BAB IV Refleksi Teologis Salah satu perbedaan yang dihadapi baik didalam gereja, masyarakat, maupun didalam sekolah
adalah perbedaan peranan antara laki-laki dan perempuan. Dimana sudah sangat
tertanam bagi diri setiap orang bahwa, kaum laki-laki mencari nafkah dan kaum perempuan mengurus rumah tangga dan membesarkan anak. Disamping itu perbedaan ini tidak hanya kelihatan didalam tugasnya, melainkan watak laki-laki berbeda dengan perempuan sehingga mengakibatkan adanya pihak-pihak yang di pandang sebelah mata. Di sekolah guru merupakan teladan bagi setiap murid, terlebih khusus guru Pendidikan Agama Kristen yang nota bene nya sebagai pengajar mengenai agama kristen dan kebenarankebenaran Kristus. Seperti yang telah dibahas sebelumnya di Bab 1 dan bab 2 bahwa, alkitab mengungkapkan banyak contoh mengenai perilaku pendidik yang menjadi teladan dalam kehidupan kristiani dan kaitannya dengan keadilan jender, dimana Tuhan Yesus adalah Guru yang agung (Rabi).91 Tuhan Yesus mengajar dengan otoritas dan wibawa, Perjanjian Baru banyak menyebut Tuhan Yesus sebagai seorang guru (Matius 12:38; 22:16, 24, 36), Tuhan Yesus sangat menguasai peranNya. Relasi antara Yesus sebagai guru dan para muridNya adalah antara pendidik dan peserta didik yang sangat baik (Yohanes 13:13). Sebagai seorang guru, Dia tidak membiarkan para muridNya mengatasi masalahnya sendiri tanpa pertolongan gurunya, terutama saat menghadapi badai besar di Danau Galilea (Markus 4: 38).
91
Dien Sumiyatiningsih,.Mengajar Dengan Kreatif Dan Menarik.(Yogyakarta:Andi Offset. 2006): 46-48
62
Bagian ini merupakan hal yang sangat diteladani murid di sekolah ketika guru PAK dapat melakukannya dengan baik. 92 Kebudayaan Alkitab merupakan kebudayaan Yahudi, diikuti dengan budaya patriarki yang sangat kuat, sehingga menimbulkan perbedaan serta ketidakadilan dan ketidaksetaraan jender. Allah menciptakan laki-laki dan perempuan sama, tidak tersirat kata yang mengarahkan pikiran kita bahwa laki-laki lebih tinggi derajatnya daripada perempuan, kejadian 1:27: “Allah menciptakan manusia menurut gambarnya sendiri, menurut gambar Allah diciptakan dia laki-laki dan perempuan”. Hal ini merupakan ajaran penciptaan, Laki-laki dan perempuan bukan saja memiliki kesetaraan yang menyangkut kesamaan martabatnya namun juga mengemban tugas yang sama dalam mengelola bumi dan dalam karya bersama-sama, sebagaimana tertuang dalam Kejadian 1:28: “Allah memberkati mereka lalu berfirman: Beranak cuculah dan bertambah banyak penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut, dan burungburung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi”. Dengan begitu keduanya haruslah saling melengkapi, saling menolong, menjadi partner dan sama-sama pula menjadi bagian dari yang lain dan tak terpisahkan antara yang satu dengan yang lain sebagaimana kehendak Allah sendiri yang tertuang di dalam Kejadian 2:24: “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya sehingga keduanya menjadi satu daging”.
92
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Penyadaran Gender Bagi Pendidik. (Jawa Tengah,2004): 91-94
63
Kita perlu memahami bahwa, sebenarnya Allah ingin kita keluar dari kebudayaan yang kurang baik dengan menunjukkan bahwa derajat antara laki-laki dan perempuan sama. Layaknya melalui proses penciptaan, ketika Tuhan Yesus bangkit dari kubur yang terlebih dahulu diberitahukan adalah kaum perempuan, didalam cerita alkitab juga sangat banyak tokoh perempuan yang menjadi pahlawan seperti Ester, Maria, Debora, Ruth, Mikha, dan masih banyak lagi. Begitu juga di dalam peroses penciptaan, Allah menciptakan perempuan bukan diambil dari kepala sebagai atasan, ataupun bukan dari tulang kaki sebagai bawahan, namun Allah mengambil dari bagian tengah yakni, tulang rusuk yang dekat dengan tangan untuk dilindungi dan dekat dengan hati untuk dikasihi dan disayangi, agar dapat menjadi pasangan yang saling melengkapi.93 Menghadapi berbagai perubahan dan kemajuan zaman yang bias jender, terlebih di dalam dunia pendidikan para pemimpin Kristen khususnya bagi para pendidik di sekolah perlu mengenal tanda-tanda zaman, bersikap kritis, proaktif, dan fleksibel. Dalam menjalankan kepemimpinan dan proses pendidikan dengan dasar yang utama adalah kasih Kristus yang tidak pernah berubah dan firmanNya sebagai panduan untuk melihat perspektif masa depan. Ruslan Kristian mengemukakan 4 prinsip yang dapat menjadi acuan bagi para pendidik untuk berjalan bersama peserta didik kedepannya: 1. Pendidik dan pemimpin Kristen perlu sungguh-sungguh memiliki pribadi yang baik dan mantap, dengan landasan itu mereka dapat dengan berani membimbing peserta didik kea rah yang benar. Dapat dilihat nasihat Paulus kepada Timotius (1 Timotius 3:1-13). Dengan demikian, guru PAK sebagai pendidik harus sungguh-sungguh menerapkan
93
Dien Sumiyatiningsih,.Mengajar Dengan Kreatif Dan Menarik.(Yogyakarta:Andi Offset. 2006):161-162
64
