang”). Terdapat stigma lain yang juga sangat lekat pada jiwa bakul gendong, yaitu “Rugi thithik sing penting dadi seduluran“, yang artinya bahwa rugi sedikit gak apa-apa, yang pentingjadi persaudaraan. Ketika melakukan transaksi perdagangan dengan pelanggan, sebagian bakul gendong mengaku mengambil keuntungan sedikit, bahkan kadang rugi, tetapi mereka menanamkan suatu harapan pada diri sendiri bahwa: “Mendapat keuntungan dari hubungan baik atau interelasi dengan pelanggan yang setia akan jauh lebih untung”. (Ibu, Sumi, Ibu Munawaroh, Ibu Mu’ripah, dan Ibu Rukana,2012). Nilai sosial yang juga muncul ketika baru saja bakul gendong menjajakan dagangannya sambil beristirahat, kemudian datang seorang pembeli dan terjadi transaksi, maka bakul semanggi gendong tersebut menunjukkan perilaku memukul-mukulkan uang
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
yang diperoleh pertama kali ke barang dagangan, seraya berkata “Laris-laris sing tuku perawan thir atau joko thing-thing“, walaupun yang beli pertama kali itu ibu-ibu atau bapakbapak, bakul gendong tetap mengatakan seperti itu. Hal tersebut dimaksudkan supaya pada hari itu mereka berjualan menjajakan dagangannya laku banyak dan sore hari saat pulang ke rumah mereka membawa uang yang cukup untuk berjualan lagi dan kebutuhan keluarga terpenuhi. Berdasarkan uraian tersebut, dengan demikian penulis dapat menemukan sebuah proposisi, adalah: Bakul semanggi gendong adalah sebuah fenomena sosial yang nyata di dalam masyarakat, merupakan bagian ekonomi kerakyatan yang bergerak pada sektor ekonomi nonformal, pekerja keras, jujur, mandiri, dan memegang teguh petuah-petuah leluhurnya. Bakul semanggi gendong juga melakukan interaksi sosial yang melibatkan berbagai kebutuhan hidup baik secara individu maupun sosial, untuk hal itulah menjadi bakul gendong merupakan sebuah pilihan. Masyarakat (society) dan kebudayaan (culture) mempunyai hubungan yang sangat erat, karena: (1) masyarakat adalah wadah berkembangnya suatu kebudayaan, sedangkan kebudayaan adalah isi dari masyarakat atau sebagai pelestari kehidupan masyarakat, karena adanya seperangkat nilai-norma sosial- budaya yang berfungsi sebagai pengendali atau control semua pola tindakan sosial warga masyarakat; (2) masyarakat adalah suatu organisasi manusia yang saling berhubungan satu dengan yang lain, sedangkan kebudayaan adalah suatu sistem nilai dan norma yang terorganisasi yang menjadi pegangan atau pedoman bagi aktifitas sosial angggota masyarakat. Menurut Durkheim,E.Dalam Berry(1981), bahwa ‟suatu masyarakat bukanlah hanya sekedar suatu penjumlahan atau sekumpulan individu semata- mata, melainkan suatu sistem
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
yang dibentuk dari hubungan antar anggota masyarakat, sehingga menampilkan suatu realitas sosial tertentu yang mempunyai ciri-ciri sendiri‟. Menurut Durkheim pula, bahwa keseragaman tingkah laku individu dalam masyarakat adalah produk sosial (masyarakat) atau ditentukan oleh konsensus anggota masyarakat, dan keseragaman perilaku atau tindakan social tersebut bukan merupakan sifat asli dari anggota masyarakat. Jadi, diantara inti pandangan Durkheim tentang masyarakat adalah bahwa: (1) masyarakat mempunyai kekuatan determinasi terhadap pola perilaku sosial atau tindakan social individu; atau (2) struktur sosial mempengaruhi pola perilaku individu, bukan individu yang mempengaruhi struktur sosial; dan (3) beragam peran individu dalam masyarakat sudah ditentukan
oleh
system
norma
social
yang
telah
disepakati
oleh
masyarakat
(Durkheim,E.1974). Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kehidupan masyarakat (kehidupan sosial) merupakan bentuk dari kehidupan sosial kolektif yang kelestariannya banyak ditentukan oleh beragam aktivitas sosial individu, berdasarkan kepada nilai dan norma sosial-budaya yang telah disepakati bersama oleh anggota masyarakat. Ada beberapa ciri atau karakteristik kehidupan sosial kolektif, antara lain: (1) adanya pembagian kerja yang relatif permanen antar anggota dalam kelompok tentang berbagai kegiatan untuk pemenuhan beragam kebutuhan kelompok; (2) adanya rasa saling ketergantungan antar anggota dalam kelompok dalam proses pencapaian tujuan kelompok;(3) proses menjalin kerjasama tersebut didasarkan pada sistem nilai, norma yang telah disepakati oleh sesama anggota kelompok; (4) diperlukan adanya pola komunikasi yang baik untuk membangun hubungan kerjsama tersebut; (5) adanya perlakuan yang beragam antara anggota kelompok, sebagai konsekuensi dari keberagaman kemampuan dan keahlian yang dimiliki oleh masing-masing anggota kelompok; dan(6) adanya solidaritas in-group dan adanya
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
sistem pengendalian
sosial
terhadap pola perilaku anggota dalam kelompok agar tetap
berada pada garis visi dan misi kelompok (Popenoe,D.,1974; Koentjaraningrat,1989).
2.
Objektivasi: Momen interaksi diri dengan dunia Sosio-kultural Objektivasi adalah interaksi sosial dalam dunia inter subjektif yang dilembagakan
atau mengalami institusionalisasi. Sebagai bagian dari komunitas sosial (masyarakat), bakul semanggi gendong juga tidak terlepas dari orientasi nilai budaya yang berhubungan dengan kerja, terdapat tiga kriteria masyarakat, yaitu: 1). Masyarakat yang memandang kegiatan kerja sesuatu kegiatan yang hanya berhubungan dengan upaya mencari nafkah semata. Masyarakat seperti ini mempunyai mentalitas sekedar survive. Sejauh hasil kerja itu sudah dapat memenuhi kebutuhan itu, maka berhenti pada titik itu saja; 2). Masyarakat yang memandang kegiatan kerja sebagai alat untuk mencapai status sosial tertentu. Pada masyarakat ini kegiatan kerja hanya dalam rangka tujuan yang berkaitan dengan kepentingan struktur sosial saja, maka kegiatan ini hanya ditekankan pada kepentingan untuk mencapai status sosial saja, seperti kedudukan, gelar akademis, dan sebagainya; 3). Masyarakat yang memandang kegiatan kerja sebagai suatu kegiatan yang lebih luas maknanya, di antaranyamemandang kegiatan itu sebagai upaya untuk mencapai hasil kerja yang baik dan bermutu. Pada masyarakat yang memandang kegiatan kerja itu dengan perspektif yang lebih luas, kegiatan kerja tidak hanya dinilai sebagai upaya untuk mencari nafkah atau dalam rangka kepentingan status sosial semata, tetapi sudah mengarah pada kepentingan kerja itu sendiri, yaitu diorientasikan pada ukuran hasil dan kualitas kerja itu sendiri. Mereka yang
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
memiliki ciri-ciri ketiga inilah yang dapat disebut sebagai orang yang memiliki etos kerja yang tinggi (Sairin, 2002:322-323, dalam I Made Dian Syahputra, 2010). Menurut penulis, bakul semanggi gendong bila dilihat dari kriteria kerja tersebut, termasuk dalam kreteria yang ke satu, seperti yang dituturkan subyek bakul gendong berikut ini : “Pengalaman yang saya rasakan, selain setiap hari harus bergulat dengan waktu baik saat memasak semanggi dan kelengkapannya serta harus menjual berkeliling di Kota Surabaya yang sangat melelahkan, semua itu akan menyenangkan saat kembali ke rumah di sore hari dengan membawa uang. Dengan adanya uang, saya dapat berjualan lagi di esok hari dan yang tidak kalah penting dapat memberi uang saku sekolah cucu-cucu saya, itu sudah cukup merasa senang dan bahagia”.(Ibu Mu’ripah,2012). Meski di era globalisasi ini telah muncul banyak varian makanan modern yang menarik, tetapi tidak mampu mengurangi rasa kerinduan masyarakat kota Surabaya untuk menikmati makanan tradisional yang satu ini yaitu semanggi. Hampir di setiap even kuliner yang diselenggarakan di Surabaya,semanggi merupakan menu wajib untuk ditampilkan dan dihidangkan kepada masyarakat. Hal ini bertujuan untuk upaya pelestarian budaya-budaya tradisional, sebab jika tidak dilindungi maka budaya tersebut akan hilang atau punah. Hal itu juga dituturkan oleh subjek bakul gendong, seperti berikut ini: “Saya menjalani menjadi bakul gendong dengan ikhlas untuk melanjutkan tradisi keluarga dan membantu pemerintah kota dengan menjaga dan melestarikan kuliner tradisional ini sebagai aset budaya lokal Kota Surabaya, agar tidak cepat punah, apalagi bila di Kelurahan Sememi ada kunjungan dari Walikota Surabaya atau ada pertemuan-pertemuan yang bersifat kedinasan, baik di lingkungan Kelurahannya, Kecamatan, Kotamadya, bahkan tingkat Propinsi Jawa Timur, maka saya selalu ikut serta untuk menyuguhkan kuliner semanggi sebagai kuliner khas Surabaya yang sampai saat ini tetap ada dan hanya di sini” ( maksudnya, Surabaya),.(Ibu Mu”ripah,2012). Selain subjek tersebut terdapat informan, Sekretaris Lurah Sememi, seperti berikut: “Keberadaan semanggi di desa Kendung juga didukung oleh partisipasi pemerintah Kota Surabaya, khususnya Kelurahan Sememi ikut memfasilitasi tempat untuk bakul semanggi gendong dalam memasarkan kuliner semangginya. Salah satu contoh adalah dengan mengikutsertakan bakul semanggi gendong dalam event-evant kegiatan Kelurahan atau Kecamatan bahkan Kotamadya Surabaya” (Bapak Supangat,2012). “Hampir setiap ada event penting, kuliner semanggi selalu hadir diantara banyaknya kuliner yang lainnya. Apalagi pada saat acara menyambut hari ulang tahun Surabaya setiap
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
tanggal 31 Mei, pemerintah kota Surabaya selalu mengadakan festival makan gratis untuk warganya”.(Bapak Supangat,2012). Diketahui pula bahwa penjaja semanggi tradisional berjualan semanggi tidak hanya mendapatkan sisi komersial saja, namun mereka juga mendapatkan suatu rasa kebanggaan dan kepuasan dengan melestarikan semanggi dan menjajakannya kepada masyarakat. Secara objektif, rata-rata pelanggan semanggi adalah orang-orang tua, yang masih mengenal makanan semanggi dan rasa khasnya. Ini berarti pelanggan sangat langka dan bila tidak segera ditinjaklanjuti, terutama peran pemerintah yang diharapkan, maka bukan tidak mungkin kuliner yang khas dan langka ini akan semakin dikejar waktu kemudian hilang. Untuk itu mereka berharap pelanggan bertambah banyak, tidak hanya orang tua saja tetapi anak muda juga menggemarinya, seperti yang dituturkan oleh subyek bakul berikut ini: “Menjadi bakul semanggi gendong itu ada enak dan tidak enaknya. Enaknya kalau ketemu pelanggan di Surabaya dan membeli, rata-rata langganan saya adalah orang Surabaya yang sudah berumur, jarang anak-anak muda yang membeli. Apabila ada anak-anak muda yang membeli semanggi saya, saya ikut senang karena makanan tradisional ini untuk ke depannya ada yang masih menggemari, sehingga tidak cepat hilang” (Ibu Warsini, 2012). Hal senada juga disampaikan oleh bakul semanggi gendong yang lain, seperti berikut: ”Harapan saya semoga semanggi akan lebih banyak digemari, terutama anak-anak muda, makanya saya setiap hari selalu mampir ke tempat-tempat yang banyak anak mudanya, misalnya di kampus-kampus” (Ibu Rukana, 2012 ). Sangat sedikit orang muda yang mengenal apa itu semanggi ( menurut subyek Ibu Rukana, Ibu Mu’ripah). Atas dasar hasil penjelasan para subjek bakul semanggi gendong tersebut, bagaimana proses pelembagaan ekonomi sosial bakul semanggi gendong bagi diri mereka sendiri, pada momen objektivasi, dirumuskan proposisisebagai berikut: Bakul semanggi gendong dan kuliner semanggi adalah sebuah tradisi khas yang langka, dilakukan oleh perempuan, namun ketidakmampuan nya
menembus
pasar rakyat, dipastikan rentan untuk segera hilang.
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Teori pemasaran yang amat sederhana pun selalu menekankan bahwa dalam kegiatan pemasaran harus jelas, siapa dan menjual apa, dimana, bagaimana, bilamana, dalam jumlah berapa dan kepada siapa. Adanya strategi yang tepat akan sangat mendukung kegiatan pemasaran secara keseluruhan. Definisi menurut Harper W (2000:4) bahwa pemasaran adalah “Suatu proses sosial yang melibatkan kegiatan-kegiatan penting yang memungkinkan indidvidu dan perusahaan mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui pertukaran dengan pihak lain dan untuk mengembangkan hubungan pertukaran”. Definisi ini menjelaskan bahwa pemasaran merupakan proses kegiatan usaha untuk melaksanakan rencana strategis yang mengarah pada pemenuhan kebutuhan konsumen melalui pertukaran dengan pihak lain. Sebaik apapun mutu sebuah produk, semenarik apapun bentuk rupanya atau sebesar apa pun manfaatnya, jika tidak ada orang yang mengetahui tentang keberadaannya, maka mustahil produk tersebut dibeli. Produk yang sudah bagus dengan harga yang sudah bagus itu tidak dapat dikenal oleh konsumen maka produk tersebut tidak akan berhasil di pasar. Sarana dan prasarana yang dibutuhkan secara efektif agar informasi mengenai hadirnya sebuah produk, dapat sampai kepada masyarakat atau konsumen. Upaya untuk mengenalkan produk itu kepada konsumen merupakan awal dari kegiatan promosi. Definisi menurut Gitosudarmo (2000:237) “Promosi merupakan kegiatan yang ditujukan untuk mempengaruhi konsumen agar mereka dapat menjadi kenal akan produk yang ditawarkan oleh perusahaan kepada mereka dan kemudian mereka menjadi senang lalu membeli produk tersebut”. Perkembangan perekonomian dan teknologi pada masa modern sangat berpengaruh pada persaingan perdagangan dalam merebut pasar, seperti halnya bakul gendong semanggi yang hanya memasarkan sendiri dan didukung kurang gencarnya promosi, terutama dari para pelaku aksi bakul gendong sendiri. Hal seperti itu terjadi karena ketidakberdayaan para bakul
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
gendong semanggi dalam memenuhi kebutuhan yang lebih dari sekedar kebutuhan ekonomi, yaitu konsumsi dan kebutuhan sosial saja. Padahal di balik apa yang telah dilakukan oleh para bakul itu tidak sekedar untuk kebutuhan ekonomi mereka semata, namun ada misi yang lebih besar yaitu mempertahankan aset budaya kuliner Surabaya. Semestinya para bakul gendong semanggi tersebut tidak semakin terpinggirkan, selama ada campur tangan yang memberi manfaat dari pemerintah, baik di tingkat Kelurahan, Kecamatan bahkan Kota Surabaya. Selama ini peran pemerintah terhadap keberadaan mereka masih kurang, kecuali hanya mengadakan festival jajanan gratis di saat hari ulang tahun Kota Surabaya. Itupun tidak melibatkan semua bakul semanggi gendong untuk bisa berunjuk gigi di acara tersebut. Dengan demikian, masih terjadi diskriminasi terhadap para bakul semanggi gendong, karena ketidakberdayaannya dalam menembus pasar rakyat, dan itu amat memprihatinkan. Di lain pihak, berbagai kuliner modern
yang ada sekarang ini, dapat merebut pasardengan
menggunakan strategi yang didukung oleh modal yang besar, sehingga bisa melakukan promosi dengan berbagai cara untuk merebut peminat sekaligus pelanggannya. Contoh; MacDonald, KFC, Pitzahutt, Hokben, dan yang lainnya. Kegiatan promosi yang baik akan menumbuhkan perhatian dan keinginan konsumen untuk menggunakan produk tertentu sehingga permintaan akan produk tersebut meningkat. Di samping itu kegiatan promosi yang baik akan meningkatkan popularitas produk, sekaligus memelihara hubungan dengan konsumen. 3.
Momen Internalisasi. Bakul semanggi gendong memaknai dirinya sendiri sebagai seorang perempuan yang
hidupnya sengsara, karena sebagai tulang punggung keluarga. Menjadi bakul semanggi gendong harus bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Oleh karenanya, menjadi bakul semanggi gendong harus bisa memasak daun semanggi menjadi kuliner yang lezat, menjajakannya dengan berkeliling di Kota besar Surabaya untuk menemui pelanggannya.
