BAB IV SHALAT MEWUJUDKAN KETENTRAMAN JIWA
A.
Hubungan Antara Shalat dan Ketenteraman Jiwa Sebagai ajaran yang sempurna, Islam mempunyai ajaran yang universal dan utuh menyeluruh, sehingga bisa memenuhi hajat hidup manusia dalam mencapai tujuan hidupnya, untuk kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Untuk mencapai tujuan tersebut, Islam telah mengajarkan aturanaturan dan praktek ibadah yang sesuai dengan keadaan fitrah manusia. Islam mempunyai pedoman bagi manusia dalam memenuhi kebutuhan lahiriyah seperti papan, sandang, pangan dan lain sebagainya. Demikian halnya dengan kebutuhan batiniah/ jiwa seperti kasih sayang, perasaan aman, rasa harga diri, rasa bebas, serta kebutuhan sosial seperti hidup bermasyarakat, tolong menolong dan lain-lain. Kebutuhan-kebutuhan tersebut semakin lama semakin meningkat sejalan dengan perkembangan hidup manusia. Mereka berusaha memenuhi segala kebutuhan secara berlebihan tanpa memandang unsur kemanfaatan, fungsi dan kemampuan diri. Perubahan-perubahan yang begitu cepat, ledakan penduduk yang tidak terkendali, pencemaran lingkungan akibat limbah industri, pergantian berbagai tata nilai yang serba cepat memunculkan krisis dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, melunturnya nilai-nilai tradisi dan penghayatan agama sebagai akibat samping kemajuan teknologi, industrialisasi dan lain-lain. Dengan sendirinya muncul persaingan hidup yang keras dan dapat menimbulkan penderitaan jiwa bagi mereka yang belum atau tidak siap dalam persaingan hidup tersebut, sehingga efek negatif yang timbul adalah munculnya kegelisahan jiwa, kecemasan, kriminalitas, dan ketegangan batin dan lain-lain. Oleh karena itu, Islam mengajarkan berbagai praktek ibadah sebagai pengendali dan pencegah munculnya konflik-konflik jiwa yang lambat laun dapat berubah menjadi gangguan jiwa dan penyakit jiwa. Salah satu bentuk ibadah yang dimaksud adalah shalat.
49
50
Shalat adalah ibadah yang diwajibkan Allah kepada umat Islam. Tujuannya adalah agar manusia selalu dekat dengan Allah dan selalu mengingat-Nya. Penyebutan dan ingat kepada Allah secara terus menerus dengan penuh kehidmatan akan membiasakan hati sanubari manusia senantiasa dekat dan akrab dengan Tuhannya. Akibatnya secara tidak sadar akan berkembanglah kecintaan yang mendalam kepada Allah dan akan mantap lah hubungan hamba dengan Tuhannya. Dalam shalat terkandung hubungan antara manusia dan Tuhannya, manusia berdiri secara khusyu’ dan tunduk kepada Tuhannya yang membentuk dialog batiniah secara langsung antara hamba dan penciptanya, sehingga dari dialog tersebut semakin dekat lah hamba dengan penciptanya. Dengan selalu mengingat Allah setiap saat, akan memunculkan dalam diri seseorang perasaan dekat dengan Allah. Perasaan dekat ini akan mengimbas kepada perasaan tenang dan tentram. “Bila kita ingin mendapatkan rasa tenang dan tentram, maka dekati lah Dia yang Maha Tenang dan Maha Tentram, agar mengimbas sifat-sifat itu kepada kita”.1 “Secara psikologi, akibat perbuatan mengingat Allah” ini dalam alam kesadaran akan berkembanglah penghayatan akan kehadiran Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih, yang senantiasa mengetahui segala tindakan, yang nyata (overt) maupun yang tersembunyi (covert). Ia tidak akan merasa hidup sendirian di dunia ini, karena ada Dzat yang Maha Mendengar keluh kesahnya yang mungkin tidak dapat diungkapkan kepada siapapun”.2 Dengan semakin dekatnya manusia dengan Allah, maka ia akan senantiasa mendapatkan petunjuk dan perlindungan-Nya dalam menghadapi persoalan hidup dan kehidupan. Dengan demikian maka hidup dan kehidupannya dirasakan begitu damai, perasaan yang tenang dan jiwa yang tentram serta pikiran yang bebas dari beban.
