BAB IV STUDY PERBANDINGAN ANTARA KONSEP TEOLOGI MISI YOHANES CALVIN DENGAN KONSEP TEOLOGI MISI GEREJA BATAK KARO PROTESTAN
Dalam BAB IV ini penulis akan melakukan analisa yaitu Suatu Analisa Teologi Misi Yohanes Calvin Terhadap Teologi Misi GBKP. Dalam analisa ini penulis khususnya fokus kepada pengertian misi, tujuan misi dan pelaku misi. Pada akhir BAB IV penulis akan menguraikan sebuah relevansi teologis tentang misi: Mewujudkan Missio Dei dalam konteks GBKP. A. Perbedaan Antara Konsep Teologi Misi Yohannes Calvin Dengan Konsep Teologi Misi Gereja Batak Karo Protestan (GBKP)
NO
PERBEDAAN
KONSEP TEOLOGI MISI
KONSEP TEOLOGI MISI
YOHANNES CALVIN
GEREJA BATAK KARO PROTESTAN (GBKP)
1
Pengertian Misi
Konsep
misi
menurut Sebagaimana
Yohannes Calvin tidak bisa dalam
pengertian
konsep
dipisahkan dengan Tiga hal kesaksian,
GBKP
misi adalah
memproklamirkan,
penting berkaitan dengan misi menyebarluaskan Kerajaan Allah dalam pemikiran Calvin, yaitu: Pertama, menekankan
Calvin
oleh
tiap-tiap
anggota
GBKP.
sangat Matius 28:19-20 tetap dijadikan pentingnya sebagai Amanat Agung Tuhan
pemberitaan Injil, sebagai cara Yesus,
61
bukan
dalam
arti
Allah
mengundang
semua kristenisasi.
orang
kepada
keselamatan, dengan Matius 22:34-40, bahwa
karena
aplikasi
keselamatan dengan menunjukkan kasih kepada
oleh Roh Kudus didahului oleh Allah panggilan Injil; Kedua,
“kafir”
(gentiles), itu pekerjaan Allah. Bila melalui
mengharapkan
menikmati
doktrin
keselamatan;
juga kesaksian seperti ini orang lain jadi untuk percaya, ia akan menjadi anggota tentang GBKP. Jadi dalam pengertian misi menurut
konsep GBKP
Ketiga, Bagi Calvin, semua dihubungkan orang untuk
diberikan
kesempatan 28:19-20,
dipanggil
pemberitaan
dengan
bangsa- membuat orang lain percaya, sebab
karena kepada mereka Calvin
sesama,
memberi telah kita terima, dan bukan kita
kepada
bangsa
dan
dihubungkan
menunjukkan berkat Allah yang
Calvin
perhatian
Tapi
misi
dengan
selalu Matius
diakui
sebagai
melalui amanat agung Tuhan Yesus. Misi
Injil.
Dengan lebih bersifat
kesaksian hidup
demikian, misi Calvin bukanlah (praktis) oleh setiap warga jemaat bersifat
ekslusif, melainkan GBKP.
inklusif, yaitu kepada semua Jadi orang.
Begitu juga,
menegaskan
bahwa
dalam
Calvin sebagaimana Tuhan Yohannes
pengertian yang
misi
diuraikan
Calvin tidak secara
Yesus tidak hanya diutus untuk mutlak tertuang dalam konsep orang bukan Yahudi. Hal ini pengertian misi di GBKP. GBKP
62
diteguhkannya
dengan menjadikan
mengutip teks Yesaya 2:4, sebagai bahwa:
“Ia
akan
Matius
amanat
agung
Tuhan
menjadi Yesus dalam melaksanakan misi,
Hakim antara bangsa-bangsa.
sedangkan Yohannes Calvin tidak
Jadi misi menurut Calvin selalu menyinggung berhubungan
28:19-20
dengan sebagai
Matius
amanat
pemberitaan Injil, yang menjadi Yesus
tetapi
objek pemberitaan Injil adalah melakukan
28:19-20
agung
Tuhan
panggilan
untuk
pemberitaan
Injil
bangsa-bangsa kafir dan Injil adalah berdasarkan sebagaimana adalah kebenaran mutlak yang Yesus harus
disampaikan
Tujuan Misi
bukan
hanya
kepada untuk orang Yahudi tetapi kepada
semua orang. 2
dipanggil
semua orang.
