BAB III GEOMETRI DAN KARAKTERISASI UNIT RESERVOIR
III.1. Analisis Biostratigrafi Pada penelitian ini, analisis biostratigrafi dilakukan oleh PT Geoservices berdasarkan data yang diambil dari sumur PL-01 (Lampiran II). Tujuan utama dari analisis biostratigrafi ini yaitu untuk mengetahui umur, dan lingkungan pengendapan dari batuan sedimen serta fosil markernya. Fosil yang cocok sebagai fosil marker haruslah mudah diidentifikasi, memiliki rentang umur yang relatif pendek dan memiliki penyebaran yang luas. Analisis biostratigrafi yang dilakukan pada sumur PL-01 menghasilkan suksesi sebagai berikut:
Zona NN4, Miosen Tengah (kedalaman 4128 – 4212 kaki) o Analisis nanofosil: perkumpulan (assemblage) nanofosil pada interval ini memiliki diversitas sedang dan frekuensi mulai dari sedang hingga tinggi. Pada perkumpulan nanofosil ini terdapat Helicosphaera ampliaperta, Sphenolithus heteromorphus, Discoaster deflandrei, dengan tingkat kekayaan biasa (fair) sampai melimpah (abundant) yang menunjukkan umur NN4 (Miosen Awal). Pada interval ini tidak ditemukan adanya reworked dari sedimen yang lebih tua. Interval ini diperkirakan berumur 16 juta tahun. o Interpretasi
lingkungan
pengendapan:
interval
ini
diinterpretasikan
terendapkan pada lingkungan marin. Pada sampel sidewall core pada kedalaman 4128 kaki (Lampiran I) menunjukkan kandungan calcareous nannoplankton yang sangat kaya yang merefleksikan pelagic atau condense zone yang memiliki ciri laju pengendapan sedimen yang lambat selama periode kenaikan muka air laut maksimum dan transgresi dari garis pantai (Loutit, 1986, op. cit. laporan internal PT Stanvac Indonesia, 1987).
Zona NN4-NN3, Miosen Awal (kedalaman 4296 kaki) o Analisis nanofosil: bagian atas dari interval ini ditandai oleh berkurangnya frekuensi kemunculan Sphenolithus heteromorphus dari biasa hingga hampir tidak ada, hal ini terjadi bersamaan dengan meningkatnya keragaman dari spesies nanofosil yang ada. Perkumpulan nanofosil pada interval ini didominasi
oleh
Helicosphaera
ampliaperta,
Cocolithus miopelagicus, Helicosphaera
25
Discoaster
deflandrei,
euphratis dan Cyclicargolithus
floridanus yang menunjukkan zona NN4 tetapi mungkin juga menunjukkan bagian atas dari zona NN3. Interval ini diperkirakan berumur 17.5 juta tahun. o Interpretasi
lingkungan
pengendapan:
Interval
ini
diinterpretasikan
terendapkan pada lingkungan laut terbuka (open marine).
Zona NN3, Miosen Awal (kedalaman 4368 kaki) o Analisis nanofosil: interval ini dicirikan oleh adanya Helicosphaera ampliaperta, Sphenolithus cf. belennos, dan ketidakhadiran dari Sphenolithus heteromorphus yang menunjukkan zona NN3 yang berumur Miosen Awal. o Interpretasi
lingkungan
pengendapan:
Interval
ini
diinterpretasikan
terendapkan pada lingkungan laut terbuka.
Zona NN2, Miosen Awal (kedalaman 4460 – 4584 kaki) o Analisis nanofosil: pada interval ini, Helicosphaera ampliaperta menghilang dan kehadiran dari Discoaster cf. drugii pada kedalaman 4460 kaki dianggap sebagai bagian atasnya. Pada interval ini, perkumpulan nanofosil memiliki keragaman sedang. Nanofosil yang ditemukan diantaranya Discoaster deflandrei, Discoaster adamanteus, Helicosphaera euphratis, dan Coccolithus miopelagicus yang menunjukkan zona NN2 berumur Miosen Awal. o Interpretasi
lingkungan
pengendapan:
Interval
ini
diinterpretasikan
terendapkan pada lingkungan laut terbuka.
Zona Intermediate, Miosen Awal (kedalaman 4742 kaki) o Analisis nanofosil: sampel sidewall core yang diambil pada kedalaman 4742 kaki tidak menunjukkan kehadiran nannoplankton dan umurnya tidak dapat ditentukan, akan tetapi dari posisi stratigrafinya dapat diperkirakan berada diantara zona NN2 dan NN1 pada umur Miosen Awal. o Interpretasi lingkungan pengendapan: tidak ditemukannya nanofosil pada interval ini menunjukkan interval ini terendapkan pada lingkungan laut dangkal.
