D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
BAB IV
PERANCANGAN DETAIL SRPMK
4.1 Permodelan Permodelan rangka banguan Gedung Teknik Sipil dapat dilihat pada Gambar
4.1 berikut.
Gambar 4.1 Permodelan frame construction Gedung Teknik Sipil (google SketchUp)
Bangunan terdiri dari tiga lantai dengan perletakan memakai perletakan sendi, sehingga digunakan sloof sebagai pengikat antar kolom. Pondasi yang digunakan adalah pondasi dalam dan pondasi batu kali, sehingga beban dinding pada lantai dasar langsung diterima oleh pondasi batu kali, dan bukan diterima oleh sloof. Pada lantai 1 dan 2 balok pengikat yang digunakan adalah balok induk dan balok anak sedangkan pada lantai 3 pengikat yang digunakan adalah balok ring dan balok ring anak . Balok induk dan balok ring berfungsi sebagai pengikat antar kolom sekaligus menahan beban vertikal (beban pelat lantai, beban sendiri, beban hidup, dan lain-lain) dan beban horizontal (beban gempa). Sedangkan balok anak selain sebagai balok pengikat antar balok induk, juga berfungsi menahan beban vertikal. Pada lantai atap digunakan balok ring sebagai pengikat yang bekerja menahan beban vertikal maupun beban horizontal (beban gempa dan beban angin akibat atap). Gambar struktur bangunan pada software tergambar pada Gambar 4.2.
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 64
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Gambar 4.2 Permodelan Struktur atas gedung tek.sipil pada software (ETABS v.s 9.6)
Struktur Atap yang digunakan adalah rangka atap baja, perhitungan rangka atap ini dilakukan oleh pihak perencana yang dapat dilihat pada Lampiran 2.4. 4.2 Pembebanan Pembebanan pada bangunan Gedung Teknik Sipil terdiri dari beban mati, beban hidup, dan beban gempa. Beban hidup dan beban mati diambil sesuai dengan data sekunder yang terdapat pada Lampiran 2.3. Beban gempa dihitung berdasarkan ketentuan perhitungan SRPMK. 4.2.1 Distribusi Beban Distribusi beban yang bekerja pada balok berdasarkan metoda amplop, karena bentuk keretakan pada pelat beton berbentuk seperti amplop. Adapun distribusi beban pada balok dapat dilihat pada Gambar 4.3 berikut.
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 65
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Gambar 4.3 Distribusi beban dari pelat lantai ke balok
4.2.2 Perhitungan Beban Mati dan Beban Hidup a) Pembebanan Pada Balok Tipe BI1 Pendistribusian beban dari pelat ke balok menggunakan metoda envelope. Contoh perhitunagan diambil pada balok tipe BI1 sesuai Gambar 4.4 berikut. Balok
t1=1.813m t2=0.613 m
Gambar 4.4 Distribusi beban dari pelat ke balok tipe BI1
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 66
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Balok tipe BI1 menerima beban pelat dari kedua sisi. Dimana t1 adalah
lebar beban pelat suatu panel pada sisi pertama dan t2 adalah lebar beban pelat
panel yang kedua. Kedua beban tersebut masing-masing di distribusikan terhadap balok B1.
Berdasarkan hasil distribusi beban tersebut, besarnya beban balok tipe
BI1 adalah sebagai berikut. Beban Mati
Total
: 434,00 Kg/m2
Beban Mati akibat pelat 1: 434 x t1 = 434 x 1.813 = 786.842 Kg/m.
Distribusi beban tersebut tergambar pada Gambar 4.5.
Beban Mati akibat pelat 2: 434 x t2 = 434 x 0.613 = 266.042 Kg/m. Distribusi beban tersebut tergambar pada Gambar 4.6.
786.842 kg/m
Gambar 4.5 Distribusi beban pada balok BI1 akibat pelat 1
266.042 kg/m Gambar 4.6 Distribusi beban pada balok BI1 akibat pelat 2
Beban Dinding : 250 x tinggi lantai 1 = 250 x 5.8 =1450,00 kg/m
Beban Hidup Beban hidup akibat pelat 1: 250 x t1 = 250 x1.813 m = 453.25 kg/m. Distribusi beban tersebut tergambar pada Gambar 4.7. Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 67
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Beban hidup akibat pelat 2: 250 x t2 = 250 x 0.613 m = 152.25 kg/m. Distribusi beban tersebut tergambar pada
Gambar 4.8.