1
Hanna Djutnhana Bastaman, Integrasi Psikologi Dengan Islam Menuju Psikologi Islami, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1996, hlm. 158 2 Ibid, hlm. 160
51
Orang yang sedang shalat terbayang bahwa dirinya tengah berdiri berhadapan dengan Allah. Seraya membayangkan kekuasaan-Nya yang tidak ada bandingannya. Hal ini akan membebaskan keterikatan manusia dari segala keterikatan-keterikatan batin dari sifat-sifat yang dapat mengantarkan nya kepada ketegangan dan kegelisahan. Disamping membebaskan tenaga psikis manusia dari berbagai ikatan kegelisahan, hubungan rohaniah manusia dan Tuhannya, selama shalat berlangsung membekalinya dengan kekuatan rohaniah yang mempengaruhi harapannya, menguatkan kemauannya, dan memberi kekuatan luar biasa yang memungkinkan nya untuk menanggung berbagai derita dan melaksanakan karya-karya besar. Dengan shalat rasa optimis semakin besar. Berdirinya manusia di hadapan Allah dengan khusyu’ dan tunduk akan membekali nya dengan suatu tenaga ruhani yang menimbulkan dalam diri, perasaan yang tenang, jiwa yang damai, dan kalbu yang tentram. Dalam shalat, manusia mengarahkan seluruh jiwa dan raganya kepada Allah, berpaling dari semua kesibukan problem dunia, dan tidak memikirkan sesuatu kecuali Allah dan ayat-ayat al-Qur’an yang dibaca di dalamnya. Keterpalingan penuh manusia dari berbagai persoalan dan problem kehidupan, dan tidak memikirkan nya selama shalat, dengan sendirinya akan menimbulkan keadaan yang tenang, dan pikiran yang terbebaskan dari beban hidup. Dalam shalat, manusia memikirkan ayat-ayat yang dibaca di dalamnya yang berupa pengagungan sama-Nya dan permohonan kepadaNya. Permohonan untuk selalu dilindungi dan ditolong oleh-Nya dalam menjalankan tugas-tugas hidup sehari-hari yang menyangkut material maupun spiritual guna kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Selain itu shalat juga mengandung unsur meditasi yang akan menimbulkan efek positif bagi stabilitas mental dan kepribadian, karena orang yang khusyu’ dan konsisten dalam shalatnya akan memperoleh keseimbangan dan harmonis antara jasmani dan ruhani. Oleh karena itu, shalat mendidik dan melatih kita
52
menjadi orang yang tenang, dapat menghadapi dalam kesusahan dan problem kehidupan dengan hati yang tetap sabar dan tenang.3 Shalat yang dilaksanakan dengan penuh konsisten yang didasarkan atas keyakinan dan keimanan kepada Allah SWT dengan menghadapkan seluruh jiwa dan rasa secara khusyu’ kepada-Nya, mempunyai makna nilai yang tinggi, dapat membuat perasaan tenang, jiwa yang tenang dapat menghadapi masalah-masalah yang ada. Apabila manusia ingin terhindar dari kegelisahan, kecemasan dan ketegangan jiwa serta ingin hidup tenang, tentram, bahagia dan dapat membahagiakan orang lain, maka hendaklah manusia percaya kepada Tuhannya dan hidup mengamalkan ajaran agama, menaati perintah-Nya, serta menjalankan shalat wajib dan shalat sunnah yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Shalat dapat menjadi terapi bagi orang yang menderita gangguan kejiwaan, baik terhadap mereka yang mengalami penderitaan ringan yang terbatas pada emotional disturbance (kegoncangan perasaan), maupun lebih berat hingga mempengaruhi kemampuan berpikir, kegairahan untuk hidup, dan semangat kerja, atau mereka yang mengalami kegoncangan moral. Oleh karena itu, shalat berfungsi sebagai alat curative (penyembuh) bagi gangguan kejiwaan, disamping sebagai constructive (pembinaan) bagi kesehatan mental pada umumnya dan khususnya pada kesehatan jasmani dan ruhani.4 Hal ini juga dijelaskan oleh Imam Musbikin, menurutnya bahwa shalat mempunyai pengaruh baik fisik maupun psikis seseorang, maka akan tampaklah bahwa hikmah kesehatan dari shalat itu bukan hanya akan mampu mengantarkan pada pelakunya sehat secara jasmani saja, tetapi juga sehat secara ruhani (mental).5