Zona NN1, Basal Miosen Awal – ?Oligosen (kedalaman 4856 – 5082 kaki) o Analisis nanofosil: perkumpulan nanofosil pada interval ini memiliki tingkat kekayaan biasa sampai melimpah dan sebagian besar terdiri atas Cyclicargolithus floridanus yang berasosiasi dengan Helicopshaera euphratis, Discoaster deflandrei, Coccolithus miopelagicus, dan Cocolithus bisectus yang menunjukkan zona NN1 yang berumur basal Miosen Awal – ?Oligosen 26
o Interpretasi
lingkungan
pengendapan:
Interval
ini
diinterpretasikan
terendapkan pada lingkungan laut terbuka. III.2. Unit Reservoir III.2.1. Korelasi Antarsumur Dalam penelitian ini, korelasi dilakukan dengan dasar konsep stratigrafi sekuen. Tujuan utama dari melakukan korelasi yaitu untuk menghubungkan interval – interval yang secara stratigrafi memiliki kesamaan waktu dan posisi. Korelasi ini menggunakan data log elektrik dari tiga sumur pada daerah penelitian yang meliputi log sinar gamma (GR), porositas neutron (NPHI), densitas (RHOB), dan resistivitas (ILD). Korelasi pada penelitian ini difokuskan pada Formasi Tualang. Data yang digunakan dalam korelasi ini berasal dari tiga sumur bor dan terdiri dari satu jalur korelasi berarah NW – SE. Korelasi yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan korelasi detail dengan menghubungkan titik – titik yang dianggap memiliki kesamaan waktu dengan konsep stratigrafi sekuen. Batas yang ditarik pada korelasi merupakan batas yang terbentuk akibat pengaruh penurunan muka air laut relatif. Dalam penelitian ini, korelasi yang dikerjakan tidak menggunakan system track karena lingkungan pengendapan dari daerah penelitian berada pada lingkungan shoreface dengan kondisi pengaruh ombak masih kuat terhadap proses pengendapan yang terjadi, sehingga setiap saat terjadi dapat terjadi erosi yang cukup kuat. Alasan lainnya yaitu, dalam pengendapan Formasi Tualang terdapat beberapa faktor pengontrol seperti transgresi dan regresi, morfologi, dan ombak (wave), serta pasang-surut yang menyebabkan sukarnya penggunaaan dan penentuan system tract. Pada korelasi ini, karena ketiadaan marker litologi yang jelas, penentuan flooding surface (FS) dilakukan dengan melihat titik – titik tempat terjadinya kenaikan muka air laut pada kurva paleobatimetri dari sumur PL-01 yang memiliki data pendukung berupa data analisis biostratigrafi (Lampiran II). Hasil korelasi dengan konsep stratigrafi sekuen menunjukkan bahwa daerah penelitian dapat dibagi menjadi tiga interval sekuen pengendapan berdasarkan batas flooding surface yaitu interval parasekuen A, B, dan C dengan batas – batas permukaan berupa tiga flooding surface (FS-01, FS-02, FS-03, FS-04 dan FS-05) dan satu maximum flooding surface (MFS-01) (Gambar 3.1). Penampang stratigrafi berarah NW – SE memperlihatkan kecenderungan penebalan lapisan sedimen ke arah tenggara (SE) – selatan yang memperlihatkan bahwa semakin ke arah utara cenderung semakin mendekati cekungan (basinward).
27
Legenda:
Gambar 3.1. Penampang korelasi daerah penelitian berarah NW – SE.
28
III.2.2. Korelasi Interval Batupasir
Gambar 3.2. Korelasi interval batupasir pada interval penelitian.
29
Hasil korelasi dari sumur – sumur pada Lapangan Redang memperlihatkan adanya lima parasekuen pada interval penelitian Formasi Tualang, yaitu interval parasekuen A yang dibatasi oleh flooding surface (FS-01) dan flooding surface (FS-02), interval parasekuen B yang dibatasi oleh FS-02 dan maximum flooding surface (MFS-01), interval parasekuen C yang dibatasi oleh MFS-01 dan FS-03, interval parasekuen D yang dibatasi oleh FS-03 dan FS-04, dan interval parasekuen E yang dibatasi oleh FS-04 dan FS-05 (Gambar 3.1). Berdasarkan deskripsi cutting dan sidewall core diketahui perlapisan batupasir pada interval penelitian cenderung tersebar sebagai perlapisan – perlapisan kecil, oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan korelasi kemenerusan dari interval – interval batupasir pada setiap interval parasekuen (Gambar 3.2). Interval batupasir yang terdapat pada daerah penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 3.1. Interval batupasir pada daerah penelitian. Kedalaman (TDVSS)
Ketebalan (kaki)
Interval Batupasir
Sumur PL-01
Sumur IT-01
Sumur IT-02
Sumur PL-01
Sumur IT-01
Sumur IT-02
Ketebalan rata-rata (kaki)
A1
4222-4244
4157-4181
4182-4219.5
22
24
37.5
27.83
A2
4246.5-4252
4202-4213
4226.5-4229
5.5
11
3.5
6.67
A3
4260-4281
4223-4253
4231-4270
21
30
39
30
B1
4302-4316
4272-4289
4281-4311
14
17
30
20.33
B2
4358-4363
4345-4359
4330-4350
5
14
20
13.00
B3
4380-4391
4362-4375
4361-4368
11
13
7
10.33
B4
4426-4439
4419-4443
4389-4402
13
24
13
16.67
B5
4473-4476
4450-4460
4405-4415
3
10
10
7.67
C1
4492-4499
4470-4481.5
4462-4466
7
11.5
4
7.50
C2
4577-4580
4566-4577
4533-4559
3
11
26
13.33
D1
4720 - 4723
4670-4673
4630-4646
3
3
16
7.33
E1
4840-4850.5
4819-4830
4801-4809
10.5
11
8
9.83
E2
4918-4931
4872-4880
4853-4872
15
8
19
14.00
E3
4963-4976
4926-4940
4930-4958
13
14
28
18.33
Deskripsi dari karakteristik masing – masing interval batupasir tersebut adalah sebagai berikut:
Interval batupasir A1: Interval batupasir A1 memiliki ketebalan rata – rata 27,83 kaki dan terletak pada kedalaman 4225 - 4245 kaki pada sumur PL-01, kedalaman 4158 – 4182 kaki pada sumur IT-01, dan kedalaman 4182 – 4219,5 kaki pada sumur IT-02. Berdasarkan deskripsi sidewall core dari sumur PL-01, litologi dari interval batupasir A1 terdiri dari batupasir glaukonitan berwarna abu - abu muda, kekompakan rapuh – lunak, berbutir sangat halus – halus, bentuk butir membundar – menyudut tanggung, 30
terpilah sedang, dan bersemen karbonatan. Interval batupasir A1 memiliki pola log sinar gamma yang cenderung mengasar ke atas (corong/funnel).