453.25 kg/m
Gambar 4.7 Distribusi beban hidup pada balok BI1 akibat pelat 1
266.042 kg/m
Gambar 4.8 Distribusi beban hidup pada balok BI1 akibat pelat 2
Tabel 4.1 Pembebanan pada balok lantai 1 Tipe Trapesium Balok t1 (metoda t2 amplop) (metoda (m) amplop) (m) BI1 1.813 0.613 BI2
Segitiga t1 (metoda amplop) (m) 0
t2 (metoda amplop) (m) 0
Beban Mati_Trapesium (kg/m)
Beban Mati_Segitiga (kg/m)
1052.884
0
1.25
0
0
0
542.5
0
0
1.813
0
0
786.842
0
BI3
0.5
0
0.612
0.5
217
482.608
BI4
0.5
0
1.813
1.813
217
1573.684
BI5
0
0
1.25
1.246
0
1083.264
BI6
0
0
1.224
1
0
965.216
BI7
0
0
3.626
0
0
1573.684
BI8
0
0
1.25
1.246
0
1083.264
BI9
0
0
1.532
0
0
664.888
0
0
0
0.506
0
219.604
BI10
0
0
1.558
0
0
676.172
BI11
0
0
1.25
0
0
542.5
BIs1
1.813
0.613
0
0
1052.884
0
BIs2
1.25
0
0
0
542.5
0
0
1.813
0
0
786.842
0
BIs3
0
0
0.612
0.5
0
482.608
BIs4
0
0
1.813
0
0
786.842
BIs5
0
0
1.25
0
0
542.5
BIs6
1.25
0
0
0
542.5
0
0
1.813
0
0
786.842
0
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 68
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Tabel 4.2 Pembebanan pada balok lantai 1 (lanjutan tabel 4.1) Tipe Balok
BI1 BI2 BI3 BI4 BI5 BI6 BI7 BI8 BI9
BI10 BI11 BIs1 BIs2
BIs3 BIs4 BIs5 BIs6
Beban Hidup_Trapesium (Kg/m)
Beban Hidup_Segitiga (Kg/m)
970.4 375 725.2 200 200 0 0 0 0 0 0 0 0 970.4 375 725.2 0 0 0 375 725.2
0 0 0 444.8 1450.4 748.8 889.6 1450.4 748.8 612.8 202.4 623.2 375 0 0 0 444.8 725.2 375 0 0
Beban Dinding (Kg/m) 0 1030 0 1030 1030 0 1030 1030 0 1030 1030 1030 1030 1030 1030 0 1030 1030 1030 1030 0
b) Pembebanan Pada Balok Ring Pembebanan pada balok ring merupakan reaksi-reaksi dari perhitungan atap dan beban merata akibat pelat atap. Pada proyek ini perhitungan rangka atap dihitung oleh pihak perencana yang hasilnya terdapat pada Lampiran 2.4. c) Pembebanan Pada Tangga Tangga yang digunakan adalah tangga yang terbuat dari beton bertulang. Tangga tersebut memiliki bordes dengan lebar 1m dan 20 anak tangga dengan lebar injakan 30 cm dan tinggi tanjakan 18 cm, yang dapat dilihat pada Gambar 4.9.
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 69
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
a Bordes
c
b
Gambar 4.9 Tangga
Keterangan:
Injakan (a)
= 30 cm
Tanjakan (b)
= 18 cm
Beban mati Beban mati pada tangga terdiri dari beban akibat pelat bordes, railing dan anak tangga. Sesuai pada data sekunder data pembebanan beban mati adalah sebagai berikut : - Pelat bordes =340 kg/m2, - Railing = 200 kg/m - Anak tangga = 64,8 kg/m Data tersebut diperoleh berdasarkan perhitungan perencana yang dapat silihat pada lampiran 2.3. Beban hidup Besar nilai beban hidup pada tangga adalah 300 kg/m2, nilai tersebut diambil berdasarkan data sekunder yang terdapat pada lampiran 2.3.