Tujuan misi menurut Yohannes Menurut GBKP ada tiga yang Calvin
adalah
bahwa
misi menjadi tujuan misi antara lain:
berhubungan dengan kerajaan Pertama,
Memenuhi
panggilan
Allah, kerajaan Allah harus sebagai alat dan teman sekerja diwujudnyatakan dalam dunia, Allah dalam memproklamasikan artinya kerajaan Allah semakin Injil kerajaan Allah. meluas, dan untuk itu, para Kedua,
Meningkatkan
rasul telah memulainya, dan orang-orang
untuk
jumlah dibabtis
masih diteruskan oleh gereja. (dikristenkan). Kerajaan Allah, tentu bukanlah Ketiga, Membangkitkan semangat gereja, namun gereja dipanggil penginjilan.
63
untuk menjadi agen kerajaan Dari tujuan misi diatas dapat kita Allah
di
semua
kehidupannya
aspek lihat
di
bahwa
GBKP
mengaku,
dunia. dengan melakukan misi GBKP
Penyebarluasan kerajaan Allah memenuhi panggilannya sebagai ini, adalah melalui pemberitaan alat dan teman sekerja Allah, Injil yang dilaksanakan oleh melakukan gereja. Gereja adalah
agen semangat
kristenisasi penginjilan
dan tetap
kerajaan Allah. Gereja diberi menjadi bagian dalam programmandat untuk memberitakan program pelayanan gereja. tentang kerajaan Allah, dan gereja
dipanggil
untuk
mempengaruhi seluruh aspek kehidupan manusia kehidupan manusia.
Sekalipun,
gereja
sebagai agen tunggal Allah, dan berperan dalam misi kerajaan Allah, namun perwujudan dan penyebarannya,
bukanlah
pekerjaan
gereja,
melainkan
pekerjaan
Allah.
Yohanes
Calvin,
dalam
Institusinya,
mengajarkan mengenai tugas orang
Kristen,
yaitu
64
untuk
memperkenalkan agama yang benar kepada semua orang. Tugas ini menjadi dasar bagi semua tugas orang Kristen, termasuk dalam misi gereja. Salah satu bukti sejarah yang kuat bahwa Calvin sebagai direktur
misi,
ialah
Calvin
berhasil menjadikan Genewa menjadi
pusat
Kekristenan
sebagai pusat pendidikan, pusat misi
bagi
gereja-gereja
di
Barat, dan menjadi model bagi gereja-gereja mulanya
Barat. Genewa
adalah
kota
pemerintahannya
yang kacau,
masyarakatnya amoral, sarat dengan ajaran sesat, namun kehadiran
Calvin
di kota
Genewa,
disertai
dengan
pemikiran
dan peran Calvin,
maka kota tersebut telah diubah menjadi pusat misi di eranya.
65
Memang dalam hal ini, misi Calvin
adalah
pembaharuan
misi
gereja
dan
masyarakat. Pembaharuan yang terjadi di kota Geneva adalah meliputi pembaharuan moral masyarakat,
hukum,
pendidikan,
dan
pembaharuan
politik,
khsususnya
gereja,
baik
teologi maupun tata gereja. Pembaharuan masyarakat yang berakar
pada
pembaharuan
gereja di kota Geneva tersebut, membangkitkan
sejumlah
utusan-utusan Injil ke banyak tempat di belahan dunia pada itu.
3
Pelaku Misi
Dalam tata gereja GBKP jelas disebutkan
bahwa
Pelaku
dipanggil
menurut
GBKP Yohannes Calvin dapat kita lihat
adalah persekutuan orang-orang sehubungan yang
misi
untuk Yohannes
dengan Calvin
ajaran tentang
memberitakan Kerajaan Allah predestinasi. Bagi Calvin, Firman
66
melalui kesaksian, persekutuan Allah adalah satu-satunya norma dan pelayanannya. (Matius 28 : yang
mendasari
18-20; Markus 16:15; Johanes mengenai
diskusi
predestinasi.
kita Ajran
17:21; Kisah Para Rasul 1:8; 2 predestinasi yang mengakui bahwa :43-47; Efesus 2:10; 4 : 23-24; Tuhan
oleh
karena
kasih
Pilipi 2:11; Kolose 1:10; I karunianya (Sola Gratia) telah Petrus 2:9 dan Wahyu 21:5). menentukan
orang-orang
yang
Jadi GBKP mengakui sebagai diselamatkan atau dengan kata lain gereja
(persekutuan
orang- orang-orang
orang) yang dipanggil untuk ditakdirkan
yang untuk
sudah
diselamatkan
memberitakan kerajaan Allah. yaitu gereja. Jadi dengan demikian Semua yang
anggota adalah
persekutuan semua
manusia
anggota
baru orang-orang
gereja yang
adalah sudah
berperan dan mendapat bagian ditakdirkan selamat oleh karena dalam
kesaksian
persekutuan
(marturia), kasih karunia Allah (Sola Gratia).