3
T.M. Hasbyi Ash-Shiddiqie, Pedoman dan Doa, Jakarta, PT. Bulan $intang, 1956,
hlm. 559 4
H.A. Aziz Salim Basyarahil, Shalat; Hikmah Falsafah dan Urgensi nya, Jakarta, Gema Insani Press, 1996, hlm. 85 5 Imam Musbikin, Rahasia Shalat, Yogyakarta, PT. Mitra Pustaka, 2003, hlm. 125
53
Sikap khusyu’ dan tunduk inilah yang merupakan salah satu ciri utama orang yang sehat jiwanya dan tentram hidupnya. Sehat jiwanya tidak hanya dalam artian sehat secara fisik, psikis, dan dapat beradaptasi secara baik dengan lingkungannya, tetapi juga harus mampu hidup sesuai dengan tata nilai dan aturan-aturan agama serta mampu memahami dan mengamalkan dalam hidupnya, yang pada akhirnya tidak akan terkena konflik-konflik batin apalagi gangguan jiwa dan penyakit jiwa. Ini tidak terlepas dari adanya sandaran transendental yaitu hubungan vertikal dengan Allah, dan yang diperoleh tidak lain adalah ketenteraman dan ketenangan jiwa. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang erat antara shalat dengan ketenteraman jiwa seseorang, yaitu: 1. Shalat di wajibkan kepada umat Islam bertujuan untuk mengingat Allah, karena shalat merupakan sarana penghubung langsung antara manusia dengan Allah dalam bentuk dialog batin. Dengan selalu mengingat dan mendekatkan dia dengan Allah, maka seseorang akan merasa dirinya tentram dan tenang, terlepas dari konflik-konflik batin yang dapat mengganggu jiwanya. 2. Orang yang senantiasa mengingat Allah dalam shalatnya, segala macam problema hidup dihadapinya dengan optimis, ikhlas, sabar dan tawakkal. Segala permasalahan yang dihadapi seluruhnya diserahkan kepada Allah dengan segala harap semoga Allah selalu memberikan pertolongan dan perlindungan serta petunjuk-Nya kepada jalan keluar yang diridloi-Nya. 3. Dengan melaksanakan shalat secara benar baik secara syar’i maupun tasawuf, seseorang akan memahami nilai-nilai yang terkandung dalam segala gerak dan ucapan shalat. Saat yang demikian itulah manusia mengarahkan seluruh jiwa dan raganya kepada Allah yang dapat melepaskan dari segala kekalutan hati, mencegah perbuatan keji dan mungkar. 4. Dalam shalat terjadi sebuah dialog langsung dengan Allah, dimana Allah selalu mengawasi gerak langkah dan ucapan kita, seolah-oleh kita
54
melihat-Nya, muncul penghayatan akan kehadiran Allah yang senantiasa mengetahui segala tindakan baik yang nyata maupun yang tidak nyata. Pendidikan jiwa yang berupa ihsan ini menimbulkan sikap ketaatan, rendah diri, khusyu’, sabar, ikhlas, selalu bersyukur dan lain sebagainya yang merupakan ciri khas dari orang yang tentram hidupnya dan sehat jiwanya.
B.
Peranan Shalat dalam Mewujudkan Ketenteraman Jiwa Para Santri Bagi para santri (mantan preman) yang mau mengerjakan sholat, yang tadinya mempunyai sifat-sifat yang keras dan bengis, berganti dengan sikap yang santun, halus, dan berbudi pekerti yang luhur serta tidak sombong dan takabur. Walaupun mereka dalam mengerjakan shalatnya masih tergolong belum sempurna, karena masih dalam taraf pembelajaran, tetapi mereka tetap mau belajar dan berusaha untuk menyempurnakan shalatnya sesuai rukun dan syaratnya serta khusyu’ dalam menjalankannya walaupun kadang godaan dan rintangan menghalau mereka, tetapi mereka tetap berusaha dan bersemanat dalam menkalankan perintah dan taat pada Allah SWT yaitu salah satunya denan mengerjakan shalat, dengan tulus dan ikhlas serta bersungguh-sunguh tanpa adanya paksaan dan tekanan dari siapapun dan apapun. Shalat yang dijalankan secara benar baik syar’i maupun tasawwufi akan
banyak
memperoleh
kemanfaatan.
