BAB IV RESERVOIR KUJUNG I Studi geologi yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui geometri dan potensi reservoir, meliputi interpretasi lingkungan pengendapan dan perhitungan serta pemodelan tiga dimensi petrofisika reservoir. Untuk mengetahui penyebaran reservoir baik lateral maupun vertikal, langkahlangkah yang harus dilakukan adalah korelasi yang mencakup korelasi antar sumur dan korelasi/picking horizon seismik, pemetaan struktur bawah permukaan, interpretasi lingkungan pengendapan, dan analisis sedimentasi. .
4.1
Batasan Reservoir Interval penelitian untuk reservoir berada pada Formasi Kujung yang terdiri dari
batugamping Kujung I. Data yang digunakan terdiri dari porositas merupakan parameter yang sangat penting untuk penentuan batasan reservoir tersebut. Porositas yang dianggap sebagai reservoir adalah berkisar dari 20-25% Berdasarkan interpretasi litologi berdasarkan data inti batuan pada interval 4270,1’-4312’, maka didapat tiga fasies yaitu Foram -algae packestone (4270’-4276,1’) Porositas yang hadir adalah vuggy dan biomoldik. Cangkang lain yang ditemukan adalah moluska, gastropoda dan kemungkinan green algae. Nilai porositas adalah sekitar 10% Rhodolith-foram grainstone (4276’-4309,1) Terjadi diagenesa seperti dissolusi. Porositas sangat baik dan saling berhubungan. Porositas yang ditemukan berupa porositas moldik dan vuggy . Nilai porositas adalah 20-25% Foram-algae packstone (4309’-4312’) Foram menunjukkan orientasi yang kuat dan orientasi terbesar adalah di sekeliling stilolit yang merupakan hasil dari kompaksi. Stilolit umumya adalah karbonan. Porositas adalah sebesar 10%. 26
Dari analisis fasies, dapat diketahui bahwa fasies rhodolith-foram grainstone memenuhi standar sebagai reservoir. Untuk mendukung data di atas, digunakan data log yang terdiri dari log gamma ray, log density dan log neutron. Interpretasi batugamping berdasarkan log akan dicirikan dengan harga kurva GR sangat rendah karena unsur radioaktif yang terdapat pada batugamping relatif rendah. Dan untuk menentukan adanya kandungan fluida pada batugamping tersebut, dapat dilihat dari log density dan log neutron (Gambar 3.4). Selanjutnya dibuat peta isopach untuk melihat geometri endapan dengan mengacu pada kedalaman zona yang diteliti. Crossplot yang dibuat adalah membandingkan porositas dan ketebalan yang menghasilkan hubungan linier yang berbanding terbalik seperti contoh di bawah ini.
Gambar 4.1 Crossplot pada zona 2 (top por 1-top por 2)
27
Gambar 4.2 Peta isopach pada zona 2 (top por 1-top por 2) Keterangan : Batas zona top porositas
sesar
Gas Oil Contact
lokasi sumur
Oil Water Contact 4.2
Korelasi Korelasi dapat didefinisikan sebagai suatu metoda untuk membedakan unit
stratigrafi yang ekivalen dalam segi waktu, umur, dan posisi stratigrafi. Korelasi yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan konsep stratigrafi sekuen yang bertujuan untuk menghubungkan interval stratigrafi yang memiliki kesamaan waktu atau posisi stratigrafi. Data yang digunakan untuk korelasi adalah data log sumur, berupa log Gamma Ray (GR), Log Neutron (NPHI), dan Density (RHOB). Secara umum, tujuan dari korelasi adalah untuk merekonstruksi kondisi geologi bawah permukaan (struktur dan stratigrafi) serta mengetahui penyebaran lateral maupun vertikal zona reservoir Hal yang dilakukan terlebih dahulu adalah penentuan top porosity pada tiap sumur. Dan analisa yang paling lengkap adalah pada sumur 2 yang dibandingkan dengan data lain seperti data core (Gambar 4.4).