(koinonia)
dan Orang-orang
yang
sudah
pelayanan (diakonia) gereja, diselamatkan
(gereja)
dipanggil
sebagai wujud dari jemaat yang untuk melakukan misi, jadi bagi missioner dibawah koordinasi Yohannes Calvin semua anggota dan arahan dari para pelayan gereja adalah juga pelaku misi. khusus: Pendeta, Penatua dan Pelaku misi juga dapat kita lihat Diaken. Untuk
melalui kontribusi Calvin dalam mensukseskan misi
67
ialah
berkenaan
dengan
setiap program-program misi penetapan
beberapa
jabatan
yang tertuang dalam program- gerejawi yang sangat terkait erat program bidang marturia maka dengan tugas pemberitaan Injil. di GBKP telah ditetapkan ada Calvin
mendasarkan
Lima Unit Pelayanan di Bidang pengangkatannya Marturia GBKP, yakni:
mengenai
jabatan gereja berdasarkan Efesus
Pertama, Tim Pembinaan dan 4:11-12, bahwa: “Dan Ialah yang Pelatihan PI ke Klasis-Klasis memberikan dan ke Majelis-Mejlis.
baik
rasul-rasul
maupun nabi-nabi, baik pengajar-
Kedua, PI keluar dan ke dalam, pengajar, untuk memperlengkapi yang
menjangkau
daerah- orang-orang kudus bagi pekerjaan
daerah baru di wilayah GBKP pelayanan, dengan
Pemutaran
Rohani,
film dimaksudkan adalah:
melaksanakan Pertama, Rasul adalah berkenaan
Kebaktian Kebangunan Iman dengan (KKI), dll.
tugas:
“Pergilah,
beritakanlah Injil kepada setiap
Ketiga, Unit Dialog Antar Iman makhluk” (DAI),
pembangunan
tenaga tubuh Kristus”. Tiga jabatan yang
mengutus
Detaser,
bagi
membina
kerukunan Berkenaan
antar umat beragama. Sebab menegaskan bagaimanapun
(Markus dengan tugas
ini,
16:15). Calvin
pemberitaan
Indonesia Injil yang dilakukan oleh orang
bangsa yang majemuk, kita percaya, tidak terikat pada batasseperti
orang
yang
68
tinggal batas tertentu, melainkan seluruh
dalam satu rumah (rumah adat dunia diserahkan kepada mereka Karo, delapan keluarga dalam supaya mereka
menjadi tunduk
satu rumah), kita harus mampu kepada Kristus, supaya dengan saling menerima satu dengan penyebaran Injil ke mana saja, yang lain.
mereka dapat mendirikan kerajaan-
Keempat, Unit Wisata Rohani, Nya di semua tempat dengan membina jemaat dalam missi memberitakan Injil. melalui wisata, termasuk ke Kedua Nabi, tidak ada lagi pada daerah wisata yang dibangun zaman
ini,
atau
kurang
oleh GBKP, yakni ke desa teridentifikasi, kalau pun ada, itu Buluh Awar, desa pertama hanya terbatas pada orang-orang masuk Injil ke Karo.
yang mendapat karunia khusus.
Kelima, Varia GBKP: yaitu PI Ketiga, Menurut Yohannes Calvin, melalui Media Massa, seperti: mereka berada di bawah jabatan radio dan media lainnnya. Pada
rasul, namun yang paling dekat
masing-masing dengan jabatan rasul, yaitu tugas
unit pelayanan telah diangkat memberitakan Injil seperti Lukas, para petugas (pengurus) oleh Timotius,
Titus
dan
lain-lain.
modramen GBKP dengan masa Ketiga jabatan ini, diakui oleh kerja selama lima tahun, dan Calvin,
bahwa
Allah
kadang-
dalam melaksanakan program kadang membangkitkan rasul atau pelayanannya para pengurus pengganti mereka, yakni pemberita bertanggung
jawab
69
kepada Injil, seperti yang terjadi pada
modramen GBKP.
masa Calvin.
Pelaku misi di GBKP dapat dibagi dua yaitu: Pertma, Pelaku misi secara umum yaitu semua anggota jemaat yang dipanggil untuk melakukan misi dalam bentuk persekutuan kesaksian
(koinonia), (marturia),
dan
pelayanan (diakonia). Kedua,
Pelaku
misi
secara
khusus yaitu Majelis (Pendeta, Penatua, Diaken), warga jemaat yang telah dilantik/ditabiskan untuk
menjadi
pengurus
disetiap wilayah pelayanannya (Sinodal,
Klasis,
dan
Runggun/Majelis Jemaat). Jadi para pelaku misi dalam melaksanakan
program-
program pelayanannya sudah terorganisir,
dan
memiliki
kepengurusan khusus, sehingga
70
dapat dikatakan pekerjaan misi adalah merupakan salah satu program
pelayanan
yang
diutamakan di GBKP.