Interval batupasir A2: Interval batupasir A2 memiliki ketebalan rata – rata 6,67 kaki dan terletak pada kedalaman 4246,5 - 4252 kaki pada sumur PL-01, kedalaman 4202– 4213 kaki pada sumur IT-01, dan kedalaman 4226.5 – 4229 kaki pada sumur IT-02. Berdasarkan deskripsi cutting dari sumur PL-01, litologi dari interval batupasir A2 terdiri dari batupasir glaukonitan dengan semen karbonatan. Interval batupasir A2 memiliki pola log sinar gamma yang cenderung mengasar ke atas (corong/funnel).
Interval batupasir A3: Interval batupasir A3 memiliki ketebalan rata – rata 30 kaki dan terletak pada kedalaman 4260-4281 kaki pada sumur PL-01, kedalaman 4223 – 4253 kaki pada sumur IT-01, dan kedalaman 4231 – 4270 kaki pada sumur IT-02. Berdasarkan deskripsi cutting dari sumur PL-01, litologi dari interval batupasir A3 terdiri dari batupasir glaukonitan dengan semen karbonatan. Interval batupasir A3 memiliki pola log sinar gamma yang cenderung mengasar ke atas (corong/funnel).
Interval batupasir B1: Interval batupasir B1 memiliki ketebalan rata – rata 20,33 kaki dan terletak pada kedalaman 4303-4316 kaki pada sumur PL-01, kedalaman 4272 – 4289 kaki pada sumur IT-01, dan kedalaman 4281 – 4311 kaki pada sumur IT-02. Berdasarkan deskripsi cutting dari sumur PL-01, litologi dari interval batupasir B1 terdiri dari batupasir glaukonitan dengan semen karbonatan. Interval batupasir B1 memiliki pola log sinar gamma yang cenderung mengasar ke atas (corong/funnel).
Interval batupasir B2: Interval batupasir B2 memiliki ketebalan rata – rata 13 kaki dan terletak pada kedalaman 4358-4363 kaki pada sumur PL-01, kedalaman 4330– 4350 kaki pada sumur IT-01, dan kedalaman 4345 – 4359 kaki pada sumur IT-02. Berdasarkan deskripsi cutting dari sumur PL-01, litologi dari interval batupasir B2 terdiri dari batupasir glaukonitan dengan semen karbonatan. Interval batupasir B2 memiliki pola log sinar gamma yang cenderung mengasar ke atas (corong/funnel).
Interval batupasir B3: Interval batupasir B3 memiliki ketebalan rata – rata 10,33 kaki dan terletak pada kedalaman 4380-4391 kaki pada sumur PL-01, kedalaman 43624375 kaki pada sumur IT-01, dan kedalaman 4361-4368 kaki pada sumur IT-02. Berdasarkan deskripsi sidewall core pada kedalaman 4390 kaki dari sumur PL-01, litologi dari interval batupasir B3 terdiri dari batupasir berwarna abu-abu – abu-abu muda, rapuh – lunak, berbutir sangat halus – halus, membundar – menyudut tanggung, pemilahan sedang, bersemen karbonatan dan mengandung glaukonit dan 31
pyrite. Interval batupasir B3 memiliki pola log sinar gamma yang cenderung mengasar ke atas (corong/funnel).
Interval batupasir B4: Interval batupasir B4 memiliki ketebalan rata – rata 16,67 kaki dan terletak pada kedalaman 4426-4439 kaki pada sumur PL-01, kedalaman 44194443 kaki pada sumur IT-01, dan kedalaman 4389-4402 kaki pada sumur IT-02. Berdasarkan deskripsi cutting dari sumur PL-01, litologi dari interval batupasir B4 terdiri dari batupasir glaukonitan dengan semen karbonatan. Interval batupasir B4 memiliki pola log sinar gamma yang cenderung mengasar ke atas (corong/funnel).
Interval batupasir B5: Interval batupasir B5 memiliki ketebalan rata – rata 7,67 kaki dan terletak pada kedalaman 4473-4476 kaki pada sumur PL-01, kedalaman 44504460 kaki pada sumur IT-01, dan kedalaman 4405-4415 kaki pada sumur IT-02. Berdasarkan deskripsi cutting dari sumur PL-01, litologi dari interval batupasir B5 terdiri dari batupasir glaukonitan dengan semen karbonatan. Interval batupasir B5 memiliki pola log sinar gamma yang cenderung menghalus ke atas (lonceng).