4.2.3 Beban Angin Beban angin ini merupakan beban pada dinding, dengan besarnya W = 25 kg/m2. Nilai ini diambil berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari pihak perencana yang terdapat pada Lampiran 2.3. Berdasarkan PPI 1981, besarnya beban angin yang bekerja pada dinding dapat direduksi, yaitu pada angin tekan (+) direduksi sebesar 0,9, sedangkan pada angin hisap (-) direduksi sebesar 0,4. Adapun perhitungannya sebagai berikut: a) Tipe K1 Lebar dinding = 3,15 m W (+)
= 25 x 0,9 x 3,15 = 70,875 kg/m
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 70
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
W (-)
= 25 x 0,4 x 3,15 = 31,5 kg/m
b) Tipe K2
Lebar dinding = 3,5 m W (+)
= 25 x 0,9 x 3,5 = 78,75 kg/m
W (-)
= 25 x 0,4 x 3,5 = 35 kg/m
c) Tipe K3 Lebar dinding = 5 m W (+) W (-)
= 25 x 0,9 x 5 = 112,5 kg/m = 25 x 0,4 x 5 = 50 kg/m
Beban angin ini hanya dipasang pada kolom-kolom arah sumbu global Y,
karena sumbu lemah bangunan berada pada arah sumbu global X seperti tergambar pada gambar 4.10. Beban angin pada atap telah dihitung bersamaan dengan perhitungan rangka atap yang telah dihitung oleh pihak perencana.
Gambar 4.10 Penyebaran beban angin pada kolom
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 71
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
4.2.4 Perhitungan Beban Gempa
1) Gaya Lateral Akibat Gempa (F)
a. Perhitungan Berat Bangunan
Berat bangunan didapat dari perhitungan kombinasi pembebanan
1.2D + 0.5L, yang kemudian dirun dengan menggunakan software (ETABS v.s 9.6) dengan output dapat dilihat pada Lampiran 3.1.
Berat per lantai merupakan jumlah gaya normal pada kolom (P)
pada masing-masing lantai. Berat lantai 3 merupakan jumlah gaya normal
(P) pada seluruh kolom lantai 3. Berat lantai 2 merupakan jumlah gaya
normal (P) pada seluruh kolom lantai 2 yang dikurangi dengan jumlah gaya normal seluruh kolom lantai 3, hal ini karena gaya normal kolom lantai 2 merupakan akumulasi dari gaya normal kolom lantai 2 dan lantai 3. Berat lantai 1 merupakan jumlah gaya normal (P) pada seluruh kolom lantai 1 yang dikurangi dengan jumlah gaya normal seluruh kolom lantai 2 . Berat perlantai bangunan ini dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut. Tabel 4.3 Berat bangunan perlantai
W1
11019.921 kN
W2
11007.248 kN
W3
2527.780 kN
W Total
24554.949 kN
b. Perhitungan Gaya Gempa dan Penentuan Nilai Perioda Getar Perhitungan-perhitungan ini mengacu pada Persamaan (2-1) dan Persamaan (2-4). Waktu getar alami fundamental (T1) didapat dari hasil analisis struktur dengan menggunakan bantuan software (ETABS versi 9.6) yaitu sebesar 0,6006 detik arah Y, dan 0,5104 arah X. Berdasarkan diagram respon spektrum yang terdapat pada Gambar 4.11, didapat nilai Cy = 0.484 Cx = 0.588, karena jenis tanah pada daerah tersebut merupakan tanah keras.
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 72
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Gambar 4.11 Grafik berdasarkan wilayah gempa
Wi . Zi Keterangan:
Wi = berat lantai ke-i Zi = Tinggi lantai ke-i yang dihitung dari taraf penjepitan lateral
Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada Gambar 4.12 berikut.
Gambar 4.12 Berat dan tinggi perlantai untuk perhitungan beban gempa
W1 Z 1 11019.921 5,8 63915.543 kNm W2 Z 2 11007.248 9,92 109191.899 kNm W3 Z 3 2527.780 14.4 35490.024 kNm Total 208597.466 kNm
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 73
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Keterangan:
Wt = Total berat bangunan
C = Faktor respons gempa
I = Faktor keutamaan bangunan R = Faktor reduksi gempa
V = Beban geser dasar nominal statik ekivalen
Gaya Gempa arah X
V
0.588 1 24554.949kN 1697.973 kN 8.50
Fi
n
Wi Z i
(W Z j 1
j
V j
)
63915.543 1397.138 520.269 KN 208597.466 109191.899 1397.138 888.816 KN F2 208597.466 35490.024 F3 1397.138 288.887 KN 208597.466 F1
V
0.484 1 24554.949kN 1397.138 kN 8.50
Gaya Gempa arah Y
Fi
n
Wi Z i
(W Z j 1
j
V j
)
63915.543 1397.138 428.092 KN 208597.466 109191.899 F2 1397.138 731.343KN 208597.466 35490.024 F3 1397.138 237.704 KN 208597.466 F1
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 74
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
arah X maupun Y. dengan seluruh lantai diconstrain terlebih dahulu, kemudian dirun dengan menggunakan software (ETABS v.s 9.6).
