1
BAB OPTIKA GEOMETRIS Ketika kita memandang suatu benda, cahaya dan benda itu merambat langsung ke mata kita. Karena itu kita dapat melihat benda tersebut. Tetapi hanya sebagian benda yang memancarkan cahaya sendiri seperti matahari, lampu, dan nyala api. Sebagian besar benda-benda yang kita lihat tidak memancarkan cahaya sendiri seperti bulan, manusia, kertas, dan meja. Benda yang tidak memancarkan cahaya memantulkan cahaya dari sumber cahaya ke mata kita. Dengan demikian, apa yang terlihat, secara fundamental akan tergantung pada sifat cahaya. Oleh sebab itulah sifat cahaya selalu merupakan pokok bahasan yang menarik untuk dipelajari. Optika geometris adalah cabang ilmu pengetahuan tentang cahaya yang mempelajari sifat-sifat perambatan cahaya seperti pemantulan, pembiasan, serta prinsip jalannya sinar-sinar. 9.1
Pemantulan Cahaya
9.1.1 Berkas Cahaya Cahaya biasanya tampak sebagai sekelompok sinar-sinar cahaya atau disebut juga berkas cahaya. Perhatikanlah cahaya matahari yang masuk melalui celah kecil ke dalam ruangan gelap, atau jalannya sinar dan proyektor di bioskop, atau lampu sorot di panggung pertunjukan. Akan terlihat bahwa dalam zat antara yang serba sama, cahaya merambat menurut garis lurus berupa sinar cahaya. Gambar 9.1 memperlihatkan tiga jenis berkas cahaya, yakni sejajar (paralel), menyebar (divergen), dan mengumpul (konvergen).
Gambar 9.1 Tiga jenis berkas cahaya, (a) paralel, (b) divergen, dan (c) konvergen
9.1.2 Jenis-jenis Pemantulan Cahaya Jika sinar cahaya jatuh pada permukaan benda lalu dibalikkan kembali, kita sebut sinar itu dipantulkan. Ada dua jenis pemantulan cahaya, yaitu pemantulan baur dan pemantulan teratur. Pemantulan Baur Jika suatu berkas cahaya sejajar datang pada permukaan yang kasar (tidak rata), berkas cahaya tersebut akan dipantulkan ke berbagai arah yang tidak tertentu (Gambar 9.2). Pemantulan ini disebut pemantulan baur (difus) Pemantulan baur sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari. Jika tidak ada pemantulan baur, tempat-tempat yang terhalang dari cahaya matahari akan tampak gelap gulita.
http://atophysics.wordpress.com
2
Gambar 9.2 Pemantulan baur
Pemantulan teratur Jika suatu berkas cahaya sejajar datang pada permukaan yang rata seperti permukaan cermin datar atau permukaan air yang tenang, maka pemantulannya teratur (Gambar 9.3). Pemantulan ini disebut pemantulan teratur.
Gambar 9.3 Pemantulan teratur
9.1.3 Hukum Pemantulan Dalam membicarakan hukum pemantulan digunakan beberapa pengertian sebagai berikut: - sinar datang ialah sinar yang datang lurus pada permukaan benda, - sinar pantul ialah sinar yang dipantulkan oleh permukaan benda, - garis normal ialah garis yang dibuat tegak lurus pada permukaan benda, - sudut datang ialah sudut antara sinar datang dan garis normal, - sudut pantul ialah sudut antara sinar pantul dan garis normal. Berdasarkan percobaan, diperoleh hukum pemantulan sesuai dengan Gambar 9.4.
Hukum pemantulan 1. Sinar datang, sinar pantul, dan garis normal berpotongan pada satu titik dan terletak pada satu bidang datar. 2. Sudut datang (i) sama dengan sudut pantul (r). Secara sistematis dituliskan bahwa
i=r
............................
(9.1)
http://atophysics.wordpress.com
3 9.2 Pemantulan pada Cermin Datar 9.2.1
Sifat-sifat Bayangan pada Cermin Datar
Kita mendapatkan 5 sifat yang penting dari bayangan cermin datar, yaitu: (1) bayangan cermin sama besar dengan benda yang berada di depan cermin, (2) bayangan cermin itu tegak, artinya posisi tegaknya sama dengan posisi tegaknya benda, (3) jarak bayangan ke cermin sama jauhnya dengan jarak benda ke cermin, (4) bayangan cermin tertukar sisinya, bagian kanan benda menjadi bagian kiri bayangan, (5) bayangan cermin merupakan bayangan semu (maya), artinya tidak dapat ditangkap dengan layar. Bayangan nyata dan bayangan semu Gambar 9.5 memperlihatkan sinar-sinar cahaya yang datang dari benda dan dipantulkan oleh permukaan cermin datar. Tampaklah bayangan di belakang cermin. Jenis bayangan seperti ini, di mana sinar-sinar yang teramati sesungguhnya tidak lewat bayangan, disebut bayangan semu (maya). Oleh karena itu bayangan yang dihasilkan oleh cermin datar selalu bersifat maya. Bayangan yang dapat dibentuk atau ditangkap pada layar disebut bayangan sejati (nyata). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa titik bayangan adalah titik potong berkas sinarsinar pantul. Titik bayangan disebut sejati (nyata) bila titik potong tersebut merupakan titik potong sinar-sinar pantul yang konvergen. Titik bayangan disebut semu bila titik potong tersebut merupakan perpanjangan sinar-sinar pantul (biasanya digambar dengan garis putusputus) yang divergen.
Gambar 9.5 Sinar-sinar dari benda dipantulkan oleh cermin, terbentuk bayangan di belakang cermin dengan jarak s = s
9.2.2 Melukis Pembentukan Bayangan pada Cermin Datar Untuk melukis pembentukan bayangan pada cermin datar, dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: (1) lukis sinar pertama yang datang dari benda menuju ke cermin dan lukis sinar pantulnya ke mata sesuai dengan hukum pemantulan, yaitu sudut datang = sudut pantul, (2) lukis sinar kedua seperti halnya pada butir (1) di atas, (3) perpanjang sinar pantul pertama dan sinar pantul kedua sehingga berpotongan di belakang cermin; perpotongan inilah yang merupakan letak bayangan.
Gambar 9.6 Lukisan pembentukan bayangan pada cermin datar http://atophysics.wordpress.com
4 Dengan memperhatikan langkah-langkah tersebut, pelajari hal pembentukan bayangan seperti yang dilukiskan pada Gambar 9.6.
9.2.3
Jumlah Bayangan yang Dibentuk oleh Dua Buah Cermin Datar
Pada Gambar 9.7 (a) bayangan yang terjadi dan benda O dilukiskan dengan menggunakan prinsip hukum pemantulan. Sinar-sinar yang digambarkan diberi simbol dengan satu tanda panah ( ) dan terbentuk 3 buah bayangan.
Gambar 9.7 Bayangan yang dibentuk oleh dua cermin datar dilukiskan dengan bantuan Iingkaran berpusat di P untuk (a) sudut 90º dan (b) sudut 60º.