Interval batupasir C1: Interval batupasir C1 memiliki ketebalan rata – rata 7,5 kaki dan terletak pada kedalaman 4492-4499 kaki pada sumur PL-01, kedalaman 44704481.5 kaki pada sumur IT-01, dan kedalaman 4462-4466 kaki pada sumur IT-02. Berdasarkan deskripsi cutting dari sumur PL-01, litologi dari interval batupasir C1 terdiri dari batupasir glaukonitan dengan semen karbonatan. Interval batupasir C1 memiliki pola log sinar gamma yang cenderung mengasar ke atas (corong/funnel).
Interval batupasir C2: Interval batupasir C2 memiliki ketebalan rata – rata 13,33 kaki dan terletak pada kedalaman 4577-4580 kaki pada sumur PL-01, kedalaman 45664577 kaki pada sumur IT-01, dan kedalaman 4533-4559 kaki pada sumur IT-02. Berdasarkan deskripsi cutting dari sumur PL-01, litologi dari interval batupasir C2 terdiri dari batupasir glaukonitan dengan semen karbonatan. Interval batupasir C2 memiliki pola log sinar gamma yang cenderung menghalus ke atas (lonceng).
Interval batupasir D1: Interval batupasir D1 memiliki ketebalan rata – rata 7,33 kaki dan terletak pada kedalaman 4720-4723 kaki pada sumur PL-01, kedalaman 46704673 kaki pada sumur IT-01, dan kedalaman 4630-4646 kaki pada sumur IT-02. Berdasarkan deskripsi cutting dari sumur PL-01, litologi dari interval batupasir D1 terdiri dari batupasir glaukonitan dengan semen karbonatan. Interval batupasir D1 memiliki pola log sinar gamma yang cenderung menghalus ke atas (lonceng).
32
Interval batupasir E1: Interval batupasir E1 memiliki ketebalan rata – rata 9,83 kaki dan terletak pada kedalaman 4840-4850,5 kaki pada sumur PL-01, kedalaman 48194830 kaki pada sumur IT-01, dan kedalaman 4801-4809 kaki pada sumur IT-02. Berdasarkan deskripsi cutting dari sumur PL-01, litologi dari interval batupasir E1 terdiri dari batupasir glaukonitan dengan semen karbonatan. Interval batupasir E1 memiliki pola log sinar gamma yang cenderung mengasar ke atas (corong/funnel).
Interval batupasir E2: Interval batupasir E2 memiliki ketebalan rata – rata 14 kaki dan terletak pada kedalaman 4918-4931 kaki pada sumur PL-01, kedalaman 4872-4880 kaki pada sumur IT-01, dan kedalaman 4853-4872 kaki pada sumur IT-02. Berdasarkan deskripsi cutting dari sumur PL-01, litologi dari interval batupasir E2 terdiri dari batupasir glaukonitan dengan semen karbonatan. Interval batupasir E2 memiliki pola log sinar gamma yang cenderung mengasar ke atas (corong/funnel).
Interval batupasir E3: Interval batupasir E3 memiliki ketebalan rata – rata 18,33 kaki dan terletak pada kedalaman 4963-4976 kaki pada sumur PL-01, kedalaman 49264940 kaki pada sumur IT-01, dan kedalaman 4930-4958 kaki pada sumur IT-02. Berdasarkan deskripsi cutting dari sumur PL-01, litologi dari interval batupasir C2 terdiri dari batupasir glaukonitan dengan semen karbonatan. Interval batupasir C2 memiliki pola log sinar gamma yang cenderung mengasar ke atas (corong/funnel).
III.2.3. Pemodelan Geometri dan Karakterisasi Unit Reservoir Pada penelitian ini, perlapisan batupasir dapat dikatakan sebagai suatu unit reservoir apabila memenuhi ketiga kriteria berikut:
Memiliki kemenerusan yang baik dan ketebalan rata – rata di atas 20 kaki.
Memiliki nilai porositas efektif ≥ 10%.
Merupakan lapisan batupasir bersih (net sand) pada nilai potong Vshale log sinar gamma rata-rata dari Formasi Tualang, Lapangan Redang (58,67%). Berdasarkan ketiga kriteria tersebut, maka interval batupasir yang dapat dikategorikan
sebagai unit reservoir yaitu interval batupasir A1, interval batupasir A3, dan interval batupasir B1. III.2.3.1. Unit Reservoir A1 Dalam menentukan karakteristik dari reservoir, salah satu hal yang perlu untuk dilakukan yaitu menentukan fasies dan lingkungan pengendapan dari unit reservoir tersebut 33
karena setiap fasies maupun lingkungan pengendapan yang berbeda menunjukkan karakteristik berupa sifat fisik, bentuk geometri, dan penyebaran tubuh batuan yang berbeda serta dapat dijadikan parameter kualitas reservoir relatif. Unit reservoir A1 memiliki ketebalan rata – rata 27,83 kaki dan terletak pada kedalaman 4225 - 4245 kaki pada sumur PL-01, kedalaman 4182 – 4219,5 kaki pada sumur IT-02, dan kedalaman 4158 – 4182 kaki pada sumur IT-01 (Gambar 3.3 pada interval berwarna kuning).\
Gambar 3.3. Unit Reservoir A1.
