BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK DALAM HAL MUSNAHNYA OBYEK HAK TANGGUNGAN KARENA BENCANA ALAM
4.1 Perlindungan Hukum Preventif Bagi Kreditur dan Debitur Perlindungan hukum merupakan bentuk bekerjanya fungsi hukum untuk mewujudkan tujuan hukum, yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Satjipto Raharjo mendefinisikan perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak-hak asasi manusia yang dirugikan oleh orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.1 Sengketa yang terjadi dimasyarakat harus diselesaikan berdasarkan hukum yang berlaku untuk mencegah tindakan main hakim sendiri oleh masyarakat. Hukum memiliki fungsi untuk mengatur hubungan antara negara dengan masyarakat dan hubungan antara masyarakat dengan sesama masyarakat, agar terciptanya kehidupan masyarakat yang tertib. Hal tersebut menuntut hukum agar menciptakan suatu kepastian hukum dan keadilan dalam kehidupan masyarakat. kepastian hukum mengharuskan terciptanya suasana yang aman dan tentram dalam masyarakat, maka kaidah dimaksud harus ditegakkan serta dilaksanakan
1
Satjipto Rahardjo, 1993, Penyelenggaraan Keadilan Dalam Masyarakat Yang Sedang Berubah, Jurnal Masalah Hukum, (selanjutnya disebut Satcipto Raharjo II), hal 34.
120
dengan tegas.2 Dengan adanya suatu kepastian hukum maka akan tercipta suatu perlindungan hukum bagi masyarakat, karena masyarakat telah mendapatkan kepastian hukum tentang bagaimana masyarakat menyelesaikan suatu persoalan hukum yang mereka hadapi. Philipus M. Hadjon mengemukakan bahwa perlindungan hukum dalam kepustakaan hukum belanda disebut dengan “rechtbescheming van de burgers tegen de overheid”. Philipus M. Hadjon membedakan perlindungan hukum menjadi dua jenis yaitu: 1. Perlindungan Hukum Preventif Perlindungan hukum pretenvif adalah perlindungan hukum yang bertujuan untuk mencegah terjadinya permasalahan atau sengketa. 2. Perlindungan Hukum Represif Perlindungan hukum represif adalah pelindungan hukum yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan atau sengketa yang timbul.3 Terdapat 2 (dua) bentuk perlindungan hukum yaitu pertama adalah perlindungan hukum preventif artinya langkah pencegahan yang dilakukan dengan menyiapkan opsi yang bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Kedua adalah perlindungan hukum represif yang bertujuan untuk menyelesaikan sengketa yang timbul. Perlindungan hukum preventif yang diberikan kepada kreditur, selaku pemegang sertipikat hak tanggungan dalam hal musnahnya seluruh obyek hak tanggungan karena bencana alam dapat dilakukan dengan mengasuransikan obyek
2
Soerjono Soekanto, 1983, Penegakan Hukum, Binacipta, Bandung,
3
Philipus M. Hadjon, loc.cit.
15.
121
hal
hak tanggungan kepada pihak asuransi. Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang memberikan definsi asuransi. Definisi tersebut sebagai berikut: Asuransi atau pertanggungan adalah suatu persetujuan, dimana penanggung kerugian diri kepada tertanggung, dengan mendapat premi, untuk mengganti kerugian karena kehilangan kerugian atau tidak diperolehnya suatu keuntungan yang diharapkan, yang dapat diderita karena peristiwa yang tidak diketahui lebih dahulu. Menurut Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 337 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5618, selanjutnya disebut Undang-Undang Perasuransian) asuransi adalah: Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk: a. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti atau; b. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana. Dalam Black Law Dictionary didefinsikan asuransi “ Unsurance is an agrrement by which one party (the insurer) commits to do something of value for another party (the insured) upon the occurrence of some specified contingency, an agrrement by which one party assumes a risk faced by another party in return for a premium payment”.4 (Terjemahan bebas : asuransi adalah suatu perjanjian yang menjadi dasar bagi penanggung pada satu pihak berjanji akan melakukan sesuatu 4
Henry Campbell Black, 1999, Black Law Dictionary, West Group, hal
270.
122
yang bernilai bagi tertanggung sebagai pihak yang lain atas terjadinya kejadian tertentu. Sebuah perjanjian yang menjadi dasar bagi satu pihak mengambil suatu resiko yang dihadapi oleh pihak yang lain atas imbalan pembayaran sejumlah premi). Dari Pengertian asuransi diatas, maka dapat disimpulkan unsur-unsur asuransi antara lain: a. Pihak tertanggung (insured) Pihak tertanggung adalah pihak
yang berjanji untuk membayar uang
premi kepada pihak penanggung. Pembayaran ini dilakukan baik secara sekaligus maupun secara berangsur-angsur. b. Pihak penanggung (insure) Pihak penanggung adalah pihak yang berjanji akan membayar sejumlah uang (santunan) kepada pihak tertanggung, sekaligus atau secara berangsur-angsur apabila terjadi sesuatu yang mengandung unsur tak tertentu. c. Kepentingan Kepentingan disini berarti adanya keterkaitan hukum antara tertanggung dengan obyek asuransi, atau sering juga disebut kepentingan adalah kekayaan atau hak subyektif yang jika terjadi peristiwa, tertanggung akan mengalami kerugian.5 d. Suatu peristiwa (accident) yang tak tertentu (tidak diketahui sebelumnya).