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Tindakan seperti ini sudah menjadi satu tindakan yang rutin dilakukan setiap hari, bersaing dengan merebaknya variasi kuliner tradisional yang lain dan modern, seperti yang dituturkan subyek bakul gendong berikut ini: “Masio jaman sakniki angel sadean semanggi, soale pun kathah jajanan lintu sing sae-sae, tapi kulo tetep mawon dados bakul semanggi gendong sing pun bertahun-tahun suwene saget nyukupi kebutuhan ekonomi keluarga”.(Ibu Ati, 2012). “Meskipun pada zaman sekarang lebih sulit untuk menjual semanggi karena harus bersaing dengan makanan-makanan modern yang lain tetapi saya tetap berusaha konsisten untuk menjadi bakul semanggi gendong yang sudah bertahun-tahun lamanya untuk mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga” (Ibu Ati, 2012) Faktor ekonomi dan tradisi adalah faktor utama penyebab tetap bertahannya bakul semanggi gendong menjajakan dagangannya di kota Metropolis Surabaya. Tidak dipungkiri lagi bahwasannya mereka melakukan aktivitas sebagai bakul semanggi gendong agar mampu tetap bertahan menjaga kelangsungan hidupnya, karena ini merupakan satu-satunya sumber mata pencaharian mereka. Ditinjau dari segi makna kesejahteraan mereka, ada beberapa hal yang harus dipenuhi dalam kehidupan ekonomi yang utamanya yaitu pemenuhan kebutuhan individu dan juga keluarga mereka. Bakul semanggi gendong yang mayoritas hanya mengandalkan hasil berjualan semanggi sebagai pemenuhan kebutuhan tiap harinya, membiayai sekolah anak, hal ini dikarenakan mayoritas mereka memiliki suami yang berprofesi sebagai petani penggarap atau kuli serabutan yang penghasilannya tidak menentu, seperti yang dituturkan subyek bakul gendong, berikut: “Saya menjajakan semanggi ini agar dapat memberi nafkah dan kebutuhan anak sekolah. Suami saya hanya seorang petani dan kuli, kami mendapat penghasilan tidak menentu. Dari hasil menjajakan semanggi di kota Surabaya, kami bisa memenuhi kebutuhan setiap hari, terutama umtuk makan dan kebutuhan sekolah anak dan cucu” (Ibu Patemi, 2012). Ungkapan senada juga disampaikan subjek bakul semanggi gendong yang lainnya: “Saya menjajakan semanggi di kota Surabayadan punya keluarga, meski sudah menikah tapi saya tetap bekerja, jadi hasilnya bisa saya pakai keperluan belanja setiap hari,
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
suami saya kerja sebagai buruh bangunan, ya tidak tentu hasilnya, bahkan kadang mengangur. Kalau saya tidak berjualam semanggi, terus anak saya mau makan apa?”, (Ibu Sumi, 2012). Dari ungkapan tersebut tampak bahwa menjadi bakul gendong semanggi merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Bakul gendong yang semuanya kaum perempuan, sesungguhnya mereka memiliki ketegaran hati dan kuat. Umumnya mereka tidak bergantung kepada hasil dari suami, mereka tetap mau berusaha untuk membantu perekonomian keluarga sehingga mampu memenuhi kebutuhan anak-anak bahkan keluarga besarnya. Dalam penelitian ini juga didapatkan hasil bahwa dari menjajakan semanggi, bakul gendong mampu menamatkan anak mereka sampai menjadi seorang sarjana, seperti yang dituturkan subyek bakul gendong berikut. “Kulo bersyukur kale sing gawe urip, masio kilo soro, mugi-mugi anak-anak kulo saget urip sing enak. Mangkane kulo sekolahaken ngantos kuliah, dados sarjana, sakniki pun nyambut damel dados guru, terus adike dados pegawai kelurahan” (Ibu Mu’ripah, 2012). “Saya bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, meskipun kita sengsara, mudahmudahan anak-anak saya kelak bisa hidup enak. Maka saya sekolahkan sampai sarjana, sekarang sudah bekerja jadi guru, terus adiknya jadi pegawai kelurahan” (Ibu Mu’ripah, 2012).
Dari penuturan subjek bakul semanggi tersebut dapat terlihat bahwasannya menjadi bakul gendong sekalipun, juga mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarga dan juga bisa merubah hidup ke tingkat yang lebih baik. Kemauan yang tinggi, kerja keras, dan motivasi dari keluarga, ternyata mampu membuat seorang bakul semanggi gendong membiayai dan menamatkan pendidikan anaknya hingga menjadi seorang sarjana dan secara tidak langsung telah mampu menaikan tingkat kesejahteraan keluarga. Selain subjek bakul semanggi tersebut, seorang bakul semanggi gendong lainnya mengaku bahwa dari hasil menjajakan semanggi,mereka bisa membiayai pendidikan anaknya sampai tingkat SMA dan STM, salah satunya berikut penuturannya: “Kulo pun dangu sadean semanggi teng Suroboyo niki, enten 25 tahun,
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
geh
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
masiopanas, udan, tetep keliling kampung, lumayan saget kangge nambah kebutuhan sakbendinane, kulo saget nyekolahaken anak kulo sampek STM kale SMA, mbejeng kersane mboten soro kados kulo” ( Ibu Rukana, 2012). “Saya sudah lama berjualan semanggi ke Surabaya, sudah 25 tahun lamanya, meskipun kepanasan, kehujanan, tetap keliling kampung, lumayan bisa untuk menambah kebutuhan setiap hari, saya bisa menyekolahkan anak saya sampai STM dan SMA, kelak hidupnya tidak sengsara seperti saya” (Ibu Rukana,2012). Subjek bakul semanggi gendong yang lainnya juga berpendapat sama, seperti berikut “Dengan menjadi bakul semanggi gendong,saya setiap hari bisa membawa uang sehingga tidak khawatir keluarganya tidak makan atau mencukupi kebutuhan yang lain, misalnya membiayai anak sekolah, untuk menyumbang keluarga atau tetangga yang punya hajadan” (Ibu Munawaroh, 2012). Bahwasannya
bakul
semanggi
gendong
tetap
bertahan
berjualan
untuk
melangsungkan kehidupan mereka tanpa harus bergantung kepada pihak manapun dan tidak menjadi beban bagi pihak lain. Mereka tetap mampu memenuhi kebutuhan ekonominya, selain itu mereka juga mampu membiayai pendidikan anaknya. Bakul semanggi gendong juga mampu menciptakan pasar sendiri, tanpa tergantung pada pasar yang ada. Ketika pasar tersegmentasi maka muncul kemudian relasi dan jejaring yang dibangun antar pembeli (konsumen) dan penjual (pemasok).Jaringan ini dibangun dengan bermodalkan kepercayaan satu sama lain untuk tujuan bersama, dengan harapan tidak saling merugikan. Kepercayaan (trust) yang dibangun terlihat dari pemaparan ibu Mu’ripah (bakul gendong) dan ibu Maning (juragan/pemasok bahan semanggi), sebagai berikut: ”Saya setiap hari membeli bahan-bahan untuk keperluan semanggi kepada juragan yaitu bu Darsining dengan cara pinjam dulu dan besoknya dibayar, kenudian ambil lagi, begitu setiap hari, tapi kalau ada uang untuk beli langsung ya tidak pinjam” (Ibu Muni,2012). Demikian juga yang disampaikan juragan ibu Darsining seperti berikut ini: “Saya menyediakan bahan-bahan untuk keperluan bakul gendong semanggi dengan tujuan untuk memudahkan mereka mendapatkan bahan, karena sekarang ini sudah sulit untuk mendapatkan tanaman semanggi di Kendung ini, kalau itu ada tidak banyak, karena lahan semakin menyempit. Untuk mendapatkan semanggi setiap hari, saya bekerja sama dengan beberapa petani di Kabupaten Lamongan dan Sidoarjo, bahkan sampai Mojokerto untuk memasok tanaman semanggi, karena di daerah tersebut masih banyak persawahan’.(Ibu Darsining,2012).
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Dari penjelasan subjek bakul semanggi gendong dan informan tersebut dapat ditarik proposisi tentang proses pelembagaan bakul semanggi gendong pada momen internalisasi adalah sebagai berikut: Bakul semanggi gendong
adalah pedagang kecil
yang mandiri, dapat
menciptakan pasar sendiri, tidak membebani pemerintah di bidang permodalan, menjalin jaringan kepercayaan antara bakul semanggi, pelanggan, dan juragan. Proposisi: Meningkatnya penghasilan bakul semanggi gendong, meningkat pula kebutuhan untuk mensejahterakan keluarganya dan membuat mereka tetap eksis dalam lingkungan tradisinya. Menurut Sinamo (2005:71), setiap manusia memiliki spirit atau roh keberhasilan, yaitu motivasi murni untuk meraih dan menikmati keberhasilan. Roh inilah yang menjelma menjadi perilaku yang khas seperti kerja keras, disiplin, teliti, tekun, integritas, rasional, bertanggung jawab dan sebagainya melalui keyakinan, komitmen, dan penghayatan atas paradigma kerja tertentu. Dengan ini maka orang berproses menjadi manusia kerja yang positif, kreatif dan produktif. Sinamo (2005: 81), menyederhanakannya menjadi empat pilar teori utama. Keempat pilar inilah yang sesungguhnya bertanggung jawab menopang semua jenis dan sistem keberhasilan yang berkelanjutan (sustainable success system) pada semua tingkatan. Keempat elemen itu kemudiandikonstruksikan dalam sebuah konsep besar yang disebutnyasebagai Catur Dharma Mahardika (bahasa Sanskerta) yang berarti empat keberhasilan utama, yaitu: 1) Mencetak prestasi dengan motivasi superior, 2) Membangun masa depan dengan kepemimpinan visioner, 3) Menciptakan nilai baru dengan inovasi kreatif,
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
4) Meningkatkan mutu dengan keunggulan insani. Keempat dharma ini kemudian dirumuskan pada delapan aspek etos kerja sebagai berikut: 1.
Kerja adalah rahmat; karena kerja merupakan pemberian dari Yang Maha Kuasa, maka individu harus dapat bekerja dengan tulus dan penuh syukur.
2.
Kerja adalah amanah; kerja merupakan titipan berharga yang dipercayakan pada kita sehingga secara moral kita harus bekerja dengan benar dan penuh tanggung jawab.
3.
Kerja adalah panggilan; kerja merupakan suatu dharma yang sesuai dengan panggilan jiwa kita sehingga kita mampu bekerja dengan penuh integritas.
4.
Kerja adalah aktualisasi; pekerjaan adalah sarana bagi kita untuk mencapai hakikat manusia yang tertinggi sehingga kita akan bekerja keras dengan penuh semangat
5.
Kerja adalah ibadah; bekerja merupakan bentuk bakti dan ketaqwaan kepada Sang Khalik, sehingga melalui pekerjaan individu mengarahkan dirinya pada tujuan agung Sang Pencipta dalam pengabdian.
6.
Kerja adalah seni; kerja dapat mendatangkan kesenangan dan kegairahan kerja sehingga lahirlah daya cipta, kreasi baru, dan gagasan inovatif.
7.
Kerja adalah kehormatan; pekerjaan dapat membangkitkan harga diri sehingga harus dilakukan dengan tekun dan penuh keunggulan.
8.
Kerja adalah pelayanan; manusia bekerja bukan hanya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri saja tetapi untuk melayani sehingga harus bekerja dengan sempurna dan penuh kerendahan hati. Dari pemaparan tersebut dapat diungkapkan bahwa bakul semanggi gendong sebagai
bagian dari masyarakat juga berhak menikmati keberhasilan. Sebagai
bentuk sektor
nonformal, dapat digolongkan sebagai sosok pekerja yang keras yang tidak mengenal lelah
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
dan rintangan. Tekad keras dan perjuangan yang dilakukan oleh bakul semanggi gendong tentunya merupakan bagian dari sebuah usaha yang dimotivasi oleh kebutuhan yang mendesak. Faktor inilah yang menjadi penyebab utama mereka tetap bertahan dan memilih untuk tetap menjajakan semanggi di kota Surabaya. Bakul semanggi gendong sebagai sebuah bagian dari sektor nonformal tentunya tidak menuntut banyak keahlian. Sebagai bagian dari ekonomi kerakyatan, ada dampak positif yang bisa digali yaitu memupuk daya kerja keras, jujur dan belajar hidup tidak menggantungkan orang lain atau mandiri. Makna bakul semanggi gendong bagi dirinya sendiri berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis dan merujuk pada konsep fenomenologi Alfred Schutz, secara because motives penulis mendiskripsikan tentang keterlekatan kelembagaan yang mendukung eksistensi bakul semanggi gendong tetap menjajakan kuliner semanggi ke Kota Surabaya, yaitu, karena adanya keterlekatan internal. Maksudnya adalah faktor-faktor yang menjadi motivasi bagi bakul semanggi gendong untuk menjajakan kuliner semanggi di kota Surabaya. Motivasi internal tersebut antara lain: ada keterlekatan internal sebagai motivasi internal dan keterlekatan eksternal yang telah terjalin lama. Motivasi internal yang dimaksud di sini adalah timbulnya rasa suka, senang, dan ingin mendapatkan hasil sendiri untuk mencukupi kebutuhan keluarga dan mempertahankan tradisi turun temurun dari keluarga bakul semanggi gendong sendiri. Selain itu rasa suka bakul semanggi gendong tetap eksis karena setiap hari mempunyai pengasilan sendiri dari hasil jerih payahnya menjajakan semanggi di Kota Surabaya. Dengan penghasilan tersebut, maka bakul semanggi gendong dapat mencukupi kebutuhan keluarganya, baik kebutuhan pokok, seperti: makan, minum, rumah dan sekolah anak-anak nya, maupun kebutuhan sosial, seperti: kumpulan pengajian, menghadiri kondangan kerabat, tetangga dan kebutuhan sosial lainnya.
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Rasa senang dan suka dari bakul semanggi gendong juga ditunjukkan ketika ada acara baik di tingkat Kelurahan yaitu Kelurahan Sememi, maupun di tingkat Kecamatan Benowo, sering kali diminta untuk menyuguhkan (diborong) kuliner khas semanggi Surabaya. Demikian juga pada acara peringatan HUT Kota Surabaya setiap tahunnya, tepatnya setiap tanggal 31 Mei, kuliner semanggi Surabaya selalu diikutsertakan dalam ajang makan gratis bagi warga Kota Surabaya sekaligus memopulerkan kuliner tersebut kepada masyarakat. Disamping rasa suka atau senang, ada rasa sengsara karena sebagai bakul semanggi gendong harus bekerja keras dengan melakukan migrasi sirkuler ke kota Surabaya untuk menjajakan kuliner semanggi dari pagi hingga sore hari untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Motivasi eksternal yang mengkonstruksikan makna bakul semanggi gendong adalah lingkungan,
yaitu
lingkungan keluarga, teman-teman, dan masyarakat, khususnya
pelanggannya. Tujuannya, secara in order to motives adalah ingin memasyarakatkan kuliner semanggi dan membuktikan bahwa stigma yang melekat pada bakul semanggi gendong bergantung dari konteks dan sudut pandang tertentu. Keterampilan yang dimiliki bakul semanggi memberi kontribusi terhadap pemaknaan bakul semanggi itu sendiri. Satu dari subyek penelitian (Ibu Mu’ripah) yang penulis wawancarai mengatakan bahwa keterlibatannya menjadi bakul semanggi gendong adalah juga melestarikan budaya kuliner tradisional daerah yaitu kuliner Surabaya yang langka. Sedangkan subyek penelitian lainnya mengatakan bahwa keterampilannya dalam memasak dan menjajakan semanggi diperolehnya secara turun temurun dari orang tuanya (ibu) dan neneknya atau keluarganya.Berger dan Luckmann menjelaskan bahwa pembentukan dunia dan realitas sosial melalui tahapan yang simultan, yakni eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Dalam tahapan tersebut, terdapat realitas yang dipandang secara subjektif,
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
objektif, dan simbolik. Masyarakat menurut Berger dan Luckmann dapat dipandang sebagai realitas subjektif maupun realitas objektif. Bakul semanggi gendong melaksanakan aktivitas komunikasi internal dalam bentuk saling bertukar informasi mengenai hal-hal yang menyangkut ketersediaan bahan baku kelengkapan semanggi, harga, maupun transportasi yang membawa mereka ke Kota Surabaya, sebelum menjajakannya dengan berjalan kaki sesuai rute yang sehari-hari dilakukan. Dari uraian mengenai realitas bakul semanggi gendong dan eksistensinya, penulis menggambarkan konstruksi makna bakul semanggi gendong pada bakul semanggi gendong sendiri dan pelanggannya ke dalam sebuah diagram yang bertujuan untuk lebih menjelaskan dan memvisualisasikan uraian di muka. Gambar 6: Realitas Konstruksi Sosial Bakul Semanggi Gendong
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Gambar 7: Konstruksi Makna Bakul Semanggi Gendong Pada Bakul Semanggi Dan Pelanggan
Melalui gambar di atas, penulis memvisualisasikan bagaimana proses konstruksi makna bakul semanggi gendong bagi dirinya sendiri dan juga bagi pelanggannya. Makna bakul semanggi gendong dihasilkan melalui konstruksi dalam ranah kognitif individu dan ranah kelembagaan bakul semanggi gendong, serta pelanggannya. Dalam ranah individu, konstruksi makna bakul gendong melibatkan faktor internal, faktor eksternal, keterampilan, dan tujuan. Faktor internal yang dimaksud penulis adalah perasaan senang dan sengsara terhadap eksistensinya menjadi bakul semanggi gendong. Perasaan senang dan sengsara terhadap suatu hal merupakan bentuk dari kesadaran individu dalam melakukan kesengajaan. Sama dengan perasaan senang yang dimiliki oleh masyarakat pelanggan semanggi gendong di Kota Surabaya terhadap kuliner semanggi, dengan kesadaran dan kesengajaan sebagai salah satu bentuk memenuhi selera makan. Perasaan senang juga dapat menimbulkan romantisme masa lalu yang tetap dikenang.
