BAB IV PERANCANGAN RISET
A. Perumusan Hipotesis Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian, yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris. Dalam rangkaian langkah-langkah penelitian yang disajikan dalam bab ini hipotesis itu merupakan rangkuman dari kesimpulan-kesimpulan teoritis yang diperoleh dari penelaahan kepustakaan. Hipotesis merupakan jawaban terhadap masalah penelitian yang secara teoritis dianggap paling mungkin dan paling tinggi tingkat kebenarannya. Secara teknis, hipotesis dapat didefinisikan sebagai pernyataan mengenai keadaan populasi yang akan diuji kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh dari sampel penelitian. Secara statistik, hipotesis merupakan pernyataan mengenai keadaan parameter yang akan diuji melalui statistik sampel. Secara implisit, hipotesis itu juaga menyatakan prediksi. Misalnya, hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan yang positif dan sistematis antara nilai ujian masuk dan prestasi belajar mengandung prediksi bahwa mahasiswa-mahasiswa yang mempunyai nilai ujian masuk tinggi juga akan mempunyai indeks prestasi belajar tinggi; hipotesis yang menyatakan bahwa metode diskusi lebih baik daripada metod eceramah secara implisit mengandung prediksi bahwakelas-kelas yangdiajar terutama dengan metode diskusi akan lebih baik hasil belajarnya daripada kelas-kelas yangdiajar terutama dengan metode ceramah; dan sebagainya. Taraf ketepatan prediksi itu akan sangat tergantung kepada taraf kebenarandan taraf ketepatan landasan teoritis yang mendasarinya. Dasar teori yang kurang sehat (sound) akan melahirkan hipotesis yang prediksinya kurang tepat, dansebaliknya. Dari uraian ini ternyata pula betapa perlunya penelaahan kepustakaan itu dilakukan secara bersungguh-sungguh, agar dapat ditegakan landasan teori yang diperlukan.
101
Bagaimana cara orang merumuskan hipotesis itu tidak ada aturan umumnya. Namun, dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut : a. hipotesis hendaklah menyatakan pertautan antara dua variabel atau lebih; b. hipotesis hendaklah dinyatakan dalam kalimat deklaratif atau pernyataan; c. hipotesis hendaklah dirumuskan secara jelas dan padat; d. hipotesis hendaklah dapat diuji, artinya hendaklah orang mungkin mengumpulkan data guna menguji kebenaran hipotesis tersebut. Secara garis besar, hipotesis-hipotesis yang isi rumusannya bermacammacam itu dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu (a) hipotesis tentang hubungan, dan (b) hipotesis tentang perbedaan. Hipotesis tentang hubungan, yaitu hipotesis yang menyatakan tentang saling hubungan antara dua variabel atau lebih, mendasari berbagai penelitian korelasional. Hipotesis tentang perbedaan, yaitu hipoetsis yang menyatakan perbedaan dalam variabel tertentu pada kelompok yang berbeda-beda. Perbedaan itu sering kali karena pengaruh perbedaan yang terdapat pada satu atau lebih variabel yang lain. Hipotesis tentang perbedaan itu mendasari berbagai penelitian komparatif. Konsep penting lain mengenai hipotesis adaalh hipotesis nol. Hipotesis nol, yang biasa dilambangkan dengan H0, adalah hipotesis yang menyatakan tidak adanya aslling hubungan antara dua variabel atau lebih, atau hipotesis yang menyatakan tidak adanya perbedaan antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya. Di dalam analisis statistik, uji statistik biasanya mempunyai sasaran untuk menolak kebenaran hipotesis nol itu. Hipotesis lain yang bukan hipotesis nol
disebut hipotesis alternatif. Hipotesis alternatif, yangbisa
dilambangkan dengan HA, menyatakan adanya saling hubungan antara dua variabel atau lebih, atau menyatakan adanya perbedaan dalam hal tertentu pada kelompok-kelompok yang berbeda. Pada umumnya, kesimpulan uji statistik berupa penerimaan hipotesis alternatif sebagai hal yang benar. Seringkali timbul pertanyaan mengenai mana diantara kedu amacam hipotesis itu, yaitu hipotesis nol dan hipotesis alternatif, yang harus dirumuskan sebagai hipotesis penelitian. Jawaban terhadap pertanyaan ini akan tergantung kepada landasan teoritis yang digunakan. Jika landasan teoritis itu mengarahkan penyimpulannya ke “tidak ada hubungan” atau ke 102