5
Sentosa Sembiring, 2014, Hukum Asuransi, Nuansa Aulia, Bandung,
hal 30. 123
Dilihat dari obyek asuransi, maka asuransi dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yaitu asuransi kerugian dan asuransi jumlah. Asuransi Kerugian adalah suatu perjanjian dalam mana penanggung dengan menerima pembayaran premi, mengikatkan diri untuk membayar ganti kerugian kepada pengambil asuransi atau tertunjuk manakala terjadi peristiwa yang belum pasti yang menimbulkan kerugian. Ciri asuransi kerugian adalah kepentingannya dapat dinilai dengan uang, dalam menentukan ganti kerugian berlaku prinsip indemnitas. Prinsip indemnitas adalah prinsip yang menentukan bahwa harus terdapat keseimbangan antara ganti kerugian yang dibayarkan oleh penanggung dengan kerugian yang diderita oleh pihak tertanggung, hal ini dilakukan untuk mencegah tertanggung tidak menerima ganti kerugian yang melebihi kerugian yang sesungguhnya dideritanya.6 Asuransi yang termasuk asuransi kerugian antara lain asuransi kendaraan, asuransi kebakaran, asuransi bencana alam, asuransi pencurian. Asuransi jumlah adalah suatu perjanjian, dalam mana penanggung mengikatkan diri dengan menerima premi untuk membayar sejumlah uang tertentu, manakala terjadi peristiwa yang belum pasti yang berhubungan dengan hidup atau kesehatan seseorang.7 Asuransi jumlah adalah perjanjian asuransi yang berisi ketentuan bahwa penanggung terikat untuk melakukan prestasi berupa pembayaran uang yang besarnya sudah ditentukan sebelumnya, kepentingannya tidak dapat dinilai
6
Man Suparman Sastrawidjaja, 2010, Hukum Asuransi, Alumni, Bandung,
hal 151. 7
Sentosa Sembiring, op.cit, hal 35. 124
dengan uang, sejumlah uang yang dibayarkan oleh penanggung telah ditentukan sebelumnya, jadi tidak berlaku prinsip indemnitas seperti dalam asuransi kerugian serta tidak berlaku subrogasi.8 Jenis asuransi yang termasuk asuransi jumlah adalah asuransi jiwa, asuransi sakit, asuransi kecelakaan. Perkembangan usaha perkeditan yang dilakukan oleh bank, membentuk suatu asuransi baru yaitu asuransi kredit. Asuransi kredit merupakan asuransi untuk melindungi kreditur dari kemungkinan kerugian akibat kegagalan nasabah mengembalikan kredit, apabila dikemudian hari kredit tersebut benar-benar dapat dlunasi oleh nasabah, kreditur menerima pengganti dari penanggung.
9
Asuransi
kredit (credit insurance) pada mulanya lebih dikenal dalam lingkungan asuransi jiwa dalam bentuk perlindungan kepada kreditur terhadap risiko macetnya pelunasan sisa pinjaman akibat meninggalnya debitur. Prinsip asuransi kredit mengikuti prinsip asuransi pada umumnya yaitu meliputi: a. Insurable interest (bentuk atau rupa pertanggungan). b. Utmost good faith (itikad baik). c. Indemnity (ganti rugi). d. Subrogation (hak penanggung setelah ganti rugi). Tujuan utama kegiatan asuransi kredit adalah untuk melindungi kepentingan pihak tertanggung atas kerugian yang mungkin akan dideritanya. Perjanjian kredit merupakan dasar dari perjanjian asuransi jaminani kredit. Asuransi kredit bertujuan: 8
Man Suparman Sastrawidjaja, loc.cit. Ketut Sendra, 2007, Bankassurance, Bank dan Asuransi Kemitraan Strategis Perbankan dan Perusahaan Asuransi, PPM, Jakarta, hal 42. 9
125
a. Melindungi pemberi kredit dari kemungkinan tidak diperolehnya kembali kredit yang diberikan kepada nasabahnya. b. Melindungi jaminan kredit bank dari resiko yang tidak dapat diperkirakan c. Membantu kegiatan, pengarahan, dan keamanan perkreditan baik kredit perbankan maupun kredit lainnya di luar perbankan.10 Asuransi kredit obyeknya adalah diri debitur itu sendiri (asuransi jiwa) dan asuransi kerugian terhadap jaminan yang telah debitur berikan (asuransi kerugian). Asuransi kredit bank berlaku dua asuransi sekaligus yaitu asuransi jiwa untuk mengantisipasi jika dalam jangka waktu kredit debitur meninggal dunia, maka kredit akan dilunasi dengan asuransi jiwa debitur, sedangkan jika debitur wanprestasi dan
terjadi peristiwa yang mengakibatkan rusak atau
musnahnya benda jaminan, maka kredit akan dilunasi dengan uang pertanggungan dari asuransi kerugian. Asuransi terhadap jaminan fidusia adalah asuransi kerugian kendaraan atau asuransi kerugian pencurian. Asuransi terhadap jaminan kredit berupa tanah diatasnya berdiri rumah adalah asuransi kerugian berupa asuransi terhadap resiko kebakaran. Asuransi kebakaran merupakan pertanggungan yang menjamin kerugian atau kerusakan harta benda akibat kebakaran yang terjadi karena kelalaian maupun kesalahan diri sendiri
atau orang lain. Resiko kebakaran yang ditanggung oleh asuransi
kebakaran antara lain; a. Kebakaran yang berasal dari harta benda yang ditanggung (api sendiri) atau api yang berasal dari luar, kesalahan pelayan sendiri, tetangga, 10
Nasroen Yasabari dan Nina Kurnia Dewi, 2007, Penjaminan Kredit Mengantar UKMK Mengakses Pembiayaan, Alumni, Bandung, hal 27. 126
musuh, perampok dan sebab apa saja dan cara bagaimanapun sebabbya timbul kebakaran, asalkan tidak diketahui lebih dahulu. b. Peledakan ketel uap, ketel gas, obat mesiu dan segala macam peledakan (Pasal 292 KUHD) kecuali oleh tenaga nuklir. c. Sambaran petir dan
semacamnya,
walaupun tidak menimbulkan
kebakaran, namun menimbulkan kerugian atau kerusakan (Pasal 292 KUHD). d. Kejatuhan pesawat udara, yaitu benturan fisik antara pesawat udara dan atau benda yang jatuh dari pesawat udara, dengan harta benda atau dengan bangunan yang berisi harta benda yang ditanggung sekalipun tidak menimbulkan kebakaran tetapi menimbulkan kerugian atau kerusakan.11 Penanggung mendapat pembebasan dari membayar ganti rugi bila ia mampu membuktikan bahwa kebakaran disengaja oleh tertanggung atau ditimbulkan oleh kesalahan atau kelalaian yang dapat diketahui oleh pihak tertanggung. Kerusakan harta benda yang diasuransikan tetapi tidak ditanggung apabila kerugian disebabkan oleh kebakaran yang terjadi karena: a) Pemogokan, kegaduhan sipil (huru-hara). b) Gempa bumi, tanah longsor atau letusan gunung berapi. c) Peperangan. d) Reaksi inti atom atau nuklir. e) Pembawaan sendiri hara benda yang diasuransikan, misalknya dapat terbakar sendiri bila udara panas. 11
Ketut Sendra, op.cit, hal 44.