Analisis Litofasies Reservoir A1 Data yang digunakan dalam analisis litofasies Reservoir A1 berasal dari deskripsi sidewall core daru sumur PL-01 yang merupakan bagian dari Formasi Tualang yang terendapkan pada daerah neritik dalam – neritik luar (de Coster, 1974). Deskripsi sidewall core pada kedalaman 4230 kaki dari sumur PL-01 menunjukkan batupasir berwarna abu – abu sampai abu – abu muda, kekompakan rapuh – lunak, berbutir sangat halus – halus, butiran membundar tanggung – menyudut tanggung, pemilahan butir sedang, bersemen karbonatan, dan mengandung glaukonit. Keberadaan dari semen karbonatan dan glaukonit menunjukkan lingkungan laut dangkal. Berdasarkan deskripsi tersebut, Reservoir A1 dapat diinterpretasikan sebagai fasies shoreface bar (Walker & James, 1992). Analisis Elektrofasies Reservoir A1 Penentuan elektrofasies pada Reservoir A1 dilakukan dengan interpretasi terhadap pola dari kurva log sinar gamma yang terdiri dari pola lonceng (bell-shaped), silinder, gerigi, 34
dan corong (funnel). Setiap pola log tersebut memiliki karakteristik tersendiri, pola log lonceng menunjukkan penghalusan butiran dari lapisan batupasir ke atas (finning upward), pola log silinder menunjukkan pengendapan batupasir yang agradasional, pola log corong menunjukkan butiran lapisan batupasir yang semakin mengasar ke atas, sementara pola log gerigi menunjukkan agradasi dari lapisan batulempung atau serpih (Gambar 3.4).
Gambar 3.4. Model elektrofasies dan interpretasi lingkungan pengendapannya (Walker & James, 1992).
Analisis elektrofasies dari pola log sinar gamma pada Reservoir A1 menunjukkan bahwa Reservoir A1 memiliki pola log yang cenderung mengasar ke atas (corong) yang dapat diinterpretasikan sebagai elektrofasies shoreface, hal ini juga didukung oleh data deskripsi sidewall core yang menunjukkan batupasir yang mengandung glaukonit dan bersemen karbonatan yang merepresentasikan lingkungan laut dangkal. Peta Struktur Kedalaman Reservoir A1 Salah satu tujuan utama dari pembuatan peta struktur kedalaman, terutama dalam industri perminyakan yaitu untuk menghasilkan suatu media yang dapat dimengerti oleh ahli geologi, geofisika, dan insinyur untuk melakukan interpretasi bawah permukaan yang masuk akal (Tearpock & Bischke, 1991). Hasil Pemetaan bawah permukaan dilakukan untuk mengetahui kondisi lingkungan pengendapan, arah dari perubahan lingkungan pengendapan, dan struktur geologi yang berkembang pada daerah penelitian. dari pemilihan horizon seismik yang dilakukan pada domain waktu akan dikonversi pada domain kedalaman dengan 35
menggunakan analisis kecepatan untuk menghasilkan peta struktur kedalaman (depth structure map). Dalam penelitian ini, konversi dari domain waktu ke domain kedalaman menggunakan persamaan pada kurva waktu – kedalaman dan pengerjaannya dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Openworks Zmap. Pada penelitian ini, peta struktur bawah permukaan diperoleh dari pemilihan horizon hasil korelasi pada data seismik dua dimensi.
N
- 1600.
-1550. -1500. -1450.
-1400
-1350.
-1300.
-1250.
-1200.
-1150.
-1100.
-1050.
-1000.
Gambar 3.5. Peta struktur kedalaman pada top reservoir A1
Gambar 3.5 menunjukkan peta struktur bawah permukaan dari top marker FS-05 yang merupakan top dari Reservoir A1. Peta struktur bawah permukaan ini menggambarkan struktur geologi yang berkembang pada Lapangan Redang, yaitu terdapat antiklin utama pada dengan arah relatif utara - selatan. Struktur antiklin yang terbentuk pada daerah penelitian berasosiasi dengan sesar naik berarah NE – SW dan sesar naik berarah NW – SE yang merupakan sesar mayor dalam pembentukan struktur antiklin tersebut. Dari keberadaan dari
36
struktur sesar dan antiklin tersebut dapat diinterpretasikan bahwa Lapangan Redang merupakan lapangan hidrokarbon dengan jenis struktur antiklin tersesarkan. Peta Gross Reservoir A1 Peta gross reservoir menggambarkan ketebalan lapisan batupasir dari masing – masing interval unit reservoir dari hasil korelasi sumur. Kegunaan peta ini antara lain untuk menggambarkan pusat dari cekungan dan arah pengendapannya. Kegunaan lainnya yaitu untuk menggambarkan morfologi saat Formasi Tualang terendapkan. Peta gross reservoir juga dapat menggambarkan geometri dari masing-masing unit reservoir dan juga menggambarkan fasies pengendapan. Reservoir A1 memiliki ketebalan antara 20 – 37 kaki. Peta gross reservoir A1 pada Gambar 3.6 menunjukkan adanya pola penebalan ke arah barat daya yang menunjukkan bahwa daerah tersebut memiliki sedimentasi yang tinggi. Dari peta ini kita dapat melihat gambaran geometri dari reservoir A1 sebagai sistem shoreface. Pada peta tersebut terlihat bahwa tubuh batupasir pada reservoir A1 memanjang pada arah NW – SE yang merupakan tren dari garis pantai (shoreline) pada Lapangan Redang.