“Bagi
mereka yang
dapat
menjalankan shalat dengan khusyu’ artinya menghayati serta mengerti apa yang diucapkan akan banyak memperoleh manfaat, antara lain; ketenangan hati, perasaan aman dan terlindung serta berperilaku shaleh.6 Perasaan tenang dan keadaan tentram yang ditimbulkan shalat dapat mencegah terjadinya stres dan konflik batin lainnya. Pada saat seseorang shalat, maka seluruh alam pikiran dan perasaannya terlepas dari semua urusan dunia yang membuat stress. Sesaat jiwanya tenang, ada sebuah kedamaian dalam hatinya (peace in mind). Hal ini sejalan dengan pendapat para pakar 6
Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari Psikiater, a1-Qur’an; Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, Jakarta, PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1996, hlm. 273
55
stress, yang menganjurkan orang agar memeluk agama, menghayati serta mengamalkannya agar memperoleh ketenangan daripadanya. Dan setiap hari harus
meluangkan
waktu
untuk
menenangkan
diri,7
yaitu
dengan
melaksanakan shalat. Selain itu shalat juga mengandung unsur meditasi akan menimbulkan efek positif bagi setabilitas mental dan kepribadian. Karena orangyang khusyu’ dan konsisten dalam shlatya akan memperoleh keseimbangan dan keharmonisan antara jasmani dan ruhani. Oleh karena itu shalat mendidik dan melatih kita menjadi orang yang tenang, dapat menghadapi kesusahan dan problem kehidupan dengan hati yang tetap sabar dan tenang. Shalat tidak cukup dengan sujud dan ruku’ disertai dengan bacaanbacaan yang dihapalkan saja, atau dengan kata lain shalat secara lahirnya saja, akan tetapi lebih dari itu. Shalat harus didasarkan atas keimanan kepada Allah dengan segala sifat dan kekuasaannya, seraya menghadapkan seluruh jiwa kepada Allah. Gerakan dalam shalat merupakan wujud pengabdian kepadaNya, bacaan dan doa yang diucapkan merupakan pengakuan dan permohonan yang ditujukan kepada-Nya. Shalat yang demikian inilah yang dapat membantu menyembuhkan gangguan dari penyakit jiwa. Sebagaimana diuraikan oleh Imam Ghazali tentang makna-makna batin yang menyempurnakan shalat agar shalat itu dapat berfungsi sebagai pencegah kemungkaran, pengobatan bagi jiwa dan penyembuh dari segala penyakit; yaitu hadir hati, pemahaman, pengagungan, rasa takut dan hormat, harapan dan keinginan serta rasa malu.8 1. Hadirnya hati. Hadirnya hati adalah hati tersebut kosong dari selain apa yang bercampur padanya dan bercakap-cakap dengannya, artinya hendaklah hati itu kosong dari segala sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan ucapan dan perbuatan shalat.
7
Ibid., hlm. 274 Imam Al-Ghazali, Ihya Ullumuddin, alih bahasa Drs. Moh. Zuhri, Terjemah Ihya Ulumuddin, Mid I, Asy-Syifa’, Semarang, 1990, hal. 530-532 8
56
2. Pemahaman Artinya pemahaman terhadap makna ucapan dalam shalat, pemahaman terhadap makna-makna yang halus dalam shalat inilah yang mengantarkan seseorang menemukan ketenangan jiwa. 3. Pengagungan. Sikap ini adalah tambahan yang melengkapi kehadiran hati dan kepahaman terhadap makna ucapan dalam shalat. 4. Rasa Takut dan Hormat. Sikap takut adalah menambahkan sikap pengagungan, karena sikap takut ini ditimbulkan dari sikap mengagungkan dan memuliakan. 5. Harapan dan keinginan. Harapan dan keinginan untuk memperoleh pahala dari Allah, dan sebaliknya takut akan siksa-Nya. 6. Rasa Malu Rasa malu yang ditimbulkan oleh kelalaian dan ketidakmampuan dalam melaksanakan perintah-Nya, serta kebimbangan akan masih adanya dosa dalam dirinya. Keadaan
yang
tenang
atau
santai,
merupakan
sarana
yang
dipergunakan oleh sebagian ahli psikoterapi modern dalam menyembuhkan berbagai penyakit. Keadaan yang tenang dan jiwa yang damai yang ditimbulkan shalat juga membantu melepaskan diri dari kegelisahan yang dikeluhkan oleh pasien jiwa. Keadaan ini biasanya berlangsung untuk beberapa lama setelah shalat selesai. Dari segi lain, berdo’a dan menyerahkan diri kepada-Nya juga akan meredakan kegelisahan hati dan kecemasan jiwa. “Keadaan yang tentram dan jiwa yang tenang yang dihasilkan oleh shalat mempunyai dampak terapeutik yang penting dalam meredakan ketegangan syaraf yang timbul akibat berbagai tekanan kehidupan sehari-hari dan menurunkan kegelisahan yang diderita oleh sebagian orang”9
9
Dr. Mohammad `Utsman Najati, Al-Qur’an wa ‘ilmu al Nafs, alih bahasa Ahmad Rofi’ ‘Utsmani, Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa, Pustaka, Bandung; 1985, hal. 308.