127
Walaupun demikian resiko asuransi kebakaran dapat memperluas cakupan resiko yang ditanggung dengan cara tertanggung membayar tambahan premi, sehingga dapat ditutup perluasan tanggungan untuk resiko-resiko yang dikecualikan dan resiko resiko lain yang tidak termasuk resiko pokok seperti: a) Pemogokan, kegaduhan sipil (huru-hara). b) Gempa bumi, atau letusan gunung berapi. c) Angin topan, badai, banjir dan tanah longsor. d) Terbakar sendiri atau terbakar karena arus pendek. e) Dan lain sebagainya.12 Kesepakatan untuk mengasuransikan obyek asuransi antara penanggung dan tertanggung dituangkan dalam perjanjian asuransi. Perjanjian asuransi merupakan perjanjian yang berdiri sendiri yang memiliki tujuan utama untuk memberikan ganti rugi jika terjadi kerugian atau loss atas peristiwa yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya. Dalam asuransi jaminan kredit, klaim dibayar oleh insurer (perusahaan asuransi) kepada insured (bank), insurer tidak melakukan penagihan kepada debitur mengingat insurer biasanya telah mereansuransikan kreditnya tersebut kepada perusahaan reasuransi, namun bila tidak pihak insurer akan melakukan penagihan kepada debitor. Produk asuransi adalah polis asuransi dan jasa asuransi diterima dengan dibayarkannya sejumlah premi asuransi. Premi asuransi merupakan dana yang dihimpun dari debitur untuk pembayaran ganti rugi. Insurer merupakan pihak asuransi kredit akan melayani siapa saja yang ingin menutup kerugian sepanjang 12
Ketut Sendra, op.cit, hal 45.
128
disepakati dalam perjanjian pertanggungan tanpa harus menelipi reputasi tertanggung (insured). Perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan maupun fidusia pada bank melalui beberapa tahapan, yaitu tahap permohonan kredit, analisa kredit, keputusan kredit, penandatanganan perjanjian kredit serta pengikatan agunan hak tanggungan maupun fidusia, dan diakhiri dengan penandatanganan perjanjian asuransi kredit jika jaminan tersebut diasuransikan. Perjanjian asuransi kredit terdiri dari asuransi jiwa debitur dan asuransi jaminan debitur. Pihak bank sebagai kreditur, menyerahkan sepenuhnya kepada debitur untuk memilih perusahaan asuransi yang akan digunakan jasanya dalam mengasuransikan barang jaminan tersebut. Sering pula pihak bank sebagai kreditur yang menentukan perusahaan asuransi mana yang dapat digunakan jasanya dalam mengasuransikan barang agunan milik debitur tersebut. Dalam penandatanganan perjanjian asuransi antara debitur dengan perusahaan asuransi, sebelumnya sudah dilakukan pemilihan berdasarkan kesepakatan debitur dan kreditur tentang perusahaan asuransi mana yang akan digunakan. Debitur harus memahami secara keseluruhan klausul-klausul yang terdapat dalam perjanjian asuransi tersebut sebelum ditandatangani. Hal ini dimaksudkan agar debitur mengetahui hak dan kewajibannya secara menyeluruh dan jelas agar pelaksanaan asuransi tersebut dapat berjalan dengan baik dan tidak merugikan hak-hak debitur. Dalam asuransi jaminan kredit terdapat suatu klausula memberikan kedudukan khusus kepada bank yaitu bankers clause. Bankers clause adalah suatu
129
klausula yang menentukan jika jaminan kredit diasuransikan oleh kreditur (bank), maka kreditur memiliki hak untuk
meminta ganti rugi yang diberikan
penanggung kepada tertanggung harus diberikan lebih dahulu kepada pihak bank, jika masih ada jumlah yang tersisa dapat diserahkan kepada debitur.13 Berdasarkan hal itu, telah terjadi kesepakatan antara bank dan tertanggung bahwa
jika
terjadi
kerusakan
atau
kehilangan
pada
apa
yang
dipertanggungjawabkan, pembayaran kerugiannya akan diurus oleh pihak bank kepada penanggung hingga jumlah yang disebutkan di dalam perjanjian kredit, yaitu hutang pokok kredit ditambah bunga dan biaya-biaya lain tanpa mengurangi hak tertanggung atas kelebihan jumlah ganti rugi. Penanggung membebaskan bank tersebut dari segala pengecualian atau alasan, untuk menolak pembayaran yang kiranya dapat dipergunakan terhadap tertanggung. Klausal ini menjadi batal setelah penanggung menerima pemberitahuan dari bank bahwa bank tidak lagi mempunyai kepentingan atas barang yang dipertanggungjawabkan dalam polis tersebut atau barang jaminan tersebut sudah tidak menjadi jaminan atas fasilitas kredit debitur, atau seluruh fasilitas kredit sudah dilunasi oleh debitur. Dalam hal asuransi jaminan kredit, maka yang harus diasuransikan dengan syarat bankers clause adalah sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari jumlah kredit yang diterima. Apabila jaminan debitur melebihi jumlah kredit yang diterimanya, maka bank dapat menganjurkan agar sisanya