B. Persamaan Antara Konsep Teologi Misi Yohannes Calvin Dengan Konsep Teologi Misi Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) -
Tujuan Misi Tujuan misi menurut GBKP dan Yohannes Calvin memiliki persamaan, sama-sama
mengakui bahwa gereja adalah agen, alat dan utusan untuk melakukan misi yang bertujuan untuk memberitakan, menghadirkan dan menciptakan “kerajaan Allah” di dunia. GBKP melalui program-program misinya misalnya: Perkabaran Injil Kedalam (Evangelisasi), Program kerja PI keluar, Buluh Awar Mission, pemutaran film Rohani, Kebaktian Kebangunan Iman (KKI), mendirikan panti asuhan Gelora Kasih di Sukamakmur (untuk anak yatim piatu), Sekolah Luar Biasa (SLB) Alfa Omega di Kabanjahe (untuk anak-anak autis), YAPOS di Sukamakmur (untuk orang tua sejahtra/lansia), mendirikan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Credit Union (CU) sebagai program pelayanan GBKP untuk menunjukkan kepedulian kepada perekonomian jemaat dan masyarakat dll. Sebagaimana juga yang dilakukan oleh Yohannes Calvin khususnya di kota Geneva. Misi Calvin adalah misi pembaharuan gereja dan masyarakat. Pembaharuan yang terjadi di kota Geneva adalah meliputi pembaharuan moral masyarakat, hukum, politik, pendidikan, dan khsususnya pembaharuan gereja, baik teologi maupun tata gereja.
71
Jadi jelas terlihat GBKP yang beraliran Calvinis dalam membuat tujuan misi masih mewarisi tujuan misi Yohannes Calvin. Tujuan misi yang tidak hanya fokus kepada hal-hal pemberitaan Injil tetapi juga yang menyangkut masalah sosial, ekonomi, politik, pendidikan, dan hubungan gereja dan masyarakat. -
Pelaku Misi Pelaku misi dalam GBKP dan menurut Yohannes Calvin memiliki kesamaan, pelaku misi
secara umum dan secara khusus. Untuk jabatan-jabatan dalam gereja sebagai mana yang disebutkan Yohannes Calvin di GBKP ada terdapat jabatan-jabatan ataupun sering disebut dengan pelayan khusus, sebagaimana disebutkan dalam tata gereja GBKP: “PELAYAN KHUSUS DAN PANGGILANNYA” Hakekat, fungsi dan jenis pelayan khusus 1. Hakekat a. Pelayan khusus dalam gereja adalah orang-orang yang menerima tugas khusus sebagai pelayanan yang dianugrahkan oleh Tuhan Yesus Kristus. (Efesus 4:11). b. Pelayan khusus berasal dari anggota sidi jemaat yang menerima panggilan Yesus Kristus melalui pemilihan, penyerahan diri sepenuhnya untuk tugas gereja, penetapan dan penahbisan. 2. Fungsi Fungsi pelayan khusus adalah membina dan memperlengkapi seluruh warga jemaat GBKP, agar dapat mengembangkan karunia yang mereka miliki untuk tugas pekerjaan pelayanan pembangunan Tubuh Kristus, bagi keikutsertaannya dalam melaksanakan rencana karya Tuhan Allah menyelamatkan dan mensejahtrakan dunia dan seluruh ciptaanNya. (Efesus 4:11-16).
72
3. Pelayan khusus terdiri dari pendeta, penatua dan diaken, secara bersama-sama melakukan tugas sesuai dengan yang diamanatkan Yesus Kristus sebagai kepala gereja. 4. Kedudukan pendeta, penatua dan diaken adalah sama hanya dibedakan oleh tugas pelayanannya yaitu: a. Pendeta adalah pelayan khusus penuh waktu yang terpanggil dan menyerahkan diri sepenuhnya serta memilih tugas gereja sebagai satu-satunya bidang pengabdian dalam hidupnya. b. Penatua atau Diaken adalah pelayan khusus yang bukan penuh waktu namun terpanggil untuk menyerahkan hidupnya untuk pelayanan gereja.1 Secara khusus fungsi pendeta adalah sebagai gembala, guru dan pemimpin. Jadi jabatanjabatan gereja dalam GBKP mewarisi jabatan-jabatan sebagai mana yang dibuat oleh Yohannes Calvin. Perbedaannya adalah terletak dalam sebutan untuk masing-masing jabatan, Calvin menggunakan istilah Rasul, dan Nabi. Sedangkan di GBKP menggunakan istilah pendeta, pertua/penatua, dan diaken.