“tidaka ada perbedaan”, maka hipotesis penelitian yangdirumuskan akan merupakan hipotesis nol. Sebaliknya, jika tinjauan teoritis mengarahkan penyimpulannya ke “ada hubungan” atau ke “ada perbedaan”, maka hipotesis penelitian dirumuskan akan merupaka hipotesis alternatif. Pada dasarnya, kedua jenis perumusan itu dapat dilakukan. Namun, dalam kenyataan kebanyakan penelitian ilmiah merumuskan hipotesis penelitiannya dalam bentuk hipoetsis alternatif. Hal yangdemikian itu terjadi terutama dalam penelitian
eksperimental;
dalam
penelitian
eksperimental
itu
peneliti
bermaksud mengetahui perbedaan gejala pada kelompok yang satu dan pada kelompok yang lain, sebagai akibat adanya perbedaan perlakuan. Dalam penelitian bukan eksperimentalpun lebih banyak diketemukan hipotesis alternatif daripada hipotesis nol yang dirumuskan sebagai hipotesis penelitian. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya penelitian bertujuan untuk mengetahui atau mengungkapkan adanya saling hubungan atau adanya perbedaab, dan bukan sebaliknya. Suatu hal yang sering dipersoalkan dalam hubungan dengan hipotesis ini adalah “Apakah setiap penelitian harus mempunyai hipotesis ?” Jawaban terhadap pertanyaan ini dapat “ya” dan dapat pula “tidak”. Jika penelitian itu adalah penelitian ilmiah seperti yang modelnya disajikan disini, jawabnya “ya”. Dalam penelitian ilmiah komponen-komponen utama yang menuntun langkahlangkah yang dilakukan : Masalah-Hipotesis-Data-Hasil-Analisis-Kesimpulan. Komponen-komponen itu dijalin secara serasi oleh teori tertentu, dan penelitiannya dituntun secara tertib oleh metodologi tertentu. Ada penelitian-penelitian yang komponennya tidak seperti yang tersebut di atas itu, karenanya mungkin dilakukan tanpa hipotesis. Penelitian deskriptif misalnya, tidak bertujuan menguji sesuatu hipotesis, melainkan bertujuan membuat deskripsi mengenai hal yang diteliti. Penellitian eksploratif biasanya bersifat deskriptif. Pada umumnya penelitian eksploratif itu bertujuan untuk mendapatkan data dasar, yang diperlukan sebagai pangkalan untuk penelitian lebih lanjut ataupun sebagai dasar untuk memnuat suatu keputusan. Dalam kedudukannya sebagai pendahulu bagi suatu penelitian yangsebenarnya,
103
penelitian eksploratif memberi arah kepada perumusan masalah dan hipotesis, walupun penelitian eksploratif itu sendiri berjalan tanpa hipotesis.
1. Identifikasi, Klasifikasi, dan Pemberian Definisi Variabel-variabel Dimuka telah disebutkan bahwa dalam mengambil kesimpulan-kesimpulan teoritis
sebagai
mengindentifikasi
hasil
akhir
penelaahan
variabel-variabel
utama
kepustakaan yangakan
peneliti
ditelitinya.
harus Dalam
persiapan metodologis untuk menguji hipotesis penelitian, peneliti harus memastikan variabel-variabel itu. Ia sekali lagi harus mengidentifikasikan variabel-variabel apa saja yang akan dilibatkan dalam penelitiannya. Variabelvariabel itu selanjutnya harus diklasifikasikan dan didefinisikan secara operasional. Sebagai kelanjutan daari definisi operasional itu perlu pula ditunjuk alat pengambil data (instrument) yang akan digunakan. a. Mengidentifikasikan Variabel Istilah variabel dapat diartikan bermacam-macam. Dalam tulisan ini variabel
diartikan
sebagai
segala
sesuatu
yangakan
menjadi
objek
pengamatan penelitian. Sering pula dinyatakan variabel penelitian itu sebagai faktor-faktor yang berperanan dalam peristiwa atau gejala yanga akan diteliti. Apa yang merupakan variabel dalam suatu penelitian ditentukan oleh landasan teoritisnya, dan ditegaskan oleh hipotesis penelitiannya. Karena itu apabila landasan teoritisnya berbeda, variabel-variabel penelitiannya juga akan berbeda. Jumlah variabel yang dijadikan objek pengamatan akan ditentukan oleh sofistifikasi rancangan penelitiannya. Makin sedrhana suatu rancangan penelitian, akan melibatkan variabel-variabel yang makin sedikit jumlahnya, dan sebaliknya. Misalnya, hipotesis tentang perbedaan pengaruh metode diskusi dan metode ceramah terhadap prestasi belajar hanya melibatkan du avariabel utama,yaitu metode mengajar dan prestasi belajar. Jumlah
variabel
utama
itu
akan
bertambah
kalau
peneliti
juga
memeprtimbangkan perana IQ dan jenis kelamin.pada hal yangterakhir itu pada empat variabel yang dilibatkan dalam penelitian, jadi sofitikasinya lebih tinggi.