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Keterlekatan mereka terhadap kuliner semanggi disebabkan pula oleh pengaruh dari lingkungan. Di antaranya adalah anggota keluarga yang sering membeli semanggi memberikan pengaruh secara tidak langsung kepada individu untuk melakukan hal yang sama. Selain keluarga, lingkungan pergaulan pun mempengaruhi ketertarikan individu terhadap kuliner tradisional semanggi. Kategori pertama adalah orientasi terdahulu, yaitu pemahaman dan pengalaman yang pelanggan miliki terkait dengan kuliner semanggi yang merupakan kuliner khas Surabaya. Kategori waktu berikutnya adalah orientasi terhadap masa sekarang, artinya pelanggan memahami akan romantisme masa lalu terhadap kuliner semanggi yang unik dan semakin langka. Orientasi masa yang akan datang memiliki arti bahwa pelanggan berharap dapat memberi kontribusi untuk memasyarakatkan kuliner semanggi Surabaya agar tidak cepat hilang. Dari uraian di atas penulis menuangkan analisis konstruksi makna dan realitas sosial bakul semanggi gendong dan kuliner semanggi yang dijajakannya ke dalam model konstruksi makna ( seperti ke dua gambar di muka). Penulis menggunakan konsep fenomenologi transedental Husserl untuk melakukan analisis terhadap pembentukan makna secara mental pada ranah individu. Penulis menggunakan fenomenologi Alfred Schutz untuk melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang mendukung eksistensi bakul semanggi gendong. Sedangkan untuk proses konstruksi makna dan realitas bakul semanggi gendong, serta keterlekatan kelembagaan, penulis menggunakan konsep Berger dan Luckmann tentang konstruksi realitas secara sosial. Selain semua faktor yang mendukung eksis dan konsistennya bakul semanggi tetap menjadi bakul semanggi gendong dan tidak mau beralih ke usaha yang lain, disebabkan ada keterlekatan antara bakul semanggi gendong sebagai penjual semanggi dengan pelanggan sebagai pembeli yang setia. Di sinilah penulis berpendapat bahwa antara pelanggan dan bakul semanggi, khususnya kulinernya ada romantisme masa lalu yang melekat di hati pelanggan
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
karena berkaitan dengan selera, dan bersifat saling membutuhkan satu dengan yang lain. Dalam kaitan itulah maka akan didiskripsikan bagaimana pelanggan memaknai bakul semanggi gendong yang menjadi langganannya. Membahas tentang bagaimana pelanggan memaknai bakul semanggi gendong, Berdasarkan tabel 7 pada Bab 4 di muka, dapat dilihat bahwa pelanggan kuliner semanggi terdiri atas berbagai tingkatan umur, pendidikan, dan status pekerjaan.Untuk memahami lebih lanjut tentang bagaimana pelanggan semanggi dalam memaknai bakul gendong semanggi tidak akan terlepas dari loyalitas mereka akan berlangganan kuliner semanggi tersebut. Konsep loyalitas pelanggan lebih banyak dikaitkan dengan perilaku daripada sikap. Bila seseorang merupakan pelanggan loyal, ia menunjukkan perilaku pembelian yang didefinisikan sebagai pembelian nonrandom yang diungkapkan dari waktu ke waktu (Griffin, 2003:5). Satu hal yang pasti adalah usaha dapat berhasil hanya bila produk dan jasa yang ditawarkan benar-benar menyampaikan apa yang dikomunikasikan. Berkaitan dengan loyalitas pelanggan bakul semanggi gendong, subyek-subyek pelanggan dalam penelitian ini menguraikan makna masing-masing tentang bakul gendong semanggi Surabaya, sebagai berikut: Subyek Pelanggan 1 Subjek ini bernama Ibu Lia, usia 47 tahun, asal Surabaya. “Saya adalah seorang PNS, berlangganan semanggi sejak masih muda, kenal kuliner semanggi karena orang tua saya juga senang dengan semanggi”. Menurut saya, cita rasa kuliner semanggi ini enak, khas bumbunya karena dicampur ubi, serta rasa daun semangginya krenyes-krenyes, apalagi ditambah krupuk puli yang gurih dan lebar, sehingga dapat untuk menyendok semanggi sekaligus dimakan. Menurut saya pula, bakul semanggi gendong merupakan pedagang yang “unik dan khas” di jaman modern sekarang ini, baik dari cara berjualannya, pakaiannya seperti jaman
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
nenek saya, sangat tradisional. Namun keberadaan bakul semanggi gendong tersebut dibutuhkan karena ikut menghargai tradisi maupun budaya lokal masyarakat Kota Surabaya, supaya generasi muda Surabaya khususnya, mengetahui dan mencintai budayanya, terutama kuliner semanggi ini yang sekarang semakin langka, sehingga berupaya untuk melestarikannya. Dilihat dari segi “kearifan lokal”, bakul semanggi gendong ini sangat menjunjung “kearifan lokal”, karena terbukti mereka tetap menjaga tradisi dan budayanya dalam menjajakan semanggi, dari jaman saya masih muda sampai sekarang bakul gendong semanggi itu ya seperti ini, tidak berubah, walau jaman telah berubah. Saya tahu bahwa bakul gendong semanggi itu dari Benowo, jauh dari Kota Surabaya, dan bakul gendong semanggi berkeliling itupun saya merasa kagum, betapa gigihnya mereka (bakul gendong semanggi) untuk melestarikan budaya kuliner Surabaya, makanya saya suka ingat itu dan berusaha membelinya sembari memperkenalkan kepada anak- anak serta suami saya yang berasal dari daerah lain. Dengan begitu kulner semanggi ini agar tidak hanya dinikmati oleh orang Surabaya saja, tetapi masyarakat lain juga mengenal dan dapat merasakan kekhasan kuliner semanggi Surabaya agar tidak punah. Subyek Pelanggan 2 Berbeda lagi dengan subyek pelanggan yang berikut ini yaitu bapak Herman, usia 53 tahun asal Surabaya. “Saya adalah seorang wirausahawan, sudah mengenal semanggi sejak masih anak-anak. Keluarga saya sejak dulu memang berlangganan semanggi sehingga rasa kuliner yang satu ini bagi saya sudah tidak asing lagi di lidah. Menurut saya cita rasa kuliner semanggi itu enak, bumbunya terasa manis gurih, pokoknya lezat apalagi dicampur krupuk puli menambah nikmat rasa semanggi Surabaya ini.
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Menurut saya, keberadaan bakul semanggi gendong Surabaya ini menjadi suatu budaya kuliner sekaligus bakul gendongnya yang unik, karena jaman modern seperti sekarang ini sudah sangat langka ditemukan orang berjualan seperti bakul gendong semanggi. Yang membuat unik itu adalah dari cara memasarkan, cara berpakaian serta cara penyajiannya masih tetap seperti jaman saya masih kecil dulu, tidak ada perubahan. Bagi saya, keberadaan bakul semanggi gendong itu perlu dipertahankan dan dilestarikan agar generasi muda Surabaya mengetahui bagaimana budaya kuliner lokal yang unik tersebut masih bisa bertahan di jaman sekarang ini dimana jenis makanan semakin beragam dan semakin mengilanya masyarakat akan makanan cepat saji ala Amerika seperi Mac Donald, Kentacky Fried Chikken, Dunkin Donat, Pitzza Hutt, dan yang lainnya. Oleh karena itu, kuliner semanggi Surabaya akan terasa asing bagi anak-anak muda, padahal yang mereka makan sehari-hari itu justru makanan budaya asing. Jadi, sangatlah penting bakul semanggi gendong tetap dipertahankan keberadaannya. Melihat bakul gendong semanggi yang tetap mempertahankan tradisinya tersebut, berarti bakul semanggi gendong sangat menjaga kearifan lokal yang menjadi ciri khasnya dan semoga masyarakat Kota Surabaya mendukungnya. Subyek Pelanggan 3 Subjek yang berikutnya adalah pelanggan semanggi yang bernama ibu Ratna, usia 43 tahun. “Saya adalah seorang ibu rumah tangga, asal Surabaya yang sekarang menetap di Sidoarjo. Saya ini sudah mengenal semanggi sejak kecil atau karena orang tua saya dan keluarga juga menggemari kuliner yang satu ini. Rasanya yang nikmat dan lezat membuat saya selalu ketagihan dengan semanggi bila berkunjung ke Surabaya. Tentang
bakul
gendong
sendiri
menurut
saya
amat
terkesan,
dengan
keserderhanaannya dan “ketradisionalannya” bakul semanggi gendong ini mampu bertahan
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
sejak saya masih anak-anak sampai sekarang sudah setengah tua, padahal jaman terus berubah, tetapi bakul gendong semanggi tetap tidak berubah. Bakul semanggi gendong ini berasal dari salah satu desa di Benowo sana datang ke Surabaya untuk berjualan semanggi. Bakul semanggi gendong selalu mengendong dagangannya dan berkeliling ke kampung-kampung meneriakkan “semanggi”, “semanggi”, dengan lantang, biasanya pada siang hari, lewat di depan rumah. Eksistensinya perlu diacungkan jempol karena jaman begini masih saja ada orang berjualan seperti dirinya (bakul gendong). Dengan demikian kearifan lokal yang dimilikinya masih tetap terjaga, sehingga menjadi suatu budaya yang turun temurun. Namun demikian saya khawatir pada generasi bakul semanggi gendong yang akan datang masihkah ada bakulgendong-bakul gendong berikutnya? Harapan saya keberadaan bakul gendong semanggi Surabaya itu bisa dipertahankan, karena bakul gendong itu unik dan langka, hanya ada di Kota Surabaya, apalagi semanggi menjadi salah satu ikon Surabaya, yang berawal dari kuliner tradisional dan sekarang merambah sampai ke batik semanggi. Itulah kekayaan budaya lokal Kota Surabaya yang harus dilestarikan. Subyek Pelanggan 4 Subjek pelanggan selanjutnya adalah adalah seorang mahasiswa asal Surabaya, bernama Bimo, umur 22 tahun. “Saya adalah seorang mahasiswa, mengenal semanggi sejak dia masih kecil, hanya saja dulu melihat penampilan semanggi yang katanya “jadul” itu saya tidak menyukainya, tetapi sekitar 3 tahun ini saya mulai tertarik dengan yang namanya kuliner semanggi. Berawal dari seringnya bakul gendong semanggi itu berhenti di depan kampusnya dan mencoba untuk membeli bersama teman-temannya, sekali, dua kali ternyata rasanya sungguh “ngangeni”. Tidak menyangka kalau kuliner semanggi yang saya katakan jadul
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
tersebut ternyata lezat, pantas papa subyek suka karena memang rasanya mantap, artinya manis dan sedap, rugi subjek sebagai arek Surabaya baru merasakan nikmatnya semanggi. Menurut saya bakul semanggi gendong itu mencerminkan seorang ibu yang kerja keras, karena yang saya tahu bakul gendong semanggi itu semuanya ibu-ibu, bahkan neneknenek, belum pernah saya temui di Surabaya ini bakul semanggi gendong orang laki-laki. Di situlah kehebatan seorang bakul semanggi gendong Surabaya, walau sudah tua usianya tapi masih bisa membawa beban atau mengendong dagangannya dengan berjalan kaki berkeliling. Eksistensinya perlu dipertahankan agar ada keseimbangan antara budaya kuliner modern dengan budaya kuliner tradisional, khususnya budaya kuliner lokal Kota Surabaya ini, sehingga semakin memperkaya cakrawala kaum muda untuk dapat menikmati dan mempelajarinya, termasuk kearifan lokalnya. Tradisi bakul gendong semanggi ini turun temurun, jadi selama masyarakat, khususnya generasi penerusnya masih bisa mempertahankan keberadaan bakul gendong tersebut berarti saya dan generasi sebaya serta generasi di bawah saya akan bisa melihat budaya kuliner lokal Kota Surabaya ini. Semoga masih ada yang melanjutkan, walau kemungkinan dimodifikasi yang sesuai dengan perkembangan jaman. Tentunya perlu peran pemerintah Kota dan masyarakat Kota Surabaya untuk tetap mempertahankan bakul semanggi gendong tersebut. Itulah harapan saya. Subyek Pelanggan 5 Subjek pelanggan selanjutnya adalah seorang perempuan muda asal Surabaya bernama Citra, umur 18 tahun. “Saya adalah seorang pelajar SMA, sudah mengenal semanggi sejak kelas 4 SD. Subyek menyukai semanggi karena rasanya enak dan bumbunya manis gurih, pokoknya enak.
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Saya mengemari semanggi karena ibu juga penggemar kuliner semanggi. Menurut saya, bakul gendong semanggi itu masih “tradisional” dan sekarang “jarang ditemui”, padahal saya sewaktu SD dulu masih sering menemui bakul gendong, sekarang sudah langka. Bakul gendong biasanya dilakukan oleh ibu-ibu yang sudah tua, masih kuat berjalan berkeliling sambil menggendong dagangannya dan berteriak “semanggi”, “semanggi”. Saya merasa kagum melihat bakul semanggi gendong yang berjuang untuk keluarganya, mau melakukan pekerjaan itu. Ternyata setelah sering berkomunikasi dengan bakul gendong, saya baru mengetahui kalau mereka berasal dari satu dusun, dan pekerjaan menjadi bakul gendong itu juga dilakukan turun temurun oleh keluarga bakul gendong sendiri karena semanggi merupakan budaya kuliner lokal Surabaya. Eksistensi dari bakul semanggi gendong perlu diapresiasi karena jaman sudah modern ini masih ada yang menjajakan seperti mereka (bakul gendong). Dilihat dari kearifan lokal, jelas bakul semanggi gendong ini menjunjung tinggi kearifan lokalnya, karena terbukti mereka melakukan tradisi yang turun temurun dari keluarganya tersebut, karenanya perlu dipertahankan agar generasi muda mengetahui budaya kuliner lokal Surabaya yang semakin langka ini. Subyek Pelanggan 6 Berbeda halnya dengan subjek penelitian berikut ini, ia bernama Adi, usia 53 tahu. Ia menceritakan bahwa suka dengan kuliner semanggi sejak 23 tahun lamanya. Menjadi pelanggan semanggi karena mencontoh nenek dan ibunya yang juga penggemar semanggi. Iamengatakan bahwa kuliner semanggi itu enak, hampir seperti pecel rasanya, daun semangginya terasa krenyes-krenyes, apalagi ada krupuk puli tambah terasa gurih. Bakul semanggi itu sudah tua seperti nenek saya, tapi masih kuat menggendong dagangannya sambil berteriak sepanjang perjalananyang dilaluinya.
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Kata nenek dan ibu saya dulu, semanggi adalah kuliner khas kota Surabaya, dan saya sebagai arek Surabaya harus menggemarinya, agar tidak cepat punah, seperti binatang purba yaitu dinosaurus. Saya dulu suka diminta mencicipi kuliner semanggi
oleh ibu,
awalnya menolak, tapi lama-kelamaan jadi mau dan ternyata saya suka hingga menjadi pelanggan sampai sekarang, bila agak lama tidak makan semanggi ada rasa ketagihan. Subyek Pelanggan 7 Subjek pelanggan penelitian yang berikut adalah bapak Husni, seorang guru Sekolah Dasar, yang juga penggemar kuliner semanggi.Sudah 2 tahun. saya berlangganan kuliner yang satu ini. Menurut saya, kuliner semanggi adalah suatu kuliner tradisional kota Surabaya yang langka, berbeda dengan kuliner yang lain. Walaupun tampilannya menyerupai pecel, tetapi ternyata rasanya berbeda, apalagi bahan dasarnya adalah sayur semanggi yang rasanya khas. “Menurut saya, bakul gendong semanggi adalah perempuan-perempuan yang kuat dan semangat dalam mempertahankan eksistensinya sebagai bakul gendong semanggi di kota Surabaya. Semoga saja kuliner semanggi akan tetap ada dan dapat ditemui ketika dibutuhkan, karena tidak menutup kemungkinan apabila bakul gendong tersebut semakin tua dan tidak ada yang melanjutkan, maka kuliner tersebut akan hilang, sehingga romantisme masa lalu juga akan punah”. Subyek Pelanggan 8 Demikian juga subjek pelanggan yang bernama bapak Sutrisno, seorang pekerja kantoran yang berada di kawasan Basuki Rahmad Surabaya. “Saya asli orang Surabaya, sudah mengetahui dan sering membeli kuliner khas semanggi sejak saya masih anak-anak. Keluarga saya sejak dulu sering bahkan menjadi pelanggan kuliner khas ini”. Saya sangat mengapresiasi pemerintah kota Surabaya yang setiap tahun di hari ulang tahun kota Surabaya, kuliner semanggi selalu hadir dan bisa dicicipi oleh masyarakat
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
karena gratis. Saya berharap agar kuliner ini tetap dipertahankan, apalagi di masa sekarang yang serba modern ini, jangan sampai tradisi lokal sampai tergerus hilang ditelan zaman”. Subyek Pelanggan 9 Subyek pelanggan yang terakhir adalah bernama Weni, seorang pekerja perempuan di salah satu pertokoan di jalan Pasar kembang Surabaya. “Saya berasal dari Madiun, tinggal di kota Surabaya sudah tujuh tahun lamanya. Saya gemar membeli semanggi karena setiap hari para pedagang semanggi mangkal di depan toko dimana saya bekerja. Awalnya saya mengira bahwa semanggi itu pecel, apalagi saya orang Madiun yang sudah tidak asing dengan pecel, seperti pecel Madiun. Namun ternyata, walaupun sama penyajiannya dipincuk seperti pecel Madiun, tetapi rasa dan bahannya berbeda, dan itulah yang menyebabkan saya kepingin mencicipinya. Hem, ternyata enak dan lezat. Semenjak itulah saya menjadi pelanggan semanggi sampai sekarang ini. Saya memaknai bakul semanggi itu sebagai perempuan yang tua dan kuat karena datang dari jauh dengan naik angkot, kemudian keliling dengan menggendong, jadi terlihat sengsara. Semoga masih ada yang melanjutkan berjualan semanggi untuk ke depannya”. Dari uraian tersebut, dapat ditarik sebuah proposisi: Bakul semanggi gendong, dipandang sebagai sebuah fenomena sosial yangsaratakanmakna dan arti bagi pelanggan semanggi Surabaya. Makna ketangguhan
bakul seorang
semanggi perempuan
gendong untuk
menurut
pelanggan
mendukung
menggambarkan
perekonomian
keluarga,
keterbatasan, romantisme masa lalu, dan menjaga kearifan lokal”. Selama ini harus diakui bahwa masih sedikit dan terbatas suatu penelitian yang mendalam dan komprehensif tentang bakul gendong semanggi. Kajian mendalam yang dimaksud adalah melihat bagaimana perilaku dan aktivitas para bakul gendong yang lebih didominasi oleh aspek ekonomi yang ternyata menyimpan potensi dan nilai-nilai sosial
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
budaya. Nilai-nilai tersebut sesungguhnya merupakan suatu bentuk nilai yang muncul dari tatanan kedaerahan yang berbentuk ikatan-ikatan budaya, persaudaraan. Sehingga nilai-nilai inilah yang menjadi simbol kearifan lokal (local wisdom). Dalama sejarahnya, keunggulan bangsa kita adalah budaya bermasyarakat yang kemudian melahirkan beraneka warna seni. Seni bertani, seni berdagang, seni beribadah, seni bergaul, seni memasak, seni mengembara, seni mendidik, seni berkesenian, dan seni hidup itu sendiri. Apabila kita melihat bakul gendong semanggi, dalam kaitannya dengan seni termasuk seni memasak dan seni berdagang. Dalam perspektif kehidupan berkesenian, nilai-nilainya terletak pada bagaimana kehidupan ini menjadi tentram, damai sejahtera, rukun, serasi, selaras, dalam kehidupan komunal masyarakatnya. Inilah kearifan lokal. Kearifan hidup dalam kesatuan masyarakat. Bahwa kelompok adalah nilai normatif yang membentuk sistim ideologi, politik, ekonomi, pertahanan keamanan, sistim peribadatan, sistim berkesenian, dan sistim-sistim yang lain merupakan ekologi kehidupan masyarakat. Terdesaknya kearifan lokal oleh budaya global ke depan merupakan tantangan yang memerlukan tanggung jawab besar. Apa yang dapat dilakukan untuk
menyelamatkan
kearifan lokal tersebut adalah pertanyaan yang relevan untuk dijawab, karena terbukti bahwa modernitas yang mengimpikan penyatuan budaya dibawah payung universalitas kebudayan baru nyata-nyata telah runtuh. Etnik atau etnisitas, atau kebinnekaan budaya etnik lebih diakui sebagai kearifan hidup masyarakat penyangganya. Tradisi tetap merupakan jiwa masyarakatnya yang dapat dijadikan panduan dalam kelangsungan kehidupan berkebudayaan. Namun demikian bahwa tradisi secara bentuk tidak berubah, tetap membutuhkan jiwa-jiwa baru, nafas-nafas baru, dan tampilantampilan baru. Hal ini diperlukan untuk menyatakan bahwa kita memang masih hidup dan tetap ingin hidup.
