BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG TRANSAKSI JUAL BELI BILYET GIRO (BG) DI BMT SM NU CABANG KAJEN Salah satu bidang dari muamalat adalah jual beli. Jual beli merupakan pertukaran harta (benda) dengan harta berdasarkan cara khusus (yang dibolehkan). Keberagaman usaha dan perdagangan yang dijalankan masyarakat Pekalongan, biasanya mereka melakukan transaksi tidak secara tunai atau cash tetapi biasanya mereka membayar dengan menggunakan cek atau giro. Giro adalah surat perintah pemindahbukuan dari nasabah suatu bank kepada bank yang bersangkutan, untuk memindahkan sejumlah uang dari rekeningnya ke rekening penerima yang namanya disebut dalam bilyet giro, pada bank yang sama atau bank yang lain.1 Bilyet Giro dapat cair setelah jatuh tempo sedangkan dana tersebut dibutuhkan sebelum jatuh tempo. Demi kelancaran usaha, biasanya melakukan atau mencairkan terlebih dahulu kepada pihak yang mempunyai kelebihan dana yaitu BMT SM NU cabang Kajen.2 A. Mekanisme jual beli Bilyet Giro (BG) di BMT SM NU Cabang Kajen 1.
Prosedur permohonan jual beli Bilyet Giro (BG): a. Mengisi formulir permohonan pembiayaan. b. Menyerahkan foto copy KTP/SIM/ suami/istri. c. Menyerahkan foto copy kartu keluarga. 1
Heri Sudardono dan Priyonggo Suseno, Istilah-Istilah Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, cetakan ke-1, (Yogyakarta:UII Press, 2004), hlm, 47. 2 Wawancara dengan Bapak Basuki Riyadi, Nasabah BMT SM NU Cabang Kajen pada tanggal 30 Agustus 2014
52
53
d. Menyerahkan foto copy jaminan berupa BPKP/sertifikat. e. Apabila BPKB tidak dengan nama sendiri harus ada kwitansi pembelian dan foto copy KTP pemilik BPKB. f. Apabila jaminan berupa sertifikat harus atas nama sendiri dan tanda tangan di depan notaries. g. Mendapat persetujuan suami/istri. h. Semua berkas dimasukan ke dalam map (poin1-7). i. Bersedia di survey dan memberikan informasi yang diperlukan dengan benar dan jujur. j. BMT SM NU berhak menolak permohonan kredit atau pembiayaan tanpa memberikan alasannya.. 2. Alur permohonan pembiayaan Tabel 1.3
Calon Nasabah
Custemer Service
Marketing pembiayaan Assistan Manager
Manager
Pengurus
54
Keterangan: a.
Calon nasabah melakukan pendaftaran ke Customer service dengan mengisi formulir permohonan menjual Bilyet Giro (BG) yang akan diperjualbelikan ke BMT SM NU Cabang Kajen.
b. Customer service menginput data calon nasabah, kemudian berkas tersebut dilimpahkan ke marketing. c. Marketing melakukan survey on the spot, dengan mensurvey jaminan BG yang akan diperjualbelikan, selain itu marketing juga melakukan survey ke bank penerbit cek/BG . d. Marketing menyerahkan hasil analisis kepada asisten manajer untuk selanjutnya dilimpahkan kepada pengurus. e. Pengurus memberikan keputusan atas permohonan jual beli BG tersebut dengan beberapa ketentuan: Tabel 1.4
a. Jika disetujui
: Dilakukan pengikatan jaminan dan pencairan
b. Jika ditolak
: Marketing pembiayaan memberikan surat tolakan permohonan jual beli Bilyet Giro (BG) kepada nasabah.
Syarat-syarat jual beli Bilyet Giro (BG): 1. Harus ada identitas. 2. Ada jaminan yang akan dijaminkan, seperti sertifikat tanah, rumah, BPKB sepeda motor, mobil. 3. Surat-surat yang terkait dengan jaminan.