13
Thomas Suyatno, et.al, 1999, Kelembagaan Perbankan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal 91. 130
diasuransikan juga. Akan tetapi jumlah sisa ini tidak wajib dilekati dengan bankers clause.14 Tata cara penutupan asuransi kredit dilakukan dalam beberapa tahap. Tata cara penutupan asuransi kredit adalah sebagai berikut: 1. Debitur mengajukan kredit kepada bank. 2. Bank mempelajari dan mempertimbangkan pengajuan kredit tersebut. 3. Dalam hal (tidak selalu) bank memerlukan jasa penutupan pertanggungan atas kredit yang diberikan oleh debitur, bank mengajukan permintaan penutupan pertanggungan kepada pihak asuransi. 4. Pihak asuransi mempelajari dan mempertimbangkan permintaan bank 5. Bila pihak asuransi dapat menutup pertanggungan, ia mengajukan penawaran penutupan pertanggungan kepada bank. 6. Bila bank menyetujui penawan penutupan pertanggungan dari pihak asuransi, maka pihak asuransi akan menerbitkan notes penutupan pertanggungan
untuk
bank.
Dengan
demikian
terjadi
penutupan
pertanggungan, dan bank dapat merealisasi fasilitas kredit kepada debitur bersangkutan.15 Bank
memberitahukan
kepada
perusahaan
asuransi
bahwa
akan
dilaksanakan penutupan pertanggungan untuk kepentingan nasabahnya. Pihak asuransi segera melakukan survey on the spot ke lokasi objek pertanggungan untuk melihat keadaan barang yang akan diasuransikan. Tahap berikutnya pihak
14 15
Ibid, hal 92 Muhamad Djumhana, op.cit, hal 425.
131
asuransi membuatkan cover note . Atas dasar cover note ini dibuatkan polis sesuai dengan bahaya yang dipertanggungkan maupun luas pertanggungannya (extended coverage), resiko yang diminta, jangka waktu dan persyaratan – persyaratan lain yang dianggap perlu. Perlindungan hukum preventif yang diberikan kepada kreditur selaku pemegang sertipikat hak tanggungan dalam hal musnahnya seluruh obyek hak tanggungan karena bencana alam melalui asuransi secara tersirat diatur dalam Pasal 11 ayat (2) huruf i Undang-Undang Hak Tanggungan. Pasal ini mengatur tentang janji-janji yang dapat dicantumkan dalam APHT. Pasal 11 ayat (2) huruf i Undang-Undang Hak Tanggungan merumuskan “Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari uang asuransi yang diterima pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya, jika obyek Hak Tanggungan diasuransikan”. Ketentuan pasal tersebut kemudian dituangkan dalam melalui klausul-klausul dalam APHT. Klausul asuransi dalam APHT sebagai berikut: Pemberi Hak Tanggungan akan mengasuransikan Objek Hak Tanggungan terhadap bahaya-bahaya kebakaran dan malapetaka lain yang dianggap perlu oleh Penerima Hak Tanggungan dengan syarat-syarat untuk suatu jumlah pertanggungan yang dipandang cukup oleh Penerima Hak Tanggungan pada perusahaan asuransi yang ditunjuk oleh Penerima Hak Tanggungan, dengan ketentuan surat polis asuransi yang bersangkutan akan disimpan oleh Penerima Hak Tanggungan dan Pemberi Hak Tanggungan akan membayar premi pada waktu dan sebagaimana mestinya; Dalam hal terjadi kerugian karena kebakaran atau malapetaka lain atas Objek Hak Tanggungan Penerima Hak Tanggungan diberi dan menyatakan menerima kewenangan, dan kuasa untuk menerima seluruh atau sebagian uang ganti kerugian asuransi yang bersangkutan sebagai pelunasan utang Debitor.16 16
Lampiran VI.a Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri 132
Klausul tersebut mengatur bahwa pemberi hak tanggungan akan mengasuransikan objek hak tanggungan terhadap bahaya yang dianggap perlu oleh penerima
hak tanggungan. Klausul tersebut belum memberikan
perlindungan hukum yang pasti, karena tindakan mengasuransikan obyek hak tanggungan tersebut baru sebatas “akan” mengasuransikan. Kata “akan” tersebut sebaiknya diganti dengan kata “wajib” atau “berkewajiban”. Perkataan wajib lebih memberi perlindungan hukum bagi kreditur, karena tindakan mengasuransikan obyek hak tanggungan menjadi suatu kewajiban yang harus dilakukan bagi pihak debitur, sehingga lebih memberikan perlindungan hukum bagi kreditur jika terjadi suatu peristiwa bencana alam yang menimpa obyek hak tanggungan. Berdasarkan
pemaparan
diatas
maka
dapat
disampaikan
bahwa
perlindungan hukum preventif yang dapat diberikan kepada kreditur selaku pemegang sertipikat hak tanggungan dalam hal musnahnya seluruh obyek hak tanggungan karena bencana alam adalah dengan mengasuransikan obyek hak tangungan pada perusahaan asuransi. Instrumen hukum yang digunakan adalah melalui klausul dalam APHT. Perlindungan preventif yang dapat diberikan kepada debitur selaku pemberi hak tanggungan dalam hal musnahnya seluruh obyek hak tanggungan karena bencana alam sama dengan perlindungan hukum preventif pada kreditur yaitu dengan mengasuransikan obyek hak tanggungan pada perusahaan asuransi. Asuransi