keadilan jender diawali dari diri mereka sendiri, berawal dari pribadi mereka maka akan lebih mudah guru menerapkan keadilan jender kepada para murid. 2. Pendidik menjadi teladan bagi peserta didiknya. Memang menjadi pemimpin Kristen dan pendidik bukanlah pekerjaan yang mudah, terlebih menjadi teladan yang baik dalam bertingkah laku, perkataan, kesucian, dan integritas, oleh sebab itu agar pengajar dapat lebih mudah mempengaruhi kehidupan peserta, didik seorang pendidik harus dapat terlebih dahulu menunjukkan keteladanan yang baik (1 Timotius 4:16). Para murid akan meneladani gurunya disaat teladan itu dapat dilihat dan di ajarkan dengan baik, dalam hal ini kaitannya dengan keadilan jender. 3. Pendidik dan pemimpin Kristen menjadi penghubung/komunikator kebenaran. Mengajar merupakan tugas yang penting bagi pendidik dan pemimpin gereja, melalui pengajaran pandangan dunia dan ajaran-ajaran yang benar dapat disampaikan kepada peserta didik sekaligus dapat menangkal informasi yang tidak benar dan ajaran-ajaran yang menyesatkan (1 Petrus 5:3) Ketika guru dapat menjadi komunikator kebenaran, dan membuka pandangan baru mengenai keadilan jender, maka murid akan lebih benar-benar mengerti serta dapat menerapkan keadilan dan kesetaraan jender di dalam kehidupan yang akan mereka jalani. 4. Mengenali tanda-tanda zaman. Para gembala dan pendidik perlu memiliki kepekaan terhadap perkembangan kebudayaan, pengenalan ini akan menjadikan mereka mampu merumuskan visi pelayanan dan mempertajam tujuan pelayanan yang akan berdampak langsung pada proses belajar mengajar dan pengajaran yang diberikan.
65
Guru PAK dapat memperjelas pandangan para murid tentang keadilan dan kesetaraan jender, serta dapat merefleksikan fenomena jender melalui perkembangan kebudayaan bagi masa depan yang telah menunggu mereka. Pada dasarnya kebanyakan orang menganggap tugas dari seorang Guru Pendidikan Agama Kristen hanyalah sebagai pengajar yang mengajarkan tentang kasih, mengampuni, hukum taurat, kebaikan, kelahiran Tuhan Yesus, Paskah, dan lain sebagainya yang ada di dalam alkitab. Namun hal yang sangat penting terkadang sering dilupakan dimana, murid juga harus mempelajari tentang jender dan kebenarannya, bagaimana kesetaraan dan keadilan jender yang ditarik melalui alkitab, dan ternyata Tuhan Allah juga membenarkan keadilan dan kesetaraan jender tersebut. Tidak harus ada perbedaan derajat walaupun memang sebenarnya laki-laki dan perempuan itu berbeda pada dasarnya. Apa yang dilakukan laki-laki dapat dilakukan oleh perempuan demikian sebaliknya, terkecuali dalam hal “melahirkan”. Melalui rumusan masalah yang telah dibahas pada bab 1 bagaimana pemahaman guruguru PAK di SMU dan SMK di Salatiga terhadap keadilan dan kesetaraan jender, dan bagaimana sikap kepedulian guru-guru PAK terhadap keadilan dan kesetaraan jender di SMU dan SMK peneliti mengaitkan dengan melihat dari hasil wawancara, FGD, maupun observasi. Dimana guru-guru PAK sudah memahami keadilan dan kesetaraan jender, namun guru kurang peduli dan kurang sungguh-sungguh menerapkannya bagi para murid layaknya bagaimana Tuhan Yesus yang peduli bagi semua pengikutnya tanpa membedakan yang satu dan yang lainnya, jadi yang mereka miliki hanya kesadaran dan pengetahuan tapi tidak mempergunakan keadilan jender tersebut.
66
Kesetaraan merupakan hal yang sangat sederhana jika kita dengar dengan sepintas, namun hal itu tidak sesederhana yang kita bayangkan ketika menerapkannya didalam kehidupan sehari-hari, hal tersebut akan terjadi karena pada dasarnya kehidupan kita tidak terlepas dari kebiasaan budaya yang telah menyatu dengan kehidupan. Dimana laki-laki selalu lebih tinggi derajatnya daripada perempuan. Seperti dalam pembahasan sebelumnya yang menjelaskan kesetaraan jender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia agar berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan nasional dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Sedangkan keadilan jender adalah suatu proses untuk menjadi adil antara laki-laki dan perempuan, dimana bobot hak perempuan sama dengan bobot hak laki-laki. Keadilan jender secara fundamental bertujuan menghilangkan dominasi, siapapun pelakunya baik laki-laki ataupun perempuan. Dari berbagai pembahasan diatas dapat di simpulkan bahkan dapat kita refleksikan, bagaimana sebenarnya keadilan dan kesetaraan jender yang ada di sekolah, khususnya ketika Tuhan Allah berusaha menjelaskan dan mengaplikasikan keadilan dan kesetaraan jender antara perempuan dan laki-laki, agar dapat keluar dari kebudayaan yang ada. Inilah tugas dari para pendidik dan pemimpin Kristen dalam hal ini para Guru Pendidikan Agama Kristen untuk mempelajari dan menjelaskan kepada para murid, agar kedepannya akan lebih dapat dimengerti dan dipahami dengan baik. Sehingga para generasi muda akan dapat menerapkannya untuk masa kini dan masa yang akan dating, dengan harapan tidak akan adalagi korban di dalam kehidupan antara laki-laki dan perempuan.
67