55
4. Fisik dari lembar giro/cek. Kriteria Bilyet Giro (BG): a. Giro bank terdaftar b. Tanggal jatuh tempo belum terlewat atau masih pada masa jatuh tempo. Dalam praktek jual beli Bilyet Giro (BG) termasuk jenis jual beli yang menggunakan akad murabahah. Murabahah merupakan salah satu bentuk jual beli ketika penjual secara eksplisit menyatakan biaya perolehan barang yang akan dijualnya dan menjual kepada orang lain dengan menambahkan tingkat keuntungan yang diinginkan. Tingkat keuntungan
dalam
murabahah
dapat
ditentukan
berdasarkan
kesepakatan bersama dalam bentuk lumpsum atau persentase tertentu dari biaya.3 Seperti hal tersebut nilai jual Bilyet Giro (BG) sudah pasti, karena menggunakan sistem jual beli maka terdapat margin keuntungan, keuntungan tersebut yang sebelumnya telah disepakati bersama pada awal akad antara nasabah dengan BMT (pembeli) dan nasabah/anggota (penjual) dimana pembeli menghendaki harga serendah-rendahnya dan pembeli menghendaki harga tinggi, karena Bilyet Giro (BG) terdapat
3
http://dewinurani2.blogspot.com/2013/02/jual-beli-murabahah.html tanggal 15 Oktober 2014)
(diakses
pada
56
jangka waktu yang disesuaikan dengan tanggal jatuh tempo, semakin lama jatuh tempo semakin besar keuntungan.4 Prosentase keuntungan merupakan proporsi keuntungan bagi BMT sebagai pihak pembeli yang dalam penetapannya harus berdasarkan kesepakatan bersama kedua belah pihak, artinya adanya negoisasi antara nasabah dan pihak BMT. Setelah semua prosedur dilengkapi BMT memberikan keputusan menyetujui atau tidak permohonan tersebut. Apabila pihak BMT SM NU cabang Kajen menyetujui akan memberikan surat yang memuat: 1. Nominal yang ada di Bilyet Giro (BG). 2. Harga beli. 3. Biaya materai. 4. Biaya inkaso/kliring. 5. Masa khiyar. 6. Bentuk jaminan. Apabila Bilyet Giro (BG) yang diperjualbelikan ternyata kosong, maka nasabah harus mengganti dengan uang sesuai dengan nominal yang tertera di Bilyet Giro (BG) tersebut. Tetapi jika nasabah tidak dapat mengganti dengan uang maka pihak BMT akan mengcovernya dengan agunan yang telah dijaminkan oleh nasabah atau BMT akan memberi toleransi 3 hari sampai dengan 1 minggu kepada nasabah untuk mengembalikannya. Jika dalam waktu 1 minggu nasabah tidak bisa 4
Wawancara dengan Bapak Khairul Anwar, S.Hi sebagai Manajer BMT SM NU Cabang Kajen pada Tanggal 7 Juli 2014 Pukul 11.30-11.45 WIB
57
memenuhi, maka pembiayaan tersebut diangsur atau di akad baru, yang semuanya di dasarkan pada musyawarah mufakat.5 Contoh kesepakatan jual beli Bilyet Giro (BG) di BMT SM NU Cabang Kajen adalah: Tabel 1.5
BMT SM NU
: ”Saya beli giro bank “X” bapak A senilai sekian”
Nasabah
: “Iya saya setuju”
Dalam menentukan prosentase margin keuntungan bagi BMT SM NU, pihak BMT merujuk pada referensi margin keuntungan yang merupakan standar bagi pihak manajemen BMT dalam menjalakan produk jasa ini. Referensi margin keuntungan adalah margin keuntungan yang di tetapkan dalam rapat pengurus dan manajemen. Penetapannya berdasarkan saran yang mempertimbangkan : 1.
Tingkat margin keuntungan rata-rata beberapa bank syariah.
2.
Tingkat bunga bank konvensional.
3.
Target bagi hasil kompetitif.
4.