C. Relevansi Teologis Tentang Misi: Mewujudkan Missio Dei Dalam Konteks GBKP Sejak berdiri secara mandiri pada tahun 1941 GBKP telah banyak mengalami perkembangan dalam segala bidang. Berbagai peristiwa dan perubahan yang senantiasa terjadi dalam kehidupan jemaat membuat GBKP melakukan pembenahan dan pengembangan diri. Namun, proses pembenahan itu tidak cukup hanya meliputi struktur organisasi, Sumber Daya Manusia (SDM), program kerja, atau pembangunan fisik gereja, namun juga harus meliputi
1
Moderamen GBKP, Tata Gereja GBKP 2005-2015, Kabanjahe, 2005, 8-9.
73
pembenahan dan pengembangan pemahaman teologis mengenai misi GBKP dalam menghadapi situasi kehidupan yang terus berubah. Sampai hari ini tema perayaan Jubileum 100 Tahun kedatangan Injil ke Tanah Karo pada tahun 1990, “Ini aku, utuslah aku” (Yesaya 6:8) menjadi motto dan nilai yang dipegang serta dihidupi oleh GBKP dalam menjalankan perannya sebagai bagian dari misi Allah (Missio Dei) di dunia ini. Gereja (GBKP) ada karena adanya misi Allah. Allah adalah Allah yang missioner. 2 Oleh karena itu, GBKP perlu senantiasa bertanya dan bergumul ke dunia seperti apa aku diutus? Kini GBKP telah genap berumur 122 tahun (18 April 1890 – 18 April 2012). Tantangan dan perubahan yang dihadapi juga semakin kompleks. GBKP kini berhadapan dengan postmodernisme, globalisasi, kapitalisme, aliran neo kharismatik, dan lain-lain. Situasi dan realita ini membuat GBKP harus berefleksi dan merumuskan kembali misinya dengan tetap setia mengambil bagian dalam Missio Dei. Dengan melihat konsep misi menurut Yohannes Calvin dan menurut GBKP tersebut diatas, konsep misi Yohannes Calvin dan GBKP (yang sudah ada) penulis rasa masih mengarah kepada pendekatan misi yang eksklusif, karena disatu sisi masih menjadikan pemberitaan Injil sebagai tugas pokok misi dan menjadikan orang-orang diluar kekristenan sebagai objek misi. Melalui pemberitaan Injil diharapkan orang-orang yang diinjili akan masuk/menjadi anggota Kristen. Disisi lain baik konsep misi Yohannes Calvin maupun konsep misi GBKP sudah terlihat kedalam pendekatan inklusif dan pluralisme, khususnya melalui tujuan misi yang dilakukan yaitu sudah menyangkut masalah-masalah sosial, ekonomi, politik dan pendidikan di tengah-tengah masyarakat. Artinya program-program misi yang dilakukan oleh gereja baik di zaman Yohannes Calvin di Geneva dan program-program misi yang dilakukan oleh GBKP diseluruh wilayah
2
David J. Bosch, Transformasi Misi Kristen: Sejarah Teologi Misi yang Mengubah dan Berubah, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006, 598.
74
pelayanannya tidak hanya untuk kepentingan warga gereja saja tetapi untuk keselamatan universal. Secara khusus untuk konteks GBKP masa kini kita harus kembali melihat kedalam konteks GBKP pada awalnya, yaitu sehubungan dengan kedatangan misionaris utusan zending NZG ke Tanah Karo adalah untuk mengkristenkan orang Karo agar bertobat dan tidak mengganggu perkebunan milik orang Belanda. Kristenisasi pada masa ini merupakan sebuah bentuk kolonialisme barat. Oleh karena itu, aturan yang ketat akan sepuluh hukum Allah dan siasat gereja dijalankan dengan sangat keras. Pietisme yang menekankan kesaksian/ gaya hidup saleh untuk mendapatkan keselamatan dan menghindari kekafiran menjadi tekanan utama. Dalam perkembangan selanjutnya, walalupun GBKP telah berdiri secara mandiri dan perkebunan Belanda telah diambil alih oleh pemerintah, namun paham teologis tentang misi untuk mengkristenkan orang lain (terutama yang dianggap kafir) dan penekanan kuat pada pietisme termasuk didalamnya menghindari penggunaan gendang dan musik Karo masih tetap diwarisi oleh GBKP. Namun, pada tahun 1966 dalam perayaan Jubileum 75 tahun GBKP akhirnya musik dan gendang Karo diterima dalam GBKP. Sejak tahun 1942-1970 GBKP dengan gigih mewartakan Injil (berita simeriah) kepada orang Karo yang belum beragama, khususnya mereka yang masih menganut kepercayaan nenek moyang (perbegu). Para pekabar Injil dipersiapkan dengan baik untuk diterjunkan melayani mereka yang belum menerima keselamatan dari Yesus. Sementara itu, pembinaan ke dalam warga gereja sangat minim, bahkan hampir tidak ada. Mulai tahun 1970 kesibukan ber-PI beralih pada kesibukan mengembangkan pembinaan jemaat-jemaat akibat banyaknya pertambahan jumlah jemaat karena adanya baptisan massal hampir di seluruh Tanah Karo sebagai akibat peristiwa G-30 S/ PKI. Muncul kesadaran bahwa