2)
Gaya gempa ini dimasukkan pada salah satu titik disetiap lantai, baik
Pusat Massa Bangunan (PM) Pusat massa bangunan didapat dari nilai gaya normal pada kolom. Nilai
gaya normal pada kolom ini dapat dilihat pada Lampiran 3.3 dan letak koordinat pusat masa lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 4.1 Besar gaya normal kolom lantai 1 harus dikurangi oleh gaya normal lantai 2 terlebih dahulu begitupun besar gaya normal kolom lantai 2 harus dikurangi oleh gaya normal lantai 3. Hal tersebut karena gaya normal kolom lantai 1
merupakan akumulasi dari gaya normal kolom lantai 1 dan kolom lantai 2 begitupun gaya normal kolom lantai 2 merupakan akumulasi dari gaya normal kolom lantai 2 dan kolom lantai 3. Perhitungan pusat massa pada lantai 1, lantai 2 dan lantai 3 dapat dihitung dengan persamaan-persamaan di bawah ini dengan melihat Gambar 4.13 berikut.
Gambar 4.13 Gaya normal pada kolom (N)
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 75
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Ny = (N8+N9).1,075 + (N10+ N11+ N12+ N13+ N14+ N15+ N16+ N17).7.25 + (N18+ N19+ N20+ N21+ N22+ N23+ N24+ N25).9,75 + ( N26 + N27).15,925 + (N28+ N29+ N30+ N31+ N32+ N33+ N34).17
Ypm =
Ny n
N i 1
i
Nx = (N1+ N9+ N11+ N19+ N27+ N28).3,15 + (N2+ N12+ N20+ N29).8,15 +
(N3+ N13+ N21+ N30).13,15 + (N4+ N14+ N22+ N31).18,15 + (N5+
N15+ N23+ N32).23,15 + (N6+ N16+ N24+ N33).28,15 + (N7+ N17+ N25+ N34).31,65 Xpm =
Nx n
N i 1
i
Keterangan: Xpm = jarak dari koordinat (0,0) untuk menentukan pusat massa arah X Ypm = jarak dari koordinat (0,0) untuk menentukan pusat massa arahY Pusat massa suatu lantai terletak pada koordinat (Xpm, Ypm). a. Pusat Massa Lantai 1 Arah Y: Ny = (89,09+191,86).1,075 + (127,82 + 225 + 317,44 + 316,54 + 316,38 + 319,43 + 265,06 + 138,4). 7,25 + (130 + 254,48 + 309,57 + 308,13 + 307,51 + 310,04 + 269,56 + 146,36).9,75 + (111,86 + 190,63).15,925 + (235,18 + 547,02 + 548,32 + 541,31 +564,4 + 453,63 + 215,57).17 7732,58 kN
Arah X: (258,63 + 191,86 + 225 + 254,48 + 190,63 +235,18).3,15 + (548,1 + 317,44 + 309,57 + 547,02).8,15 + (599,88 + 316,54 +
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 76
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
398,3 + 548,32).13,15 + (542,76 + 316,38 + 307,51 + 541,31).18,15 + (598,51 + 319,43 + 310,04 + 546,4).23, 15 + (425,74 + 465,06 + 111,86 + 453,63).28.15 + ( 169,06 + 138,4 +
146,36 + 215,57).31,65
10416,5 kN
b. Pusat Massa Lantai 2 Arah Y: (90,13 + 209,75).1,075 + (128,05 + 252,12 + 317,73 + 316, 39 + 316,19 + 319,16 + 265,08 + 139,26).7,25 + (133,27 + 253,82 + 314,56 + 313,41 + 312,85 + 315,04 + 272,44 + 150,16). 9,75 + ( 113,3 + 198,58).15,925 + (227,81 + 550,16 + 552,44 + 545,51 + 550,37 + 455,96 + 216,83).17 7830,37 kN
Arah X: (240,77 + 209,75 + 252,12 + 253,82 + 198,58 + 227,81).3,15 + (546,01 + 317,73 + 314,56 + 550,16).8,15 + (546,65 + 316,39 + 313,41 + 552,44).13,15 + (546,38 + 316,19 + 312,85 + 545,51).18,15 + (551,61 + 319,16 + 315,04 + 550,37).23.15 + (427,38 + 265,08 + 272,44 + 455,96).28,15 + (119,91 + 139,26 + 150,16 + 216,83).31,65 103944,33 kN
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 77
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
c. Pusat Massa Lantai 3 Arah Y: NY = ( 61,83 + 68,59).1,075 + (77,12 + 86,01 + 27,37 + 27,64 + 27,71
+ 26,95 + 23,19 + 13,39).7,25 + (75,47 + 84,45 + 26,68 +
27,07 + 26,03 + 26,07 + 20,98 + 10,68).9,75 + (66,1 + 70,91).15,925 + (67,38 + 135,93 + 133,94 + 133,28 + 135,09 +
111 + 52,02)
kN