Biaya yang dikeluarkan oleh bank yang langsung terkait dengan upaya memperoleh dana pihak ketiga.
5.
Biaya yang dikeluarkan pihak bank yang tak langsung terkait dengan upaya untuk memperoleh dana pihak ketiga.
5
Wawancara dengan Bapak Khairul Anwar, S.Hi Manajer BMT SM NU Cabang Kajen pada Tanggal 7 Juli 2014 Pukul 11.45 WIB
58
Untuk mengetahui berapa margin yang di dapat BMT SM NU, pihak manajemen BMT
menggunakan aplikasi perhitungan sebagai
berikut: Nominal X Prosentase X Hari efektif 30 hari Keterangan: 1. Nominal : jumlah uang yang tertera di dalam giro. 2. Prosentase (%) : jumlah prosentase keuntungan yang berdasarkan pada kesepakatan bersama (pihak BMT dengan nasabah). 3. Hari efektif giro : di ambil dari tanggal penerimaan giro sampai tanggal jatuh tempo. 4. 30 hari (hari kalender) : jumlah hari untuk pembagi yang di ambil dari rata-rata setiap bulan. Contoh perhitungan: Misal, Pak Ahmad memiliki BG bank X senilai Rp. 10.000.000 yang akan dijual kepada BMT SM NU untuk kelansungan usahanya. Masa jatuh tempo pada tanggal 02 Juni 2014. BMT menerima giro tersebut pada tanggal 23 April 2014. Prosentase keuntungan yang disepakati adalah 3%. Tanggal efektif = 41hari Perhitungan BMT sebagai berikut:
59
Keuntungan BMT
= Nominal X Prosentase X Hari efektif 30 hari = Rp 10.000.000 X 3% X 41 hari 30 hari = Rp 410.000
Maka dana yang diterima nasabah yaitu: Rp 10.000.000 – Rp 410.000 = Rp 9.590.000 B. Tinjauan Hukum Islam Untuk mencapai tujuan dari hukum Islam dalam jual beli harus memenuhi prinsip-prinsip muamalah serta rukun dan syarat yang dirumuskan sebagai berikut:
1. Ditinjau tentang prinsip-prinsip muamalah a. Mubah
Dalam hal muamalah (adat atau kebiasaan ), yaitu semua hal yang dibiasakan oleh manusia dalam kehidupan dunia yang mereka perlukan, pokok asalnya adalah tidak dilarang (mubah atau boleh).
Kaidah fiqh:
60
6
.ﺮ ْﯾ ِﻤﮭَﺎ ِ َاَﻷَﺻْ ُﻞ ﻓِﻰ ْاﻟ ُﻤ َﻌﺎ َﻣﻼ ِ ْت ْا ِﻹﺑَﺎ َﺣﺔُ إِﻻﱠ أَ ْن ﯾَ ُﺪ ﱠل َدﻟِ ْﯿ ٌﻞ َﻋﻠَﻰ ﺗَﺤ
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”. Bilyet giro merupakan salah satu jenis surat berharga yang juga digunakan sebagai alat tukar. Sebagaimana tercantum dalam surat
keputusan
Surat
Edaran
Bank
Indonesia
(SEBI)
No.4/670/UPB/PbB tertanggal 24 Januari 1972, yang dimaksud dengan Bilyet Giro adalah surat perintah dari nasabah kepada bank penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada pihak penerima yang disebutkan namanya kepada bank yang sama atau kepada bank lainnya.7 Menurut BMT SM NU Cabang Kajen Bilyet Giro (BG) merupakan barang yang diperjualbelikan bukan sebagai uang, sebagai pengganti pembayaran yang berbentuk lembaran (surat berharga)
yang
dijaminkan
oleh
suatu
bank
melalui
pemindahbukuan.8 b. ‘Antaraadhin minkum
6
Djazuli, Kaidah-kaidah Fikih; Kaidah-kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah yang Praktis, cetakan ke-2, (Jakarta: Fajar Putra Grafika, 2007), hlm. 10. 7 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, cetakan ke-5 (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006), hlm, 164. 8 Wawancara dengan Bapak Khairul Anwar, S.Hi sebagai Manajer BMT SM NU Cabang Kajen pada Tanggal 7 Juli 2014 Pukul 11.35 WIB
61
Asas kerelaan antara kedua belah pihak yang mengadakan transaksi jual beli yang menggunakan praktek penetapan harga merupakan hal yang sangat penting dan utama. Adapun yang yang dimaksud dengan ridha adalah kepuasan dalam melakukan sesuatu dan menyukainya, dan ridha merupakan keutamaan dari ikhtiar dengan tidak adanya paksaan, keliruan dan penipuan.