104
Kecakapan mengidentifikasikan variabel penelitian adalah keterampilan yang berkembang karena latihan dan pengalaman. Kecuali dengan melakukan penelitian, keterampilan ini juga dapat dikembangkan melalui kegiatankegiatan seminar mengenai usulan penelitian. Partisipasi secara aktif dalam kegiatan-kegiatan
seminar
yang
demikian
itu
akan
mempercepat
berkembangnya keterampilan itu. b. Mengklasifikasi Variabel Variabel-variabel yangtelah diidentifikasi perlu diklasifikasi, sesuai dengan jenis dan peranannya dalam penelitian. Klasifikasi ini sangat perlu untuk penentuan alat pengambil data apa yangakan digunakan dan metode analisis mana yang sesuai untuk diterapkan. Berkaitan dengan proses kuantifikasi, data biasa digolongkan menjadi empat jenis, yaitu (a) data nominal, (b) data ordinal, (c) data interval, dan (d) data ratio. Demikian pula variabel, kalau dilihat dari segi ini biasa dibedakan denngan cara yang sama. 1) Variabel nominal, yaitu variabel yang diterapkan berdasar atas proses penggolongan; variabel ini bersifat deskrit dan saling pilah (mutually exclusive) antara kategori yang satu dan kategori yang lain; contoh : jenis kelamin, status perkawinan, jenis pekerjaan. 2) Variabel ordinal, yaitu variabel yang disusun berdasarkan atas jenjang dalam atribut tertentu. Jenjang tertinggi biasa diberi angka 1,
jenjang
dibawahnya diberi angka 2, lalu dibawahnya diberi 3, dan dibawahnya lagi diberikan angka 4, dan seterusnya. Contoh : haasil perlombaan inovatif produktif di antara para mahasiswa, ranking mahasiswa dalam sesuatu mata
kuliah,
ranking
dalamsesuatu
perlombaan
mengarang,
dan
sebagainya. 3) Variabel interval, yaitu variabel yang dihasilkan dari pengukuran, yang didalam pengukuran itu diasumsikan terdapat satuan (unit) sama. Contoh variabel interval misalnya prestasi belajar, sikap terhadap sesuatu program dinyatakan dalam skor, penghasilan, dan sebagainya.
105
4) Variabel ratio, adalah variabel yang dalam kuantifikasinya mempunyai nol mutlak. Didalam penelitian, terlebih-lebih dalampenelitian di bidang ilmuilmu sosial, orang jarang menggunakan variabel ratio. Menurut fungsinya didalam penelitian, orang sering membedakan antara variabel tergantung di satu pihak dan variabel-variabel bebas, kendali, moderator, dan rambang di lain pihak. Pembedaan ini didasarkan atas pola pemikiran hubungan seba-akibat. Variabel tergantung dipikirkan sebagai akibat, yang keadaannya akan tergantung kepada variabel bebas, variabel moderator, variabel kendali, dan variabel rambang. Hubungan antara kedua kelompok variabel itu terdapat dalam diri subjek penelitian, seringkali sebagai proses. Secara bagan, saling hubungan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Sebab
Hubungan
Akibat
Variabel Bebas Variabel Moderator
Variabel Intervening
Variabel Tergantung
Variabel Kendali Variabel Rambang
Gambar 46. Hubungan antara kedua kelompok variabel Dalam mengklasifikasikan variabel menurut peranannya dalam penelitiam itu biasanya orang mulai dengan mengidentifikasikan variabel tergantungnya. Hal yang demikian itu terjadi karena variabel tergantung itulah yangmenjadi titik pusat persoalan, dan karena itu tidak mengherankan kalau sering pula disebut kriterium. Misalnya usaha pendidikan pokok persoalannya hasil belajar, usaha pertanian pokok persoalannya produksi pangan, usaha pengobatan pokok persoalannya taraf kesembuhan, dan sebagainya. 106