Arah X: (72,11 + 68,59 + 86,01 + 84,45 + 70,91 + 67,38).3,15 + (136,4 + 27,37 + 26,68 + 135,93).8,15 + (134,07 + 27,64 + 27,07 + 133,94).13,15 + (133,90 + 27,71 + 26,03 + 133,28).18,15 + (134,45 + 26,95 + 26,07 + 135,09).23,15 + (114,06 + 23,19 + 20,98 + 111).28,15 + (50,10 + 13,39 + 10,68 + 52,02).31,65 kN
3)
Pusat Rotasi Bangunan (PR) Dengan memasukkan beban arah x maupun y pada setiap sudut bangunan
secara bergantian sebesar 100 kN, didapat rotasi setiap titik dan setiap lantai sebagai berikut: Lantai 1 Arah x: R1 = 0.000226875 radian R2 = -0.000226 radian Arah y: R1 = 0.000392875 radian R2 = -0.000039125 radian Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 78
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Besarnya rotasi tersebut didapat dari output analisis struktur dengan
menggunakan software (ETABS v.s 9.6), yang dapat dilihat pada Lampiran
3.2.
Untuk menentukan letak pusat rotasi suatu lantai dapat didasarkan pada
prinsip hubungan gaya dan displacement sebagai berikut:
P = kt x δ .................................................................................... (Pers. 4-1) dan M = kr x θ ................................................................................... (Pers. 4-2) sehingga: P x e = kr x θ .............................................................................. (Pers. 4-3)
θ=
P e ........................................................................................ (Pers. 4-4) k
Keterangan: P = gaya k = kekakuan δ = simpangan M = momen θ = rotasi e = eksentrisitas teoritis Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa jika kekakuan struktur (k) konstan dan gaya luar (P) konstan, maka rotasi berbanding lurus dengan eksentrisitas. Jika pada suatu lantai bekerja gaya horizontal P pada beberapa titik tangkap yang berbeda, akan didapatkan hubungan yang linear antara eksentrisitas dan rotasi yang terjadi, seperti Gambar 4.14 berikut. Koordinat pusat rotasi pada setiap lantai dapat dilihat pada Lampiran 4.2.
Gambar 4.14 Diagram eksentrisitas terhadap rotasi
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 79
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Sehingga untuk menentukan letak pusat rotasi lantai 1 dapat dilihat pada
Gambar 4.15 dan 4.16 , dan dengan letak titik rotasi lantai 1 dapat dilihat pada
Gambar 4.17 berikut.
R1
8,484 m
8,516 m
R2 Gambar 4.15 Menentukan titik rotasi lantai 1 arah X
R 15,858 m
15,792 m R Gambar 4.16 Menentukan titik rotasi lantai 1 arah Y
PR x 15,792 m 8,516 m Gambar 4.17 Pusat rotasi lantai 1
Lantai 2 Arah x: R1 = 0.000319625 radian R2 = - 0,000308 radian Arah y: R1 = - 0.000541125 radian R2 = 0.000529 radian Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 80
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Untuk menentukan letak pusat rotasi lantai 2 dapat dilihat pada Gambar 4.18 dan 4.19 , dan dengan letak titik rotasi lantai 2 dapat dilihat pada Gambar 4.20 berikut.
R1
8,343 m
8,657 m
R2
Gambar 4.18 Menentukan titik rotasi lantai 2 arah X
R
16,004 m
15,646 m R Gambar 4.19 Menentukan titik rotasi lantai 2 arah Y
PR x 15,646 m 8,657 m Gambar 4.20 Pusat rotasi lantai 2
Lantai 3 Arah x : R1 = 0.000368 radian R2 = -0.0003575 radian Arah y : R1 = 0.000614 radian R2 = -0.0006035 radian
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 81
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Untuk menentukan letak pusat rotasi lantai 3 dapat dilihat pada Gambar 4.21 dan 4.22 , dan dengan letak titik rotasi lantai 3 dapat dilihat pada Gambar 4.23 berikut.