Seperti yang di utarakan oleh salah satu nasabah, dengan adanya ijab qabul dalam jual beli yang dilakukan dalam pelaksanaan jual beli bilyet giro tidak ada penyimpangan dari ketentuan hukum Islam, karena sudah jelas bahwa sudah ada unsur kerelaan antara kedua belah pihak.9 Menurut pendapat penulis, terdapat sebuah kesepakatan dalam penetapan harga dalam pelaksanaan jual beli di BMT SM NU cabang Kajen. Dimana nasabah yang membutuhkan dana tersebut dan pihak BMT saling rela dan ridha dengan tidak adanya paksaan dalam menentukan kesepakatan jumlah giro yang akan diperjual belikan. Hal ini sah saja seperti yang diutarakan secara jelas melalui ucapan dari penjual dan pembeli bilyet giro. “Sikap mengambil barang dan membayar dengan harga barang oleh pembeli menurut pendapat ulama’ fiqh telah menunjukkan ijab dan qabul dan telah mengandung unsur kerelaan”
9
Wawancara dengan Bapak Basuki Riyadi, Nasabah BMT SM NU Cabang Kajen pada tanggal 30 Agustus 2014
62
c. Mendatangkan mashlahat
Dalam jual beli, kemashlahatan perlu dijadikan bahan pemikiran karena apapun tindakannya harus memberikan manfaat dan menghasilkan mashlahat, dan untuk mencapai sebuah kemashlahatan itu harus memenuhi syarat dan rukun yang sudah ditetapkan oleh hukum Islam serta dilakukan atas dasar suka sama suka atau adanya kerelaan antara kedua belah pihak sehingga tercapai sistem perekonomian yang sehat dalam masyarakat.
Menurut nasabah BMT SM NU Cabang Kajen beralasan bahwa praktek tersebut memberikan mashlahat bagi lingkungan sekitarnya, karena adanya unsur tolong menolong dan saling menguntungkan dan produk jual beli ini sangat membantu dalam kelangsungan usaha produksinya, dalam jual beli bilyet giro ini terdapat potongan. Meskipun terdapat potongan dalam jual beli BG sebagai keuntungan bagi BMT, namun karena kebutuhan untuk modal usaha produksi secara cepat tidak masalah jika tidak sesuai dengan nominal yang tertera di Bilyet Giro (BG) tersebut.10
Selain unsur kerelaan dalam jual beli bilyet giro juga mengandung unsur tolong menolong dan saling menguntungkan dalam praktek tersebut karena memberikan mashlahat bagi
10
Wawancara dengan Bapak Basuki Riyadi, Nasabah BMT SM NU Cabang Kajen pada tanggal 30 Agustus 2014
63
lingkungan sekitarnya. Di lain sisi pihak nasabah merasa tertolong adanya jual beli giro untuk bisa mendapatkan dana cepat sebelum masa efektif berakhir untuk melangsungkan kegiatan usaha produksinya, di sisi lain pihak BMT SM NU juga selain mendapatkan keuntungan dalam jual beli juga dapat menolong masyarakat atau lingkungan sekitarnya dalam membangun perekonomian.