Keadaan variabel tergantung itu tergantung kepada banyak sekali variabel yang lain. Satu atau lebih dari variabel-variabel yang lain itu mungkin dipilih sebagai variabel yang sengaja (menurut rencana) dipelajari pengaruhnya terhadap variabel tergantung. Inilah variabel bebas. Misalnya variabel tergantung prestasi belajar, variabel bebasnya dapat metode mengajar atau metode mengajar dan taraf kecerdasan. Disamping metode mengajar dan taraf kecerdasan masih banyak variabel yang juga berpengaruh terhadap prestasi belajar. Jenis kelamin misalnya, juga berpenagruh terhadap prestasi belajar; kalau peneliti juga memperhitungkan pengaruh jenis kelamin itu terhadap prestasi belajar walaupun hal itu tidak diutamakannya, maka dalam contoh ini jenis kelamin berperanan sebagai variabel moderator. Umur kiranya jug aberpengaruh terhadap prestasi belajar, namun dalampenelitian dalam contoh ini misalnya diusahakan dan dinetralisasikan --- misalnya diambil kelompok umur tertentu saja ---- maka umur di sini berperanan sebagai variabel kendali. Variabel-variabel lain yang jumlahnya masih banyak mungkin lalu dianggap pengaruhnya terhadap prestasi belajar tidak menimbulkan perbedaan-perbedaan yang berarti, karena itu diabaikan. Variabel-variabel yangdiabaikan pengaruhnya itu berperanan sebagai variabel rambang. Dalam contoh ini yang berperanan sebagai intervening variabel adalah proses belajar yang terjadi dalam diri si subjek yangditeliti. Variabel intervening tidak pernah dapat diamati, dan hanya dapat disimpulkan adanya berdasar pada variabel tergantung dan variabel-variabel “sebab”. Sepanjang
pengalaman
penulis
mengidentifikasikan
variabel
itu
ternyata bukan pekerjaan yang mudah dilakukan secara baik. Sering orang sukar membedakan mana yang variabel tergantung dan mana yang variabel bebas, mana yang variabel kontrol (kendali) dan mana yang variabel rambang, mana yang variabel bebas dan mana yang variabel moderator. Namun, dengan latihan danpengalaman yang cukup keterampilan ini akan dapat dikembangkan. c. Merumuskan Definisi Operasional Variabel-variabel Setelah variabel-variabel diidentifikasikan dan diklasifikasikan, maka variabel-variabel
tersebut
perlu
diidentifikasikan 107
secara
operasional.
Penyususnan definisi operasional ini. Perlu, karena definisi operasional ini akan menunjuk alat pengambil data mana yang cocok untuk digunakan. Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal yang didefiniskan yang dapat diamati (diobservasi). Konsep dapat diamati atau diobservasi ini penting, karena hal yang dapat diamati itu membuka kemungkinan bagi orang lain selain oeneliti untuk melakukan hal yangserupa, sehingga apa yang dilakukan oleh peneliti terbuka untuk diuji kembali oleh orang lain. Tentang caranya menyusun definis operaasional itu bermacam-macam sekali. Namun, untuk memudahkan pembicaraan, cara yang bermacammacam
itu
dapat
dikelompokkan
menjadi
tiga
macam,
yaitu
(a)
yangmenekankan kegiatan (operatiom) apa yang perlu dilakukan, (b) yangmenenkankan bagaimana kegiatan (operation) itu dilakukan, dan (c) yang menekankan sifat-sifat statis hal yang definisikan. Untuk memudahkan pembicaraan, definisi-definisi itu berturut-turut disini disebut definisi-definisi pola I, pola II, dan pola III. 1. Definisi Pola I, yaitu definisi yang disusun berdasarkan atas kegiatan-kegiatan (operation) yang harus dilakukan agar hal yang didefinisikan itu terjadi. Contoh : Frustasi adalah keadaan yang timbul sebagai akibat tercegahnya pencapaian hal yang sangat diinginkan yang sudah hampir tercapai. Lapar adalah keadaan daalm individu yang timbul setelah dia tidak makan selama 24 jam. Garam meja adalah hasil kombinasi kimiawi antara sodium dan chlorine. Definisi Pola I ini, yang menekankan operasi atau manipulasi apa yang harus dilakukan untuk menghasilkan keadaan atau hal yang didefinisikan, terutama berguna untuk mendefinisikan varibael bebas. 2. Definisi Pola II, yaitu definisi yang disusun atas dasar bagaimana hal yang didefinisikan itu beroperasi. Contoh : Orang
cerdas
adalah
orang
yang
tinggi
kemampuannya
dalam