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Tradisi senyatanya dibentuk berdasarkan tata nilai yang terus berubah, semangat berubah, harapan berubah, karena memang berubah dan perubahan itu sendiri yang abadi; sehingga tradisionalitas yang konvensional apabila dikukuhi sebagai kekayaan abadi tanpa pemaknaan yang wajar dan realistis maka tradisional justru membunuh kearifan tradisinya. Perubahan dan berubah inilah merupakan realitas yang harus ditempatkan sebagai moto hidup, maka ia yang harus tetap dijaga dan dipelihara, seperti halnya bakul gendong semanggi di Surabaya.
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB VI IMPLIKASI TEMUAN PENELITIAN
Implikasi temuan penelitian pada bagian bab ini mendeskripsikan tentang temuantemuan yang telah dihasilkan dalam penelitian terhadap bakul semanggi gendong, yang diwujudkan di dalam proposisi-proposisi. Terdapat sembilan (9) proposisi yang ditemukan dalam penelitian ini, seperti berikut. Proposisi Pertama Makna sebuah eksistensi bagi bakul semanggi gendong adalah sebuah perjuangan dan perjalanan panjaang, baik dalam hubungannya dengan keluarga, sesama bakul gendong, juragan, serta pelanggan Bakul semanggi gendong terinstitusi dalam keluarga dan lingkungan, bahkan lingkungan yang lebih luas, yaitu dusun. Ini merupakan institusi yang kompleks dari normanorma dan tingkah laku yang terus bertahan seiring dengan waktu untuk melayani tujuan yang bernilai secara kolektif (Uphoff, 1986). Demikian juga pemikiran yang dihasilkan oleh Martinussen (1997:289-295), terkait dengan pelembagaanekonomi dalam keluarga, dimana produksi yang menghidupkan rumahtangga sebagai kegiatan ekonomi dan kekuatan serta aktivitas yang menggerakkan kehidupannya. Ketergantungan ini merupakan yang eksis antara rasionalitas pemikiran ekonomi dan hubungan moral (hubungan keluarga, pertemanan, dan lingkungan). Pekerjaan perempuan sebagai bakul semanggi gendong telah mengakibatkan selain memiliki peran ganda dan beban ganda. Sejak malam hari hingga siang hari, perempuan bakul semanggi gendong mempersiapkan diri dan pergi ke Surabaya untuk menjajakan semanggi.. Ketika kembali sore harinya, ia harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan kadang kala ikut membantu pekerjaan berkebun. Meski demikian ada juga yang menyerahkan urusan rumah tangga kepada suaminya. Padatnya kegiatan-kegiatan itu membuat perempuan
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
mengorbankan waktu untuk kegiatan individual dan istirahat, mereka mengabaikan kesehatannya, tidak mempunyai waktu untuk meningkatkan kemampuan dirinya, dengan kata lain mereka memaksakan diri demi ekonomi dan kebutuhan keluarga. Perubahan kondisi sosial masyarakat secara universal tidaklah menjadi bumerang yang akan meredameksistensi budaya kuliner lokal masyarakat Kendung, Benowo, Kota Surabaya. Hal tersebut terbukti dengan langgengnya bakul semanggi gendong yang sampai saat ini masih eksis. Temuan penelitian/ proposisi tersebut telah menguatkan pendapat dariGranovetter yang dikenal denganteori keterlekatan/embeddednesbahwa sebuah jaringan akan eksis bila ada keterlekatan diantara jaringan tersebut.
Proposisi ke dua Eksistensi bakul semanggi gendong di Kota Surabaya memiliki motif dari bakul semanggi gendong sendiri, yaitu motif ekonomi dan motif ekonomi tradisi. Banyak hal yang menyebabkan perempuan ikut mencari nafkah, termasuk perempuan yang terlibat di sektor perdagangan, antara lain: terdorong perasaan manusiawi untuk turut serta memberikan sumbangan kepada ekonomi rumah tangganya yang belum cukup (Sayogyo, P, 1983), manambah penghasilan keluarga, mengisi waktu luang (Ihromi, 1989), kondisi sosial ekonomi yang kurang menguntungkan dan demi kelangsungan hidup keluarga (Lewis, 1986), dan memperoleh penghasilan yang teratur sebagai sumber penting bagi rumah tangga (Stoler, 1975:135-136, dalam Arianto, 1994:4). Eksistensi sebuah tradisi sangat ditentukan oleh sebarapa besar efek yang ditimbulkan yang dapat dilihat dari fungsi pelaksanaan tersebut. Hal itu juga menjadi alasan mengapa hingga saat ini masih terus ditemui di tengah masyarakat sekalipun masa telah membawa perubahan dalam dunia teknologi dan sains yang semakin kompleks dan canggih,
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
hal itu tak lantas meredam dan menciutkan nyali dari bakul semanggi gendong untuk melanggengkan tradisi menjajakan semanggi, karena menurut mereka hal tersebut merupakan sebuah wujud social capital yang layak untuk dijaga dan dipertahankan secara turun-temurun. Namun demikian dari sejumlah alasan-alasan tentang keterlibatan perempuan di sektor perdagangan, maka alasan utamanya adalah alasan ekonomi, yakni hasil pendapatan suami tidak mencukupi kehidupan keluarga. “tidak berfungsinya suami” oleh Reneen dan Dharma (Gardiner, ed, 1991:81, dalam Fatimah, 2001:43) dianggap sebagai salah satu latar belakang masuknya perempuan ke wilayah publik, maka sebagian besar waktunya tercurah dalam kegiatan usaha dagang. Pasar yang dituju oleh mayoritas perempuan pedagang menurut Chebair dan Reichmann (1995:43 ) adalah menyukai pasar yang lebih lapang dekat rumah, dan mencoba pasar-pasar di luar tetangga dekat mereka, namun masih dalam kota mereka, untuk menjamin penghasilan yang cukup. Sementara laki-laki sedikit banyak mencoba ke pasar-pasar yang lebih jauh wilayahnya. Penelitian Abdullah (1989), tentang wanita bakul di pedesaan jawa juga menunjukkan keterlibatan perempuan dalam perdagangan. Dimana perempuan sangat bangga dengan menjadi bakul, mereka memandang diri sendiri sebagai kelompok yang memiliki status sosial yang tinggi dibandingkan perempuan desa yang tidak ke pasar, karena secara ekonomi mereka juga lebih mampu. Mereka mengatakan bahwa mereka orang yang mengetahui lebih banyak dunia luar. Intensitas pertemuan antar pedagang dengan orang lain di pasar menjadikan
mampu berbicara dan mengekspresikan pikiran-pikiran. Oleh
karenannya, mereka mendapatkan tempat khusus di dalam masyarakat, mereka menemui status baru melalui perdagangan. Secara umum, masalah yang diangkat dalam penelitian terdahulu tentang keterlibatan perempuan dalam perdagangan, lebih banyak memfokuskan tentang peran ganda
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
perempuan dan keterlibatannya dalam perdagangan karena untuk menjaga kelangsungan hidup rumah tangganya. Sedangkan yang secara spesifik meneliti tentang makna dan eksistensinya, khususnya terkait dengan tradisi turun temurun yang dilakukan keluarga masih sangat sedikit dan jarang ditemukan. Kalaupun ada yang meneliti tentang strategi pedagang seperti penelitian Endrizal (2009) tentang strategi pedagang pasar tradisional menghadapi persaingan dengan pasar modern, penelitian Jamanirrizal (2009) tentang strategi pedagang kaki lima di kota Ranai Kabupaten Natuna, agar tetap eksis. Akan tetapi mereka meneliti pedagang secara umum, bukan secara spesifik pedagang perempuan saja seperti halnya bakul semanggi gendong semanggi di Kota Surabaya. Evers (dalam Arianto, 1994:5) melihat akses yang dimiliki dan relatif rendahnya tuntutan dari sektor perdagangan, telah mendorong perempuan masuk ke dalamnya, selain kapasitas penyerapan yang sangat tinggi, hasil penelitian Evers di Jatianom Jawa Tengah, menunjukkan bahwa pilihan perempuan untuk terlibat di sektor perdagangan merupakan salah satu alternatif yang dapat di lakukan ketika perempuan harus mencukupi kebutuhan rumah tangganya, yakni harus mampu memperoleh penghasilan, dan hal ini tampak sangat besar terjadi di daerah pedesaan. Dari berbagai penelitian yang sudah diungkapkan di muka membuktikan bahwa mayoritas perempuan dalam melakukan aksi perdagangan selalu didominasi oleh alasan ekonomi. Hal tersebut ternyata juga terjadi pada aksi perdagangan yang dilakukan oleh bakul semanggi gendong, namun selain alasan ekonomi masih ada lagi alasan yang lain. Terdapat dua (2) alasan yang mendasari, walaupun tidak dapat dipungkiri mereka menjajakan kuliner semanggi, namun ternyata bukan semat-mata alasan ekonomi saja yang menjadi faktor penyebabnya, tetapi ada makna subyektif dari mereka bahwa dengan menjadi bakul gendong semanggi, mereka akan tetap eksis dalam ekonomi sekaligus tetap mempertahankan tradisi keluarganya.
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Dengan demikian temuan penelitian ini berimplikasi teoritik menambahkan unsur tradisi pada teori Granovetter tentang keterlekatan dan hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang terkait dengan sektor informal/ pedagang kecil.
Proposisi Ke tiga Keterlekatan pelembagaan bakul semanggi gendong adalah khas dan unik berpengaruh terhadap eksistensinya di Kota Surabaya. Keterlekatan bakul semanggi gendong yang dimaksud adalah keterlekatan pelembagaan yang telah berlangsung lama. Menurut penulis, ketelekatan pelembagaan bakul semanggi gendong tersebut merupakan khazanah budaya bakul semanggi gendong dan sebuah nilai tambah yang dapat dikategorikan sebagai wujud modal sosial bagi masyarakat kampung Kendung, Sememi, Benowo Kota Surabaya. Telah dipahami bahwa modal sosial merupakan pengetahuan yang eksplisit yang muncul dari periode panjang yang berevolusi bersama-sama masyarakat dan lingkungannya dalam sistem lokal yang sudah dialaminya. Proses evolusi yang begitu panjang dan melekat dalam masyarakat dapat menjadikan modal sosial sebagai sumber energi potensial dari sistem pengetahuan kolektif masyarakat untuk hidup bersama secara dinamis dan damai. Bakul semanggi gendong mampu menunjukkan kekuatan membangun hubungan, kepercayaan dan kerjasama sebagai tujuan bersama. Dan ternyata hubungan dan kerjasama ini merupakan modal sosial, sebagaimana yang dikemukakan oleh Fukuyama (2007:25), bahwa social capital memiliki keuntungan yang jauh melampaui wilayah ekonomi. Budaya gorong royong dan bekerja sama masih diterapkan oleh bakul semanggi gendong. Walaupun dalam bentuk solidaritas ke sesama bakul semanggi gendong, tetapi hal ini sudah menjadi bukti bahwa keberadaan mereka sebagai bentuk yang tidak terorganisir,
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
namun mereka memiliki rasa kekerabatan antar sesama bakul semanggi gendong yang sangat kuat. Oleh karena itu, hubungan-hubungan sosial yang dilakukan tentu juga memiliki tujuan, sebagaimana harapan yang ingin dicapai. Kondisi ini yang disebut dengan tindakan (sosial); yang diambil seseorang dan merupakan hasil dari keputusan pribadinya untuk melakukan sesuatu. Menurut pandangan Weber dan Parsons (Lawang, 2005:71) keputusan untuk bertindak biasanya diambil dengan pertimbangan makna atau nilai yang ada pada seseorang, yang dipandu oleh norma, nilai, ide-ide di satu pihak dan kondisi situasional di lain pihak, dan diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu, dengan cara yang menurut pertimbangan subjektif efektif dan efisien . Fungsi dan dampak sosial budaya yang menonjol yang dapat ditunjukkan dari tradisi bakul semanggi gendong kala itu adalah turun temurun, khususnya terhadap kaum perempuan, harus menjajakannya di kota Surabaya, dan memantapkan hubungan solidaritas sesama bakul gendong dan pelanggan di Kota Surabaya untuk menambah keterikatan antara satu dengan yang lainnya. Dari sini menunjukkan bahwa keterlekatan kelembagaan bakul semanggi gendong begitu kuat, dan yang berbeda dengan teori Keterlekatan Granovetter adalah bahwa di dalam kelembagaan bakul semanggi gendong adalah khas yaitu kaum perempuan, turun temurun dan harus migrasi sirkuler. Dengan demikian sejak awal sudah penulis sampaikan bahwa meminjam logika berpikir Granoveter yang menekankan bahwa keterlekatan ada pada jaringan, penelitian dilakukan di negara maju, ternyata pada bakul semanggi gendong juga ditemukan walaupun dalam kategori tradisional. Satu lagi yang penulis temukan yang tidak terdapat pada keterlekatan Granovetter adalah tradisi turun temurun dan kaum perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa keterlekatan pelembagaan yang ada pada bakul semanggi gendong adalah khas dan unik, sekaligus menambahkan kedua unsur tersebut (studi kasus bakul semanggi gendong) dalam teori keterlekatan Granovetter.
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Auguste Comte telah mengungkapkan di awal perkembangan sosiologi yang mencoba menggambarkan tahap perkembangan manusia yang berawal dari tahap teologis, metafisik dan positivistik. Menurut Comte, perkembangan manusia dibagi kedalam 3 tahap yaitu; pertama tahap teologik, kemudian berkembang ke tahap metafisika, dan ketiga berkembang ketahap terakhir, ialah tahap positif. Kesemua itu dapat dijelaskan lebih lanjut seperti dibawah ini. 1.
Tahap Teologik Tahap teologik bersifat melekatkan manusia kepada selain manusia seperti
alam atau apa yang ada dibaliknya. Pada zaman ini atau tahap ini seseorang mengarahkan rohnya pada hakikat batiniah segala sesuatu, kepada sebab pertama, dan tujuan terahir segala sesuatu. Menurutnya benda-benda pada zaman ini merupakan ungkapan dari supernaturalisme, bermula dari suatu faham yang mempercayai adanya kekuatan magis dibenda-benda tertentu, ini adalah tahap teologis yang paling primitif. Kemudian mempercayai pada banyak Tuhan, saat itu orang menurunkan hal-hal tertentu seluruhnya masing-masing diturunkannya dari suatu kekuatan adikodrati, yang melatar belakanginya, sedemikian rupa, sehingga tiap kawasan gejala-gejala memiliki dewa-dewanya sendiri. Dan kemudian menjadi monoteisme ini adalah suatu tahap tertinggi yang mana saat itu manusia menyatukan Tuhan-Tuhannya menjadi satu tokoh tertinggi. Ini adalah abad monarkhi dan kekuasaan mutlak. 2.
Tahap Metafisik Tahap metafisik sebenarnya merupakan suatu masa dimana disini adalah
masa perubahan dari masa teologik, dimana pada masa teologik tersebut seseorang hanya percaya pada satu doktrin saja dan tidak mencoba untuk mengkritisinya. Ketika manusia mencapai tahap metafisika ia mulai bertanya-tanya dan mulai untuk
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
mencari bukti-bukti yang nyata terhadap pandangan suatu doktrin. Tahap metafisik menggunakan kekuatan atau bukti yang nyata yang dapat
berhubungan
langsungdengan manusia. Ini adalah abad nasionalisme dan kedaulatan umum sudah mulai tampak, atau sring kali tahap ini disebut sebagai abad remaja. 3.
Tahap Positif Tahap positif berusaha untuk menemukan hubungan seragam dalam gejala.
Pada tahap ini seseorang tahu bahwa tidak ada gunanya untuk mempertanyakan atau pengetahuan yang mutlak, baik secara teologis ataupun secara metafisika. Pada tahap ini orang berusaha untuk menemukan hukum dari segala sesuatu dari berbagi eksperimen yang pada akhirnya akan menghasilan fakta-fakta ilmiah, terbukti dan dapat dipertanggung jawabkan. Pada tahap ini menerangkan berarti: fakta-fakta yang khusus dihubungkan dengan suatu fakta umum. Tahap ini menurut Comte adalah suatu tahap yang berlaku bagi perkembangan rohani seluruh umat manusia, bahkan berlaku bagi setiap masingmasing individu itu sendiri. Ketika seorang masih perpandangan teologis berarti ia masih berpikiran kuno/ketinggalan zaman walaupun ia hidup dizaman yang modern. Dan ketika orang berfikiran realitas (nyata) maka dia dapat sebagai seorang yang modern walaupun dimana saja mereka berada. Pendapat ini jika dilihat dari sudut pandangnya akanlebih menjurus kepada tahap dalam keyakinan hati nurani manusia itu sendiri. Dari uraian Comte tersebut, penulis dapat mendeskripsikan secara singkat bahwa bakul semanggi gendong sebenarnya sudah sampai pada tahap yang ketiga, namun berpandanggan kuno walau hidup di jaman modern. Hal tersebut dikarenakan mereka masih sangat patuh dengan tradisi yang dilakukan oleh para
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
leluhur mereka hingga saat ini tanpa ada perubahan, khususnya dalam cara memasarkan kuliner semanggi. (Soekanto, 2010: 350). Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat digambarkan bahwa proses mental yang dialami oleh bakul gendong semanggi Surabaya adalah melalui proses interpretasi dari bakul gendong sebelumnya dan merupakan hasil dari proses belajar, dengan memahami kebiasaankebiasaan yang dilakukan oleh generasi sebelumnya. Kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah tradisi genetik, yaitu turun temurun. Atas dasar tradisi inilah memaksa orang-orang di lingkungan keluarga yang terlahir dari bakul semanggi gendong juga harus melanjutkan tradisi
generasi di atasnya yang menjadi bakul gendong semanggi Surabaya. Dengan
demikian, secara pelembagaan, bakul semanggi gendong terjadi keterlekatan yang khas dan unik. Hasil temuan penelitian ini berimplikasi teoritik menambahkan unsur khas dan unik pada teori Granovetter tentang keterlekatan.