57
Santri ponpes secara langsung merasakan pengarh dari mengerjakan shalat antara lain seakan-akan ada gambaran atau wajah Allah SWT, selalu merasa dekat dengan kehadiran Allah SWT, merasakan adanya ketentraman lahir maupun batin, merasa tenang dan aman serta merasakan adanya kasih sayang dari Allah.karena shalat dapat di gunakan sebagai terapi.10 Selain sebagai metode terapi kejiwaan (psiko-terapi), shalat juga mengandung terapi kebadanan. Gerakan-gerakan dalam shalat merupakan terapi yang efektif bagi anggota badan. Dengan shalat seseorang akan sehat secara jasmani, karena dalam shalat terdiri dari gerak tubuh seperti ruku’, sujud yang dapat menguatkan otot-otot punggung dan otot-otot lainnya. Dengan demikian maka shalat dapat memelihara kesehatan seseorang. Dampak penting yang ditimbulkan shalat dalam menyembuhkan gangguan kejiwaan terlihat manakala seseorang menghadapkan wajahnya kepada Allah, berdiri khusyu’ memahami akan arti kandungan dalam bacaan shalat. Keadaan
tenang ini
akan
menimbulkan
tenaga psikis
yap
memperbaharui harapan dan membekali nya kekuatan yang luar biasa untuk selalu optimis, sabar tabah dan tawakkal dalam menghadapi segala permasalahan hidup. Hal ini terlukiskan dalam firman Allah SWT.: “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat”. (Q. S. Al-Ma’arij : 19-22).11 Dampak shalat sebagai terapi yang lebih nyata lagi terlihat dari kandungan shalat yang berupa gerakan dan bacaan; diantaranya: 1. Niat shalat. Niat adalah kemauan hati untuk melaksanakan perintah Allah dengan mengerjakan shalat itu secara sempurna, menjaga dari segala sesuatu yang dapat merusak nya. Selanjutnya ikhlas akan segenap shalatnya demi wajahNya selaku pengharapan akan pahala, dari rasa takut akan siksa-Nya. 10
Hasil wawancara dengan Pak Lilik (sebagai santri). Pada Tanggal 15 Februari 2005. Prof. R.H.A. Soenarjo, S.H., dkk., Al-Qur’an dan Terjemahnya, Proyek Pengadaan Kitab Suci AI-Qur’an Departemen Agama RI, Jakarta, 1987/1988, hal. 974. 11
58
Apabila seseorang telah melakukan shalat secara ikhlas, maka tidak diragukan lagi bahwa sifat ikhlas tersebut melahirkan sifat-sifat yang utama yang berpengaruh kepada kehidupan individu dan masyarakat. Seandainya semua manusia itu saling ikhlas tentulah mereka akan hidup dalam suasana ridha dan, diridhai, jauh dari persaingan hidup, kedengkian dan sebagainya yang dapat menimbulkan gangguan kejiwaan. 2. Berdiri di Hadapan Allah. Seorang yang sedang shalat berarti ia sedang bermunajat dan berhadapan langsung dengan jasad dan jiwanya di hadapan Allah. Allah akan mendengarkan apa yang diucapkan dan apa yang dikehendaki dalam hatinya. Tidak diragukan lagi bahwa orang yang melakukan shalat demikian hatinya akan terpengaruh terhadap penciptanya, sehingga ia akan selalu melakukan apa yang telah diperintahkan dan meninggalkan apa yang telah dilarang oleh-Nya. Ia tidak akan merusak tatanan hidup di masyarakat, tidak akan berbuat aniaya yang dapat merusak jiwanya sendiri, orang lain dan lingkungannya. 3. Takbiratul Ihram dan Ifftah. Dengan bertakbir ia meninggalkan atribut kemanusiaan yang melekat pada dirinya, sebagai isyarat meninggalkan pikiran dart sifat-sifat keduniawian dan berikrar akan kebesaran Allah. Dengan ikrar tersebut maka akan hilang sifat kesombongan, kecongkakan dan besar hati, berganti dengan segala sifat rendah diri, karena segala sesuatu
yang
Maha
hanyalah
Allah
semata.