Melukis bayangan dapat dilakukan secara lebih sederhana dengan menggunakan metode Iingkaran. Berikut ini akan kita tentukan jumlah bayangan yang dibentuk oleh dua buah cermin yang membentuk sudut 90° dan 60° Dua buah cermin membentuk sudut 90° (Gambar 9.7(a)) (1) Gambarkan lingkaran dengan pusat di titik P (perpotongan kedua cermin) dan jari-jari PO. (2) Tarik garis dari O tegak lurus pada cermin M1 hingga memotong lingkaran di titik I1.I1 adalah bayangan benda O oleh cermin M1. (3) Tarik garis dari I1 tegak lurus pada cermin M2 hingga memotong lingkaran di titik I12.I12 adalah bayangan I1 oleh cermin M2. Karena I12 terletak di dalam juring RPQ, tidak mungkin lagi dibentuk bayangan dan I12 (4) Tarik garis dari O tegak lurus pada cermin M2 hingga memotong lingkaran di titik I2.I2 adalah bayangan benda O oleh cermin M2 (5) Tarik garis dari I2 tegak lurus pada cermin M1 hingga memotong lingkaran dan ternyata di titik I12.I12 adalah bayangan I2 oleh cermin M1. Karena I12 terletak di juring RPQ, maka tidak mungkin lagi dibentuk bayangan dari I12 (6) Ternyata dua buah cermin yang membentuk sudut 90° menghasilkan tiga buah bayangan.
http://atophysics.wordpress.com
5 Dua buah cermin membentuk sudut 60° (Gambar 9.7(b)) Dengan metode lingkaran seperti di atas diperoleh urutan pembentukan bayangan sebagai berikut. (1) O membentuk bayangan I1 oleh M1, lalu I1 membentuk bayangan I12 oleh M2 dan M12 membentuk bayangan I121 oleh M1. Karena I121 terletak di dalam juring RPQ maka tidak dibentuk lagi bayangan dan I121 (2) O menghasilkan bayangan I2 oleh M2, lalu I2 menghasilkan bayangan I21 oleh M1 dan I21 menghasilkan bayangan I212 oleh M2. Ternyata I212 berimpit dengan I121 dan berada di dalam juring RPQ sehingga tidak dihasilkan lagi bayangan dan I212 (3) Ternyata dua buah cermin yang membentuk sudut 60° menghasilkan lima buah bayangan Apabila sudut apit dua buah cermin datar besarnya diubah-ubah, maka secara empiris jumlah bayangan yang dihasilkan memenuhi hubungan
n= dengan n
α0
−m
.........................
(9.2)
= jumlah bayangan yang dihasilkan, ° = sudut apit kedua cermin datar
m = 1 jika
9.3
3600
360° genap, α°
atau m = 0 jika
360° ganjil α°
Pemantulan Pada Cermin Lengkung
Cermin lengkung merupakan bagian dari permukaan sebuah bola yang berongga seperti tampak dalam Gambar 9.8. Garis PA yang melewati pusat bola dan tegak lurus terhadap permukaan adalah sumbu utama cermin. Jika cahaya dipantulkan dari sisi dalam bola, maka cermin disebut cermin cekung. Sebaliknya, jika cahaya dipantulkan dari sisi luar bola, maka cermin disebut cermin cembung.
Gambar 9.8. Cermin lengkung sebagai bagian dari bola
9.3.1
Cermin Cekung
Cermin cekung bersifat konvergen, yaitu bersifat mengumpulkan sinar. Berkas sinar sejajar sumbu utama dipantulkan mengumpul pada suatu titik yang dinamakan titik fokus (F) cermin. Apakah yang menentukan panjang fokus sebuah cermin cekung? Bayangkan sebuah sinar datang yang paralel tehadap sumbu utama CB dan mengenai cermin di A pada Gambar 9.9. Garis CA adalah radius cermin sehingga tegak lurus terhadap permukaan cermin, dengan kata lain CA adalah garis normal. Dengan menerapkan hukum pemantulan, maka sinar pantul dapat dilukiskan. Karena sinar datang sejajar dengan sumbu utama maka sudut FCA = i (berseberangan di dalam dengan sudut datang). Dengan demikian segitiga CFA adalah segitiga
http://atophysics.wordpress.com
6 sama kaki sehingga CF = AF. Jika sinar datang tidak terlalu jauh dan sumbu utama sehingga titik A dekat dengan titik B, maka FA dan CF mendekati nilai FB. Karena CF + FR adalah radius cermin (R), maka diperoleh
FB = f =
R 2
.........................
(9.3)
Dengan f adalah jarak focus cermin
Gambar 9.9 Cermin cekung memenuhi hukum pemantulan
Sinar-sinar istimewa pada cermin cekung Dari semua cara yang mungkin untuk melukiskan sinar yang berasal dari sebuah benda menuju sebuah cermin, hanya ada 3 yang utama dan berguna untuk menentukan lokasi bayangan (Gambar 9.10), yaitu (1) sinar datang yang paralel dengan sumbu utama dipantulkan melalui titik fokus, (2) sinar datang yang melalui titik fokus dipantulkan paralel dengan sumbu utama, (3) sinar datang yang melalui titik pusat kelengkungan cermin dipantulkan melalui titik itu juga.
Gambar 9.10 Tiga jenis sinar istimewa yang diperlukan untuk menentukan lokasi bayangan yang terbentuk pada cermin cekung
http://atophysics.wordpress.com
7 Melukis pembentukan bayangan pada cermin cekung Untuk melukis pembentukan bayangan pada cermin cekung, dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: (1) lukis dua buah sinar istimewa (lebih sederhana menggunakan sinar 1 dan sinar 3), (2) sinar selalu datang dari depan cermin dan dipantulkan kembali ke depan, perpanjangan sinar-sinar di belakang cermin dilukis sebagai garis putus-putus, (3) perpotongan kedua buah sinar pantul yang dilukis pada langkah (1) merupakan letak bayangan. Jika perpotongan didapat dari sinar pantul terjadi bayangan nyata (sejati), akan tetapi jika perpotongan didapat dari perpanjangan sinar pantul, bayangan yang dihasilkan adalah maya (semu). Gambar 9.11 menunjukkan hasil melukis pembentukan bayangan dengan menggunakan 2 sinar istimewa yang melalui fokus untuk 3 posisi benda.
Gambar 9.11 Formasi bayangan pada cermin cekung untuk 3 lokasi benda.
Dari formasi bayangan di atas dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: (1) Jika benda terletak pada jarak yang lebih besar dari fokus cermin cekung, bayangan yang berbentuk bersifat sejati, terbalik, dan di depan cermin, (2) Jika benda terletak pada jarak yang lebih kecil dari fokus cermin cekung, bayangan yang terbentuk bersifat maya, terbalik, dan di belakang cermin, (3) Bayangan nyata selalu terletak di depan cermin dan terbalik. Bayangan maya selalu terletak di belakang cermin, tegak, dan diperbesar. Rumus umum cermin Iengkung
Gambar 9.12 Peragaan prinsip kesebangunan untuk menurunkan rumus umum cermin
http://atophysics.wordpress.com
8 Untuk menurunkan suatu persamaan matematis yang menggambarkan lokasi sebuah bayangan, kita perlu memperhatikan Gambar 9.12. Bagian (a) dari gambar menunjukkan suatu sinar dan puncak benda yang akan dipantulkan melalui puncak bayangan dengan sudut datang yang sama dengan sudut pantul. Karenanya kita dapat melihat 2 buah segitiga yang sebangun sehingga berlaku
h s = h' s ' Pada bagian (b) ditunjukkan sinar yang datang dan benda melalui titik fokus F yang dipantulkan sejajar dengan sumbu utama melalui bayangan sehingga pada titik F tampak dua buah sudut yang sama karena bertolak belakang. Dengan demikian kita dapat melihat segitiga yang melalui benda dengan segitiga yang melalui cermin adalah sebangun. Bagian cermin bisa dianggap lurus untuk sinar-sinar yang tidak jauh dari sumbu utama. Dari prinsip kesebangunan diperoleh
h s− f s s− f = atau = h' f s' f Setelah itu persamaan diatas dibagi s, maka
1 s− f s f 1 1 = − = − = s' sf sf sf f s Sehingga
1 1 1 = + f s s'
............................