Proposisi Ke empat Migrasi sirkuler khas bakul gendong semanggi di Surabaya telah membawa misi budaya arek yang lekat dengan simbol keberanian, pantang menyerah dan kemandirian. Migrasi sirkuler khas bakul gendong semanggi di Surabaya telah membawa misi budaya arek yang lekat dengan simbol keberanian, pantang menyerah dan mandiri. Komunitas Arek dikenal mempunyai semangat juang tinggi, terbuka terhadap perubahan, dan mudah beradaptasi. Komunitas Arek juga dikenal sebagai komunitas yang berperilaku bandha nekat. Perilaku bandha nekat ini disatu sisi bisa mendorong munculnya perilaku patriotik, tetapi di sisi lain, juga menimbulkan sikap destruktif. Surabaya merupakan kota kedua terbesar di Indonesia. Surabaya juga merupakan kota metropolitan yang menampung berbagai komoditas, mobilitas sosial, dan pasar barang dan jasa dari kota-kota
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
kedua di Jawa Timur, seperti Gresik, Mojokerto, Jombang, Sidoarjo, malang, Blitar, probolinggo, Jember, dan sebagainya. Disamping itu berbagai arus informasi, teknologi, perdagangan, industri, dan pendidikan dari luar Jawa Timur umumnya melalui Kota Surabaya. Posisi Kota Surabaya sebagai kota metropolitan, pasar dari kota sekitarnya di Jawa Timur, dan pintu gerbang bagi arus informasi, pendidikan, perdagangan, industri, dan teknologi dari luar Surabaya menyebabkan masyarakat Kota Surabaya relatif terbuka dan heterogen. Hal yang menarik komunitas Arek ini dengan sikap keterbukaaannya itu bisa menerima berbagai model dan jenis kesenian apa pun yang masuk ke wilayah ini, tidak terlepas dari budaya kulinernya. Salah satu kuliner tradisional yang sangat kental dengan budaya arek adalah kuliner semanggi Surabaya. Dari hasil penelitian ini, penulis dapat menemukan satu temuan yang terkait dengan budaya arek pada bakul semanggi gendong. Tidak dapat dipungkiri bahwa keeksistensian yang masih terjaga pada bakul semanggi gendong di Surabaya tersebut merupakan suatu tindakan ekonomi dan sosial yang langka. Keberanian, ketangguhan, kekuatan serta semangat pantang menyerah yang ada pada bakul semanggi gendong merupakan wujud nyata dari budaya Arek. Temuan penelitian ini berimplikasi secara teoritik menambahkan motif budaya terhadap hasil-hasil penelitian migrasi pada umumnya yang cenderung bermotif ekonomi, dan memodifikasi teori keterlekatan Granovetter yang berkait dengan migrasi, bahwa seseorang melakukan migrasi karena ada keterlekatan jaringan hubungan famili atau pertemanan, namun temuan dari penelitian bakul semanggi gendong kali ini, migrasi yang dilakukan oleh bakul semanggi gendong karena keterlekatannya dengan pelanggan dan sama sekali tidak ada hubungan famili atau teman.
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Proposisi Ke lima Migrasi sirkuler khas bakul semanggi gendong di Kota Surabaya bermakna ekonomi, religi, solidaritas, pengetahuan, dan tradisi. Migrasi merupakansalah satu
faktor
dasar disamping
faktor kelahiran dan
kematian yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk. Dinegara-negara yang sedang berkembang migrasi secara regional sangat penting untuk dikaji secara khusus, mengingat meningkatnya kepadatan penduduk yang pesat di daerah-daerah tertentu sebagai distribusi penduduk yang tidak merata. Definisi migrasi dalam arti luas menurut Lee,S.Everett.(1991: 7); migrasi adalah perubahan tempat tinggal secara permanen atau semi permanen. Tidak ada pembatasan, baik pada jarak perpindahan maupun sifatnya, yaitu apakah tindakan itu bersifat sukarela atau terpaksa; serta tidak diadakan perbedaan antara migrasi dalam negeri dan migrasi keluar negeri. Jadi, pindah tempat dari satu tempat tinggal ketempat tinggal lain. Pada dasarnya, migrasi adalah pergerakan penduduk secara geografis, atau perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat lain. Hugo (1986:59-83) membedakan migrasi dalam dua kategori, yaitu migrasi permanen dan non permanen. Perbedaannya terletak pada tujuan pergerakan tersebut. Bila seorang migran bertujuan untuk pindah tempat tinggal secara tetap, migran tersebut dikategorikan sebagai migran permanen. Sebaliknya, apabila tidak ada niat menetap di tempat tujuan dikategorikan sebagai migran sirkuler. Mantra menambahkan satu lagi bentuk yang disebut komutasi (nglaju), yaitu pergerakan penduduk yang dilakukan dengan cara pergi ke tempat kerja dan pulang ke rumah pada hari yang sama. Berbeda dengan migrasi permanen yang memboyong seluruh anggota keluarganya dan menetap di daerah tujuan, migrasi sirkuler adalah migran, yang meskipun bekerja di tempat tujuan, tetapi umumnya keluarga masih tetap tingggal di desa.
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Dikatakan Jellinek (1986), bahwa migran sirkuler adalah migran yang meninggalkan daerah asal hanya untuk mencari nafkah, tetapi mereka menganggap dan merasa tempat tinggal permanen mereka di tempat asal, di mana terdapat isteri, anak, dan kekayaannya. Inilah yang dilakukan oleh bakul semanggi gendong bermigrasi sirkuler ke kota Surabaya. Tujuan bermigrasinya adalah untuk menjajakan kuliner semanggi dan menemui para pelanggan semanggi di sana, bukan untuk mencari pekerjaan yang pada umumnya orang melakukan migrasi dari desa ke kota. Hal inilah yang membedakan migrasi bakul semanggi gendong dengan migrasi migrasi yang lain. Dengan demikian, migrasi bakul semanggi gendong dikatakan sebagai migrasi sirkuler yang khas. Khas dalam pengertian ini adalah bahwa migrasi yang dilakukan bakul semanggi gendong tersebut belum atau mungkin tidak terjadi pada bakul atau pedagang lain. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan migrasi, seperti berikut. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Chebair dan Reichmann (1995), yang mengatakan bahwa perempuan dalam melakukan aksi perdagangan menyukai di pasar yang dekat dengan rumah. Jelas hasil penelitian ini tidak terjadi pada bakul semanggi gendong, dimana bakul gendong semanggi dalam melakukan aksi menjajakan semanggi tersebut dengan cara migrasi sirkuler, yang jauh dari rumah. Karena kekhasannya itulah maka penulis sebut sebagai migrasi sirkuler khas bakul semanggi gendong Surabaya. Menurut Lee. S. Everst (1991:9), faktor-faktor yang mendorong terjadinya migrasi ada empat faktor migrasi, yaitu: a.
faktor-faktor yang terdapat di daerah asal,
b.
faktor-faktor yang terdapat di tempat tujuan,
c.
penghalang antara, dan
d.
faktor-faktor pribadi.
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Menurut Lee, dalam setiap daerah banyak sekali faktor yang mempengaruhi orang untuk tinggal atau menetap di suatu tempat mereka bermigrasi atau menarik orang untuk pindah kesitu, atau ada faktor-faktor lain yang memaksa mereka untuk pindah. Untuk itu dapat penulis gambarkan pola Migrasi Lee seperti gambar berikut. Gambar 8: Pola Migrasi Everst Lee
Terkait dengan banyak faktor yang mendasari tindakan seseorang melakukan migrasi sirkuler (faktor ekonomi dan non-ekonomi) dan banyak makna seseorang melakukan migrasi sirkuler (makna ekonomi)
dan non ekonomi (relegiusitas, (2) kesadaran solidaritas, (3)
kesadaran akan ilmu pengetahuan, dan (4) tradisi, maka implikasi hasil penelitian ini adalah memodifikasi teori migrasi kuantitatif Everett S. Lee yang dilihat sebagai realitas objektif menjadi teori migrasi yang kualitatif yang dilihat sebagai realitas subjektif. Implikasi hasil penelitian ini sama sekali tidak menolak teori migrasi Lee yang kuantitatif tetapi lebih pada menambah khasanah teori migrasi yang telah ada. Harapan dari penelitian ini terhadap kajiankajian migrasi selanjutnya bisa sampai pada kajian kuantitatif-kaulitatif. Dengan temuan penelitian ini sekaligus penulis ingin menambahkan unsur khas dari hasil penelitian Everst Lee, khususnya tentang migrasi sirkuler dan faktor pendorong seseorang melakukan migrasi, yaitu faktor ekonomi, tetapi migrasi sirkuler bakul gendong
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
semanggi tidak semata-mata faktor ekonomi, terdapat kenyataan faktor budaya yang dibawa oleh bakul gendong semanggi, yaitu budaya genetik dan budaya kuliner khas Surabaya yang dipengaruhi budaya arek. Dengan demikian, dapat penulis gambarkan Pola Migrasi yang dilakukan bakul semanggi gendong seperti gambar berikut ini: Gambar 9: Pola Migrasi Sirkuler Khas Bakul Semanggi Gendong
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Proposisi Ke enam Bakul semanggi gendong adalah sebuah fenomena sosial yang nyata di dalam masyarakat. bergerak pada sector informal, bagian dari ekonomi kerakyatan, memupuk daya kerja keras, jujur dan belajar hidup tidak menggantungkan orang lain atau mandiri, serta memegang teguh petuah-petuah leluhurnya. Bakul semanggi gendong juga melakukan interaksi sosial yang melibatkan berbagai kebutuhan hidup baik secara individu maupun sosial, untuk hal itulah menjadi bakul gendong merupakan sebuah pilihan. Realitas keberadaan bakul semanggi gendong dengan aspek ekonomi dan sosial budaya ini, sebetulnya muncul suatu konsep tentang “nrimo ing pandum, dan rugi thithik sing penting dadi seduluran”, yaitu sikap dan tindakan ekonomis yang dilakukan seseorang dan atau kelompok, dengan mengutamakan nilai-nilai sosial-humanis bagi keberlanjutan masa depan. Ini merupakan dialektika yang memunculkan pandangan bahwa faktor ekonomi bukanlah satu-satunya cara bakul gendong akan survive dalam kegiatan ekonomi. Dalam konteks dialektika tersebut, dapat penulis gambarkan sebagai berikut : Gambar 11: Hubungan Antar Aspek terhadap Perilaku Bakul Semanggi Gendong
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Bakul semanggi gendong selama melakukan aktivitas ekonominya, akan bersikap dan mengambil keputusan yang tidak dapat dilepaskan dari faktor sosial budaya. Kekuatan kedua factor tersebut muncul sebagai bagian dari rasionalitas atas harapan hubunganhubungan kemasa mendatang. Konsep ini jika diabstraksikan akan menjadi model hubungan antar konsep, sebagaimana terlihat pada gambar dibawah ini: Gambar 11: Proposisi hubungan antar konsep
Proposisi ini terkait dengan sikap dan perilaku manusia. Situasi ini dicerminkan lewat individu yang senantiasa selalu diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu (goaloriented) (Soegijono, 2000:13), dan oleh karenanya individu tidak dapat bertindak tanpa membangun kerjasama dengan orang lain. Kerjasama ini terbangun atas pertimbangan hubungan-hubungan sosial. Perilaku merupakan fungsi dari interaksi antara seorang individu dengan lingkungannya (Thoha, 1983; Gibson, 1996;1997). Interaksi yang dilakukan bakul semanggi gendong dengan sesama bakul gendong maupun pelanggan, nyata bahwa sebetulnya ini adalah wujud dan proses suatu kebudayaan. Suatu budaya yang muncul sebagai bentuk perjuangan atas hegemoni ekonomi, menjadi lebih nyata (baru) dalam bentuk yang terus bertahan hingga kini. Realitas ini seperti yang dikemukakan Bakkers (1984:14--15), bahwa kebudayaan adalah proses kegiatan yang dilakukan oleh manusia sebagai pelakunya untuk mencapai
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
sesuatu yang berharga baginya, dari sesuatu yang sebelumnya hanya merupakan kemungkinan belaka, diwujudkan dan diciptakan baru, dengan demikian kemanusiaanya menjadi lebih nyata. Talcott Parson, seorang Sosiolog dan A.L. Kroeber (Koentjaraningrat, 1990:186), seorang antropolog pernah menganjurkan untuk membedakan secara tajam wujud kebudayaan sebagai suatu sistem dari ide-ide dan konsep-konsep dari wujud kebudayaan sebagai suatu rangkaian tindakan dan aktifitas manusia yang berpola. Secara eksplisit, kedua ahli tersebut mengelompokkan budaya ke dalam dua wujud, yaitu wujud ide dan konsep, dan wujud tindakan dan aktivitas manusia. Dengan merujuk pendapat J.J. Honigmann yang membedakan tiga gejala kebudayaan, yaitu 1) ideas, 2) activities, dan 3) artifact. Koentjaraningrat (1990:186; 1994:5) berpendirian bahawa kebudayaan itu memiliki tiga wujud, yaitu: 1) wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, normanorma, peraturan, dan sebagainya; 2) wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat; 3) wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Ketiga wujud kebudayaan tersebut dalam kenyataannya di masyarakat tidak dapat dipisahkan satu sama lain, sehingga sebagai kesatuan yang utuh, kebudayaan itu memberikan arah terhadap pikiran, tindakan, dan hasil karya masyarakat. Kebudayaan ideal bersifat abstrak, ia merupakan kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan dan sebagainya, yang berfungsi sebagai pengatur, pengendali, dan pemberi arah kepada kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat. Wujud kebudayaan pertama ini sering disebut sebagai sistem budaya (cultural
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
sistem). Dalam wujud pertama ini terkandung empat hierarki kebudayaan yang tersusun mulai yang paling abstrak sampai yang paling konkret, yaitu: 1) tingkat nilai budaya, 2) tingkat norma-norma, 3) tingkat hukum, dan 4) tingkat aturan khusus (Koentjaraningrat, 1994:11). Wujud kebudayaan sebagai sistem sosial (social sistem) bersifat konkret, karena terdiri dari aktifitas-aktifitas manusia yang berinteraksi, berhubungan serta bergaul satu dengan yang lain dengan mengikuti pola-pola tertentu. Adapun wujud kebudayaan fisik (physical culture atau material culture) merupakan seluruh total hasil fisik dari aktifitas perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat, oleh karena itu sifatnya jauh lebih konkret. Nilai-nilai budaya adalah wujud ideal dari kebudayaan yang merupakan konsep yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar anggota masyarakat. Secara fungsional, nilai budaya berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan manusia. Menurut Kluckhohn dan Strodtbeck (Koentjaraningrat, 1990:78) konsepsi mengenai isi dari nilai budaya yang secara universal ada dalam tiap kebudayaan menyangkut paling sedikit lima hal, yaitu: 1) masalah human nature, atau makna hidup manusia; 2) masalah man nature, atau makna dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya; 3) masalah time, atau persepsi manusia mengenai waktu; 4) masalah activity, atau soal makna dari pekerjaan, karya dan amal perbuatan manusia, dan 5) masalah relational, atau hubungan manusia dengan sesama manusia. Kelima masalah tersebut sering disebut sebagai orientasi nilai budaya (value orientation). Dalam
pandangan
Poedjawijatna
(1986),
sebagaimana
dikemukakan
oleh
Syamsulbachri (2004:52) mengemukakan bahwa: “Bentuk orientasi kebudayaan setiap individu akan tergantung dari bagaimana tujuan yang ingin dicapai individu tersebut serta
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
kemampuan individu tersebut dalam memahami nilai-nilai yang diperoleh dari ajaran agama, kebudayaan itu sendiri dan kebudayaan dari luar”. Warnanen (1989:34) mengemukakan bahwa perilaku manusia yang didasarkan pada nilai-nilai budaya dalam kehidupannya di dunia dapat dilihat melalui hubungan manusia dengan pribadinya, dengan masyarakatnya, dengan Tuhannya, dengan alamnya, dan hubungan dalam mencari kesejahteraan lahir dan batin. Kedua pendapat tersebut menegaskan bahwa orientasi manusia terhadap nilai budaya akan tergantung pada hakikat kedudukan manusia dalam kehidupannya serta kesadarannya terhadap keharmonisan hubungan dengan penciptanya yang tumbuh dari pengakuannya sebagai makhluk yang diciptakan dan memiliki peran khusus dalam kehidupannya di dunia. Cara berbagai kebudayaan mengkonsepsikan orientasi nilai budaya universal dapat berbeda-beda. Kluckhohn dan Strodtbeck, sebagaimana dikutip oleh Koentjaraningrat (1990:79) mengemukakan kemungkinan orientasi nilai budaya sebagaimana dilihat dalam tabel berikut: Tabel 10: Variasi Orientasi Nilai Budaya Manusia
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Berdasarkan tabel tersebut, dapat dikemukakan bahwa berbagai kebudayaan mengkonsepsikan masalah-masalah universal tersebut dengan berbagai variasi yang berbedabeda. Dalam masalah mengenai hakikat dari hidup manusia terdapat kebudayaan yang memandang bahwa hidup itu buruk, hidup itu baik, dan hidup itu buruk, tetapi manusia wajib berikhtiar supaya hidup itu menjadi baik. Masalah mengenai hakikat dari karya manusia, terdapat kebudayaan yang memandang bahwa karya itu untuk nafkah hidup, karya itu untuk kedudukan, kehormatan, dan sebagainya, dan kebudayaan yang memandang bahwa karya itu untuk menambah karya. Dalam masalah mengenai hakikat dari kedudukan manusia terhadap waktu, terdapat kebudayaan yang berorientasi ke masa depan, berorientasi ke masa kini, dan yang berorientasi ke masa lalu. Masalah mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya, terdapat kebudayaan yang memandang bahwa manusia harus tunduk kepada alam yang dahsyat, manusia berusaha menjaga keselarasan dengan alam, dan manusia berhasrat untuk menguasai alam. Terakhir, dalam masalah mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan sesamanya, terdapat kebudayaan yang berorientasi kolateral (horizontal), yaitu rasa ketergantungan pada sesamanya (berjiwa gotong royong), berorientasi vertikal, yaitu rasa ketergantungan kepada tokoh-tokoh atasan dan berpangkat, dan kebudayaan yang berorientasi individualisme, yaitu menilai tinggi usaha atas kekuatan sendiri. Selain menunjukkan perberbedaan dalam hal memecahkan masalah yang bernilai dalam hidup, variasi orientasi nilai budaya juga berarti bahwa seorang individu dapat menganut suatu pola orientasi nilai budaya dalam satu lapangan hidup, disamping pola-pola orientasi lain. Kluckhohn dan Strodtbeck membedakan adanya paling sedikit empat lapangan
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
hidup, yaitu lapangan hidup keluarga, lapangan hidup sosial, lapangan hidup pekerjaan dan profesi, dan lapangan hidup agama (Koentjaraningrat, 1990:82). Variasi orientasi nilai budaya yang dikembangkan oleh Kluckhohn dan Strodtbeck tersebut oleh Felly (1994:104) diklasifikasikan sebagai nilai budaya konservatif, nilai budaya progresif dan nilai budaya transisional. Ketiga klasifikasi itu adalah sebagai berikut: 1) Orientasi nilai budaya konservatif Orientasi nilai budaya ini memandang hidup itu buruk, kerja hanya untuk menjamin kelangsungan hidup, orientasi waktu ke masa lalu, alam dipersepsikan sangat dahsyat maka manusia harus tunduk terhadap hukum alam, serta memiliki orientasi sosial vertikal. 2) Orientasi nilai budaya progresif Orientasi nilai budaya ini memandang hidup itu buruk tetapi harus diperjuangkan agar lebih baik, kerja semata-mata untuk mendapatkan prestasi yang tinggi, orientasi waktu ke masa depan, hasrt yang tinggi untuk menguasai alam, serta memiliki rasa kemandirian yang kuat. 3) Orientasi nilai budaya transisional Orientasi nilai budaya ini merupakan peralihan dari nilai budaya konservatif ke nilai budaya progresif. Nilai budaya transisional ini ditandai sebagai dengan memandang hidup itu baik, kerja dilakukan untuk mendapatkan kedudukan, orientasi waktu ke masa kini, serta memiliki hubungan kolektif yang kuat. Dengan konsep kebudayaan tersebut dalam kaitannya dengan penelitian bakul semanggi gendong yang juga mengedepankan aspek budaya selain aspek ekonomi, maka temuan penelitian ini berimplikasi secara teoritik menambahkan unsur pengetahuan yang digagas oleh teori fenomenologi Berger dengan pengetahuan tentang bakul semanggi gendong dan kulinernya sebagai sebuah budaya/ tradisi lokal.