R1
8,377 m
8,623 m
R2
Gambar 4.21 Menentukan titik rotasi lantai 3 arah X
R 15,961 m
15,869 m R Gambar 4.22 Menentukan titik rotasi lantai 3 arah Y
PR x 15,869 m 8,623 m Gambar 4.23 Pusat rotasi lantai 3
4)
Eksentrisitas Desain (edx dan edy) Untuk menentukan besarnya eksentrisitas desain atau eksentrisitas rencana
dapat dilakukan sesuai persamaan (2-5) atau persamaan (2-6), perhitungan eksentrisitas desain (edx dan edy) adalah sebagai berikut. Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 82
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Lantai 1 ex = 8,516 – 16,770 = -8,254 m ≤ 0,3b
-8,254 m < 9,4951
edx = 1.5e + 0.05b = 1.5(-8,254) + 0.05(17) = -10,798 m ey = 15,858 – 11,784 = 4,073 m ≤ 0,3b
4,073 m < 5,1
edy = 1.5e + 0.05b
= 1.5(4,073) + 0.05(31,65) = 7,692 m
Lantai 2 ex = 8,567 – 16,740 = -8,083 m ≤ 0,3b - 8,083 m < 9,4951 edx = 1.5e + 0.05b = 1.5(8,083) + 0.05(17) = -10.541 m ey = 16,004 – 11,745 = 4,259 m ≤ 0,3b 4,259 m < 5,1 edy = 1.5e + 0.05b = 1.5(4,259) + 0.05(31,65) = 7,970 m Lantai 3 ex = 8,623 – 15,525 = -6,902 m ≤ 0,3b -6,0902 m < 9,4951 edx = 1.5e + 0.05b = 1.5(-6,902) + 0.05(17) = -8,770m ey = 15,961 – 12,396 = 3,565 m ≤ 0,3b 3,565 m < 5,1 edy = 1.5e + 0.05b = 1.5(3,565) + 0.05(31.65) = 6,930 m Nilai ex dan ey merupakan selisih antara pusat massa dan pusat rotasi. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 4.24 berikut.
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 83
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
PM
x
ey x
PR
ex
Gambar 4.24 Selisih antara pusat rotasi dan pusat massa (e)
Setelah eksentrisitas teoritis (e) didapat, titik tersebut merupakan letak titik
tangkap atau pusat massa yang baru, maka gaya gempa diletakkan pada titik pusat massa yang baru tersebut. Namun jika titik tersebut berada pada void, bukan pada kolom, maka gaya gempa tersebut dibagikan ke kolom terdekat. Perhitungannya penyebaran gaya gempa setelah didapat pusat massa bangunan adalah sebagai berikut: a. Lantai 1 Untuk penyebaran gaya gempa pada kolom-kolom terdekat dari pusat massa, pada lantai 1 disebar hanya pada 2 kolom yang terdekat, baik arah X maupun arah Y. Hal ini dikarenakan lantai satu merupakan lantai yang terbuat dari pelat beton monolit, sehingga rotasi terhadap sumbu vertikal akibat gempa akan seragam. Penyebaran gaya gempa pada 2 kolom terdekat dapat dilihat pada Gambar 4.25 dan 4.26. Koordinat titik pusat massa lantai 1 adalah sebagai berikut: Xpm = -10,798 + 16,770 = 5,972 m Ypm = 6,6925 + 11,784 = 19,477 m Xpm dan Ypm dalam hal ini adalah pusat massa yang daru baik pada arah X maupun arah Y, yakni pusat massa yang digeser sejauh eksentrisitas desain (ed) dari pusat massa awal.