(9.4)
Dengan:
f =
R = jarak focus cermin, dengan R adalah jari-jari kelengkungan 2
s = jarak benda ke cermin s ' = jarak bayangan ke cermin Persamaan cermin lengkung ini dapat dipisahkan untuk menghitung langsung s, s’, atau f sebagai berikut:
s=
s' f sf ss ' ; s' = ;f = s '− f s− f s + s'
Mengingat pendekatan yang dilakukan untuk penurunan rumus di atas, maka Persamaan (9.4) berlaku untuk sinar-sinar paraksial, artinya sinar-sinar yang dekat dengan sumbu utama. Persamaan (9.4) ini dapat diterapkan untuk cermin cekung dan cermin cembung. Dalam perhitungan harus diperhatikan perjanjian tanda berikut. s bertanda + jika benda terletak didepan cermin (benda nyata) s bertanda – jika benda terletak dibelakang cermin (benda maya) s’ bertanda + jika bayangan terletak didepan cermin (bayangan nyata) s’ bertanda – jika bayangan terletak dibelakang cermin (bayangan maya) f dan R bertanda + untuk cermin cekung f dan R bertanda – untuk cermin cembung Bayangan yang dibentuk oleh cermin dapat lebih besar atau lebih kecil dari ukuran bendanya. Untuk menyatakan perbandingan ukuran bayangan terhadap bendanya digunakan konsep perbesaran Ada 2 jenis perbesaran yaitu perbesaran linear dan perbesaran angular (sudut). http://atophysics.wordpress.com
9 Pada bab ini akan dibahas perbesaran linear. Perbesaran linear didefinisi sebagai perbandingan antara tinggi bayangan dengan tinggi benda. Secara matematis dituliskan
M =
h' s ' = h s
.........................
(9.5)
Dengan: M = perbesaran linear bayangan h = tinggi bayangan h = tinggi benda
Aberasi sferik pada cermin Dalam kenyataan, tidak semua sinar sejajar sumbu utama cermin cekung dipantulkan tepat ke titik fokus. Sinarsinar datang yang makin jauh dari sumbu utama cermin dipantulkan semakin mendekati cermin. Sinar-sinar pantul ini saling berpotongan membentuk bidang lengkung yang meruncing dengan titik puncaknya di titik fokus F seperti tampak pada Gambar 9.13. Garis lengkung ini disebut garis kaustik. Keadaan ini akan menimbulkan kelainan-kelainan pada bayangan. Kelainan-kelainan pada bayangan yang terjadi karena permukaan lengkung (sferik) dinamakan aberasi sferik. 9.3.2
Gambar 9.13 Aberasi Sferik pada cermin
Cermin cembung
Cermin cembung adalah bagian dari sebuah bola yang memantulkan sinar dari bagian luar bola. Cermin cembung bersifat divergen, yaitu bersifat memencarkan sinar. Berkas sinar sejajar sumbu utama dipantulkan berpencar. Perhatikan Gambar 9.14 dan hukum pemantulan serta geometri yang terlibat yaitu bahwa beberapa sudut ternyata sama besar. Segitiga AFC sama kaki, sehingga AF = FC. Jika panjang AB kecil dibandingkan jari-jari kelengkungan cermin, maka AF nyaris sama dengan BF. Sebagai akibatnya, BF FC, sehingga titik fokus dapat dianggap berada di pertengahan antara cermin dan pusat kelengkungan, artinya jarak fokus = setengah dari jari-jari kelengkungan.
Gambar 9.14 Cermin cembung memenuhi hukum pemantulan
http://atophysics.wordpress.com
10
Sinar-sinar istimewa pada cermin cembung Mengacu pada argumen yang sama dengan pemantulan pada cermin cekung, maka dapat dirumuskan aturan pelukisan diagram sinar untuk cermin cembung sebagai berikut: (1) sinar datang yang paralel dengan sumbu utama dipantulkan seolah-olah berasal dari titik fokus (Gambar 9.15a), (2) sinar datang yang menuju titik fokus dipantulkan paralel dengan sumbu utama (Gambar 9.15b), (3) sinar datang yang menuju pusat kelengkungan dipantulkan melalui lintasan yang sama (Gambar 9.15c).
Gambar 9.15 Tiga jenis sinar istimewa pada cermin cembung
Melukis pembentukan bayangan pada cermin cembung Dua jenis sinar istimewa, yang pertama dan ketiga dilukiskan dalam Gambar 9.16. Buktikan bahwa garis-garis pada gambar sesuai dengan aturan pelukisan diagram sinar untuk cermin cembung. Perhatikan bahwa sinar-sinar pantul seolah-olah muncul dari bayangan di belakang cermin. Bayangan ini bersifat maya, tegak, dan diperkecil. Untuk benda nyata yang terletak di muka cermin cembung selalu akan dihasilkan bayangan maya, tegak, dan diperkecil. Oleh karena itu, cermin ini pengemudi dapat melihat kendaraan di belakangnya dengan Gambar 9.16 Lukisan pembentukan bayangan medan penglihatan yang Iebih luas. Namun, pada cermin cembung karena bayangan yang dihasilkan lebih kecil, kendaraan dibelakangnya tampak Iebih jauh dariPada jarak yang sesungguhnya sehingga pengemudi perlu berlatih menafsirkan jarak yang sesungguhnya. berdasarkan peng1ihatan bayangan dari kaca spion.
Rumus umum cermin cembung Rumus-rumus yang berlaku pada cermin cekung serta perjanjian tandanya berlaku juga untuk cermin cembung sehingga dapat dituliskan ulang
http://atophysics.wordpress.com
11
1 R 2 1 1 1 Persamaan (9.4) : = + f s s' h' s ' Persamaan (9.5) : M = = h s Persamaan (9.3) : f =
s' f s '− f sf s' = s− f ss ' f = s + s' s=
Hal-ha1 yang perIu diperhatikan adaIah (1) jarak focus (f) dan jari-jari (R) pada cermin cembung selalu bertanda negatif (2) untuk benda nyata di depan cerrnin cembung selalu terbentuk bayangan maya jadi nilai s’ pada cermin cembung bertanda negatif
Dua buah cermin saling berhadapan Untuk melukis bayangan yang terjadi pada dua cermin yang dipasang berhadapan, arah sinar diambil dari benda ke salah satu cermin lebih dahulu, kemudian dipantulkan kecermin yang lain hingga terjadi bayangan akhir seperti tampak pada gambar 9.17. cermin cekung menghasilkan bayangan A B .Bayangan cermin cekung ini berfungsi sebagai benda terhadap cermin cembung sehingga menghasilkan bayangan akhir A B
Gambar 9.17 Benda AB terletak di antara cermin cekung dan cermin cernbung yang saling berhadapan
Dari gambar terlihat jarak antara cermin I dengan cermin II adalah
d = s 'I + sII
.........................
(9.6)
Dengan: d = jarak cermin I dengan cermin II sI = jarak bayangan I terhadap cermin I sII = jarak benda II terhadap cermin II Perjanjian tanda untuk jarak benda dan jarak bayangan tetap harus diterapkan untuk Persamaan (9.6) dalam setiap perhitungan Perbesaran total untuk sistem dua cermin adalah
http://atophysics.wordpress.com
12
M tot = M I × M II =
s ' I s 'I × sI sII
......................