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Proposisi Ke tujuh Bakul semanggi gendong dan kuliner semanggi adalah sebuah budaya khas Surabaya yang fenomenal, didominasi kaum perempuan tua dan ketidakmampuannya untuk menembus pasar rakyat, akan rentan untuk segera hilang. Pemahaman budaya dan atau kebudayaan dalam konteks yang dinamis mengikuti pola perilaku hidup suatu masyarakat, selanjutnya menghasilkan produk berupa sistemsistem, norma-norma, dan bahkan benda-benda. Kebudayaansebagai produk, maka Tylor menunjuk lembaga-lembaga kebudayaan seperti pengetahuan, kepercayaan, kesenian, etika, hukum, adatistiadat, dan segala kemampuan serta kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan sebagai sistem atau cara, maka Kluckhon(1953), mengartikan kebudayaan sebagai keseluruhan cara hidup yang dianut oleh suatu kelompok sosial yang diperoleh individu dari kelompoknya (Kluckhon,1953). Goodennoughmelihat kebudayaan sebagai cara melihat, cara berfikir tentang dunia, cara memahami hubungan sesama manusia dengan benda dan kejadian, cara memilih dan merencanakan tanggapan, serta cara melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan. Sementara itu Van Poursen memandang kebudayaan sebagai strategi yang harus direncanakan dan ditatalaksanakan. Kebudayaandunia yang didominasi oleh budaya-budaya konsumtif ini adalah kelanjutan dari sistem kebudayaan modern yang sekarang ini disebut dengan kebudayaan global. Adalah keinginan Dunia Barat untuk membaratkan/westernisasikan kebudayaandunia. Namun yang terjadi adalah kebudayaan teknologis dengan berbagai i m i t a s i / tiruan kebudayaan yang mengglobal. Sementara sistim nilai Dunia Barat yang ideologis secara kultural tidak bisa diterima sebagai acuan dalam membentuk kebudayaan “DuniaBaru” yang
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
tunggal dan universal. Demikian pula dengan runtuhnya batas-batas Dunia Timur dan Barat, secara filosofis mengembalikan paham multi-kultural dan melahirkan kesadaran etnisitas. Dalam konteks Indonesia, multi kultural lebih dikenal dengan Binneka Tunggal Ika. Sedangkan paham etnisitas dimengerti sebagai kesukuan kebangsaan, kedaerahan, etnik, yang beraneka ragam kemudian disatukan dalam payung wawasan nusantara, yang berbeda tetapi dalam satu kesatuan. Keberagaman etnik dalam kesatuan nusantara ini dikenal pula dengan sebutan budaya suku bangsa. Keragaman aneka budaya nusantara dalam koridor politik kebudayaan nusantara melahirkan jargon “ identitas budaya bangsa”, sehingga nilai-nilai kesuku-bangsaan, kedaerahan, etnisitas yang beraneka dengan local wisdom sebagai kearifan hidup bermasyarakat membawa ciri unik nya sendiri-sendiri dan dapat hidup bersama dalam rumah besar Indonesia ini. Paham etnisitas meskipun diawali dari wacana politik kebangsaan, namun setidaknya dari titik inilah negara dan masyarakat dalam ikatan moral berkeinginan untuk selalu menjaga, mengembang, dan melestarikan. Keberadaannyadiusahakan agar tetap hidup dalam sifat alaminya dan dapat berkembang mengikuti gerak jaman. Namun dalam era globalisasi ini etnisitas memasuki ruang-ruang yang sempit, terkepung dan bahkan terhimpit oleh derasnya arus budaya massa (global), budaya tiruan, budaya yang merupakan kelanjutan dari era modernisme yang cenderung distortif dan mengkhawatirkan. Berkaitan dengan eksis dan konsistennya bakul semanggi dengan fenomena bakul semanggi gendong dan kuliner khasnya tersebut, dalam ranah budaya tradisional, dengan berbagai gempuran kuliner selera global, akan sangat ironis bila budaya kedaerahan yang menjadi kekayaan kuliner masyarakat kota Surabaya ini akan cepat hilang dan punah.
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Atas dasar itulah diperlukan inovasi baru dalam membudayakan kuliner khas Surabaya tersebut agar dikenal dan dinikmati oleh semua kalangan, tidak hanya sebatas orang tua saja. Selain itu dibutuhkan peremajaan dari berbagai sudut pandang secara pelembagaan bakul semanggi sendiri akan nilai dan eksistensinya sebagai bakul semanggi. Temuan penelitian ini berimplikasi secara teoritik menolak teori embeddednes Granovetter tentang jaringan dapat berperan sebagai sumber inovasi. Temuan penelitian ini menyatakan bahwa ketidakberdayaannya menembus pasar rakyat berarti jaringan yang terbentuk terbatas pada kalangan tertentu, yaitu orang-orang yang menjadi pelanggan karena ada keterikatan selera dan romantisme masa lalu dan satu lagi yang tidak sama dengan embeddedness Granovetter bahwa bakul semanggi gendong tidak pernah melakukan inovasi.
Proposisi Ke delapan Bakul semanggi gendong adalah pedagang kecil yang mandiri, menciptakan pasar sendiri, tidak membebani pemerintah, terutama di bidang permodalan, menjalin jaringan kepercayaan antara bakul semanggi, pelanggan, serta juragan. Pendekatan sosiologi ekonomi baru atau sering juga disebut pendekatan “keterlekatan” mengajukan pandangan yang lebih dinamis, yaitu bahwa kepercayaan tidak muncul dengan seketika tetapi terbit dari proses hubungan antar pribadi dari aktor-aktor yang sudah lama terlibat dalam perilaku ekonomi secara bersama. Kepercayaan
bukanlah
merupakan barang baku (tidak berubah), tetapi sebaliknya, ia terus-menerus ditafsirkan dan dinilai oleh para aktor yang terlibat dalam hubungan perilaku ekonomi. (Damsar,1997: 42). Menurut Gambetta (dalam Damsar,2011:201) diskusi sosiologis tentang kepercayaan umumnya dikaitkan dengan keterbatasan perkiraan dan ketidakpastian yang berkenaan dengan perilaku orang lain dan motif mereka. Setiap orang memiliki keterbatasan dalam
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
memperkirakan sesuatu untuk mengatasi ketidakpastian tersebut, maka dia harus menjalin hubungan kepercayaan dengan orang lain. Sejumlah penulis menyatakan bahwa orang bekerja sama untuk mencapai tujuantujuan mereka, tidak hanya harus mengenal satusamalainsebelumnya(Field, 2010: 101). Mereka juga perlu saling percaya dan berharap tidak akan dieksploitasi atau ditipu ketika bekerja sama. Transaksi ekonomi tidak dapat terjadi hanya karena kontrak dan kesepakatan yang dibuat bersama. Kesepakatan itu tidak mungkin dapat dipertahankan, jika masingmasing
pihak
tidaksalingpercaya.
Jadi,merekaakanmelaksanakanapayangtelah
menjadi
kesepakatan yang telah diputuskan. Lawang (dalam Damsar,2011:186) menyimpulkan inti konsep kepercayaan sebagai berikut: (i) hubungan sosial antara dua orang atau lebih. Termasuk dalam hubungan ini adalah institusi, yang dalam pengertian ini diwakiliorang. (ii) harapan yang akan terkandung dalam hubungan itu, yang kalau direalisasikan tidak akan merugikan salah satu atau kedua belah pihak. (iii) interaksi yang memungkinkan hubungan dan harapan itu berwujud. Terwujudnya harapan dan realisasi juga dapat memunculkan kepercayaan dari bakul semanggi gendong, pelanggan, dan juragan. Romantisme masa lalu yang terbangun, kejujuran, serta konsistensi yang tetap dipegang teguh oleh bakul semanggi gendong, akan memberi kepercayaan yang tulus terhadap pelanggan dan juragan yang rata-rata sudah berusia tua. Bakul semanggi gendong telah menciptakan pasar sendiri, tidak membebani pemerintah dalam hal apapun, misalnya permodalan, tempat berjualan, dan yang lainnya. Bahkan bakul semanggi sangat membantu pemerintah Kota Surabaya khususnya, terutama kental dan kuatnya tradisi budaya kulinernya tersebut. Hal inilah yang kiranya perlu diapresiasi, sehingga setiap peringatan hari jadi kota Surabaya, sebagian dari bakul semanggi
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
gendong ini ikut meramaikan dengan menampilkan dan menyuguhkan kelezatan kuliner khas Surabaya yang semakin langka ini. Kepercayaan tidak dapat muncul dengan seketika, melainkan membutuhkan proses dari hubungan antara pelaku-pelaku yang sudah lama terlibat dalam perilaku ekonomi secara bersama. Kepercayaan sangat penting dalam menjalin kerjasama dengan bakul semanggi dan pelanggan. Keberadaan pelanggan sangat berpengaruh terhadap hidup matinya suatu usaha dagang yang dimiliki oleh bakul semanggi gendong di kota Surabaya ini. Granovetter (dalam Damsar,1997:43-44) menjelaskan adanya keterlekatan perilaku ekonomi dalam hubungan sosial dimana melalui jaringan sosial yang terjadi dalam kehidupan ekonomi. Pada tingkatan antar individu, jaringan sosial dapat didefinisikan sebagai rangkaian hubungan yang khas di antara sejumlah orang dengan sifat tambahan, yang ciri-ciri dari hubungan ini sebagai keseluruhan, yang digunakan untuk menginterprestasikan tingkah laku sosial dari individu-indvidu yang terlibat. Granovetter (dalam Ritzer,2010:470-471) membedakan antara “ikatan kuat dan lemah”. Ikatan kuat misalnya hubungan antara seseorang dan teman karibnya, dan ikatan lemah misalnya hubungan antara seseorang dan kenalannya. Ikatan lemah dapat menjadi sangat penting, seorang individu tanpa ikatan lemah akan merasa dirinya terisolasi dalam sebuah kelompok yang ikatannya sangat kuat dan akan kekurangan informasi tentang apa yang terjadi di kelompok lain ataupun masyarakat luas. Granovetter juga menegaskan bahwa ikatan yang kuat pun mempunyai nilai, misalnya orang mempunyai ikatan memiliki motivasi lebih besar untuk saling membantu dan lebih cepat untuk saling memberikan bantuan. Fukuyama (2002: 332) menjelaskan bahwa melalui hubungan persahabatan atau pertemanan pun, dapat diciptakan jaringan yang memberikan saluran-saluran alternatif di dalam sebuah organisasi. Jaringan dengan kepercayaan tinggi akan berfungsi lebih baik dan lebih mudah dari pada dalam jaringan dengan kepercayaan rendah (Field,2010:103). Individu
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
yang mengalami pengkhianatan dari mitra dekat akan mengetahui betapa sulit menjalin kerjasama tanpa dilandasi kepercayaan. Jaringan dibangun oleh bakul semanggi gendong dengan pelanggannya di Surabaya serta juragan yang memasok bahan-bahan semangginya atas dasar kejujuran dan komitmen baik langsung maupun tak langsung telah terjalin dalam kurun waktu yang lama. Jadi wajar bila bakul semanggi gendong sengaja memperluas jaringan untuk memperluas hubungan dengan pelanggan baru guna memperkenalkan kuliner tradisional tersebut kepada masyarakat Surabaya yang lebih luas, guna mendukung eksis dan peningkatan kesejahteraan mereka dalam lingkungan budaya dan bersaing dengan kuliner lain yang lebih modern. Dengan demikian temuan ini berimplikasi secara teoritik menguatkan teori keterlekatan jaringan dari Granovetter tentang ikatan yang kuat terjalin antara bakul semanggi gendong, pelanggan dan juragan.
Proposisi Ke sembilan Makna ketangguhan
bakul seorang
semanggi perempuan
gendong untuk
menurut
pelanggan
mendukung
menggambarkan
perekonomian
keluarga,
keterbatasan, romantisme masa lalu, dan menjaga kearifan lokal. Modal sosial menunjukkan derajat kohesi sosial yang ada dalam suatu komunitas tertentu. Ia mengacu pada proses-proses antar orang yang membangun jaringan, normanorma, dan kepercayaan sosial, serta memperlancar koordinasi dan kerjasama saling menguntungkan. Nilai sosial ini kemudian terbentuk sebagai struktur sosial sebagaimana dikemukakan oleh oleh Coleman (Lawang, 2005:33), bahwa struktur sosial menunjuk pada hubungan
(relation),
jaringan
(network),
kewajiban,
harapan
(expectation)
yang
menghasilkan dan dihasilkan oleh kepercayaan (trust) dan sifat dapat dipercayai (trustworthiness) yang berkembang diantara orang-orang yang berhubungan dengan itu.
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Bakul
semanggi
gendong
adalah
perempuan-perempuan
pelaku
kegiatan
perekonomian yang terikat dengan interelasi serta kepercayaan masyarakat pelanggan kuliner semanggi. Bakul semanggi gendong adalah seorang perempuan yang kuat dan semangat dalam mempertahankan eksistensinya sebagai bakul semanggi gendong di Kota Surabaya. Nuansa romantisme masa lalu akan selalu melekat dikala para pelanggan semanggi tersebut dapat terpenuhi akan selera konsumsinya. Semoga saja kuliner semanggi akan tetap ada dan dapat ditemui ketika dibutuhkan, karena tidak menutup kemungkinan apabila bakul semanggi gendong tersebut semakin tua dan tidak ada yang melanjutkan, maka kuliner tersebut akan hilang, sehingga romantisme masa lalu juga akan punah. Itulah yang menjadi kekhawatiran para pelanggan di kota Surabaya. Banyak pelanggan yang menginginkan bahwa kuliner semanggi tersebut tetap dipertahankan. Bakul semanggi gendong adalah seorang perempuan tua yang kuat dan semangat demi mempertahankan perekonomian keluarga dan tradisi pelembagaan yang telah terbentuk sejak lama. Perempuan bakul semanggi gendong tersebut tetap konsisten dengan pilihannya untuk menjajakan semanggi di Surabaya. Bila kita melihat bakul semanggi gendong, dalam kaitannya dengan seni termasuk seni memasak dan seni berdagang. Dalam perspektif kehidupan berkesenian, nilai-nilainya terletak pada bagaimana kehidupan ini menjadi tentram, damai sejahtera, rukun, serasi, selaras, dalam kehidupan komunal masyarakatnya. Inilah kearifan lokal. Kearifan hidup dalam kesatuan masyarakat, bahwa kelompok adalah nilai normatif yang membentuk sistim ideologi, politik, ekonomi, pertahanan keamanan, sistim peribadatan, sistim berkesenian, dan sistim-sistim yang lain merupakan ekologi kehidupan masyarakat. Tradisi senyatanya dibentuk berdasarkan tata nilai yang terus berubah, semangat berubah, harapan berubah, karena berubah dan perubahan itu sendiri yang abadi. sehingga tradisional yang konvensional apabila dikukuhkan sebagai kekayaan abadi tanpa pemaknaan
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
yang wajar dan realistis, maka tradisional justru membunuh kearifan tradisinya. Perubahan dan berubah inilah merupakan realitas yang harus ditempatkan sebagai moto hidup, maka ia yang harus tetap dijaga dan dipelihara, seperti halnya bakul semanggi gendong di Surabaya.
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
1.
Simpulan Fenomenologi adalah salah satu pendekatan sosiologis dalam memahami suatu
peristiwa atau fenomena sosial. Dengan pendekatan ini penulis berusahauntuk masuk lebih dalam dengan memahami respon pertama individu (bakul semanggi gendong) dalam memaknai peristiwa yaitu tentang eksistensi, kelembagaan ekonomi dan migrasi sirkuler khasnya ke kota Surabaya. Kehidupan sosial sangat dipengaruhi oleh struktur-struktur eksternal di sekitar individu seperti keluarga, dan lingkungan, seperti yang dipahami oleh teori struktural. Individu melakukan sesuatu karena mereka bebas untuk melakukan atau membentuk kehidupan sosial mereka atau kebebasan berkehendak atau memilih. Individu itu sendiri yang membangun kontruksi tersebut, sehingga
kita memiliki pilihan untuk memilih dan
membentuk kontruksi sosial atau kehidupannya sendiri. Namun, teori fenomenologi lebih memusatkan perhatiannya pada individu dan mengesampingkan struktur lain. Individu bebas berkehendak dan memutuskan untuk melakukan suatu kegiatan dan berhak untuk menciptakan kehidupannya sendiri tanpa ada paksaan atau dorongan dari pihak lain. Dari perspektif fenomenologi, penelitian ini secara teorotik mampu: (1) memahami makna tindakan individu secara lebih mendalam, sehingga menghasilkan proposisi kualitatif yang lebih handal; (2) memahami makna tindakan melalui proses eksternalisasi, obyektivasi, dan internalisasi; (3) tidak sekedar menekankan aksinya, tetapi lebih menekankan makna dibalik tindakan (aksi) tersebut. Pada sisi lain, penelitian ini diharapkan dapat menambah temuan-temuan baru, yang khususnya belum banyak tersentuh. Demikian pula dari studi pustaka, menunjukkan terlalu minimnya literatur yang membahas tentang bakul semanggi gendong ini, padahal persoalan
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
pedagang yang lain atau bakul yang lain pada realitas sosialnya telah banyak berubah, namun bakul semanggi gendong tidak berubah walaupun jaman telah banyak berubah. Berkaitan dengan penelitian bakul semanggi gendong yang dilakukan dengan menggunakan metode fenomenologi, dapat disimpulkan seperti berikut. 1.1. Simpulan berkait dengan eksistensi bakul semanggi gendong. Bakul semanggi gendong merupakan satu kesatuan yang lahir dengan identitas budaya tersendiri yang menjadi ciri khas masyarakat Kendung. Eksistensinya didukung oleh banyak faktor, yakni: faktor pendidikan yang rendah, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki terbatas, pengalaman, faktor lingkungan alam sekitar yang mendukung, serta pelanggan yang setia di kota Surabaya. Pemahaman bakul semanggi gendong khususnya tentang eksistensinya, dilihat dari because motives (motif sebab) adalah: Pertama:
Selama belasan tahun para bakul gendong sudah berpengalaman menjadi bakul gendong semanggi. Selain faktor turun- temurun, telah banyak pengalaman yang didapatkan seperti interaksi sesama bakul gendong terjalin baik, demikian juga interaksi bakul gendong semanggi dengan pelanggannya.