Manakala
manusia
merendahkan diri, maka Allah akan mengangkat derajat kemuliaan yang jauh dart sifat-sifat kesombongan dan kecongkakan. Kemudian membaca doa iftitah yang berisi tentang totalitas penyerahan diri manusia kepada Dzat yang menciptakan langit dan bumi. Bahwa hidup dan mati adalah milik-Nya. Dalam keadaan demikian maka shalat dapat menjadi terapi bagi gangguan dan penyakit jiwa. Dengan menyadarkan kembali segala sesuatu itu kepunyaan-Nya, maka akan hilanglah sifat rakus dan tamak berganti menjadi sifat yang lapang dada.
59
4. Bacaan-bacaan dalam shalat. Apabila dalam melaksanakan shalat, membaca ayat-ayat yang mengandung sifat-sifat Allah dan mengerti akan maknanya, maka akan terpengaruh dengan sifat-sifat yang melekat pada Allah. Maka pengaruh terbaik adalah untuk menyembuhkan dan membersihkan jiwa dari sifat-sifat yang buruk. Bacaan-bacaan shalat juga mengandung doa, dzikir, tasbih dan tahmid yang merupakan permohonan langsung manusia kepada Allah untuk selalu melindunginya dari segala konflik-konflik batin, gangguan dan penyakit jiwa. 5. Ruku’ dan Sujud. Ruku’ adalah merendahkan punggung, ruku’ yang sempurna adalah menundukkan dan merendahkan hati kepada Allah Swt., sehingga dengan begitu sempurna lah ketundukkan seorang hamba; ketundukkan dan kepasrahan jiwa dan raga nya kepada Allah. Demikian halnya dengan sujud. Di dalamnya terdapat sikap rendah dan hina seorang hamba kepada Tuhannya. la meletakkan segala atribut kemuliaan dan kebanggaan manusia di atas tanah dengan keharuan, kerendahan dan kekhusyu’an hatinya kepada Allah. Ditambah lagi dengan fenomena ungkapan yang la ucapkan ketika ruku’ dan sujud untuk mensifati Tuhannya dengan sifat keagungan-Nya. Maka manakala seseorang melakukan shalat sedemikian. Allah akan memuliakan dan membantunya ke tingkat pendekatan dan membariskannya pada golongan yang mendapatkan ketenteraman jiwa dan kelapangan hati serta memperoleh rahmat-Nya, dan semakin dekat ia dengan Allah.