(9.7)
dengan: Mtot = M1 = M11 = 9.3.3
perbesaran total, perbesaran cermin I, perbesaran cermin II. Menentukan Sifat Bayangan dengan Metode Penomoran Ruang
Menentukan sifat bayangan dengan metode penomoran ruang disebut juga sebagai dalil Esbach. Esbach membagi-bagi daerah di sekitar cermin menjadi ruang. Setiap ruang diberi nomor. Penomoran ruang benda dan bayangan untuk cermin cekung dan cermin cembung sama seperti yang tampak pada gambar berikut.
Gambar 9.18 Penomoran ruang pada cermin Iengkung, (a) cermin cekung dan (b) cermin cembung
Daerah di sekitar cermin lengkung dibagi menjadi 4 ruang, yaitu: 1. daerah antara O dan F disebut ruang 1, 2. daerah antara F dan C disebut ruang 2, 3. daerah di sebelah kiri C disebut ruang 3, 4. daerah di belakang cermin cekung dan di depan cermin cembung disebut ruang 4. Metode penomoran ruang menurut dalil Esbach; (1) Jumlah nomor ruang benda (Rbenda) dengan nomor ruang bayangan (Rbayangan) = 5 (2) Untuk setiap benda nyata dan tegak maka. - semua bayangan yang terletak di depan cermin ada1ah nyata dan terbalik - semua bayangan yang terletak dibelakang cermin adalah maya dan tegak (3) Bila nomor ruang bayangan lebih besar daripada nomor ruang benda,maka bayangan diperbesar; tetapi bila nomor ruang bayangan lebih kecil daripada nomor ruang benda, maka bayangan diperkecil
Catatan: Untuk cermin cekung, benda yang terletak di titik fokus, bayangannya terletak di tak terhingga; akan tetapi benda yang terletak di pusat kelengkungan, bayangannya di pusat kelengkungan juga, tetapi dengan posisi terbalik, nyata, dan sama besar dengan bendanya.
http://atophysics.wordpress.com
13 9.4
Pembiasan Cahaya
Di udara, cahaya merambat dengan kecepatan 300 000 km/s. Ketika berkas cahaya melalui kaca, kecepatannya berkurang menjadi 200000 km/s. Pada saat kecepatannya berkurang atau bertambah, berkas cahaya akan membelok. Pembelokan atau perubahan arah cahaya ketika memasuki kaca atau benda Indeks bias bening lainnya disebut pembiasan (refraksi). Pembiasan cahaya tejadi karena relatif dalam zat antara (medium) yang berbeda, besarnya cepat rambat cahaya juga berbeda. 9.4.1
Hukum Pembiasan
Gambar 9.19 memperlihatkan sinar yang merambat dari udara ke air. Sudut 1 adalah sudut datang, dan sudut θ2 adalah sudut bias. Sebagian berkas cahaya juga dipantulkan oleh air dengan sudut pantul r. Akan tetapi, dalam bahasan ini peristiwa pemantulan diabaikan. Kenyataan menunjukkan bahwa: (1) sinar datang dan medium (zat optik) yang kurang rapat ke medium yang lebih rapat dibiaskan mendekati normal, (2) sinar datang dan medium yang lebih rapat ke medium yang kurang rapat dibiaskan menjauhi normal, (3) sinar datang yang tegak lurus bidang batas Gambar 9.19 Peristiwa pembiasan untuk tidak dibiaskan melainkan diteruskan sinar dari udara ke air
Hukum pembiasan didapatkan dengan percobaan oleh Willebrord Snell (1591-1626) dan diturunkan dengan menggunakan teori korpuskuler cahaya oleh Rene Descartes (1596 - 1650). Hukum Snelilius dengan bentuk matematis adalah sebagai berikut.
n1 sin θ1 = n2 sin θ 2
.........................
(9.8)
di mana n1 hanya tergantung pada medium 1 dan n2 hanya tergantung pada medium 2. konstanta n dinamakan indeks bias medium. Indeks bias ini terdiri dan dua jenis yaitu indeks bias mutlak dan indeks bias relatif. Indeks bias mutlak Indeks bias mutlak suatu medium didefinisikan sebagai perbandingan cepat rambat cahaya di ruang hampa (c) terhadap cepat rambat cahaya di medium tersebut (v). ini dapat dirumuskan sebagai
n=
c v
.........................
(9.9)
Kecepatan cahaya paling besar adalah di ruang hampa (c = 3 × 108 m/s) sedangkan kecepatan cahaya di dalam suatu medium selalu lebih kecil daripada di ruang hampa. Akibatnya, indeks bias mutlak suatu medium n 1.
http://atophysics.wordpress.com
14 Indeks bias relatif Indeks bias relatif suatu medium didefinisikan sebagai perbandingan indeks bias mutlak medium tersebut terhadap indeks bias mutlak medium lain. Dengan memperhatikan Persamaan (9.9), indeks bias relatif ini dapat dirumuskan sebagai
n12
n1 v2 = n2 v1
.........................
(9.10)
Dengan n12 n1 n2 v1 v2
= = = = =
indeks bias relative medium 1terhadap medium 2 indeks bias mutlak medium 1 indeks bias mutlak medium 2 laju cahaya dalam medium 1 laju cahaya dalam medium 2
Karena indeks bias relatif adalah perbandingan indeks bias 2 medium, maka indeks bias relatif ini bisa bernilai lebih besar atau lebih kecil dan satu. Mengingat hukum Snellius sesuai dengan Persamaan (9.8) serta indeks bias dan sifat gelombang, maka diperoleh hal sebagai berikut.
n1 sin θ 2 n sin θ 2 = → n12 = 1 = n2 sin θ1 n2 sin θ1 λ n1 v2 fλ2 n v = = → 1 = 2 = 2 n2 v1 fλ1 n2 v1 λ1 n sin θ 2 v2 λ2 n12 = 1 = = = ...................... (9.11) n2 sin θ1 v1 λ1
n1 sin θ1 = n2 sin θ 2 →
Dari Persamaan (9.11) dapat disimpulkan bahwa pada peristiwa pembiasan cahaya, kecepatan, dan panjang gelombang berubah tetapi frekuensi konstan. Indeks bias beberapa medium dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 9.1 Indeks bias mutlak beberapa medium Medium Udara* Air Etanol Asenol Kuarsa Benzena Lucit *
Indeks bias 1,0003 1,33 1,36 1,36 1,46 1,50 1,51
Medium Kaca NaCl Polistirena CS2 Kaca halus Etilena yodida Intan
Indeks bias 1,52 1,53 1,59 1,63 1,66 1,74 2,42
Pada suhu dan tekanan standar
9.4.2
Beberapa Contoh Peristiwa Pembiasan
Tinggi semu akibat pembiasan Jika benda yang berada dalam medium yang lebih rapat diamati oleh pengamat yang berada dalam medium yang kurang rapat, maka tinggi bayangan semu lebih kecil dibandingkan dengan tinggi sebenamya. Gejala mi dikenal sebagai pemendekan semu (Gambar 9.20a).