Kedua:
Eksisnya bakul gendong semanggi juga didukung oleh mudahnya para bakul gendong mendapatkan bahan baku, yaitu dengan menanam sendiri, atau mendapatkannya dari juragan.
Ketiga:
Eksisnya bakul gendong semanggi didukung dengan semangat yang kuat untuk melanjutkan tradisi krluarga.
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Keempat: Eksisnya bakul gendong semanggi juga didukung oleh pelanggan yang setia di Kota Surabaya untuk tetap menjajakan semanggi karena penghasilan yang diperolehnya cukup banyak. Kelima:
Eksisnya bakul semanggi gendong juga dodorong oleh motivasi. Secara in order to motives (motif supaya), bakul semanggi gendong tetap
eksis, agar dapat memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan keluarganya, serta mempertahankan tradisi keluarganya. Dengan demikian, secara in order to motives, eksistensi bakul gendong semanggi Surabaya disebabkan oleh faktor ekonomi dan ekonomi tradisi. Selama ini harus diakui bahwa masih sedikit dan terbatasnya penelitian yang mendalam dan komprehensif
tentang bakul gendong semanggi.
Kajian
mendalam yang dimaksud adalah melihat bagaimana perilaku dan aktivitas para bakul gendong yang lebih didominasi oleh aspek ekonomi yang ternyata menyimpan potensi dan nilai-nilai sosial budaya. Nilai-nilai tersebut sesungguhnya merupakan suatu bentuk nilai yang muncul dari tatanan kedaerahan yang berbentuk ikatanikatan budaya, persaudaraan. Sehingga nilai-nilai inilah yang menjadi symbol kearifan lokal (local wisdom). Bakul semanggi gendong terinstitusi dalam keluarga dan lingkungan, bahkan lingkungan yang lebih luas, yaitu dusun. Ini merupakan institusi yang kompleks dari norma-norma dan tingkah laku yang terus bertahan seiring dengan waktu juga terkait dengan pelembagaan ekonomi dalam keluarga, dimana produksi yang menghidupkan rumah tangga sebagai kegiatan ekonomi dan kekuatan serta aktivitas yang menggerakkan kehidupannya. Ketergantungan ini merupakan yang eksis antara rasionalitas pemikiran ekonomi dan hubungan moral (hubungan keluarga, pertemanan, dan lingkungan).
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Bakul semanggi gendong mewakili masyarakat Kendung, Benowo, tentang bagaimana cara dan sifat lokal untuk tetap dapat bertahan hidup (survive). Hal ini merupakan realitas, tetapi juga sebuah proses ekonomi yang dilatar-belakangi oleh dukungan relasi sosial budaya secara kekeluargaan yang turun-temurun. Realitas itu bukan sesuatu yang dibuat-buat, tetapi ditetapkan menurut kejadian yang mengandung kreativitas, saling ketergantungan dan dialektika. Bakul semanggi gendong juga mampu menciptakan pasar sendiri, tanpa tergantung pada pasar yang ada. Ketika pasar tersegmentasi maka muncul kemudian relasi dan jejaring yang dibangun antar bakul (konsumen) dan juragan (pemasok). Jaringan ini dibangun dengan bermodalkan kepercayaan satu sama lain untuk tujuan bersama, dengan harapan tidak saling merugikan. Kepercayaan (trust) yang dibangun untuk kepentingan bersama antara kepemtingan ekonomi, sosial dan budaya agar tetap eksis. Kemajuan teknologi dan perkembangan zaman yang semakin memoles diri dan menjelma membentuksebuah peradaban yang semakin modern dan sarat sentuhan science dan teknologi, tidak kemudian menggerus dan menghilangkan nilai-nilai social capital yang telah dianut oleh masyarakat Kendung, terutama kaum perempuan. Perubahan kondisi sosial masyarakat secara universal tidaklah menjadi “bumerang” yang akan meredam eksistensi budaya kuliner lokal masyarakat Kendung, Benowo, Kota Surabaya. Hal tersebut terbukti dengan langgengnya bakul semanggi gendong yang sampai saat ini masih eksis. Salah satu faktor yang mendorong adalah budaya genetik atau budaya turun-temurun. 1.2. Simpulan berkait dengan
migrasi khas bakul semanggi gendong dan
maknanya.
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Pada dasarnya, migrasi adalah pergerakan penduduk secara geografis, atau perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat lain. Hugo (1986:59--83) membedakan migrasi dalam dua kategori, yaitu migrasi permanen dan non permanen. Perbedaannya terletak pada tujuan pergerakan tersebut. Jika seorang migran bertujuan untuk pindah tempat tinggal secara tetap, migran tersebut dikategorikan sebagai migran permanen, sebaliknya bila tidak ada niat menetap di tempat tujuan dikategorikan sebagai migran sirkuler. Mantra menambahkan satu lagi bentuk yang disebut komutasi (nglaju), yaitu pergerakan penduduk yang dilakukan dengan cara pergi ke tempat kerja dan pulang ke rumah pada hari yang sama. Dari hasil penelitian tentang makna migrasi sirkuler bagi bakul semanggi gendongdisimpulkan,bahwa migrasi sirkuler khas yang dilakukan bakul semanggi gendong
memiliki banyak makna (meaningfull), tidak hanya makna ekonomi
(materi) tetapi juga makna non-ekonomi, seperti makna; (1) relegiusitas, (2) kesadaran solidaritas, (3) kesadaran akan ilmu pengetahuan, dan (5) tradisi. Migrasi sirkuler khas bakul semanggi gendongyang dilakukan dengan maksud mengubah kondisi ekonomi keluarga yang serba kekurangan menjadi lebih baik sehingga dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, biaya pendidikan anak, kesehatan dan lain sebagainya menunjukkan makna ekonomi. Migrasi sirkuler, harus tetap mempertahankan kesadaran akan kewajiban beribadah,baiksholat wajib yang harus dilakukan maupun ibadah yang lainnya seperti
menjual dengan keuntungan yang sewajarnya, tidak pelit, bahkan
menyediakan kuliner khas yang langka seperti semanggi ini adalah merupakan sebuah ibadah. Selain untuk memenuhi tambahan kebutuhan keluarga, dengan migrasi sirkuler bakul semanggi gendong akan bermanfaat bagi orang lain atau pelanggan yang kangen akan kuliner khas Surabaya, sekaligus ikut melestarikan
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
budaya kulinernya, itu adalah wujud ibadah, dengan demikian migrasi sirkuler bakul semanggi gendong menunjukkan makna religius. Makna yang lain dari migrasi sirkuler adalah makna solidaritas, tidak hanya pada saat melakukan migrasi saja, tetapi akibat dari perjalanan migrasi sirkuler tersebut hubungan antar bakul semanggi gendong menjadi lebih dekat antara satu dengan yanglain, apalagi mereka merupakan tetangga, baik tetangga dekat maupun tetangga satu dusun, sehingga bila ada kesulitan akan saling membantu. Migrasi sirkuler juga bermakna pengetahuan, artinya bahwa:“Dengan melakukan migrasi sirkuler bakul semanggi gendong memikili kesadaran yang baik tentang pengetahuan, terutama diri sendiri tentang anak-anak mereka akan pentingnyapendidikan, sehingga terdorong untuk memberikan pendidikan terhadap anak-anak lebih baik seperti orang-orang Surabaya, dan terbukti dari beberapa bakul semanggi gendong ada yang bisa menjadikan anak mereka sampai sarjana. Selain itu pula, migrasi sirkuler bakul semanggi gendong bermakna tradisi, artinya adalah bahwa migrasi yang dilakukan oleh bakul semanggi gendong sudah merupakan tradisi yang turun temurun dari para pendahulu keluarga bakul semanggi gendong sendiri. Pekerjaan
perempuan
sebagai
bakul
semanggi
gendong
telah
mengakibatkan selain memiliki peran ganda juga beban ganda. Sejak malam hingga sore hari, perempuan bakul semanggi gendong mempersiapkan diri dan menjajakan semanggi dengan bermigrasi sirkuler ke Kota Surabaya. Ketika kembali di sore hari, ia harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan kadang kala turut membantu pekerjaan kebun. Padatnya kegiatan yang dilakukan itu membuat perempuan bakul semanggi gendong mengorbankan waktu untuk kegiatan individual dan istirahat, mereka mengabaikan kesehatannya, tidak mempunyai waktu untuk meningkatkan
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
kemampuan dirinya, dengan kata lain mereka memaksakan diri demi ekonomi dan kebutuhan keluarga, serta budaya. Budaya gorong royong dan bekerja sama masih diterapkan oleh bakul semanggi gendong. Walaupun dalam bentuk solidaritas ke sesama bakul semanggi gendong, tetapi hal ini sudah menjadi bukti bahwa keberadaan mereka sebagai bentuk yang tidak terorganisir, namun mereka memiliki rasa kekerabatan antar sesama bakul semanggi gendong yang sangat kuat. Berbagai penelitian terdahulu
yang sudah diungkapkan di muka
membuktikan bahwa, mayoritas perempuan dalam melakukan aksi perdagangan selalu didominasi oleh alasan ekonomi. Hal tersebut ternyata tidak terjadi pada aksi perdagangan yang dilakukan oleh bakul semanggi gendong. Ada dua alasan yang mendasari, yaitu: 1) tidak dapat dipungkiri mereka menjajakan kuliner semanggi, namun ternyata bukan semat-mata karena alasan ekonomi saja yang menjadi faktor penyebabnya, tetapi ada makna subyektif dari mereka bahwa dengan menjadi bakul semanggi gendong, mereka akan tetap eksis dalam ekonomi keluarganya dan sekaligus tetap mempertahankan tradisi keluarganya; 2)Dengan hasil penelitian ini, penulis sekaligus ingin memodifikasi, menambahkan tentang hasil penelitian oleh Lee tentang migrasi, khususnya migrasi sirkuler, yaitu dengan menambahkan kata khas (studi kasus bakul semanggi gendong) dalam migrasi sirkuler sehingga menjadi migrasi sirkuler khas, seperti yang dilakukan bakul semanggi gendong. 1.3. Simpulan berkait dengan makna bakul semanggi gendong bagi diri sendiri. Teori fenomenologi Berger dan Luckman digunakan untuk mengkonstruksi pemahaman bakul gendong semanggi tentang diri sendiri ini dibedakan dalam tiga momen, yaitu momen ekternalisasi, objektivasi, dan internalisasi.
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Proses eksternalisasi pada hakekatnya adalah proses penyesuaian dengan struktur sosial yang ada. Dalam hal ini adalah struktur sosial masyarakat sekitar bakul semanggi gendong yang didominasi oleh struktur masyarakat pedagang dan buruh. Bakul semanggi gendong dimaknai di lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar sebagai seorang perempuan yang bekerja sebagai bakul gendong di kota Surabaya, mempertahankan tradisi keluarga yang turun- temurun, dan menjadi tulang punggung bagi keluarga. Bakul semanggi gendong adalah sebuah fenomena sosial yang nyata, ada di dalam masyarakat dan merupakan bagian dari masyarakat Kendung yang bergerak pada sektor nonformal. Sebagai bagian dari ekonomi kerakyatan, tentu ada dampak positif yang bisa digali yaitu memupuk daya kerja keras, jujur dan belajar hidup tidak menggantungkan orang lain atau mandiri. Dengan keahlian memasak daun semanggi menjadi suatu kuliner yang khas dan menjadi ikon kuliner kota Surabaya serta digemari oleh masyarakat (terutama pelanggan), tentu akan menjadi beban tersendiri bagi bakul semanggi gendong untuk menjaga dan melestarikannya. Pada momen objektivasi diiketahui pula bahwa penjaja semanggi tradisional berjualan semanggi tidak hanya mendapatkan sisi komersial saja, namun mereka juga mendapatkan suatu rasa kebanggaan dan kepuasan dengan melestarikan semanggi dan menjual kepada masyarakat. Secara objektif, rata-rata bakul semanggi gendong dan pelanggannya adalah orang-orang tua, yang masih mengenal makanan semanggi dan rasa khasnya. Ini berarti
sangat langka dan bila tidak segera ditinjaklanjuti, terutama peran
pemerintah yang diharapkan, maka bukan tidak mungkin kuliner yang khas dan langka ini akan semakin dikejar waktu kemudian hilang.
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Pada momen internalisasi, bakul semanggi gendong memaknai dirinya sendiri sebagai seorang perempuan yang hidupnya sengsara, karena sebagai tulang punggung keluarga. Menjadi bakul semanggi gendong harus bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Oleh karena itu, menjadi bakul semanggi gendong harus bisa memasak daun semanggi menjadi kuliner yang lezat, menjajakannya dengan berkeliling di Kota besar Surabaya untuk menemui pelanggannya, bersaing dengan ekonomi metropolis dan bervariasinya kuliner tradisional yang lain. Demikian juga dengan pelanggan, ketika penulis mengungkapkan mengenai budaya lokal khususnya bakul semanggi gendong, maka hal tersebut dipandang sebagai sebuah fenomena sosial yang sarat akan makna. Makna bakul semanggi gendong menurut pelanggan “menggambarkan ketangguhan seorang perempuan untuk mendukung perekonomian keluarga, keterbatasan, menjaga kearifan lokal, dan mempertahankan tradisi leluhurnya”. Dengan demikian, makna bakul semanggi gendong, menurut pelanggan adalah: 1) Perempuan tangguh; 2) Keterbatasan(ekonomi, pendidikan, dan ketrampilan); 3) Menjaga kearifan lokal; 4) Mempertahankan tradisi leluhurnya; dan 5) Romantisme masa lalu. Secara umum, masalah yang diangkat dalam penelitian terdahulu tentang keterlibatan perempuan dalam perdagangan, lebih banyak memfokuskan tentang peran ganda perempuan dan keterlibatannya dalam perdagangan karena untuk menjaga kelangsungan hidup rumah tangganya. Adapun yang secara spesifik meneliti tentang makna dan eksistensinya, khususnya terkait dengan tradisi turun temurun yang dilakukan keluarga masih sangat sedikit dan jarang ditemukan, walaupun ada yang meneliti tentang strategi pedagang seperti, penelitian Endrizal
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
(2009) tentang strategi pedagang pasar tradisional menghadapi persaingan dengan pasar modern, penelitian Jamanirrizal (2009) tentang strategi pedagang kaki lima di kota Ranai Kabupaten Natuna agar tetap eksis. Akan tetapi, mereka meneliti pedagang secara umum, bukan secara spesifik pedagang perempuan saja seperti halnya bakul semanggi gendong di Kota Surabaya yang semuanya perempuan dan sudah usia tua.
2.
Saran-Saran Berdasarkan hasil penelitian yang berkaitan dengan proses migrasi sirkuler dan
makna migrasi sirkuler yang dilihat sebagai realitas subjektif dengan menggunakan pendekatan kualitatif, maka dapat disarankan sebagai berikut: 1. Kepada para peneliti sosial, khususnya peneliti yang ingin berkonsentrasi pada kajian sosial budaya, sosiologi ekonomi dan mobilitas penduduk (migrasi), untuk dapat mempertimbangkan kajiannya pada proses dan makna yang harus dilihat sebagai realitas subjektif, karena pada kenyataannya kebanyakan dari penelitian migrasi khususnya, hanya mengkaji dampak dan sebab migran melakukan migrasi, yang hasilnya sangat kental dengan persoalan-persoalan ekonomi dan kurang menyentuh dimensi sosialnya. Padahal mobilitas penduduk (migrasi) tidak bisa lepas dari persoalan sosial dan budaya. Maka aspek-aspek sosial budaya juga menjadi permasalahan tersendiri dari penelitian tentang bakul semanggi gendong ini. 2. Penelitian terhadap bakul semanggi gendong ini masih jauh dari apa yang seharusnya
digali lebih dalam lagi, misalnya tentang bagaimana pola pemasaran yang efektif tetapi tidak menghilangkan ciri khas yang sudah kental dengan bakul semanggi gendong dan kuliner semangginya. Untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut agar kuliner semanggi Surabaya tersebut lebih dikenal dan digemari oleh masyarakat lebih luas.
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
3. Kepada Pemkot Surabaya, disarankan agar ada kebijakan untuk menfasilitasi lebih dari
sekedar mengadakan acara kuliner hanya satu tahun sekali, namun fasilitas itu bisa membantu bakul semanggi gendongterus eksis dan dapat memenuhi standar hidup layak untuk keluarganya, misalnya; perbankan (koperasi simpan pinjam dengan bunga yang ringan), asuransi jaminan sosial, atau fasilitas lain yang bisa meringankan beban bakul semanggi gendong dan keluarganya.