terhadap barang jaminan pada dasarnya memiliki tujuan untuk
Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, hal 9. 133
melindungi debitur dan kreditur. Asuransi melindungi kreditur dan debitur karena jika terjadi suatu peristiwa yang mengakibatkan rusak atau musnahnya benda jaminan debitur yang telah diserahkan kepada kreditur, maka pihak asuransi akan mengganti kerugian atas rusak atau musnahnya barang jaminan yang telah diasuransikan tersebut. Asuransi melindungi debitur karena bila terjadi suatu peristiwa yang mengakibatkan rusak atau musnahnya jaminan, maka asuransi yang akan membayar kerugian atas kerusakan atau musnahnya barang jaminan. engan kata lain dalam asuransi jaminan yang diberikan debitur kepada kreditur terjadi peralihan resiko dari debitur dan kreditur kepada pihak ketiga yaitu pihak asuransi. Dalam
proses
pemberian
kredit,
debitur
diwajibkan
untuk
mengasuransikan barang jaminan yang dimiliki pada perusahaan asuransi yang telah disepakati oleh debitur dan kreditur. Pada umumnya jika jaminan yang debitur berikan kepada kreditur adalah tanah dan bangunan, pihak asuransi menganjurkan menggunakan asuransi kebakaran karena bencana yang paling sering terjadi terhadap bangunan adalah kebakaran, namun debitur dapat memperluas cakupan resiko asuransi kebakaran dengan menambahkan resiko yang ditanggung seperti pemogokan, kegaduhan sipil (huru-hara), gempa bumi, atau letusan gunung berapi, angin topan, badai, banjir dan tanah longsor dan kebakaran karena arus pendek. Perluasan resiko ini memang akan memperbesar biaya pembayaran premi debitur kepada pihak asuransi, namun tindakan ini merupakan bentuk perlindungan terhadap jaminan yang debitur berikan kepada kreditur, sehingga
134
jika terjadi suatu peristiwa bencana alam seperti gempa dan tanah longsor yang mengakibatkan rusaknya atau musnahnya obyek jaminan tanah dan bangunan yang telah dibebani hak tangungan tersebut dan debitur tidak mampu melunasi kreditnya tersebut, maka kredit debitur akan dibayar oleh pihak asuransi sejumlah nilai asuransi yang telah ditentukan terhadap tanah dan bangunan tersebut. Berdasarkan
pemaparan
diatas,
maka
dapat
disampaikan
bahwa
perlindungan hukum preventif yang dapat diberikan kepada debitur adalah dengan mengasuransikan obyek jaminan hak tanggungan pada perusahaan asuransi dan membayar premi perluasan resiko yang ditanggung yang awalnya hanya dengan premi asuransi kebakaran dengan menambah premi untuk asuransi terhadap resiko bencana alam. 4.2. Perlindungan Hukum Represif Bagi Kreditur dan Debitur Perlindungan hukum represif merupakan pelindungan hukum yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan atau sengketa yang timbul. Terkait dengan musnahnya seluruh obyek hak tanggungan karena bencana alam, maka perlindungan hukum represif yang dapat diberikan kepada pihak kreditur dan debitur yang diuraikan sebagaimana berikut: 4.2.1 Perlindungan Hukum Represif Bagi Kreditur Musnahnya seluruh obyek hak tanggungan akan mengakibatkan ketidakpastian atas jaminan yang telah diterima oleh kreditur. Perlindungan hukum represif terhadap kreditur selaku pemegang sertipikat hak tanggungan dilakukan dengan pembayaran uang ganti kerugian atau
klaim
dari pihak
asuransi kepada kreditur akibat dari musnahnya obyek jaminan kepada pihak
135
asuransi. Menurut Yaslis Ilyas klaim adalah suatu permintaan salah satu dari dua pihak yang mempunyai ikatan agar haknya terpenuhi. Salah satu dari kedua belah pihak yang melakukan ikatan tersebut akan mengajukan klaimnya kepada pihak lainnya sesuai dengan perjanjian atau provisi polis yang disepakati bersama oleh kedua pihak.17 Jumlah klaim ini besarnya tergantung dari nilai yang tercantum dalam polis. Polis adalah perjanjian antara penanggung dengan tertanggung yang berisikan tentang kesepakatan untuk mengasuransikan suatu obyek asuransi yang berfungsi sebagai alat bukti tertulis bahwa telah terjadi kesepakatan antara penanggung dengan tertanggung. Isi dari polis sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 256 KUHD antara lain: 1.
Hari dibuatnya perjanjian asuransi.
2.
Nama orang yang mengadakan perjanjian asuransi untuk diri sendiri atau pihak ketiga.
3.
Uraian mengenai benda yang menjadi obyek asuransi.
4.
Jumlah uang untuk beberapa diadakan perjanjian asuransi.
5.
Bahaya-bahaya yang ditanggung oleh penanggung.
6.