http://atophysics.wordpress.com
15
Gambar 9.20 (a) Pemendekan semu, dan (b) pemanjangan semu
Jika benda yang berada dalam medium yang kurang rapat diamati oleh pengamat yang berada dalam medium yang Iebih rapat, maka tinggi bayangan semu lebih besar dibandingkan dengan tinggi sebenarnya. Gejala mi dikenal sebagai pemanjangan semu (Gambar 9.20b). Perhatikanlah Gambar 9.20b! dari geoimetri kita peroleh bahwa
tan θ1 x / h h' sin θ1 cosθ 2 h' = = → × = tan θ 2 x / h' h cosθ1 sin θ 2 h sin θ1 n2 sehingga persamaan di atas dapat dituliskan menjadi Menurut Persamaan (8.11), = sin θ 2 n1 h' n2 cosθ 2 = × ......................... (9.12) h n1 cosθ1 dengan h = tinggi semu, h = tinggi sebenarnya, n1 = indeks bias medium tempat benda, n2 = indeks bias medium tempat pengamat, 1 = sudut datang, 2 = sudut bias. Jika pengamat berada di B, maka
1=
0° dan
h'=
2=
n2 h n1
0°,sehingga ............................. (9.13)
Pemantulan sempurna Jika suatu berkas cahaya datang dan medium yang lebih rapat ke medium yang kurang rapat, maka sinar yang dibiaskan akan menjauhi garis normal. Pada suatu suclut datang tertentu dapat dibuat sedemikan rupa sehingga sudut bias 2 = 90° (sinar dibiaskan dalam arah sejajar permukaan batas). Besar sudut datang dalam keadaan mi disebut sebagai sudut kritis atau sudut batas dengan lambang k. Untuk nilai-nilai sudut datang 1 yang lebih besar dari k semua cahaya yang datang akan dipantulkan, tidak ada yang dibiaskan. Peristiwa mi dikenal sebagai pemantulan sempurna (Gambar 9.21).
http://atophysics.wordpress.com
16
Gambar 9.21 Peristiwa pemantulan sempurna
Besar sudut kritis
k
dapat ditentukan dengan menerapkan hukum Snellius sebagai berikut:
n1 sin θ k = n2 sin 900 sin θ k =
n2 n1
......................... (9.14)
Dengan; n1 = indeks bias medium 1, n2= indeks bias medium 2 dengan syarat n1 > n2 Pemantulan sempurna tidak mungkin terjadi jika cahaya datang dan medium yang kurang rapat ke medium yang lebih rapat. Intan tampak indah berkilau karena peristiwa pemantulan sempurna. Fenomena mi jugalah yang menyebabkan serat optik mampu membelokkan cahaya pada sudut yang tajam. Serat optik sering digunakan dalam dunia kedokteran untuk memeriksa bagian dalam tubuh pasien tanpa harus membedahnya. Pemantulan internal sempurna cahaya dalam serat optik dapat dilihat pada Gambar 9.22 berikut.
Gambar 9.22 Pemantulan internal sempurna (a) dalam serat optik dan (b) penerapannya pada peralatan kedokteran.
Apabila medium 2 adalah udara, dapat dibuktikan dengan mudah bahwa untuk air, untuk kaca, k = 42°; dan untuk intan, k = 24,4°.
k
= 49°;
Perhatikanlah jalannya sinar pada peristiwa pemantulan sempurna untuk prisma yang terbuat dan kaca ( k= 42°) pada gambar berikut ini.
http://atophysics.wordpress.com
17
Gambar 9.23 Peristiwa pemantulan internal sempurna pada prisma kaca.
Pembiasan pada kaca planparalel Jika seberkas sinar datang dan suatu medium dengan indeks bias n1 ke suatu kaca planparalel dengan indeks bias n2 maka sinar keluar akan sejajar dengan sinar yang masuk seperti tampak pada Gambar 9.24. Dengan demikian sudut 1 = ’2 dan sinar yang keluar dan kaca planparalel mengalami pergeseran sejauh t dari arah semula.
Gambar 9.24 Pembiasan pada kaca planparalel
Jika ketebalan kaca planparalel adalah d, besarnya pergeseran dapat ditentukan sebagai berikut. Perhatikan ∆ OBC : sin ∠COB =
t → t = OB OB
sin ∠COB = OB sin (θ1 − θ 2 ) OA OA d → OB = = Perhatikan ∆OBA : cosθ 2 = OB cosθ 2 cosθ 2 Jadi, besarnya pergeseran untuk n2 > n1 adalah
t=
d sin (θ1 − θ 2 ) cosθ 2
.........................
(9.15a)
t=
d sin (θ 2 − θ1 ) cosθ 2
.........................
(9.15b)
Sedangkan untuk n1 > n2 berlaku
Fatamorgana Pada waktu panas terik di jalan aspal kita sering melihat seakan-akan ada genangan air, demikian pula di padang pasir. pemandangan seperti ini disebut fatamorgana. Hal ini disebabkan lapisan udara yang dekat dengan padang pasir atau jalan raya yang beraspal kerapatannya lebih kecil dibandingkan dengan kerapatan lapisan udara di atasnya. Secara optik
http://atophysics.wordpress.com
18 sinar matahari akan dibiaskan menjauhi normal dan .pada akhirnya dipantulkan secara sempurna seperti tampak pada Gambar 9.25. Oleh karena itu, sering di daerah padang pasir tampak seperti ada kolam air atau jalan raya tampak berair.
Gambar 9.25 Peristiwa fatamorgana
Pembiasan sinar di angkasa Udara di angkasa sekeliling bumi terdiri dari lapisan-lapisan yang tidak sama kerapatan optiknya. Makin dekat ke permukaan bumi, kerapatan optiknya makin besar. Karena itu sinar yang datang dari bintang atau benda-benda angkasa lainnya dibiaskan berkali-kali mendekati garis normal. Akibatnya, bintang P akan tampak di P (Gambar 9.26). Gambar 9.26 Bintang di angkasa tampak lebih tinggi
9.5
Pembiasan Cahaya pada Prisma
Prisma adalah suatu benda tembus cahaya (bening) terbuat dan gelas yang dibatasi oleh dua bidang datar yang membentuk sudut tertentu satu sama lain. Bidang datar ini disebut bidang pembias, dan sudut yang dibentuk oleh kedua bidang pembias disebut sudut pembias atau sudut puncak prisma yang biasa diberi notasi . 9.5.1 Sudut Deviasi Untuk menentukan sudut deviasi, perhatikanlah Gambar 9.27. Sinar datang mula-mula dan sinar bias yang keluar dan prisma berpotongan di titik R dan membentuk sudut yang dinamakan sudut deviasi D. Perhatikan segi empat PSQT
β + ∠PSQ = 180° Sedangkan pada
Gambar 9.27 Pembiasan cahaya pada prisma
PSQ tampak bahwa
θ 2 + θ3 + ∠PSQ = 180° http://atophysics.wordpress.com
19
sehingga diperoleh β + ∠PQS = θ 2 + θ3 + ∠PSQ , atau
β = θ 2 + θ3
...................... (9.16)
Perhatikan ∆ PQR, sudut alas di P = θ1 + θ 2 dan sudut alas di Q = θ 4 − θ 3 . Menurut sifat sudut luar segitiga dapat dituliskan
D = (θ1 − θ 2 ) + (θ 4 − θ 3 ) = (θ1 + θ 4 ) − (θ 2 + θ 3 ) D = θ1 + θ 4 − β
...................... ( 9.17)
dengan: D = sudut deviasi, = sudut pembias (sudut puncak) prisma, 1 = sudut datang pertama, 4 = sudut bias kedua. 9.5.2
Deviasi Minimum pada Prisma
Gambar 9.28 Grafik sudut deviasi (D) sehagai fungsi sudut datang 1 pada prisma
Jika arah sinar datang diubah-ubah sehingga besar sudut datang 1 berubah-ubah, maka sudut deviasi pun berubah. Hasil percobaan menunjukkan bahwa hubungan besar sudut deviasi terhadap besar sudut datang sesuai dengan grafik pada Gambar 9.28 berikut. Deviasi terkecil atau deviasi minimum (Dm) terjadi pada saat sinar masuk simetris dengan sinar yang keluar dari prisma atau sinar yang di dalam prisma membagi prisma menjadi segitiga sama kaki sehingga sudut datang 1 sama dengan sudut bias terakhir 4. Dengan demikian, syarat agar terjadi deviasi minimum adalah:
θ1 = θ 4 atau θ 2 = θ3
................... (9.18)
Dengan demikian Persamaan (8.17) dapat ditulis kembali sebagai
Dm = 2θ1 − β
................... (9.19)
Selanjutnya diperoleh bahwa θ1 = 12 ( β + Dm ) dan dari Persamaan (8.16) diketahui bahwa pada saat deviasi minimum berlaku β = 2θ 2 = 2θ 3 . Jika indeks bias prisma adalah np dan indeks bias medium adalah nm, maka menurut hukum Snellius didapat bahwa
nm sin θ1 = n p sin 12 β nm sin 12 ( β + Dm ) = n p sin 12 β
...................