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
DAFTAR PUSTAKA
Abustan MI. 1987. Gerak Penduduk pada Komunitas Padi Sawah : Studi kasus tiga daerah pedesaan Sulawesi Selatan.Disertasi pada Fakultas Pascasarjana IPB Bogor Agus Salim. 2005. Teori & Paradigma, Penelitian Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana Ali, Achsan Mustafa. 2008. Model Transpormasi Sosial Sektor Informal; Sejarah Teori dan Praksis pedagang Kaki Lima. Malang:Inspire _____ . 2008. Transformasi Sosial Masyarakat Marginal; Mengukuhkan Eksistensi Pedagang Kaki Lima Dalam Pusaran Modernita.Malang : Inspire Amien, M. 1983. Mobilitas Penduduk Pedesaan di Daerah Tingkat I Kabupaten Semarang dan Pengaruhnya terhadap Peningkatan Pendapatan. Disertasi pada Pascasasrjana UGM, Yogyakarta Azuma, Yoshifumi. 2001. Abang Beca, Sekejam-kejamnya Ibu Tiri, Masih Lebih Kejam Ibu Kota. Jakarta: Sinar Harapan Barker, Chris. 2005. Cultural Studies, Teori dan Praktek.Yogyakarta: Bentang Berger, P. and T. Luckmann. 1967. The Social Construction of Reality.London: Allen Lane. ______ . 1990. Tafsir Sosial atas Kenyataan, Risalah Tentang Sosiologi Pengetahua.Jakarta: LP3ES. Berger, Peter L. dan Luckman, Thomas. 1990. Tafsir Sosial atas Kenyataan, Risalah Tentang Sosiologi Pengetahua.Jakarta: LP3ES. Bintarto R. 1976. Pengantar Geografi Sosial. Yogyakarta: U.P. Spring ______ . 1977. Beberapa Aspek Geografi.Yogyakarta: U.P. Spring ______ . 1984. Urbanisasi dan Permasalahannya.Jakarta: Ghalia Indonesia ______. 1984. Interaksi Desa Kota dan Permasalahannya. Jakarta: Ghalia Indonesia Bintoro R., dan Sarastopo Hadisumarno. 1979. Metode Analisa Geografi/Jakarta: LP3ES. Bogdan, CR., Knopp B. 1982.Qualitative Research for Education: A Introduction to Theory and Meth. Boston: Ally and Bacon, Inc. Bogdan RC and Biklen SK. 1990. Riset Kualitatif Untuk Pendidikan : Pengantar ke Teori dan Metode, Alih Bahasa : Munandir.Jakarta: PAU, Dirjen Dikti, Depdikbud Bungin, Burhan. 2009. Sosiologi Komunikasi Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana Prenada Goup
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Craib I.. 1994. Teori-Teory Sosial Modern dari Parsons Sampai Habermes. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Daeng H.. 1992. Teori Migrasi, terjamahan A Theory of Migration.Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan, UGM. Damsar, 2002. Sosiologi Ekonomi, Edisi Revisi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Dorleans, Bernard. 1994.Perencanaan Kota dan Spekulasi Tanah di Jabotabek, dalam: Prisma No. 2 Tahun XXIII Pebruari 1994. De Soto, H. 1991.Pertumbuhan Ekonomi Bawah Tanah di Peru,dalam Prisma, No.5, Jakarta: LP3ES. Effendi S, 1981. Unsur-unsur Penelitian Ilmiah ; dalam Singarimbun M dan Effendi S (ed.): Metode Penelitian Survai, Edisi kedua.Yogyakarta: Pusat Penelitian dan Studi Kependudukan UGM. Evers, Hans-Dieter. 1982. Sosiologi Perkotaan, Urbanisasi dan Sengketa Tanah Indonesia dan Malaysia. Jakarta: LP3ES.
di
______. 1993. “Perubahan Kapasitas Penyerapan Tenaga Kerja di Sektor Informal”, dalam Populasi, 4 (1), Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan UGM. Evers, 1993, The Transformation of The Informal Sector In Indonesia: Social and Polotical Consequences Engkus Kurwarno. 2009,. Metode Penelitian Fenomenologi Konsepsi pedoman dan Contoh Penelitiannya.Bandung: Widya Padjadjaran Ferguson, H.. 2001.“Phenomenology and Social Theory, dalam George Ritzer dan Barry Smart.”, in Hand Book of Social Theory. London: SAGE Publication. Garson D. 1987. Political Science Method. Boston: Holbrook Press Inc. Gana, K, Judistira. 1999.Metode Penelitian Pendekatan Kualitatif.Bandung: Garna Primaco Akademika Granovetter, Mark. 1992. Economic Action and Social Structure: The Problem of Embeddedness dalam M. Granovetter dan R. Swedberg (Eds). The Sociology of Economic Life. pp. 53-81. Westview Press Inc. Boulder-San Fransisco Oxford. Gravovetter, Mark and Richard Swedberg (Ed), 1992. The Sociology of Economic Life, Westview Press Inc. Boulder-San Fransisco-Oxford Geertz,
Disertasi
Cliford. 1992. Tafsir Kebudayaan Hardiman).Yogyakarta: Kanisius
(diterjemahkan
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
oleh
Francisco
Budi
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Gilbert, Alan & Josef Gugler. 1996. Urbanisasi dan Kemiskinan di Dunia Ketiga. Yogyakarta: Tiara Wacana. Goldthorpe, J.E.. 1992. Sosiologi Dunia Ketiga, Kesenjangan dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia. Hartshorn, Truman A. 1980. Interpreting The City: An Urban Geography. Canada: John Wiley & Sons, Inc. Hauser, Phlilip M. 1985. Penduduk dan Masa Depan Perkotaan, Studi Kasus di Beberapa Daerah Perkotaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Harsojo. 1970. “Kebudayaan Sunda”,dalamKoentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Penerbit Djambatan. Harsojo. 1988. Pengantar Antropologi.Bandung: Binacipta Horton, Paul B dan Chester L. Hunt. 1996. Sosiologi.Jakarta: Penerbit Erlangga Harsojo. 1970. “Kebudayaan Sunda”, dalam Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Penerbit Djambatan Harsojo. 1988, Pengantar Antropologi. Bandung, Binacipta. Horton, Paul B dan Chester L. Hunt. 1996. Sosiologi. Jakarta: Penerbit Erlangga Herlianto. 1986. Urbanisasi dan Pembangunan Kota. Bandung: Alumni Hill RD and Shin VM.1990. Occupational and Spatial Mobility in an Overseas Chinese Agricultural Communit : The Hakkas of Kudat. Sabah, Malaysia : Sojourn Hugo GJ. 1975. Population Mobility in West Java, Ph.D. Thesis, Canberra: Dept. of Demography, A.N.U. Jurnal Penelitian Agro EkonomiVolume 29 No. 1, Juli 2011 Kanto S. 1991. Migrasi Sirkuler Tenaga Kerja di Daerah Pedesaan (Kasus untuk Komunitas Padi Sawah di Desa Beji, Kecamatan Beji, Kabupaten Pasuruan), dalam Kuswarno, Engkus, Metodologi Penelitian Komunikasi, Fenomenologi, Konsepsi. Malang : PPIIS Universitas Brawijaya ______. Pedoman dan Contoh Penelitian, Bandung:Widya Padjadjaran Karafir, YP. 1977. Pemupukan Modal Pedagang Kakilima: Studi Kasus di Daerah Tanah Abang Jakarta.Jakarta: Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial, Universitas Indonesia Knox, Paul. 1995. Urban Social Geography, An Introduction. England: Longman Scientific & Technical.
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Kurniadi, Tri & Hessel Nogi S.Tangkilisan. tth. Analisis Kebijakan Publik: Ketertiban Umum & Pedagang Kaki Lima di DKI Jakarta. Yoyakarta: YPAPI ______. 1991.“Mobilitas Penduduk di Daerah Pedesaan Jawa Timur; Kasus Sirkulasi dan Komutasi Tenaga Kerja di Daerah Pedesaan Lahan Kering”, (Makalah Seminar).Malang: PPIIS Universitas Brawijaya ______. 1992. Migrasi Sirkuler Tenaga Kerja di Daerah Pedesaan: Kasus di Desa Bedali, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang.Malang: PPIIS Universitas Braijaya ______. 1992. Migrasi Tenaga Kerja di Daerah Pedesaan Lahan Kering: Kasus Sirkulasi an Komutasi di Daerah Kabupaten Malang, Jawa Timur.Malang: Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Lauer RH. 1989. Perspektif Tentang Perubahan Sosial, Edisi kedua (penerjemah Alimandan), Jakarta: Penerbit Bina Aksara Lee, E. S.. 1966. A Theory of MigrationDemography 3 (1) 47-57. Alexandria: Population Association of America. ______.1984. Teori migrasi, Seri Terjemahan No.3.Yogyakarta: Pusat Kependudukan, Universitas Gadjah Mada
Penelitian
______. 1987. Teori Migrasi, Seri terjemah No. 3, Yogyakarta: PPK Universitas Gadjah Mada Leuwol E, 1988. Migrasi Sirkuler: Suatu Studi Kasus Tentang Kehidupan Penjahit di Kampung Pluit Jakarta, dalam Migrasi, Kolonisasi, Perubahan Sosial. Jakarta: YIIS Lipton M. 1986. Why Poor People Stay Poor, in Harriss J (ed.) Rural Development : Theories of Peasent Economy and Agrarian Change.London: Hutchinson University Librabry. Mabogunje AL. 1970. System Approach to a Theory of Rural-Urban Migratio. Ohio State University Press, Geographical Analysis, 2 : 1 -18. Manning, Chris & Tadjuddin Noer Effendi. 1985. Urbanisasi, Pengangguran dan Sektor Informal Kota. Jakarta: Gramedia Manning, C. dkk. 1987. Struktur Pekerjaan, Sektor Informal dan Kemiskinan di Kota, Pusat Penelitian Kependudukan.Yogyakarta: UGM. Maslow, Abraham H. 1984. Motivasi dan Kepribadian. Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo. Mulyana, D dan Rahmat, J. 2000, Komunikasi Antar Budaya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Miftah, Thoha. 2008, Perilaku Organisasi; konsep dasar dan aplikasinya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Mantra IB. 1981. Population Movement in Wet-Rice Communities : a case study of two dukuh in Yogyakarta special region.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. ______. 1987.“Mobilitas Penduduk dan Permasalahannya ke Kotamadya Surabaya, Surabaya”, Makalah Seminar Dampak Migrasi pada Perkembangan Perkotaan, FEUNAIR Surabaya. Mantra., I.B,, dan Sumantri, 1988, Migrasi Penduduk Aceh Berdasarkan Data Supas 1985.Jakarta: Kerjasama LDFE Universitas Syah Kuala dan Kantor Menteri Negara KLH. Mursito, Sunarto Ndaru. 1981.“Gambaran Umum Tentang Pembangunan Pedesaan di Indonesia, Suatu tinjauan atas kemiskinan structural di pedesaan Indonesia, dalam Analisa, No. 3, Jakarta, CSIS. McAuslan, Patrick. 1986. Tanah Perkotaan dan Rakyat Jelata. Jakarta: Gramedia. ______. 1989. Mobilitas Penduduk Sirkuler dari Desa Ke Kota di Indonesia.Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan UGM ______. Harahap N dan Sunarti. 1988. Analisis Migrasi Penduduk Berdasarkan Data Supas 1985 : Indonesia, Kerjasama antara Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup dengan PPK Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta: PPK UGM ______.
1989. Mobilitas Penduduk Sirkuler Dari Desa ke Kota Di Indonesia.Yogyakarta: PPK UGM, hal. 1 – 18.
Moleong J. L. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Nasikun, Juni 1980.“Urbanisasi Berlebih, Inovasi Perkotaan dan Radikalisme Politik di Negeri-negeri Berkembang”,dalam Prisma, No. 3 Th. 8. Nas, P.J.M.. 1979. Kota di Dunia Ketiga, Pengantar Sosiologi Kota. Jakarta: Bhratara. Nawawi, Hadari. 2001. Metodologi Penelitian Sosial, Yogyakarta: PN Gadjah Mada University Press Prasodjo, I.B. 2001. Menciptakan Harapan di Negeri Azab.Makalah.Tidak dipublikasikan. Jakarta: CERIC FISIP – UI.
Poloma, MM. 1984. Sosiologi Kontemporer.Jakarta : Penerbit CV. Rajawali Polanyi, Karl, 1994The Great Transformation : The Political and SOSIAL Origins of Our Time, Boston Press
Rahardjo. 1983. Perkembangan Kota dan Permasalahannya. Jakarta: Bina Aksara Rachbini, Didik J. & Abdul Hamid. 1994. Ekonomi Informal Perkotaan. Jakarta: LP3ES
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Ratna, Kutha. Metodologi penelitian Kajian Budaya dan Sosial Humaniora pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ritzer G, 1988, Contemporary Sociological Theory.New York : Alfred A, Knopf ______. 1992. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Gand. Jakarta : Cetakan 2, CV. Rajawali Pers Ritzer, G. & Douglas J. G, 2007, Teori Sosiologi Modern: Kencana.
Sajogyo. 1993.“Struktur Agraris di Pedesaan Jawa”, dalam Thema Majalah Dep. Transmigrasi dan PPH, Perspektif, No. III. Saunders, Peter. 1989. Social Theory and the Urban Question (Second Edition),. London: Unwin Hyman Ltd. Siahaan, Hotman M.. 1987. Pergeseran Okupasi Penduduk Pinggiran Kota Surabaya. Surabaya: Lembaga Penelitian Universitas Airlangga Soekamto, Soerjono. 1982. Sosiologi Suatu Penganta. Jakarta: Rajawali Press Soto, Hernando de, 1991, Masih Ada Jalan Lain, Revolusi Tersembunyi di Negara Dunia Ketiga. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Suharso.1972.“Urbanisasi di Indonesia: Sebuah Analisa Kejadian” dalamPrisma, No. 7 Desember 1972, Jakarta : LP3ES, hal. 13 – 28. Surbakti, R. 1997.“Teori-teori Sosial Mikro” (Bahan Kuliah). Surabaya: Pascasarjana Ilmuilmu Sosial, UNAIR ______. 1997.“Sektor Ekonomi Informal Menghindari Realita” (Makalah), tidak di publikasikan ______. 1987. “Hubungan Negara dengan Masyarakat: Proses Pembagian Lingkup Kontrol”(Makalah), tidak dipublikasikan Sutomo H. 1993. Hubungan Antara Mobilitas Horizontal dan Mobilitas Vertikal Migran Sirkuler Sektor Informal di Kota Wonosobo dan Cilacap. Yogyakarta: Disertasi, Universitas Gadjah Mada Suyanto, Bagong. 1996. Kemiskinan dan Kebijakan Pembangunan. Yogyakarta: Aditya Media Smelser, Neil J. dan R. Swedberg, 1994 (Eds). The Handbook of Economic Sociology. Princenton University Press. Princenton. UK. Swedberg, Richard (Ed). 1996. Economic Sociology. An Elgar Reference Collection. Edward Elgar Publishing Ltd. Cheltenham, UK –Brookfield. US.
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Swedberg, Richard. 2000. Principles of Economic Sociology. Princeton University Press. Princeton. New Jersey. UK Swedberg Ricard, 2003, Network Theory Organization Theory, Culrural Sociology
Tjiptoharijanto, Prijono. 1985. Mengenal Sektor Informal, dalam Warta Demografi, LDFEUI, Jakarta, No. 5, Th. XV. Todaro MP. 1969. A Model of Labor Migration And Urban Unemployment In Less Developed Countries, American Economic Review, 59 (1). Tukiran, 1986. Population Mobility and Migrant-Villages in East Java, M.A. Thesis, Canberra : Dept. of Demography, A.N.U. Turner JH. 1974. The Structure of Sociological Theory. Illinois: The Dorsey Press, Homeword. Wariso Ram. 1989. Migrasi Sirkuler dan Sektor Informal di Kotamadya Bogor. Bogor:Fakultas Pascasarjana, IPB. Yin, R. K,1995, Studi Kasus desain dan Metode, Radjawali press Jakarta.
Zeiltlin I.M, 1998, Memahami Kembali Sosiologi( Kritik Terhadap Teori Sosiologi. Kontemporer.: Gadjah Mada University Press.
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
BIODATA PENELITI
1.
Nama
:
Dra. Rindawati, MSi
2.
Tempat/Tgl. Lahir
:
Mojokerto, 8 Januari 1962
3.
NIP
:
196201081988032001
4.
Pangkat/Golongan
:
Penata / IV B
5.
Jabatan akademik
:
Lektor Kepala
6.
Tugas Tambahan
:
Sebagai Assesor Sertifikasi Guru
7.
:
24 tahun
8.
Masa Kerja Keseluruhan Univ./Fak./Jur.
:
Unesa/FIS/Geografi
9.
Pendidikan
:
− Sarjana (S1) Fakultas Ilmu Sosial, Jurusan Pendidikan Geografi, IKIP Negeri Surabaya, tahun 1987 − Magister (S2) Program Studi Ilmu-Ilmu Sosial, minat Sosiologi & Antrophologi, Universitas Airlangga Surabaya, tahun 1995. − Program Doktor (S3) Ilmu Ilmu Sosial di Universitas Airlangga tahun 2009-sekarang.
10.
Mata Kuliah yang diampuh
:
11.
Pengalaman
:
Disertasi
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Geografi Ekonomi Dasar-dasar Pendidikan IPS Geografi Transportasi Anthropologi, Sosiologi ISBD Kewirausahaan
Penelitian ( 5 tahun terakhir) a. Pemahaman siswa SD di Kota Surabaya terhadap Lingkungan Hidup, 2010 b. Hubungan tingkat Sosial Ekonomi Orang Tua terhadap Pola Pedidikan Anak, 2009
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
12.
Karya Ilmiah
:
13.
Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat
:
14.
Pengalaman Organisasi Profesi Himpunan Ilmiah
:
15.
Penghargaan yang diperoleh
Disertasi
1. Jurnal : Pemahaman Siswa SD terhadap Lingkungan Hidup di Kota Surabaya, 2010 2. Makalah Ilmiah : Pembangunan Industri dan Otonomi Daerah di Jawa Timur (Tinjauan Kewilayahan), 2009 3. Penulisan Buku ISBD : Manusia dan Lingkungan, 2005 4. Penulisan Buku : Anatomi Dan Perkembangan Teori Sosial, 2010 Pengabdian kepada Masyarakat Yang pernah dilakuuan a. Menatar Guru-guru SMU se Kotamadya Surabaya bidang sosiologi dan Antropologi, th. 2002 b. Menatar Guru-guru Madrasah Aliyah se Jawa Timur bidang Geografi, 2002 c. Praktik Masak-memasak kepada Ibu-Ibu PKK di Kematan Jatikalen, Kabupaten Nganjuk, th. 2003 d. Memberi Kuliah Tutorial Kepada Mahasiswa Universitas Terbuka, 2003 - sekarang e. Sebagai Asessor Akreditasi Sekolah SMA dan SMK di Jawa Timur (BASDA Jatim), 2005 – sekarang f. Sebagai Asesor Sergur 2007- sekarang, Rayon 14, Unesa 1. IGI (Ikatan Geograf Indonesia), 2002 – sekarang. 2. Hispisi( Ikatan Sarjana Ilmu Pengetatuan Sosial), 2003- sekarang.
1, Satya Lancana Karya Satya 10 tahun dari Presiden Republik Indonesia tahun 2000. 2. Satya Lancana Karya Satya 20 tahun dari Presiden Republik indonesia tahun 2011.
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Disertasi
EKSISTENSI BAKUL SEMANGGI GENDONG (Studi Tentang Kelembagaan Ekonomi Keluarga Dan Migrasi Khas Bakul Semanggi Gendong Di Kota Surabaya)
RINDAWATI