Al-Maidah ayat 2: 11
َوﺗَ َﻌﺎ َوﻧُﻮْ ا َﻋﻠَﻰ ْاﻟﺒِﺮﱢ َواﻟﺘﱠ ْﻘﻮى..
"..dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan”
d. Memelihara nilai keadilan
Prinsip keadilan merupakan prinsip yang sangat dalam hukum Islam, sehingga keadilan banyak disebut sebagai prinsip dari semua prinsip hukum Islam. Dalam muamalah, prinsip keadilan mengandung makna bahwa hubungan perdata tidak boleh mengandung unsur-unsur penipuan, eksploitasi dan pengambilan kesempatan pada waktu pihak lain sedang dalam kesempitan. 12
11
Syaikh Imam Al-qurthubi, penerjemah; Ahmad Khotib, editor; Muklis B Mukti, Tafsir Al-qurthubi, cetakan ke-1, ( Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), hlm. 76 12 Zarkasi Abdul Salam dan Oman Faturrahman, Pengantar Ilmu Fiqh, ushul Fiqh 1 (Yogyakarta:LESFI, 1994), hlm. 116.
64
Adanya kesepakatan pada transaksi jual beli Bilyet Giro (BG) yang terjadi di BMT SM NU Cabang Kajen yakni nasabah dengan pihak BMT dalam menentukan prosentase keuntungan berdasarkan musyawarah dari sebelum mengucapkan lafadz akad hingga akad berlangsung, hal tersebut sudah sesuai dengan prinsip keadilan dan kedua belah pihak saling memberikan manfaat.
2. Ditinjau dari rukun dan syarat jual beli. a. Subjek (pelaku jual beli). Para pelaku jual beli bilyet giro (penjual dan pembeli): 1) Penjual bilyet giro yaitu nasabah atau seseorang yang memperoleh pemindahbukuan dana sesuai dengan perintah penarik kepada tertarik (bank yang memelihara rekening giro penarik). Orang yang menjadi pemegang atau penjual dalam pelaksanaan jual beli bilyet giro di BMT SM NU Cabang Kajen. Namun adanya ketidakpastian pada penjual yakni bilyet giro yang dibawa/dijual bukan miliknya sendiri, hal ini mengandung risiko bagi BMT. 2) Pembeli bilyet giro adalah pemilik modal / BMT SM NU Cabang Kajen yang membeli bilyet giro dari nasabah secara lansung. Jika diperhatikan secara seksama, baik dari penjual maupun pembeli dalam jual beli bilyet giro di BMT SM NU,
65
maka tidak ada penyimpangan dari rukun dan syarat yang sudah ditetapkan oleh syara’ di antaranya adalah, para pelaku jual beli baik pihak penjual maupun pembeli merupakan orang-orang yang baligh, berakal dan kedua belah pihak merupakan orangorang yang berkompeten dalam melakukan jual beli. b. Objek jual beli (Barang yang diperjual belikan) Syarat-syarat benda yang menjadi objek akad,
ialah
sebagai berikut; 1) Suci (tidak najis) Suci yang dimaksud adalah objek yang diperjualbelikan tidak najis. Najis menurut syariat Islam (Syara’) adalah benda yang kotor dan telah ada dalil yang menetapkannya.13Najis wajib dibersihkan menurut cara-cara yang telah ditentukan oleh syara’ karena akan menjadi penghalang dalam beribadah kepada Allah. Yang termasuk benda-benda najis seperti: a) Bangkai, Kecuali manusia, ikan dan belalang. b) Darah. c) Nanah. d) Segala sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur. e) Anjing dan babi. f)
13
Minuman keras seperti arak dan sebagainya.