Gambar 3.6. Peta gross reservoir pada unit reservoir A1.
Peta Net Reservoir A1 Peta net reservoir menggambarkan penyebaran lateral dari lingkungan pengendapan dari suatu reservoir, sehingga peta ini identik dengan peta fasies pengendapan. Pada 37
penelitian ini, pemetaan net sand menggunakan acuan model sistem laut dangkal (Walker & James, 1992) agar sesuai dengan hasil analisis litofasiesnya. Peta net reservoir dari Reservoir A1 ini (Gambar 3.7) merepresentasikan geometri shoreface dan lapisan batupasirnya diinterpretasikan sebagai endapan shoreface bar. Pada peta net reservoir ini tubuh batupasir memanjang pada NW – SE yang merupakan tren dari garis pantai pada Lapangan Redang.
Gambar 3.7. Peta net reservoir pada Reservoir A1.
Analisis Fasies Reservoir A1 Reservoir A1 terdiri atas lapisan batupasir dengan ukuran butir sangat halus – halus yang bersemen karbonatan dan mengandung glaukonit. Unit reservoir ini memiliki pola log sinar gamma corong. Bagian atas dan bawah dari reservoir ini merupakan lapisan serpih bersemen karbonatan dengan pola log yang cenderung bergerigi yang diinterpretasikan sebagai sebagai serpih laut dangkal (shallow marine shale). Berdasarkan analisis dari deskripsi litologi, karakter log sinar gamma, analisis biostratigrafi dan pemetaan net reservoir maka Reservoir A1 dapat dikategorikan sebagai fasies shoreface bar. Pemodelan Properti Reservoir A1 Kegunaan utama dari perhitungan dan pemodelan properti reservoir yaitu untuk mengetahui kualitas reservoir terutama dalam menyimpan dan mengalirkan hidrokarbon yang 38
terkandung di dalamnya. Pemodelan reservoir yang dilakukan pada penelitian ini meliputi pemodelan Vshale dan porositas. Analisis dari kandungan lempung dalam zona reservoir dapat dilakukan berdasarkan analisis log sinar gamma pada data sumur. Pada penelitian ini, nilai Vshale yang dimodelkan merupakan rata – rata dari nilai perbandingan antar kandungan lempung yang terdapat pada batupasir dengan kandungan total yang dihitung pada masing – masing sumur pada daerah penelitian. Pemodelan ini akan menghasilkan peta persebaran nilai Vshale (Gambar 3.8). Perhitungan dari nilai pemotongan Vshale dapat didefinisikan dengan rumus berikut (Asquith & Gibson, 1982): 𝑉𝑠ℎ =
𝐺𝑅 − 𝐺𝑅𝑚𝑖𝑛 𝐺𝑅𝑚𝑎𝑥 − 𝐺𝑅𝑚𝑖𝑛
Keterangan:
Vsh = Volume of shale.
GR = nilai bacaan pada kurva log sinar gamma.
GRmin = nilai bacaan minimum pada kurva log sinar gamma.
GRmax = nilai bacaan maksimum pada kurva log sinar gamma.
Gambar 3.8. Peta persebaran nilai Vshale pada Reservoir A1.
Gambar 3.8 menunjukkan peta persebaran nilai Vshale pada Reservoir A1. Pada peta tersebut dapat dilihat bahwa penyebaran dari nilai Vshale mengikuti pola pada peta net reservoir, yaitu berarah NW - SE. Dalam analisis ini nilai Vshale yang lebih besar 39
menunjukkan permeabilitas yang lebih buruk dibandingkan dengan nilai Vshale yang lebih kecil. Perhitungan porositas pada penelitian ini hanya dilakukan untuk mendapakan nilai porositas secara vertikal karena keterbatasan data yang ada. Perhitungan porositas ini hanya dilakukan untuk sumur PL-01 karena kedua sumur lainnya (IT-01 dan IT-02) tidak memiliki data log porositas neutron (NPHI) yang diperlukan untuk melakukan perhitungan porositas. Pada penelitian ini, perhitungan porositas terbagi menjadi tiga tahapan (Asquith & Gibson, 1982), yaitu:
Perhitungan porositas densitas (∅𝐷 ): ∅𝐷 =
(𝑅𝐻𝑂𝑚𝑎𝑡𝑟𝑖𝑥 − 𝑅𝐻𝑂𝐵) (2,65 − 𝑅𝐻𝑂𝐵) = (𝑅𝐻𝑂𝑚𝑎𝑡𝑟𝑖𝑥 − 𝑅𝐻𝑂𝑓𝑙𝑢𝑖𝑑𝑎 (2,65 − 1)
Perhitungan porositas rata – rata (∅𝐴 ): ∅𝐴 =
∅𝐷 + ∅𝑁 2
Perhitungan porositas efektif (∅𝐸 ): ∅𝐸 = ∅𝐴 × (1 − 𝑉𝑠ℎ)
Nilai porositas efektif menyatakan volume rongga yang dapat secara efektif menampung fluida, dalam arti lain perhitungan terhadap lapisan batupasir yang tidak lagi dipengaruhi oleh kandungan lempung didalamnya. Hasil perhitungan porositas efektif dari sumur PL-01 untuk Reservoir A1 menunjukkan nilai 10,87%. III.2.2.2. Reservoir A3 Unit reservoir A3 memiliki ketebalan rata – rata 30 kaki dan terletak pada kedalaman 4260 - 4281 kaki pada sumur PL-01, kedalaman 4232 – 4270 kaki pada sumur IT-02, dan kedalaman 4222 – 4253 kaki pada sumur IT-01 (Gambar 3.9 pada interval berwarna kuning). Analisis Litofasies Reservoir A3 Deskripsi cutting dari sumur PL-01 menunjukkan batupasir berwarna abu – abu, kekompakan rapuh, berbutir sangat halus – halus, butiran membundar tanggung – menyudut tanggung, pemilahan butir sedang, bersemen karbonatan, dan mengandung glaukonit. Keberadaan dari semen karbonatan dan glaukonit menunjukkan lingkungan laut dangkal.