Saat mula dan berakhirnya asuransi.
7.
Besarnya premi.
8.
Semua keadaan yang kiranya penting bagi penanggung untuk diketahui dan segala syarat yang diperjanjikan antara para pihak.
17
Yaslis Ilyas, 2006, Mengenal Asuransi Kesehatan, Review Manajemen Utilisasi, Manajemen Klaim dan Kecurangan Asuransi Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta, hal 65.
136
Untuk asuransi kebakaran, hal yang harus dicantumkan dalam polis telah diatur dalam Pasal 287 KUHD, yaitu antara lain; 1. Letak barang tetap yang diasuransikan beserta batas-batasnya. 2. Pemakaian barang yang diasuransikan. 3. Sifat dan pemakaian gedung-gedung yang berbatasan, sekedar itu ada pengaruhnya terhadap asuransi yang bersangkutan. 4. Harga dari barang-barang yang diasuransikan. 5. Letak dan pembatas gedung dan tempat dimana barang bergerak yang diasuransikan itu berada, disimpan, atau ditumpuk. Polis memiliki kedudukan yang sangat penting dalam perjanjian asuransi. Menteri Keuangan kemudian mengeluarkan peraturan yang memperjelas tentang isi polis yaitu melalui Pasal 8 Keputusan Menteri keuangan Republik Indonesia Nomor 422/KMK.06/2003 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Polis asuransi harus memuat sekurang-kurangnya ketentuan mengenai ; 1. 2. 3. 4. 5.
Saat berlakunya tanggungan; Uraian manfaat yang diperjanjikan; Cara pembayaran premi; Tenggang waktu (grace period) pembayaran premi; Kurs yang digunakan untuk polis asuransi dengan mata uang asing apabila pembayaran premi dan manfaat dikaitkan dengan mata uang rupiah; 6. Waktu yang diakui sebagai saat diterimanya pembayaran premi; 7. Kebijakan perusahaan yang ditetapkan apabila pembayaran premi dilakukan melewati tenggang waktu yang disepakati; 8. Periode dimana pihak perusahaan tidak dapat meninjau ulang keabsahan kontrak asuransi (incontestable period); 9. Tabel nilai tunai bagi Polis Asuransi Jiwa yang mengandung nilai tunai; 10. Perhitungan nilai deviden polis atau yang sejenis, bagi Polis asuransi Jiwa yang menjanjikan deviden polis, termasuk syarat dan penyebabnya; 11. Syarat dan tata cara pengajuan klaim, termasuk bukti pendukung yang diperlukan dalam mengajukan klaim;
137
12. Pemilihan tempat penyelesaian perselisihan; 13. Bahasa yang dijadikan acuan dalam hal terjadi sengketa atau beda pendapat, untuk Polis Asuransi yang dicetak dalam 2 (dua) bahasa atau lebih. Untuk mengajukan klaim, tertanggung harus mengikuti tata cara dan syarat-syarat yang telah disepakati dalam polis. Tata cara klaim asuransi bencana alam berupa gempa dan tanah longsor terhadap tanah dan bangunan yang menjadi jaminan hak tanggungan sama dengan tata cara klaim pada asuransi kebakaran, hal ini karena asuransi bencana alam merupakan perluasan dari asuransi kebakaran. Tertanggung sesudah mengetahui atau pada waktu ia dianggap seharusnya sudah mengetahui adanya kerugian atau kerusakan atas harta benda dan atau kepentingan yang dipertanggungkan dalam polis wajib
segera
memberitahukan hal itu kepada penanggung dalam waktu 7 (tujuh) hari kalender memberikan keterangan tertulis yang memuat hal ikhwal yang diketahuinya tentang kerugian atau kerusakan tersebut. Keterangan tertulis itu harus menguraikan tentang segala sesuatu yang terbakar, musnah, hilang, rusak dan terselamatkan serta mengenai penyebab kerugian atau kerusakan yang terjadi, paling lambat dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak terjadinya kerugian dan atau kerusakan, mengajukan tuntutan ganti rugi kepada Penanggung tentang besarnya jumlah kerugian yang diderita Jika tertanggung akan menuntut ganti rugi berdasarkan polis asuransi. Tertanggung wajib mengisi formulir laporan klaim yang disediakan Penanggung dan menyerahkannya kepada Penanggung menyerahkan fotocopy Polis dan menyerahkan Berita Acara atau Surat Keterangan mengenai peristiwa kerugian tersebut dari Kepala Desa atau Kepala Kelurahan atau Kepala Kepolisian
138
setempat menyerahkan laporan rinci dan selengkap mungkin tentang hal ikhwal yang menurut pengetahuannya menyebabkan kerugian atau kerusakan itu, dan memberikan keterangan-keterangan dan bukti-bukti lain yang relevan, yang wajar dan patut diminta oleh Penanggung. Setelah itu klaim dicairkan dan diserahkan kepada kreditur untuk melunasi sisa hutang debitur. 18 Perlindungan hukum represif lain yang dapat diberikan kepada kreditur selaku pemegang sertipikat hak tanggungan adalah dengan meminta jaminan baru kepada debitur. Hal ini disesuaikan dengan kemampuan debitur dalam memberikan jaminan. Jika debitur memiliki jaminan lain yang belum diikat oleh bank maka bank dapat melakukan pengikatan jaminan baru yang dimiliki kreditur dengan melakukan addendum perjanjian kredit terutama dalam pasal jaminan debitur, yang kemudian dilanjutkan dengan pengikatan jaminan baru yang diberikan debitur kepada bank. Pemberian jaminan baru ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1131
Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang
mengatur tentang. Menurut Pasal 1131 KUH Perdata jaminan umum diartikan dengan “segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru ada dikemudian hari, menjadi tanggungan segala perikatan perseorangan”. Jadi barang bergerak maupun yang tidak bergerak milik debitur yang sudah diberikan kepada kreditur maupun yang belum, dapat menjadi jaminan atas perikatan debitur dengan kreditur. 18
www.aaui.or.id/index.php/regulasi/polis//polis-standar/111-polistandarasuransi-kebakaran-indonesia, diakses pada tanggal 09 April 2015 pukul 11.30 Wita.