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 84
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Arah x:
Gambar 4.25 Penyebaran gaya gempa lantai 1 pada arah X
penyebaran gaya gempa harus mengikuti persyaratan berikut: Cara
Fa + Fb = F ΣMF = 0 Fa . a – Fb . b = 0
Maka perhitungan penyebaran gempa adalah sebagai berikut. Fa . a – Fb . b = 0 Fa.(19,477-18,15) – (F-Fa).(23,15-19,477) = 0 1,327.Fa – (520.269 – Fa).3,673 = 0 5.Fa = 1572,381 Fa =
1572,381 = 382.42 kN 5
Fb = F – Fa = 520.269 – 382.42 = 137.849 kN Arah y:
Gambar 4.26 Penyebaran gaya gempa lantai 1 pada arah Y
Fa . a – Fb . b = 0 Fa.(7,25-5,972) – (F-Fa).(5,972) = 0
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 85
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
1,278.Fa – (428,092-Fa).5,972 = 0
1,278.Fa +5,972.Fa = 2556,565
Fa =
2556,565 = 352,63 kN 7,25
Fb = F – Fa = 428,092 – 352,63 = 75,642 kN
b. Lantai 2
Untuk penyebaran gaya gempa pada kolom-kolom terdekat dari pusat massa, pada lantai 2 disebar hanya pada 2 kolom yang terdekat, baik arah X
maupun arah Y. Hal ini dikarenakan lantai satu merupakan lantai yang terbuat dari pelat beton monolit, sehingga rotasi terhadap sumbu vertikal akibat gempa akan seragam. Penyebaran gaya gempa pada 2 kolom terdekat dapat dilihat pada Gambar 4.27 dan 4.28. Koordinat titik pusat massa lantai 1 adalah sebagai berikut: Xpm = -10,541 + 16,740 = 6,199 m Ypm = 7,790 + 11,745 = 19,716 m Xpm dan Ypm dalam hal ini adalah pusat massa yang daru baik pada arah X maupun arah Y, yakni pusat massa yang digeser sejauh eksentrisitas desain (ed) dari pusat massa awal. Arah x:
Gambar 4.27 Penyebaran gaya gempa lantai 2 pada arah X
Cara penyebaran gaya gempa harus mengikuti persyaratan berikut: Fa + Fb = F ΣMF = 0 Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 86
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Fa . a – Fb . b = 0 Maka perhitungan penyebaran gempa adalah sebagai berikut. Fa . a – Fb . b = 0
Fa.(19,716-18,15) – (F-Fa).(23,15-19,716) = 0 1,566.Fa + 3,434.Fa = 3052.194
5.Fa = 3052.194
Fa =
3052.194 = 502,286 kN 5
Fb = F – Fa = 888.816 – 502,286 = 386.53 kN
Arah y:
Gambar 4.28 Penyebaran gaya gempa lantai 2 pada arah Y
Fa . a – Fb . b = 0 Fa.(7,25-6,199) – (F-Fa).(6,199) = 0 1,051.Fa +6,199.Fa = 4533,595 7,25Fa = 4533,595 Fa =
4533,595 = 625,323 kN 7,25
Fb = F – Fa = 731,343 – 625,323 = 106,02 kN c. Lantai 3 Untuk penyebaran gaya gempa pada kolom-kolom terdekat dari pusat massa, pada lantai 3 ini berbeda dengan lantai 1 dan lantai 2, karena penyebarannya pada 14 kolom portal paling pinggir masing-masing 7 kiri dan
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 87
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
kanan, baik arah X maupun arah Y. Hal ini dikarenakan lantai 3 merupakan hanya ikatan-ikatan balok ring tanpa adanya pelat, sehingga rotasi terhadap sumbu vertikal akibat gempa tidak akan seragam.
Penyebaran gaya gempa pada 14 kolom tersebut dapat dilihat pada
Gambar 4.29 dan 4.30.
Koordinat titik pusat massa lantai 2 adalah sebagai berikut:
Xpm = -8,770 + 15,525 = 6,754 m
Ypm = 6,930 + 12,396 = 19,327 m Arah Y:
Gambar 4.29 Penyebaran gaya gempa lantai 2 pada arah Y
Cara penyebaran gaya gempa harus mengikuti persyaratan berikut: Fa + Fb + Fc + Fd + Fe + Ff +Fg = F Penyebaran gaya gempa diasumsikan linear dari Fa sampai gengan Fg. Perhitungan penyebaran gempa tersebut adalah sebagai berikut. ΣMF = 0 (Fo + ∆F).12,323 + (Fo + 5/6∆F).8,823 - (Fo + 4/6∆F).3,823 Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 88
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
- (Fo+3/6∆F ).1,177 – (Fo + 2/6∆F).6,177 – (Fo + 1/6∆F).11,177 - (Fo.6,177) = 0 -9,739 Fo + 17,138 ∆F = 0 ………. (1)
ΣF = F 7 Fo + ∆F = F ……. (2)
Persamaan (1) dan (2) dengan metoda subtitusi dan eliminasi.