http://tulisanserat.blogspot.com/2012/10/pengertian-najis-pembagiannya.html (diakses pada tanggal 15 Oktober 2014)
66
g) Bagian anggota badan binatang yang terpisah karena dipotong dan sebagainya selagi masih hidup. Rasulullah SAW bersabda: 14
ُﷲ إِ َذا َﺣ ﱠﺮ َم َﻋﻠَﻰ ﻗَﻮْ ٍم أَ ْﻛ َﻞ َﺷ ْﻰ ٍء َﺣ ﱠﺮ َم َﻋﻠَ ْﯿ ِﮭ ْﻢ ﺛَ َﻤﻨَﮫ َ إِ ﱠن ﱠ
“Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan atas suatu kaum untuk memakan sesuatu, maka Dia pasti mengharamkan harganya”. (HR. Abu Dawud dan Baihaqi dengan sanad shahih) 2) Memberi manfaat menurut syara’ Bilyet Giro (BG) yang menjadi objek jual beli tersebut dapat dimanfaatkan untuk modal kelangsungan usahanya. Usaha hal ini dalam bentuk usaha batik, meubel, dsb. 3) Diketahui Dalam jual beli bilyet giro ini telah diketahui giro yang akan diperjualbelikan, diketahui nominal, tanggal efektif atau jatuh tempo yang tertera dalam bilyet giro tersebut. 4) Dapat diserahkan
14
HR. Abu Dawud dan Baihaqi dengan sanad shahih
67
Dalam jual beli Bilyet Giro (BG) ini penjual dan pembeli dapat saling menyerahkan barang (BG) dan jumlah uang yang telah disepakati sebelumnya. 5) Milik sendiri Bilyet giro yang diperjualbelikan belum tentu milik penjual, karena dalam prakteknya terdapat bilyet giro yang bukan millik penjual dan hal ini terdapat spekulasi dan mengandung unsur gharar. 6) Ada barang yang di akadkan15 16
َْﺲ ِﻋ ْﻨﺪَك َ ﻻَ ﺗَﺒِ ْﻊ َﻣﺎ ﻟَﯿ
“Jangan engkau jual barang yang tidak engkau miliki!” (HR. Abu Daud II/305 no.3503) Dari uraian yang dipaparkan tersebut dapat diambil suatu pengertian bahwa, bilyet giro adalah salah satu jenis dari beberapa alat tukar yang dipergunakan di Indonesia, dengan demikian jual beli bilyet giro yang menjadi objeknya adalah bilyet giro dan bilyet giro yang diperjualbelikan tersebut masih dalam masa aktif pencairan bilyet giro, sehingga di khawatirkan akad ini dapat merugikan salah satu pihak dan terjadilah akad gharar. Seperti yang diutarakan oleh nasabah terdapat kekhawatiran jika pada saat
15
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2010), hlm. 70-71. Imam Al-Khafid Abi Abdullah Muhammad Ibnu Yazid Al kozwaini, Shahih Sunan Ibnu Majah Riyad: Al-Ma’arij, hlm. 220. 16
68
jatuh tempo ternyata kosong meskipun terdapat jaminan dalam melaksanakan jual beli tersebut.17 Dalam pembiayaan Bilyet Giro (BG) pada tahap awal BMT SM NU Cabang Kajen mensyaratkan adanya jaminan untuk mengcover atau menghindari terjadinya cek/giro kosong. Hal ini untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Namun pendapat penulis hal tersebut tidak dapat dipungkiri objek dalam jual beli ini belum tentu milik penjual atau pada saat bilyet giro tersebut baru akan menjadi miliknya pada saat jatuh tempo dan bilyet giro tersebut belum diketahui secara pasti giro tersebut terisi atau kosong. Apabila bilyet giro yang diperjualbelikan pada saat jatuh tempo ternyata kosong maka BMT menutupnya dengan jaminan tersebut, dan akan diberikan toleransi untuk mengembalikannya. Jika nasabah tidak mengembalikan maka pembiayaan ini di akad kembali atau sesuai kesepakatan dengan BMT SM NU. Hal ini termasuk jual beli bersifat gharar (samar) yang kurang sesuai dengan syariat Islam. Karena belum diketahui secara jelas bilyet giro tersebut terisi atau kosong.