139
Berdasarkan
pemaparan
diatas
maka
dapat
disimpulkan
bahwa
perlindungan hukum represif yang diberikan kepada kreditur selaku pemegang sertipikat hak tanggungan adalah dengan pembayaran klaim asuransi dari pihak asuransi kepada pihak kreditur untuk melunasi sisa fasilitas kredit debitur dan pemberian jaminan baru oleh debitur kepada kreditur. Pemberian jaminan baru ini disesuaikan kembali dengan kemampuan debitur untuk memberi jaminan baru. 4.2.2 Perlindungan Hukum Represif Bagi Debitur Perlindungan hukum represif yang diberikan kepada debitur selaku pemberi hak tanggungan dalam hal musnahnya seluruh obyek hak tanggungan karena bencana alam adalah dengan pembayaran sisa klaim asuransi. Pihak asuransi akan membayarkan klaim atas asuransi jaminan debitur. Uang klaim asuransi tersebut pertama akan diberikan kepada kreditur karena adanya bankers clause dalam polis asuransi jaminan kredit tersebut. Bankers clause adalah suatu klausula yang menentukan jika jaminan kredit diasuransikan oleh kreditur (bank), maka kreditur memiliki hak untuk
meminta ganti rugi yang diberikan
penanggung kepada tertanggung harus diberikan lebih dahulu kepada pihak bank untuk melunasi kredit debitur, jika masih ada jumlah yang tersisa maka dapat diserahkan kepada debitur. Jumlah uang yang diterima debitur sebagai ganti kerugian adalah sebesar nilai klaim asuransi dalam polis asuransi dikurangi sisa kredit debitur pada bank. Sisa pembayaran kredit itulah yang kemudian diberikan kepada debitur sebagai suatu bentuk perlindungan hukum. Jika klaim asuransi tersebut tidak mencukupi untuk melunasi sisa kredit debitur, dan agar debitur tidak wanprestasi terhadap
140
kewajibannya kepada kreditur, maka bank selaku akan membantu
untuk
menyelamatkan sisa kredit debitur dengan berpedoman kepada Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/4/BPPP tanggal
29 Mei 1993 yang pada prinsipnya
mengatur penyelamatan kredit bermasalah melalui alternatif penanganan secara penjadwalan kembali (rescheduling), persyaratan kembali (reconditioning), dan penataan kembali (restructuring). Dalam surat edaran tersebut yang dimaksud dengan penyelamatan kredit bermasalah melalui rescheduling, reconditioning, dan restructuring adalah sebagai berikut: 1. Rescheduling Rescheduling yaitu suatu upaya hukum untuk melakukan perubahan terhadap beberapa syarat perjanjian kredit yang berkenaan dengan jadwal pembayaran kembali/ jangka waktu kredit dan memperpanjang jangka waktu angsuran. Adapun yang dimaksud dengan 2 (dua) upaya rescheduling adalah sebagai berikut: a. Memperpanjang jangka waktu kredit Dalam hal ini debitur memperoleh keringanan dalam masalah jangka waktu kredit misalnya perpanjangan jangka waktu kredit dari 6 (enam) bulan menjadi 1 (satu) tahun. Sehingga debitur memiliki waktu pengembalian yang lebih lama. b. Memperpanjang jangka waktu angsuran Memperpanjang angsuran hampir sama dengan jangka waktru kredit. Dalam hal ini jangka waktu angsuran kreditnya diperpanjang pembayarannya misalnya dari 36 (tiga puluh enam) kali menjadi
141
48 (empat puluh delapan) kali. Hal ini tentu saja jumlah angsuran pun menjadi mengecil seiring dengan penambahan jumlah angsuran.19 2. Reconditioning (Persyaratan Kembali) Reconditioning adalah suatu upaya menyelamatkan kredit dengan melakukan perubahan atas sebagian atau seluruh persyaratan perjanjian. Perubahan tersebut yang tidak hanya terbatas hanya kepada perubahan jadwal angsuran, atau jangka waktu kredit saja tetapi perubahan syarat kredit. Perubahan syarat kredit tersebut meliputi: a. Kapitalisasi bunga, yaitu bunga dijadikan hutang pokok. b. Penundaan pembayaran bunga sampai waktu tertentu. Salam hal penundaan pembayaran bunga sampai waktu tertentu. Hal ini maksudnya hanya bunga yang dapat ditunda pembayaranya, sedangkan pokok pinjamannya tetap dibayar seperti biasa. c. Penurunan suku bunga Penurunan suku bunga dimaksudkan agar lebih meringankan nasabah. Hal ini tergantung pada pertimbangan bank yang bersangkutan. Penurunan suku bunga akan mempengaruhi jumlah angsuran yang semakin mengecil, sehingga diharapkan dapat membantu meringankan nasabah. d. Pembebasan bunga. Dalam pembebasan suku bunga diberikan kepada nasabah dengan pertimbangan nasabah tidak mampu lagi membayar kredit tersebut.