(9.20)
Khusus untuk sudut pembias (sudut puncak) prisma yang kecil ( β ≤ 15°) , Persamaan (8.20) di atas dapat dituliskan menjadi
http://atophysics.wordpress.com
20
Dm =
9.6
np nm
−1 β
…………..
(9.21)
Pembiasan Cahaya pada Bidang Lengkung Hukum pembiasan Snellius dapat juga diterapkan pada pembiasan oleh bidang lengkung. Gambar 9.29 memperlihatkan suatu batas permukaan lengkung yang mempunyai jari-jari kelengkungan R dan pusatnya adalah titik C. Cahaya datang dan benda di titik O, mengenai bidang batas dengan sudut datang 1 dan dibiaskan ke titik I. Jika s adalah jarak benda O ke titik M dan s adalah jarak bayangan I ke titik M, maka berlaku
Gambar 9.29 Pembiasan cahaya pada bidang lengkung
Dengan: n1 = n2 = R = s = s = s =
n1 n2 n2 − n1 + = s s' R
…………… (9.22)
indeks bias medium tempat sinar datang, indeks bias medium tempat sinar bias, jari-jari kelengkungan, jarak benda, jarak benda, jarak bayangan.
Apabila tinggi benda adalah h, maka perbesaran bayangan yang tejadi pada pembiasan untuk bidang lengkung adalah
M=
h' s' n1 = × h s n2
................... (9.23)
Perhatikan aturan penggunaan persamaan (9.22) tersebut (1) Menentukan tanda untuk nilai jari-jari R: • Jika sinar datang mengenai permukaan yang cembung, nilai R adalah positif • Jika sinar datang mengenai permukaan yang cekung, nilai R adalah negative (2) Untuk benda nyata, nilai s positif; dan untuk benda maya nilai s negative (3) Untuk bayangan nyata, nilai s positif;dan untuk bayangan maya, nilai s negative
9.2.1
Panjang Fokus Benda (Fokus Pertama)
Titik fokus benda (fokus pertama) adalah suatu titik asal sinar yang mengakibatkan sinar bias sejajar. Ini berarti bayangan terletak di tak terhingga (s′ = ). Keadaan ini mengakibatkan Persamaan (9.22) menjadi sebagai berikut.
Gambar 9.30 Fokus benda pada bidang lengkung
http://atophysics.wordpress.com
21
n1 n2 n2 − n1 n n n −n + = → 1+ 2 = 2 1 s s' R s ∞ R n1 1 n2 − n1 1 = × →s= ×R s n1 R n2 − n1 Dengan pengertian bahwa jika s = f1 maka s′ = ∞ , dapatlah dituliskan bahwa panjang focus benda (focus pertama) yang diberi notasi f1, adalah
f1 =
9.6.2
n1 ×R n2 − n1
Panjang Fokus Bayangan (Fokus Kedua)
Titik fokus bayangan (fokus kedua) adalah titik pertemuan sinar-sinar bias apabila sinar-sinar yang dating pada bidang lengkung adalah sinar-sinar sejajar. Ini berarti benda berada si tak terhingga (s = ). Dengan penalaran yang sama dengan Subsubbab 9.6.1 di atas dapat dituliskan bahwa:
f2 =
9.7
...................... (9.24)
n2 ×R n2 − n1
Gambar 9.31 Fokus bayangan pada bidang lengkung
...................... (9.25)
Pembiasan Cahaya Pada Lensa Tipis
Lensa adalah benda bening yang dibatasi oleh dua permukaan atau lebih dengan paling tidak salah satu permukaannya merupakan bidang lengkung. Lensa tipis adalah lensa yang ketebalannya dapat diabaikan.
9.7.1
Jenis-jenis lensa
Lensa terdiri dan 2 jenis, yaitu lensa cembung (konveks) dan lensa cekung (konkaf). Lensa cembung memiliki bagian tengah yang lebih tebal daripada bagian tepinya. Lensa ini bersifat mengumpulkan sinar sehingga disebut juga lensa konvergen, seperti yang tampak pada Gambar 9.32a. Sedangkan lensa cekung memiliki bagian tengah yang lebih tipis daripada bagian tepinya. Karena lensa ini bersifat memencarkan sinar, maka dinamakan lensa divergen (Gambar 9.32b).
Gambar 9.32 (a) Lensa cembung bersifat konvergen, dan (b) lensa cekung bersifat divergen
http://atophysics.wordpress.com
22 Permukaan yang membatasi lensa tidak selalu merupakan pasangan-pasangan yang setangkup, namun bidang-bidang lengkungnya selalu merupakan bagian dari lingkaran. Untuk memberi nama pada lensa tersebut, maka permukaan yang mempunyai jari-jari yang lebih besar disebut lebih dulu bila penamaannya menggunakan kata serapan dan bahasa asing seperti tampak pada Tabel 9.2. Tabel 9.2 Penamaan lensa
Perhatikanlah Tabel 9.2! Semua kelompok lensa cembung (konveks) memilki nama yang diakhiri dengan konveks dan semua kelompok lensa cekung memiliki nama yang diakhiri dengan konkaf. Dengan perkataan lain, sifat lensa sesuai dengan bagian akhir dari penamaannya.
9.7.2
Melukis Bayangan dengan Sinar-sinar Istimewa
Fokus lensa Dalam Gambar 9.32(a) sinar bias mengumpul ke satu titik F di belakang lensa, sedangkan sinar bias dalam Gambar 9.32(b) tampak seolah-olah datang dari titik F di depan lensa. Titik F disebut titik fokus lensa, dan jarak F terhadap lensa disebut panjang fokus lensa. Jika pada cermin hanya terdapat satu titik fokus, maka pada lensa terdapat dua titik fokus (Gambar 9.33). Titik fokus yang merupakan titik pertemuan sinar-sinar bias Gambar 9.33 Lensa mempunyai 2 titik focus disebut fokus utama (fokus pertama F1) atau fokus aktif sehingga untuk lensa konvergen berada di belakang lensa, sedangkan untuk lensa divergen berada di depan lensa. Sedangkan fokus pasif F2 simetris terhadap F1. Untuk lensa konvergen, fokus pasif F2 terletak di depan lensa dan untuk lensa divergen, fokus pasif F2 terletak di belakang lensa.
http://atophysics.wordpress.com
23 Sinar-sinar istimewa Sama halnya seperti pada cermin, ada 3 sinar istimewa pada lensa cembung dan lensa cekung. Ketiga sinar istimewa tersebut dapat dilihat pada Gambar 9.34 berikut.