Artinya: “...dan sujud lah dan dekatkan lah (dirimu kepada Tuhan)”. (Q. S. Al-Alaq : 19).12 Maka apabila hamba telah dekat dengan Tuhannya akan semakin cepat terkabul apa yang dia minta dari segala permohonan, mudah melepaskan segala problem yang membelenggu dalam hidupnya disebabkan terkabulnya 12
Ibid., hlm. 1080
60
doa kepada Allah. Pada kerja rehabilitasi (pembinaan), shalat menuntun dan membina penghayatan amaliyah keagamaan untuk dapat menjadi kebiasaan bagi mereka yang telah dan sedang mengalami konflik-konflik batin, gangguan kejiwaan dan mengidap penyakit jiwa. Semisal shalat jamaah, dapat membantunya dalam berinteraksi dengan masyarakat, dalam membentuk hubungan-hubungan sosial yang sehat, dan hubungan-hubungan persahabatan antar mereka. Hubungan-hubungan yang demikian ini akan membantu mengembangkan kepribadian seseorang dan kematangan emosional nya. Juga dapat memenuhi kebutuhan akan afiliasi sosial dan penerimaan sosial yang bisa menjadi pelindungnya dari kegelisahan yang pernah dideritanya. Sehingga dapat menghilangkan -r-asa terpencil, terisolasi atau tidak tergabung dalam sebuah kelompok sosial, ataupun pula perasaan bahwa kelompok sosial tersebut tidak mau menerimanya. Dengan demikian jelaslah bahwa dalam teori perawatan, shalat merupakan sarana untuk pencegahan, pengobatan dan pembinaan terhadap munculnya konflik-konflik batin, gangguan-gangguan kejiwaan dan penyakitpenyakit jiwa yang pada akhirnya dengan terhindarnya seseorang dari konflikkonflik jiwa, gangguan jiwa (neurosis) dan penyakit jiwa (psikosis) hidup menjadi tenang dan jiwa pun menjadi tentram, dan dapat menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain dan lingkungan masyarakatnya. Untuk melihat hasil dari apa yang dikerjakan oleh para santri mengenai pengaruh shalat terhadap ketenteraman jiwa. Hal ini dapat dicermati dari hasil wawancara dengan para santri pondok pesantren Istghfar. Adapun santri-santri yang dapat diwawancarai diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Muhammad Santoso (33 th), pria yang akrab dipanggil gembrot itu, yang dulunya pernah dipenjara empat tahun di LP Kedungpane, karena kasus pembunuhan, sekarang dia berubah drastis, jangankan bertindak kekerasan, membentak saja dia merasa enggan dan canggung. 2. Arianto (30 th), mantan napi karena kasus pembunuhan, tetapi sejak menjadi santri, Tanto berubah 180 derajad. Dulunya dia berwatak sangat keras dan selalu marah tiap bertemu orang yang kurang mengenakkan hati,
61
tapi sekarang kalau marah dia selalu ada yang mengingatkan, sehingga dia tidak marah. Bahkan sekarang sampai tiap hari tidak pernah marah. 3. Kuat Sumali (47 th) sekujur badannya dipenuhi dengan tato dan selalu berbuat kasar, sekarang menjadi pria yang tekun beribadah dan alim serta santun. 4. Lilik Hariyanto, dia dulunya suka judi, mabuk, malak orang di jalanan, dan tidak pernah membedakan/memandang antara yang halal dan haram. Sekarang dia sudah berubah, dia sekarang bekerja menjadi tukang ojek Johar Pelabuhan, kini hidupnya tertata rapi. 5. Heri Sarjono (39 th) dulunya gemar sekali berjudi, minum-minuman keras, akibat pengaruh lingkungan dan karena orang tua yang tidak pernah perhatian, bahkan dia tidak pernah melakukan shalat, karena dia wudhu pun tidak tahu, tapi merasa tenang tentram, dan aktif dalam menjalankan shalat. Sekarang dia menekuni baca tulis al-Qur’an, sekarang dia bekerja di pasar Rejo Mulyo. Dia amat menyesal ingat masa lalunya. 6. Darminto (48 Th) yang sejak 1977 malang melintang di dunia hitam. Dia pernah
dipenjara
karena
kasus
pembunuhan,
jangankan
tetanga
keluargapun dulunya tidak mau bahkan sudah tidak mengharap lagi kehadirannya, tetapi setelah dia insyaf dan mulai ma menjalankan shalat sekarang berubah perilakunya menjadi santun, taat beribadah, membuat keluarganya mau da bahgia menerima dia. Sekarang dia merasa hidupnya lebih bermakna. 7. Andis Joko Nugroho (40 Th) dulunya dia selalu main perempuan sehingga dia dikenal sebagai penjaat kelamin. Setelah dia bergabung di ponpes dan mau menjalankan shalat. Sekarang dia merasa malu kalau dia ingat perbuatanya waktu dulu, dan dia bersyukur karena telah dibukakan pintu taubat oleh Allah. Sehingga dia sadar bawa perbuatannya dulu sangat memalukan. Dan dia sekarang menjadi taat beribada dan menjadi orang baik.