memecahkan masalah, tinggi kemampuannya dalam menggunakan bahasa dan bilangan. 108
Orang lapar adalah orang yang mulai menyantap makannnya kurang dari satu menit setelah makanan itu dihidangkan, dan menghabiskannya dalamwaktu kurang dari 10 menit. Dosenyang
otoriter
adalah
dosen
yang
menuntut
mahasiswanya
melakukan hal-hal tepat seperti yangdigariskannya, suka memberi komando, dan mengutamakan hubungan formal dengan mahasiswanya. 3. Definisi Pola III, yaitu definisi yangdibuat berdasar atas bagaimana hal yang didefinisikan itu nampaknya. Contoh : Mahasiswa yang cerdas adalah mahasiswa yang mempunyai ingatan baik, mempunyai perbendaharaan kata luas, mempunyai kemampuan berpikir baik, mempeunyai kemampuan berhitung baik. Ekstraversi adalah kecenderungan lebih suka ada dalam kelompok daripada seorang diri. Prestasi aritmetika adalah kompetensi dalam bidang aritmetika yang meliputi
menambah,
mengurangi,
memperbanyakkan,
membagi,
menggunakan pecahan, menggunakan desimal. Seringkali dalam mmebuat definisi operasional pola III ini peneliti menunjuk kepada alat yang digunakan untuk mengambil datanya. Setelah dirumuskan,
definisi maka
operasional prediksi
variable-variabel
yang
terkandung
penelitian
dalam
hipotesis
selesai telah
dioperasionalisasikan. Jadi peneliti telah menyusun prediksi tentang kkaitan berbagai variabel penelitiannya secara operasional, dan siap diuji melalui data empiris. 2. Pemilihan atau Pengembangan Alat Pengambil Data Dalam sesuatu penelitian, alat pengambil data (instrument) menentukan kualitas data yang dapat dikumpulkan dan kualitas data itu menentukan kualitas penelitiannya. Karena itu alat pengambil data itu harus mendapatkan penggarapan yang cermat. Beberapa contoh mengenai penelitian yang kurang memadai mutunya karena alat pengambil datanya kurang memadai disajikan di bawah ini.
Penelitian tentang status mental para tunawisma dengan menggunakan angket untuk menetapkan taraf IQ. 109
Penelitian mengenai taraf
kesabaran orangdenngan mempergunakan
kuesioner sebagai alat pengambil data.
Penelitian mengenai sikap petani terhadap program kerja bakti dengan wawancara yang dilakukan oleh Lurah danpembantu-pembantunya.
Contoh-contoh di atas itu dapat benar-benar terjadi dalam praktik, dan kiranya mudah dimengerti kalau orang meragukan mutu hasil penelitianpenelitian tersebut. Agar data penelitian mempunyai kualitas yang cukup tinggi, maka alat
pengambil datanya harus memenuhi syarat-syarat sebagai alat pengukur yang baik. Syarat-syarat itu adalah (a) reliabilitas atau ketarandalan, dan (b) validitaas atau kesahihan. Di samping kedua syarat tersebut suatu alat pengukur akan memberikan data yang lebih baik kualitasnya kalau memenuhi syarat keterbakuan. Kedua syarat yang pertama itu harus terpenuhi sampai pada taraf yang memadai, sedangkan syarat yang ketiga dapat tidak terpenuhi. Reliabilitas sesuatu alat pengukur menunjukkan keajegan hasil pengukuran sekiranya alat pengukur yang sama itu digunakan oleh orang yang sama dalam waktu yang berlainan. Realibilitas inisecara implisit juga mengandung objektivitas, karena hasil pengukuran tidak terpengaruh oleh siapapengukurnya. Validitas atau kesahihan menunjuk kepada sejauh mana alat pengukur itu mengukur apa yang maksudkan untuk diukur. Untuk menjamin kualitas data yang dikumpulkannya, seorang peneliti harus terlebih dahulu memperoleh keyakinan bahwa alat pengambil datanya (alat pengukurnya) mempunyai realibitas dan validitas yang memadai. Untuk memperoleh keyakinan ini dia hrus menguji alat pengambil data tersebut. Tentang bagaimana caranya menguji realibitas danvaliditas alat pengambil data itu data diketemukan dalam hampir setiap buku yang mempersoalkan pengukuran. Jika sekiranya peneliti tinggal memakai sesuatu alat pengambil data yang sudah diakui realibitas dan validitasnya cukup memadai, masih juga merupakan keharusan baginya untuk melaporkan atau memberikan informasi mengenai taraf realibitas danvaliditas itu berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu atas berdasarkan konvensi-konvensi tertentu. 110