75
pelayanan terhadap anggota jemaat bukan hanya pelayanan rohani, tetapi pelayanan manusia seutuhnya. Walaupun demikian, penginjilan ke desa-desa dan keluarga tetap dilanjutkan melalui program air bersih, jembatan, penyuluhan pertanian, listrik, dan kesehatan. Pada tahun 1990, dalam perayaan Jubileum 100 tahun GBKP, untuk pertama kalinya GBKP merumuskan misinya untuk menciptakan jemaat yang missioner yang terlibat secara sadar dan aktif dalam pelayanan dan kesaksian gereja. Misi ini dirumuskan sebagai antisipasi dalam menghadapi berbagai tantangan dalam bentuk perubahan nilai sebagai dampak pembangunan dan mobilitas masyarakat.3 Dalam Garis Besar Pelayanan (GBP) GBKP dikatakan; Gereja sebagai tubuh Kristus harus menggarami konteks (lingkungan sekitar) dan waktu dimana ia berada agar relevan dan berdampak (Matius 5:13-15). Inilah yang disebut Gereja yang bersaksi (Marturia) yang di dalamnya pelayanan (Diakonia) dan kehidupan persekutuan (Koinonia) menyatakan kediriannya sebagai yang bukan dari dunia tapi di dunia (konteks).4Misi dalam GBKP yg tertuang dalam kesaksian (Marturia) yang salah satu bentuknya adalah penginjilan yang meliputi penginjilan kedalam dan keluar. Pihak yang dituju melalui pekabaran Injil GBKP adalah masyarakat suku Karo yang belum memeluk agama atau menganut kepercayaan nenek moyang (perbegu). Dari tinjauan di atas kita melihat bahwa misi dalam konteks GBKP sudah mengalami kemajuan dan perkembangan, namun sejak dulu sampai sekarang sebagian besar misi GBKP difokuskan pada kegiatan keluar, misalnya pekabaran Injil (PI) sedangkan pembinaan dan peningkatan kualitas kehidupan jemaat dalam hidup bergereja masih sangat kurang. Penulis tidak anti terhadap kegiatan PI. Penulis menduga bahwa warisan pengaruh pietisme yang kuat ikut menentukan perumusan misi tersebut. Misi untuk melakukan kontekstualisasi teologi demi 3
Sempa Sitepu, Kehadiran Injil Kerajaan Allah Membaharui Adat/ Budaya dan Kehidupan Suku-Karo Indonesia, Expo Sentana, Medan, 2000, 308. 4 Yoh 15:19; 17:14; 18:36; bandingkan Yoh 17:21
76
menghasilkan misi yang kontekstual bagi masyarakat dan pelayanan GBKP masih sangat kurang. Jika demikian, apakah GBKP masih mengarah pada hidup setia kepada Tuhan dalam menjalankan misi-Nya? Saat ini GBKP memiliki 476 runggun5 yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebagian besar terdapat di Sumatera Utara. Setiap runggun memiliki pergumulan dan keprihatinan dalam konteksnya masing-masing. Namun, secara umum sebagai sebuah gereja suku yang masih memegang nilai-nilai adat dan budaya Karo, GBKP kini berhadapan dengan budaya postmodern, globalisasi, aliran neo kharismatik, dan lain-lain. Ketiga hal ini tidak hanya berpengaruh kepada GBKP, namun juga seluruh gereja di dunia. Dalam globalisasi dunia menjadi semakin terhubung. Globalisasi kebudayaan telah membawa GBKP dan dunia pada homogenisasi (mempersatukan), yaitu standarisasi kehidupan secara global melalui kolonisasi baru secara massal berdasarkan kapitalisme global.6 Coca cola, Jeans, Mac Donalds, Kentucky Fried Chicken, MTV, internet, penggunaan HP bukan merupakan barang baru lagi bagi masyarakat GBKP, bahkan yang terpelosok sekalipun. Setelah homogenisasi muncul retribalisasi, yaitu perlawanan lokal terhadap yang global. Sebagian masyarakat GBKP menjadi sangat fundamentalis dalam hal adat dan budaya serta menghindari pengaruh global dalam kehidupan bergereja. Di sisi lain muncul pula kreolisasi/ glokalisasi, yaitu kebudayaan lokal berinteraksi dengan kebudayaan global yang akhirnya melahirkan kebudayaan hibridis.7 Ini berarti dalam kehidupan masyarakat GBKP sendiri sudah terjadi percampuran kebudayaan. Setiap jemaat kini memiliki identitas jamak yang ditentukan oleh macam-macam kebudayaan.