Gambar 9.34 Tiga sinar istimewa pada lensa cembung dan lensa cekung
Melukis pembentukan bayangan pada lensa Untuk melukis pembentukan bayangan pada lensa kita dapat menggunakan hanya 2 dan 3 sinar istimewa. Langkah-Iangkah yang diperlukan mirip dengan langkah-langkah untuk cermin lengkung sebagai berikut. (1) (2) (3)
Lukis dua buah sinar istimewa (lebih sederhana menggunakan sinar 1 dan sinar 3), Sinar selalu datang dari depan lensa dan dibiaskan ke belakang lensa. Perpanjangan sinarsinar bias ke depan lensa dilukis sebagai garis putus putus. Perpotongan kedua buah sinar bias yang dilukis pada langkah (1) merupakan letak bayangan. Jika perpotongan didapat dan sinar bias, terjadi bayangan nyata (sejati), akan tetapi jika perpotongan didapat dari perpanjangan sinar bias, bayangan yang dihasilkan adalah maya (semu).
Gambar 9.35 menunjukkan hasil melukis pembentukan bayangan dengan menggunakan 2 sinar istimewa untuk berbagai letak benda. O = objek, I = image/bayangan.
http://atophysics.wordpress.com
24 Menentukan sifat bayangan dengan metode penomoran ruang Penomoran ruang untuk lensa berbeda dengan cermin. Untuk lensa, nomor ruang benda dan nomor ruang bayangan mempunyai notasi yang berbeda.
Gambar 9.35 Lukisan pembentukan bayangan pada lensa untuk berbagai letak benda.
Gambar 9.36 (a) Penomoran ruang pada lensa cembung, dan (b) penomoran ruang pada lensa cekung
Nomor ruang benda diberi notasi dengan angka Romawi (I, II, III, dan IV) sedangkan nomor ruang bayangan diberi notasi dengan angka Arab (1, 2, 3, dan 4) Penomoran ruang ini dapat dilihat pada Gambar 9.36 (a) dan (b). Menentukan sifat bayangan dapat dilakukan dengan tanpa melukis jalannya sinar, yaitu dengan metode penomoran ruang berdasarkan aturan Esbach.
http://atophysics.wordpress.com
25 Dalil Esbach untuk lensa: (1) Jumlah nomor ruang benda (Rbenda) dengan nomor ruang bayangan (Rbayangan) = 5 (2) Untuk setiap benda nyata dan tegak, maka: - Semua bayangan yang terletak dibelakang lensa adalah nyata dan terbalik - Semua bayangan yang terletak didepan lensa adalah maya dan tegak (3) Bila nomor ruang bayangan lebih besar daripada nomor ruang benda, maka bayangan diperbesar, tetapi bila nomor ruang bayangan lebih kecil daripada nomor ruang benda, maka bayangan diperkecil. Catatan: - Untuk lensa cembung, benda yang terletak di titik fokus pasif (F2), bayangannya terletak di tak terhingga; akan tetapi benda yang terletak di 2F2, bayangannya terletak pada 2 kali jarak fokus aktif (2F1), bersifat nyata, terbalik, dan sama besar dengan bendanya. - Untuk lensa cekung, benda yang terletak di depan lensa memiliki bayangan yang terletak di depan lensa juga, dengan sifat maya, tegak, dan diperkecil. 9.7.3 Rumus-rumus untuk Lensa Tipis Pada Gambar 9.37 tampak bentuk geometris sebuah lensa tipis. Pada lensa tipis, ketebalan BD dapat diabaikan. Permukaan satu dan lensa (ABC) mempunyai pusat kelengkungan C1 dengan jari-jari R1. Permukaan dua dan lensa (ADC) mempunyai pusat kelengkungan C2 dengan jari-jari R2. Pembentukan bayangan pada lensa melalui 2 tahap. Pertama, pembiasan oleh permukaan ABC membentuk bayangan pada I1. Bayangan itu Gambar 9.37 Bentuk geometris lensa tipis dianggap sebagai benda oleh permukaan ADC dan terbentuk bayangan akhir di 12. Dengan menerapkan prinsip pembiasan pada bidang lengkung yaitu Persamaan (9.22) pada permukaan ABC dan ADC diperoleh hasil-hasil sebagai berikut. Untuk permukaan ABC,
n n − nm n1 n2 n2 − n1 n + = atau m + 1 = 1 s s' R OB BI1 R1 Untuk permukaan ADC (n1 = n2 = nm , s = − DI , dan R = -R 2 ), n n − n1 n1 − nm n1 n2 n2 − n1 n + = atau 1 + m = m = s s' R − DI1 DI 2 − R2 R2 Untuk lensa tipis, BD diabaikan atau BI1 = D11 sehingga bila kedua persamaan di atas dijumlahkan, diperoleh
nm n n −n n −n 1 1 + m = 1 m + 1 m = (n1 − nm ) + OB DI 2 R1 R2 R1 R2 Dengan membagi persamaan di atas dengan nm dan mengingat OB = s serta DI2 = s , maka http://atophysics.wordpress.com
26
1 1 n 1 1 + = 1 −1 + s s' nm R1 R2
..................
(9.26)
Untuk benda yang terletak di jauh tak terhingga (s = ∞ ), bayangan terjadi di titik fokus f). Substitusi nilai tersebut ke dalam Persamaan (9.26) menghasilkan
1 n 1 1 = 1 −1 + f nm R1 R2
..................
(s =
(9.27)
Persamaan (9.27) dikenal dengan nama persamaan pembuat lensa karena menghubungkan jarak fokus lensa dengan jari-jari kelengkungan kedua permukaan lensa. ini berarti dengan mendesain jari-jari lensa, R1 dan R2, dapat ditentukan jarak fokus sesuai dengan yang diinginkan. Dengan menggabungkan Persamaan (9.26) dan (9.27) kita akan mendapatkan rumus lensa tipis sebagai
1 1 1 = + f s s'
..................... (9.28)
Persamaan lensa ini dapat dipecahkan untuk menghitung langsung s, s , m atau f sebagai berikut:
s=
s' f sf ss ' ; s' = ;f = s '− f s− f s + s'
Seperti halnya cermin lengkung, perbesaran linear didefinisikan sebagai perbandingan antara tinggi bayangan (panjang bayangan) dengan tinggi benda (panjang benda) dan memenuhi hubungan berikut.
M=
h' s ' = h s
.....................