رﺿ َﻲ ﱡ ﻲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﻰ وﺳﻠﻢ ﻧَﮭَﻰ ﻋﻦ أَ ﱠن اﻟﻨﱠﺒِ ﱠ:ﷲ ﻗﺎل ِ َﻋﻦ أَﺑِﻲ ھُﺮ ْﯾ َﺮة ﺎر ﱠ (ي َ ﺑَﯿ ِْﻊ ْاﻟ َﺤ ِ )رواهُ ْاﻟ َﺠ َﻤﺎ َﻋﺔُ إِﻻﱠ ْاﻟﺒُ َﺨ.ﺼﺎة َوﻋ َْﻦ ﺑَﯿ ِْﻊ ْاﻟ ُﻐ َﺮ ِر Artinya: Dari Abu Hurairah R A,ia mengatakan,’’Nabi SAW melarang jual beli dengan menggunakan kerikil 17
Wawancara dengan Bapak Basuki Riyadi, Nasabah BMT SM NU Cabang Kajen pada tanggal 30 Agustus 2014
69
dan jual beli barang yang menggandung unsur penipuan (samar).’’(HR.Jama’ah kecuali Al bukhari)18 Terkait dengan adanya jaminan dalam jual beli bilyet giro yang menjadi salah satu persyaratan dalam jual beli tersebut, menurut pandangan penulis kurang sesuai jika akad yang dilakukan pada transaksi di BMT SM NU adalah jual beli. Karena pada hakikatnya
jual
beli
tidak
mensyaratkan
jaminan sebagai
persyaratan awal beserta potongan yang ditentukan di awal akad. Seyogyanya jika akad tersebut menggunakan akad pinjammeminjam akan lebih sesuai dengan praktek yang dilaksanakan di BMT SM NU Cabang Kajen. 3. Ditinjau dari cara pelaksanaan akad jual beli (Ijab qabul) Akad (transaksi), yaitu segala tindakan yang dilakukan kedua belah pihak yang menunjukkan mereka sedang melakukan transaksi, baik tindakan itu berbentuk kata-kata maupun perbuatan. Akad jual beli sebagai simbol dari suatu kerelaan dalam kegiatan jual beli antara penjual dan pembeli sehingga menjadikan suatu jual beli itu sah atau tidak. Ijab (penawaran) yaitu si penjual mengatakan, “saya jual barang ini dengan harga sekian”. Dan qabul (penerimaan) yaitu si pembeli mengatakan, “saya terima atau saya beli”. Dalam pelaksanaan 18
akad
jual
beli
HR.Jama’ah kecuali Al bukhar, Hadist ke 2788
bilyet
giro
dilakukan
secara
70
berkesinambungan, ada kesepakatan antara penjual dan pembeli. Seperti contoh kesepakatan jual beli Bilyet Giro (BG) di BMT SM NU Cabang Kajen adalah: BMT SM NU
:
”Saya beli giro bank “A” bapak “X” senilai sekian”
Nasabah
:
“Iya saya setuju”
Diperbolehkannya jual beli tersebut karena adanya akad suka sama suka antara penjual dan pembeli dan selagi tidak ada paksaan penjual dan pembeli pun tidak ada yang merasa dirugikan.
ًﺎط ِﻞ إِﻻﱠ أَ ْن ﺗَ ُﻜﻮْ نَ ِﺗ َﺠﺎ َرة ِ َﯾَﺂ أَﯾﱡﮭَﺎ اﻟﱠ ِﺬ ْﯾﻦَ آ َﻣﻨُﻮْ ا ﻻَﺗَﺄْ ُﻛﻠُﻮْ ا أَ ْﻣ َﻮاﻟَ ُﻜ ْﻢ ﺑَ ْﯿﻨَ ُﻜ ْﻢ ﺑِ ْﺎﻟﺒ 19
اض ِﻣ ْﻨ ُﻜ ْﻢ ٍ ﻋ َْﻦ ﺗَ َﺮ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu” (An-nisa’:29)
19
Syaikh Imam Al-qurthubi, Opcit hlm. 347.