40
Berdasarkan deskripsi tersebut, Reservoir A3 diinterpretasikan sebagai fasies shoreface bar.
Gambar 3.9. Unit Reservoir A3.
Analisis Elektrofasies Reservoir A3 Pola log sinar gamma dari Reservoir A3 menunjukkan pola mengasar ke atas (corong) yang dapat diinterpretasikan sebagai elektrofasies shoreface. Hasil dari analisis litofasies terhadap data cutting dari sumur PL-01 yang menunjukkan batupasir bersemen karbonatan dan mengandung glaukonit yang merepresentasikan lingkungan laut dangkal mendukung interpretasi tersebut. Peta Struktur Kedalaman Reservoir A3 Peta struktur kedalaman untuk Reservoir A3 (Gambar 3.10) menunjukkan kondisi struktur bawah permukaan pada marker top dari Reservoir A3. Peta struktur bawah permukaan ini menggambarkan struktur geologi yang berkembang pada Lapangan Redang, yaitu terdapat antiklin utama dengan arah relatif utara – selatan. Struktur antiklin yang terbentuk pada daerah penelitian berasosiasi dengan sesar naik berarah NE – SW dan sesar naik berarah NW – SE yang merupakan sesar mayor dalam pembentukan struktur antiklin tersebut. Keberadaan struktur berupa sesar dan antiklin menunjukkan bahwa Lapangan Redang merupakan lapangan hidrokarbon dengan jenis struktur antiklin tersesarkan.
41
N
- 1600.
-1550. -1500. -1450.
-1400
-1350.
-1300.
-1250.
-1200.
-1150.
-1100.
-1050.
-1000.
Gambar 3.10. Peta struktur kedalaman pada top reservoir A3
Peta Gross Reservoir A3 Peta gross reservoir A3 (Gambar 3.11) menunjukkan adanya pola penebalan ke arah barat daya yang menunjukkan bahwa daerah tersebut memiliki sedimentasi yang tinggi. Dari peta ini kita dapat melihat gambaran geometri dari reservoir A3 sebagai sistem shoreface. Pada peta tersebut terlihat bahwa tubuh batupasir pada reservoir A3 memanjang pada arah NW – SE yang merupakan arah dari garis pantai pada Lapangan Redang.
42
Gambar 3.11. Peta gross reservoir pada unit reservoir A3.
Peta Net Reservoir A3 Gambar 3.12 merupakan peta net reservoir dari Reservoir A3. Peta ini merepresentasikan geometri shoreface, sementara lapisan batupasirnya diinterpretasikan sebagai endapan shoreface bar. Pada peta net reservoir ini tubuh batupasir reservoir A3 memperlihatkan arah pengendapan NW – SE yang merupakan tren dari garis pantai pada Lapangan Redang. Peta ini juga menunjukkan bahwa semakin ke arah timur laut (NE) semakin mendekati cekungan (basinward) sedangkan pada arah barat daya (SW) semakin mendekati daratan (landward) dan diperkirakan sebagai sumber dari suplai sedimen.
Gambar 3.12. Peta net reservoir pada Reservoir A3.
43
Analisis Fasies Reservoir A3 Reservoir A3 memiliki litologi batupasir karbonatan dan pola log sinar gamma corong yang menunjukkan adanya pengkasaran butir ke atas. Reservoir A3 dibatasi oleh lapisan serpih bersemen karbonatan yang memiliki pola log sinar gamma gerigi. Lapisan serpih ini diinterpretasikan sebagai serpih laut dangkal. Reservoir A3 diinterpretasikan sebagai fasies shoreface bar, hal ini didukung oleh deskripsi litologi, analisis elektrofasies, dan peta net reservoir dari Reservoir A3. Pemodelan Properti Reservoir A3 Pada peta persebaran nilai Vshale untuk Reservoir A3 (Gambar 3.13), dapat dilihat bahwa penyebaran dari nilai Vshale memiliki pola yang serupa dengan peta net reservoir, yaitu memiliki arah NW – SE. Pada peta, nilai Vshale yang lebih besar menunjukkan permeabilitas yang lebih buruk dibandingkan nilai Vshale yang lebih kecil. Hasil perhitungan porositas efektif dari sumur PL-01 untuk Reservoir A3 menunjukkan nilai 11,09%.