28
Core pada top por 1 (kedalaman 4275 ft )
Top Kujung 1 Top Por 1 Top Por 2
Core ( 4287 ft) pada top por 2
Top Por 3
Top Por 4
Top Por 5
Gambar 4.3 Penarikan Top Porositas Keterangan : Foram -algae packestone pada bagian atas atau lebih muda Rhodolith-foram grainstone pada bagian tengah, dan Foram- alga packstone pada bagian bawah atau berumur lebih tua
29
Top porositas ini diletakkan pada perubahan log gamma ray dari pola prograding menjadi aggrading atau retrograding. Hal ini menandakan adanya penurunan muka laut atau sebagai sequence boundary (SB). Sedangkan posisi flooding surface (FS) diletakkan pada perubahan log dari retrograding menjadi prograding, yang menandakan adanya kenaikan muka laut. Peristiwa ini didukung oleh data core seperti yang ditunjukkan adanya lapisan shale, yaitu pada kedalaman 4275 ft dan 4287 ft.
4.3.1 Korelasi Antar Sumur Korelasi antar sumur berguna untuk menghubungkan bidang kesamaan waktu dalam tiap-tiap sumur. Dalam penelitian ini dicoba untuk melakukan korelasi dengan pendekatan stratigrafi sikuen. Untuk melakukan hal tersebut pada awal korelasi semua horison digantung pada marker yaitu KUJ1000. Setelah itu dengan melihat pola log vertikal dilakukan penentuan top porositasnya. Berdasarkan prosedur tersebut di atas maka interval batuan karbonat yang tertembus oleh bor di daerah penelitian memiliki lima siklus pengendapan yang masingmasing dibatasi oleh top porositas. Korelasi ini dilakukan pada lima sumur (Gambar 4.5), yaitu sumur A1, A4, A2, A3, dan A5 yang menunjukkan penampang barat daya-timur laut ( SW-NE) (Gambar 4.6)
Gambar 4.4 Lokasi Sumur
30
NE
SW
Sumur A1
Sumur A4
Sumur A2
Sumur A3
Sumur A5
Gambar 4.5 Korelasi pada top porositas berarah barat daya-timur laut ( SW-NE) Keterangan :
Shale
Log Gamma ray (Log GR)
Batugamping
Log Neutron (RHOB)
Unit Reseroir
Log density (NPHI)
4.3.2 Korelasi/Picking Horizon Seismik Korelasi/ picking horizon seismik bertujuan untuk mengetahui kemenerusannya secara lateral. Di bawah ini terdapat contoh peta lintasan seismik pada inline 576 dalam domain kedalaman dan peta lintasan seismik crossline 2601. Peta ini memperlihatkan seismik pada marker KUJ1000 dan horizon log pada sumur A2. Pola refleksi yang dapat
31
dilihat adalah onlap. Pola refleksi tersebut secara geologi dapat menunjukkan bidang perlapisan dan proses pengendapan yang terjadi. B
T
Gambar 4.6 Peta lintasan seismik inline 576 dalam domain kedalaman U
S
Gambar 4.7 Peta lintasan seismik crossline 2601 dalam domain kedalaman
32
4.3
Model Geologi Pengerjaan pembuatan model geologi merupakan suatu teknik dalam memodelkan
sesar dan horison dengan menggunakan algoritma convergent gridding (conformal gridding). Interpretasi horison didasarkan kenampakan kejadian-kejadian pada seismik yang memperlihatkan karakter onlap yang merupakan top Kujung I (batas sikuen). Penarikan horison top porositas tidak mungkin dilakukan pada penampang seismik. Pemodelan horison ini dilakukan dengan metode conformal gridding dari data marker top porositas. Pemodelan horison tersebut menggunakan horison Kujung I sebagai acuan (conformal surface). Korelasi akan melewati sumur 1, 2, dan 5. Setelah dilakukan metode conformal gridding dari data marker top porositas, maka akan didapat model geologinya (Gambar 4.11)
B
Gambar 4.8 Peta dasar korelasi A-B
33
A
B
Gambar 4.9 Pembagian zona porositas pada seismik (penampang A-B)
C
D
Gambar 4.10 Peta dasar korelasi C-D
34
C
D
Gambar 4.11 Pembagian zona porositas pada seismik (penampang C-D)