(9.29)
dengan M = perbesaran linear, h = tinggi benda, h = tinggi bayangan. Rumus-rumus lensa di atas berlaku umum baik untuk lensa cembung maupun untuk lensa cekung. Akan tetapi dalam penggunaannya harus mengikuti perjanjian tanda berikut. s bertanda + jika benda terletak didepan lensa ( benda nyata) s bertanda – jika benda terletak dibelakang lensa ( benda maya) s bertanda + jika bayangan terletak dibelakang lensa ( bayangan nyata) s bertanda – jika bayangan terletak didepan lensa ( bayangan maya) f bertanda + untuk lensa cembung f bertanda – untuk lensa cekung R bertanda + untuk permukaan lensa yang cembung R bertanda – untuk permukaan lensa yang cekung R = ∞ untuk permukaan lensa yang datar
http://atophysics.wordpress.com
27 Kuat lensa Walaupun titik fokus merupakan titik terpenting pada lensa, ukuran lensa tidak dinyatakan dalam jarak fokus lensa f melainkan oleh suatu besaran lain. Besaran untuk menyatakan kuat lensa (diberi lambang P) didefinisikan sebagai kebalikan jarak fokus f Secara matematis dituliskan
P=
1 f
..................... (9.30)
dengan; P = kuat lensa (dioptri), dan f jarak fokus (meter). 9.7.4 Susunan Lensa dengan Sumbu Utama Berimpit Alat-alat optik seperti mikroskop dan teropong terdiri dari susunan beberapa buah lensa berjarak tertentu dengan sumbu utama berimpit. Pembentukan bayangan pada susunan lensa seperti ini dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: Bayangan yang dibentuk oleh lensa pertama dianggap sebagai benda untuk lensa kedua, bayangan lensa kedua dianggap sebagai benda untuk lensa ketiga, demikian seterusnya. Jika bayangan dari lensa yang satu terletak di depan lensa berikutnya, maka bayangan ini dianggap sebagai benda nyata bagi lensa kedua tersebut dan jarak benda s bertanda positif. Akan tetapi jika bayangan dan lensa pertama tadi terletak di belakang lensa berikutnya, maka bayangan ini dianggap sebagai benda maya bagi lensa kedua tersebut dan jarak benda s sekarang bertanda negatif. Untuk dua buah lensa berlaku hubungan
d = s ' I + s II
.................. (9.31)
dengan: d = jarak kedua lensa, s I= jarak bayangan lensa pertama, sII = jarak benda lensa kedua Perbesaran total yang dihasilkan oleh dua buah lensa adalah perkalian dari perbesaran masingmasing lensa.
M tot = M I × M II = Mtot MI MII sI s sII sII
= = = = = = =
s ' I s ' II × s I s II
.................. (9.32)
perbesaran total oleh kedua lensa, perbesaran oleh lensa pertama, perbesaran oleh lensa kedua, jarak benda lensa pertama, jarak bayangan lensa pertama, jarak benda lensa kedua, jarak bayangan lensa kedua.
Untuk melihat jalannya sinar dan tahapan pembentukan bayangan pada dua buah lensa, perhatikanlah Gambar 9.38 berikut!
http://atophysics.wordpress.com
28
Gambar 9.38 (a) Susunan dua buah lensa yang menghasilkan bayangan akhir maya, diperbesar, dan terbalik (b) Lensa I membentuk bayangan pertama (c) Lensa 2 membentuk bayangan akhir.
Apabila lensa-lensa berada dalam keadaan kontak atau berimpit (d = 0), maka lensa-lensa tersebut dapat digantikan oleh sebuah lensa ekivalen dengan nilai fokus gabungan sebagai berikut.
1
=
f gab
1 1 + + .... f1 f 2
..................... (9.33)
Dengan: f gab = fokus gabungan,
f1 , f 2 ... = fokus masing-masing lensa. Persamaan (9.33) di atas dapat dituliskan dalam pengertian kuat lensa
Pgab = p1 + p2 + ...
..................... (9.34)
dengan: Pgab = kuat lensa gabungan (m-1 = dioptri) P1,P2,…= kuat setiap lensa (m-1 = dioptri)
http://atophysics.wordpress.com
29 9.7.5 Penyimpangan Pembentukan Bayangan pada Lensa Bayangan-bayangan yang terjadi melalui lensa tunggal tidak selalu identik dengan bendanya, melainkan pada umumnya mengalami penyimpangan-penyimpangan atau kesalahan-kesalahan pembentukan bayangan. Berikut ini adalah uraian tentang bentuk-bentuk penyimpangan tersebut. Aberasi sferis Aberasi sferis seperti tampak pada Gambar 9.39 adalah penyimpangan pembentukan bayangan dari suatu benda yang terletak di sumbu utama karena bentuk lengkung dari lensa. Berkas sejajar sumbu utama lensa tidak semua dibiaskan melalui titik fokus. Hanya sinar-sinar yang paraksial (dekat dengan pusat lensa) saja yang dibiaskan melalui titik fokus. Sedangkan sinar-sinar sejajar yang semakin jauh dari sumbu utama akan dibiaskan melalui titik yang semakin dekat pada lensa.
Gambar 9.39 Aberasi sferis pada lensa
Penyimpangan pembentukan bayangan seperti aberasi sferis ini dapat diatasi dengan memakai lensa gabungan aplanatis atau diafragma. Lensa gabungan aplanatis terdiri dan 2 buah lensa yang berlainan. Diafragma berfungsi untuk memblok sinar-sinar tepi sehingga sinar yang melalui lensa hanya sinar-sinar paraksial. Benda titik yang tidak terletak di sumbu utama lensa akibat aberasi sferis ini akan membentuk bayangan seperti bintang berekor (komet) atau koma. karenanya, penyimpangan ini disebut gejala koma. Astigmatisme Astigmatisme adalah kelainan pembentukan bayangan dan suatu benda titik yang jauh dari sumbu utama. Hal ini karena garis-garis horizontal dan vertikal dikumpulkan pada jarak yang berbeda. Gambar 9.40 Astigmatisme
Distorsi Distorsi adalah suatu aberasi yang disebabkan oleh perbesaran bayangan yang tidak merata. Perbesaran pada bagian-bagian yang paling luar tidak sama. Benda yang berupa garis-garis sejajar akan melengkung.
Lengkungan bidang bayangan
Gambar 9.41 Distorsi
Lengkungan bidang bayangan terjadi karena titik potong sinar-sinar sejajar sumbu utama lebih jauh dibandingkan terhadap titik potong sinar-sinar sejajar yang tidak sejajar dengan sumbu utama. Akibatnya, terjadilah perbedaan terang antara bayangan bagian pinggir dengan bagian tengah. Bidang bayangan tampak melengkung, tidak terletak pada satu bidang datar.
http://atophysics.wordpress.com
30 Aberasi kromatis Sebagaimana telah kita ketahui, cahaya matahari terdiri dari bermacam-macam warna yang disebut polikromatis. Setiap warna mempunyai panjang gelombang sendiri-sendiri sehingga panjang gelombangnya pun berbeda-beda. Inilah yang menyebabkan bahwa berkas sinar polikromatis setelah dibiaskan lensa terurai menjadi beberapa warna dan setiap warna mempunyai fokus sendiri-sendiri. Pada Gambar 9.42 tampak bahwa titik fokus warna merah (Fm) lebih jauh daripada titik fokus warna ungu (Fu). Gejala inilah yang disebut aberasi kromatis.
Gambar 9.42 Aberasi kromatis.
Gejala ini dapat dihilangkan dengan lensa akromatis, yaitu lensa gabungan yang terdiri dan 2 buah lensa yang jenis kacanya berlainan, misalnya kerona dan flinta. Syarat lensa akromatis adalah:
( f tot )merah = ( f tot )ungu
atau
1
( f tot )merah
1 1 1 1 + = + f m1 f m 2 f u1 f u 2
=
1
( f tot )ungu ..................
(9.35)
dengan: fm1 = fokus lensa I untuk cahaya merah, fm2 = fokus lensa 2 untuk cahaya merah, fui = fokus lensa 1 untuk cahaya ungu, fu2 = fokus lensa 2 untuk cahaya ungu.
http://atophysics.wordpress.com