Gambar 3.13.Peta persebaran nilai Vshale pada Reservoir A3.
III.2.2.3. Reservoir B1 Unit reservoir B1 memiliki ketebalan rata – rata ±20 kaki dan terletak pada kedalaman 4300 - 4315 kaki pada sumur PL-01, kedalaman 4281 – 4311 kaki pada sumur IT02, dan kedalaman 4278 – 4289 kaki pada sumur IT-01 (Gambar 3.14 pada interval berwarna kuning).
44
Gambar 3.14. Unit Reservoir B1.
Analisis Litofasies Reservoir B1 Analisis litofasies pada Reservoir B1 ini menggunakan deskripsi cutting dari sumur PL-01 yang menunjukkan batupasir berwarna abu – abu, kekompakan rapuh, berbutir sangat halus – halus, butiran membundar tanggung – menyudut tanggung, pemilahan butir sedang, bersemen
karbonatan,
dan
mengandung
glaukonit.
Deskrips
cutting
tersebut
merepresentasikan lingkungan pengendapan laut dangkal dan menjadi dasar untuk interpretasi Reservoir B1 sebagai fasies shoreface bar. Analisis Elektrofasies Reservoir B1 Reservoir B1 memiliki pola log sinar gamma yang cenderung mengkasar ke atas (corong). Pola ini dapat diinterpretasikan sebagai elektrofasies shoreface. Interpretasi ini didukung dengan hasil dari analisis litofasies terhadap data cutting dari sumur PL-01 yang menunjukkan
batupasir
bersemen
karbonatan
merepresentasikan lingkungan laut dangkal.
45
dan
mengandung
glaukonit
yang
Peta Struktur Kedalaman Reservoir B1 Peta struktur kedalaman untuk Reservoir B1 (Gambar 3.15) menunjukkan kondisi struktur bawah permukaan untuk marker FS-04 yang merupakan top dari Reservoir B1. Peta struktur bawah permukaan ini menggambarkan struktur geologi yang berkembang pada Lapangan Redang, yaitu terdapat antiklin utama dengan arah relatif utara - selatan. Struktur antiklin yang terbentuk pada daerah penelitian berasosiasi dengan sesar naik berarah NE – SW dan sesar naik berarah NW – SE yang merupakan sesar mayor dalam pembentukan struktur antiklin tersebut. Keberadaan dari struktur sesar dan antiklin tersebut dapat diinterpretasikan bahwa Lapangan Redang merupakan lapangan hidrokarbon dengan jenis struktur antiklin tersesarkan.
- 1600.
-1550. -1500. -1450.
-1400
-1350.
-1300.
-1250.
-1200.
-1150.
-1100.
-1050.
Gambar 3.15. Peta struktur kedalaman pada top reservoir B1
46
-1000.
Peta Gross Reservoir B1 Pada peta gross reservoir B1 (Gambar 3.16) menunjukkan adanya pola penebalan ke arah barat daya yang menunjukkan bahwa daerah tersebut memiliki sedimentasi yang tinggi. Dari peta ini kita dapat melihat gambaran geometri dari reservoir B1 sebagai sistem shoreface. Pada peta tersebut terlihat bahwa tubuh batupasir reservoir B1 memanjang pada arah NW – SE yang merupakan tren dari garis pantai pada Lapangan Redang.
Gambar 3.16. Peta gross reservoir pada unit reservoir B1.
Peta Net Reservoir B1
Gambar 3.17. Peta net reservoir pada Reservoir B1.
47
Gambar 3.17 merupakan peta net reservoir dari Reservoir B1. Peta ini merepresentasikan geometri shoreface, sementara lapisan batupasirnya diinterpretasikan sebagai endapan shoreface bar. Peta net reservoir ini memperlihatkan tubuh batu pasir yang memanjang dengan arah NW – SE yang merupakan tren dari garis pantai pada Lapangan Redang. Analisis Fasies Reservoir B1. Litologi pada Reservoir B1 terdiri dari batupasir karbonatan dan memiliki pola log sinar gamma corong yang menunjukkan adanya pengkasaran butir ke atas. Reservoir B1 dibatasi oleh lapisan serpih karbonatan dengan pola log sinar gamma gerigi yang diinterpretasikan sebagai serpih laut dangkal. Berdasarkan deskripsi litologi, analisis elektrofasies, dan peta net reservoir, maka reservoir B1 diinterpretasikan sebagai fasies shoreface bar. Pemodelan Properti Reservoir B1 Peta persebaran nilai Vshale untuk Reservoir B1 (Gambar 3.18) menunjukkan bahwa penyebaran dari nilai Vshale memiliki pola yang serupa dengan peta net reservoir, yaitu memiliki arah NW – SE. Pada peta, nilai Vshale yang lebih besar menunjukkan permeabilitas yang lebih buruk dibandingkan nilai Vshale yang lebih kecil. Hasil perhitungan porositas efektif dari sumur PL-01 untuk Reservoir B1 menunjukkan nilai 11,09%.
Gambar 3.18. Peta persebaran nilai Vshale pada Reservoir A3.
48