5
Runggun merupakan persekutuan jemaat lokal yang telah berdiri secara mandiri dan berada di bawah
6
GEMA TEOLOGI, Jurnal Fakultas Theologia, 32 (2008) No. 1,127. Ibid., 128.
klasis. 7
77
Sementara itu gaya hidup postmodern yang mengualifikasi situasi budaya baru yang ditandai oleh goyahnya dasar-dasar mutlak rasionalitas dan runtuhnya ideologi-ideologi besar sejarah terus muncul ke permukaan. Masyarakat didorong untuk hidup dalam norma konsumerisme yang memusatkan diri pada hidup sekarang ini. Kebebasan dari berbagai hambatan dan hanya memikirkan kenikmatan dan kepenuhan diri dianggap menjadi sesuatu yang hakiki. Pada satu sisi, nilai-nilai kekristenan dan budaya (Karo) mulai dipertanyakan. Namun, di sisi lain orang mulai kehilangan makna hidup dan orientasi masa depan. Belum selesai dengan budaya postmodern, kini budaya hipermodernisme telah hadir dalam masyarakat, termasuk masyarakat GBKP. Kecenderungan
pribadi
hipermodern
adalah
mencari
kepuasan
langsung
dan
menyingkirkan pembatas-pembatas, baik norma kolektif maupun tujuan bersama. Kebahagiaan pribadi cenderung menggantikan tindakan kolektif. Ada pemujaan terhadap hal-hal baru yang muncul.8 Pengaruh ini mulai terlihat dalam kehidupan bergereja jemaat GBKP. Orang-orang pergi ke gereja hanya untuk mencari kepuasan langsung dan kebahagiaan pribadi setelah itu langsung pulang. Tidak peduli dengan hubungan kekerabatan dan unsur komunitas dalam gereja. Akibatnya tingkat partisipasi dalam kehidupan gereja menjadi rendah. Buku panduan persekutuan jemaat (PJJ) pada tahun 2008 mencatat jumlah kehadiran jemaat GBKP ke gereja 40% dan hanya 30% yang mau aktif dalam pelayanan di gereja. Dampak globalisasi, budaya postmodernisme, dan hipermodernisme di Tanah Karo khususnya, membuat GBKP kini menghadapi peningkatan jumlah penderita HIV AIDS, kerusakan lingkungan pertanian akibat penggunaan pestisida, alih fungsi hutan lindung menjadi lapangan golf, angka putus sekolah yang cukup tinggi akibat tidak termotivasi, tidak adanya semangat untuk belajar, dan menyandarkan diri pada kemapanan ekonomi keluarga. 8
Majalah Basis, Nomor 05-06 (Mei-Juni) 2009, 8.
78
Pengaruh lain yang juga kini kuat muncul dalam masyarakat GBKP adalah perkembangan aliran kharismatik. Perpindahan jemaat GBKP (khususnya kaum muda) ke gereja-gereja kharismatik dan dual keanggotaan gereja menimbulkan persoalan tersendiri bagi GBKP. Selama ini GBKP menjalin hubungan yang baik dengan gereja-gereja pentakostal yang ada di sekitarnya. Namun, aliran neo kharismatik yang kini banyak berkembang dalam masyarakat GBKP menimbulkan persoalan tersendiri karena beberapa ajaran mereka melarang jemaatnya untuk terlibat dalam acara adat dan budaya Karo karena dianggap sebagai warisan kepercayaan nenek moyang. Masyarakat Karo seakan tercabut dari akarnya dan digantikan dengan sebuah identitas dari luar, yaitu khas Amerika. GBKP menghayati dirinya mengambil bagian/ikut serta dalam mewujudkan Missio Dei di dunia ini. Yesaya 6 : 8 yang menjadi motto dan semangat yang melandasi pelayanan GBKP selama ini menunjukkan bahwa GBKP terus bertekad untuk setia pada panggilannya dalam mewujudkan kerajaan Allah di bumi. Namun, penghayatan dan tekad ini tidak akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan jika GBKP tidak berusaha merumuskan misinya yang kontekstual bagi masyarakat GBKP. Lima hal yang menjadi misi GBKP dalam program kerja 2005-2010 untuk mewujudkan visi GBKP, “Hidup Setia Kepada Tuhan” adalah meningkatkan peribadatan; menghargai kemanusiaan; melakukan keadilan, kebenaran, kejujuran, dan kasih; mewujudkan warga yang dapat dipercaya; serta meningkatkan perekonomian jemaat. Misi yang telah dirumuskan oleh GBKP di atas merupakan misi yang sangat umum, yang menurut penulis belum memperhitungkan konteks GBKP sebagai sebuah gereja suku yang mengakar dalam kebudayaan Karo dan unsur-unsur lain yang kini mempengaruhinya. Melihat realita dan konteks yang kini dihadapi GBKP, seperti yang telah dikemukakan penulis pada