4.4 Peta Porositas Porositas sangat dipengaruhi oleh densitas batuan. Sehingga hubungan antara amplitudo seismik dan porositas adalah berbanding terbalik (Amplitudo seismik= 1/ ) atau semakin besar porositas maka nilai amplitudo seismik semakin kecil dan sebaliknya. Untuk mengetahui distribusi porositas secara lateral, maka dilakukan pemetaan distribusi porositas dengan menggunakan data seismik. Adapun metode yang dilakukan adalah dengan membuat crossplot amplitudo seismik dengan nilai porositas pada sumur yang ada. Data porositas yang digunakan dalam metoda ini adalah data porositas total dari setiap sumur. Dari crossplot tersebut diketahui bahwa semakin besar nilai amplitudo seismik, maka harga porositas semakin kecil dan sebaliknya. Hasilnya diperlihatkan sebagai harga koefisien korelasi dengan kisaran harga 0 sampai 100 (dalam %) dan persamaan linier 35
antara porositas dan amplitudo seismik. Semakin tinggi/besar harga koefisien korelasinya maka hubungan antara log porositas dan amplitudo seismik semakin baik, yang berarti bahwa persamaan linier yang dihasilkan juga dapat dipakai untuk membuat peta porositas. Tujuannya adalah untuk mencari hubungan antara porositas dari sumur dan amplitudo seismik. Pemetaan porositas ini akan dilakukan berdasarkan pembagian fasies dan exposure surface. 4.5.1 Peta porositas berdasarkan fasies Untuk mengetahui distribusi porositas secara lateral pada setiap fasies, maka terlebih dahulu dibuat crossplot amplitudo seismik dengan porositas setiap fasies pada sumur yang ada. Persamaan linier yang memperlihatkan hubungan antara log porositas sumur dan Fasies Foram-algae packstone (fasies-1)
Gross_Porosity 0.362498 + (-0.155048) * Max_Amplitude
Rhodolith-foram grainstone (fasies-2) 0.339655 + (-0.113408) * Max_Amplitude Foram -algae packestone (fasies -3)
0.143215 + (-0.0671849) * Max_Amplitude
amplitudo seismik pada setiap fasies dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.1 Hubungan log porositas sumur dan amplitudo seismik
Gambar 4.12 Crossplot pada fasies Rhodolith-foram grainstone
36
Pada grafik di atas terlihat hubungan antara amplitudo seismik dan porositas yang berbanding terbalik (Amplitudo seismik= 1/ ) atau semakin besar porositas maka nilai amplitudo seismik semakin kecil dan sebaliknya. Berikut ini adalah contoh peta penyebaran amplitudo seismik fasies Rhodolith-foram grainstone
Gambar 4.13 Peta penyebaran porositas fasies rhodolith-foram grainstone Keterangan : Batas fasies rhodolith-foram grainstone GOC OWC Sesar Lokasi sumur
37
4.5.2 Peta porositas berdasarkan exposure surface Berdasarkan exposure surface, setiap sumur dibagi menjadi lima zona yang masing-masingnya dibatasi oleh top porositas (top por). Nilai porositas setiap zona ini dibandingkan dengan amplitudo seismik dan menghasilkan crossplot. Persamaan linier yang memperlihatkan hubungan antara log porositas sumur dan amplitudo seismik pada setiap zona dapat dilihat pada tabel berikut : Zona
Gross_Porosity
kuj1-por1 (zona-1)
0.362498 + (-0.155048) * Max_Amplitude
por1-por2 ( zona -2)
0.21199 + (-0.0691345) * Max_Amplitude
por2-por3 ( zona -3)
0.177413 + (-0.00835656) * Max_Amplitude
por3-por4 ( zona -4)
0.143215 + (-0.0671849) * Max_Amplitude
por4-por5 ( zona -5)
0.256483 + (-0.0673785) * Max_Amplitude
Tabel 4.2 Hubungan log porositas sumur dan amplitudo seismik
Gambar 4.14 Crossplot antara porositas dan amplitude seismik pada zona 3 Gambar ini memperlihatkan crossplot antara log porositas dari 5 buah sumur dan amplitude seismik serta peta porositas selang interval Top Por 2- Top Por 3. Terlihat bahwa harga koefisien korelasinya adalah sebesar 78,1 % yang berarti bahwa hubungan antara log porositas dari sumur dan amplitude seismik mempunyai tingkat kepercayaan sebesar 78,1 %, dengan kemungkinan kesalahan sebesar 21,9 %.
38
Gambar 4.15 Peta penyebaran porositas interval Top Por 2- Top Por 3 (zona 2)
Gambar 4.16 Peta penyebaran nilai amplitudo seismik interval Top Por2- Top Por3 (zona 2) Keterangan : Batas fasies
sesar
GOC
lokasi sumur
OWC
39