a. Pemilihan Alat Pengambil Data Keputusan mengenai alat pengambil data mana yang akan digunaka terutama ditentukan oleh variabel yang akan diamati atau diambil datanya. Dennan kata lain, alat yang digunakan harus disesuaikan dengan variabelnya. Pertimbangan selanjutnya adalah pertimbangan dari segi kualitas alat, yaitu dari segi taraf realibitas dan validitas. Pertimbangan-pertimbangan lain biasanya dari sudut praktis,mmisalnya besar-kecilnya biaya, macam kualifikasi orang yang harus menggunakannya, mudah-sukarnya menggunakan alat tersebut, dan sebagainya. b. Pengembangan Alat Pengambil Data Dalam
penelitian-penelitian
di
lingkungan
Ilmu
Pengetahuan
Alam,
seringkali alat pengambil data itu telah tersedia. Tetapi, tidak demikian halnya penelitian-penelitian dalam lingkungan Ilmu Pengetahuan Sosial. par apeneliti dalam
iIlmu-ilmu
Sosial
acapkali,
bahkan
hampir
selalu,
harus
mengembangkan sendiri ---- atai setidak-tidaknya mengadaptasikan ---- alat pengambil data yang akan digunakannya. Jika
peneliti
pengambil memperoleh
mengembangkan
datanya.
Dia
keyakinan
harus tentang
sendiri
atau
melakukan kualitas
mengadaptaasikan
penelitian
alat
uji-coba,
pengambil
data
alat untuk yang
dikembangkan atau diadaptasikannya itu, sebelum benar-benar digunakan pada penelitian yang sebenarnya. Sampai dewasa ini telah dikembangkan cara-cara yangdiakui sebagai cara baku untuk pengembangan alat pengambil data atau alat pengukur itu. Cara-cara yang demikian itu akan dapat diketemukan dalam buku-buku teks mengenai pengukuran.
3. Definisi Operational Contoh definisi operasional untuk penelitian tentang pencahayaan dapat diuraikan sebagai berikut:
111
a. Tingkat kuat penerangan (Illumination/Iluminasi) adalah jumlah cahaya yang jatuh pada suatu permukaan. Hal ini ditunjukkan dengan simbol E. Satuannya adalah lux (lx) atau footcandle (fc). b. Iluminasi rata-rata dalam lux adalah arus cahaya yang dipancarkan (Ø) dalam lumen (lm) dibagi dengan luas bidang atau area (A) dalam m2. c. Pencahayaan merata adalah tingkat pencahayaan yang merata di seluruh ruangan, digunakan jika tugas visual yang dilakukan diseluruh tempat dalam ruangan memerlukan tingkat pencahayaan yang sama. d. Titik ukur adalah letak titik pengukuran yang telah ditetapkan untuk mengukur ketersediaan/kuat cahaya pada ruangan. e. Luminansi (L) adalah
pernyataan
kuantitatif
jumlah
cahaya yang
dipantulkan oleh permukaan pada suatu arah. f. Arus cahaya (Ø) didefinisikan sebagai jumlah total cahaya yang dipancarkan oleh sumber cahaya setiap detik dalam satuan lumen (lm). g. Intensitas cahaya adalah arus cahaya dalam lumen yang diemisikan setiap sudut ruang (pada arah tertentu) oleh sebuah sumber cahaya. Simbolnya I dalam satuan candela (cd). Contoh definisi operasional untuk penelitian tentang Kenyamanan Termal dapat diuraikan sebagai berikut: a. Temperatur udara, temperatur udara di Indonesia pada umumnya dinyatakan dengan °C (derajat Celsius), menurut badan Standardisasi Nasional
Indonesia
(SNI),
temperatur
udara
untuk
menciptakan
kenyamanan termal berada pada rentang 20,5°C sampai dengan 27,1°C. b. Kelembaban udara, kelembaban udara merupakan perbandingan kadar uap air, dengan kandungan uap air pada titik jenuh pada suhu tertentu, di saat bersamaan, sehingga dinyatakan dengan % (persen), menurut Satwiko (2009) kelembaban udara untuk menciptakan kenyamanan termal berada pada rentang 50% sampai dengan 60%.
112