19
Kasmir, 2008, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Rajawali Pers, Jakarta (selanjutnya disebut Kasmir II), hal 127
142
Namun nasabah tetap mempunyai kewajiban membayar pokok pinjaman sampai lunas.20 3. Restrukturisasi (Penataan Kembali) Retrukturisasi
merupakan tindakan bank kepada nasabah dengan cara
menambah modal nasabah dengan pertimbangan nasabah memang membutuhkan tambahan dana dan usaha yang dibiayai memang masih layak. Menurut Pasal 1 angka (25) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 12 DPNP Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4471 DPNP, selanjutnya disebut Peraturan Bank Indonesia I) merumuskan definisi restrukturisasi kredit: Restrukturisasi kredit adalah upaya yang dilakukan bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya yang dilakukan antara lain: a. Penurunan suku bunga kredit. b. Perpanjangan jangka waktu. c. Pengurangan tunggakan bunga kredit. d. Pengurangan tunggakan pokok kredit. e. Penambahan fasilitas kredit. f. Konversi kredit menjadi penyertaan Modal Sementara. Berdasarkan batasan tersebut tampak arah dari retrukturisasi kredit adalah untuk memperbaiki kualitas kredit. Untuk melakukan retrukturisasi kredit terdapat aturan yang harus diperhatikan oleh bank, karena upaya ini mengandung kerawanan penyalahgunaan oleh manajemen, sehingga secara prinsip ditetapkan bahwa restrukturisasi kredit hanya boleh dilakukan terhadap debitur yang masih
20
Ibid, hal 130. 143
memiliki prospek usaha yang baik, dan telah atau diperkirakan akan mengalami kesulitan pembayaran pokok ataupun bunga. Bank juga dilarang melakukan restrukturisasi kredit dengan tujuan untuk menghindari penurunan penggolangan kualitas kredit atau pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) yang lebih besar atau menghindari penghentian pengakuan pendapatan bunga secara
akrual.21
Restrukturisasi kredit harus meningkatkan penggolongan kualitas kredit, artinya ada perubahan kualifikasi golongan misalnya dari kredit macet atau diragukan kemudian menjadi kurang lancar atau lancar dalam perhatian khusus atau kurang lancarr menjadi lancar tanpa perhatian khusus.22 Lebih rinci Bank Indonesia
mengeluarkan peraturan yang melindung
debitur saat terjadinya suatu bencana alam yaitu melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/15/PBI/2006 tentang Perlakuan Khusus Terhadap Kredit Bank Bagi Daerah-Daerah Tertentu Di Indonesia Yang Terkena Bencana Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 72 DPNP/DPBPR/DPbS Tambahan
Lembaran
Negara
Republik
Indonesia
Nomor
4641
DPNP/DPBPR/DPbS, selanjutnya disebut Peraturan Bank Indonesia II). Aturan ini dikeluarkan karena dalam beberapa tahun terakhir sebagian wilayah di Indonesia dilanda bencana alam, seperti gempa bumi dan tsunami di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan daerah sekitar Propinsi Jawa Tengah.
21
Wahyudi Santoso, 2008, Buletin Hukum Perbankan Kebanksentralan, Direktorat Hukum Bank Indonesia, Jakarta, hal 21. 22 Muhamad Djumhana, op.cit, hal 431. 144
dan
Dampak bencana alam ini dapat mengganggu perekonomian Indonesia. Bank Indonesia kemudian merespon keadaan tersebut dengan mengeluarkan aturan yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan tersebut. Kualitas kredit debitur yang dapat di restrukturisasi
sampai dengan
plafond Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Persyaratan kredit dengan perlakuan khusus ini dirumuskan dalam Pasal 4 Peraturan Bank Indonesia II yang merumuskan sebagai berikut: Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 hanya berlaku untuk Kredit Bagi Bank Umum dan Kredit Bagi Bank Perkreditan Rakyat yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. disalurkan kepada nasabah debitur dengan lokasi proyek atau lokasi usaha di daerah-daerah tertentu yang terkena bencana alam; b. telah atau diperkirakan akan mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau bunga kredit yang disebabkan dampak dari bencana alam di daerah-daerah tertentu, dan; c. direstrukturisasi setelah terjadinya bencana alam. Peraturan Bank Indonesia II hanya berlaku untuk daerah Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Propinsi Jawa Tengah. Peraturan ini tidak berlaku untuk provinsi lain, sehingga tidak memberikan kepastian hukum bagi debitur dan kreditur di provinsi lain yang mengalami peristiwa bencana alam. Walaupun demikian bank dapat melakukan upaya penyelamatan kredit debitur dengan membantu debitur untuk melakukan restrukturisasi kredit debitur melalui
perubahan (addendum) pada perjanjian kredit sebelumnya. Dalam
addendum perjanjian restrukturisasi kredit dilakukan perubahan dalam klausul perjanjian, perubahan suku bunga dengan menurunkan suku bunga kredit debitur dan perpanjangan jangka waktu kredit hingga 4 (empat) tahun, sehingga akan
145
memberikan keringanan kepada debitur dalam memenuhi kewajibannya kepada bank. Perlindungan hukum represif yang dapat diberikan kepada debitur adalah dengan pembayaran klaim kepada kreditur sebagai pelunasan kredit debitur. Jika dalam pembayaran tersebut terdapat uang sisa, maka sisa pembayaran kredit itu kemudian diberikan kepada debitur hukum. Selain itu perlindungan hukum yang represif yang dapat diberikan peda debitur adalah dengan melakukan penjadwalan kembali (rescheduling), persyaratan kembali (reconditioning), dan penataan kembali (restructuring) terhadap fasilitas kredit yang telah diterima oleh debitur. Hal ini dilakukan agar debitur tetap mampu untuk memenuhi kepada bank.
146
kewajibannya