79
bagian sebelumnya, misi GBKP tersebut masih sangat kurang dan perlu untuk disempurnakan, terutama dalam hal kontekstualisasi teologi misi. Untuk mewujudkan kontekstualisasi teologi misi GBKP perlu meneliti dan mengkritisi pengaruh ajaran dan misionaris Eropa pada zaman kolonial yang masih mengakar kuat dalam kehidupan GBKP yang mungkin membuat relasi gereja dengan budaya dan lingkungan sekitarnya menjadi terganggu dan kurang terbuka. Selain itu, pengaruh budaya yang masuk dan digunakan dalam kehidupan bergereja juga perlu dikritisi. Sejak tahun 1966 musik dan gendang Karo sudah diterima oleh GBKP, namun sampai saat ini di seluruh Indonesia tidak ada GBKP yang menggunakan musik dan gendang Karo dalam kebaktian Minggu (bandk. Pemakaian gamelan dalam ibadah GKJ). Adat rebu yang menjadi dasar pemisahan tempat duduk dalam ibadah GBKP juga tampaknya perlu ditinjau ulang. Beberapa GBKP telah meninggalkannya namun sebagian besar masih setia mengadopsi adat tersebut. Harus diakui bahwa kontekstualisasi teologi, terutama teologi Misi di GBKP masih sangat kurang. Kontekstualisasi teologi yang terkait dengan GBKP dan kebudayaan Karo masih terbatas pada tataran akademis, khususnya mahasiswa teologi dan tidak berlanjut dalam kehidupan gereja. Dalam realita globalisasi, postmodern (bahkan hipermodernisme), dan aliran neo kharismatik sekarang ini kontekstualisasi teologi misi harus melibatkan warga jemaat GBKP. Kontekstualisasi mengarah pada doing theology. Artinya, tidak sekedar dari kita kepada konteks, namun juga melibatkan setiap elemen dalam konteks. Kebudayaan global coba untuk diakomodasi, namun juga tidak mengabaikan kebudayaan lokal. Hal ini berarti kontektualisasi adalah kontekstualisasi yang interkultural, membangun teologi misi bersama-sama dengan
80
konteksnya setelah melalui proses panjang “saling mendengarkan”. Melalui hal ini diharapkan dapat dihasilkan “people’s theology”.9 Kontekstualisasi teologi misi juga berarti mewujudkan jemaat missioner yang diharapkan dapat melayani dengan professional demi mewujudkan Kerajaan Allah di bumi. Jemaat diberi peran sesuai dengan kemampuan dan bidangnya masing-masing. Gereja dan pemimpin jemaat lebih berperan sebagai bidan yang menolong dan mengarahkan dengan intensif. Hal ini mendorong masyarakat GBKP untuk lebih peka dan sadar serta dapat menunjukkan keterlibatannya dalam penanggulangan masalah HIV AIDS, kerusakan alam, dan pendidikan. Dengan demikian semua anggota GBKP turut serta dan terlibat dalam perwujudan misi Allah dan menghindari tujuan utama misi dalam paradigma modern yang menekankan penambahan anggota gereja, church growth berdasarkan keyakinan bahwa itu satu-satunya jalan bagi manusia untuk diselamatkan.10 Dalam konteks kehidupan yang terus berkembang GBKP dituntut untuk menegaskan dan merumuskan misinya yang kontekstual sebagai bagian dari perwujudan Missio Dei di bumi ini. Untuk merumuskan misi tersebut GBKP perlu mempertimbangkan sejarah perkembangan misi GBKP di masa lalu dan sekarang. Dalam mewujudkan misi yang kontekstual, GBKP perlu melakukan kontekstualisasi teologi misi melalui kontektualisasi interkultural yang melibatkan peran jemaat untuk ikut serta dalam perwujudan Missio Dei.
9
GEMA TEOLOGI, Jurnal Fakultas Theologia, 32 (2008) No. 1, 111. GEMA TEOLOGI, Jurnal Fakultas Theologia, 31 (2007) No. 2, 49.
10
81