-9,739 Fo + 17,138 ∆F = 0 7 Fo + ∆F
x
= F x 17,138
-34,0865 Fo + 59,983 ∆F = 0
119,966 Fo + 59,983 ∆F = 17,138 F -154,052 Fo
= -17,138 F
Fo = 0,11125 F 7 Fo + ∆F = F 7 (0,11125 F) + ∆F = F ∆F = 0,063 F Fa = Fo + ∆F = 0,11125 F + 0,063 F
= 0,17425 F = 0,17425 (288.887) = 50.34 kN Fa kiri-kanan = 25.17 kN
Fb = Fo + 5/6∆F = 0,11125 F + 0,063 (5/6) F = 0,16375 F = 0,16375 (288.887) = 47.31 kN Fb kiri-kanan
= 23.66 kN
Fc = Fo + 4/6∆F = 0,11125 F + 0,063 (4/6) F = 0,15325 F = 0,15325 (288.887) = 44.27 kN Fc kiri-kanan
= 22.135 kN
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 89
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Fd = Fo + 3/6∆F = 0,11125 F + 0,063 (3/6) F
= 0,14275 F
= 0,14275 (288.887) = 41.24 kN
Fd kiri-kanan
Fe = Fo + 2/6∆F = 0,11125 F + 0,063 (2/6) F
= 0,13225 F
= 0,13225 (288.887) = 38.21 kN
Fe kiri-kanan
= 20.62 kN
= 19.1 kN
Ff = Fo + 1/6∆F = 0,11125 F + 0,063 (1/6) F
= 0,16375 F = 0,12175 (288.887) = 35.17 kN Ff kiri-kanan
= 17.59 kN
Fg = Fo
= 0,11125 F
= 0,11125 (288.887) = 32.14 kN Fg kiri-kanan = 16.07 kN Arah X:
Gambar 4.30 Penyebaran gaya gempa lantai 2 pada arah Y Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 90
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
ΣMF = 0
(Fo + ∆F).10,246 +(Fo + 4/5∆F).9,171 + (Fo + 3/5∆F).2,996 +
(Fo + 2/5∆F).0,496 - (Fo + 1/5∆F)5,679 - (Fo.6,754) = 0 10,476.Fo + 18,443.∆F = 0 ………. (1) ΣF
=F
6.Fo + 3.∆F = F ……. (2) Persamaan (1) dan (2) dengan metoda subtitusi dan eliminasi. 10,476.Fo + 18,443.∆F = 0 + 3.∆F 6.Fo
x3
= F x 18,443
31,428 Fo + 55,329 ∆F = 0
110,658 Fo + 55,329 ∆F = 18,443 F -779,23 Fo = -18,443 F Fo = 0,233 F 6.Fo + 3.∆F = F 6 (0,233.F) + 3.∆F = F 3.∆F = F – 1,389 F ∆F = -0,133 F
Fa = Fo + ∆F = 0,233 F – 0,133 F = 0,1 F = 0,1 (237,704) = 23,7704 kN Fa used = 11,8852 kN
Fb = Fo + 4/5∆F = 0,233 F – 0,133 (4/5) F = 0,1266 F = 0,1266 (237,704) = 30,1 kN Fb used = 15,05 kN
Fc = Fo + 3/5∆F = 0,233 F – 0,133 (3/5) F = 0,1532 F = 0,1532 (237,704) = 36,416 kN Fc used = 18,208 kN Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 91
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Fd = Fo + 2/5∆F = 0,233 F – 0,133 (2/5) F
= 0,1798 F = 0,1798 (237,704)
= 42,74 kN
Fd used = 21,37 kN
Fe = Fo + 1/5∆F
= 0,233 F – 0,133 (1/5) F
= 0,2064 F
= 0,2064 (237,704)
= 49,062 kN
Fe used = 24,531 kN
Ff = Fo = 0,233 F = 0,233 (237,704) = 55,38 kN
Ff used = 27,69 kN Fa’ = Fa + Fb used
= 11,8852 + = 19,4102 kN Fc’ = Fc + Fb used
= 18,208 +
= 25,753 kN Fd’ = Fd + Fe used
= 21,37 +
= 33,6355 kN Ff’ = Ff + Fe used
= 27,69 + = 39,955 kN
Beban gempa yang telah diperoleh pada perhitungan diatas kemudian dijadikan input pada software (ETABS v.s 9.6) untuk dilakukan analisis
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 92
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
terhadap struktur bangunan guna mengetahui nilai gaya-gaya dalam yang akan
dilajutkan untuk proses. desain tulangan.
4.3 Kekakuan Bangunan a. Pembatasan waktu getar alami fundamental Cek Pembatasan waktu getar fundamental ini sesuai pada Persamaan (2-3)
dan Tabel 2.14. - Tey 0.6006 < 0.102 . 0.6006 < 0,74
- T ex
0.5104 < 0.102 . 0.5104 < 0,74 Berdasarkan hasil perhitungan di atas, struktur bangunan termasuk struktur yang kaku karena nilai waktu getar alami struktur bangunan tersebut lebih kecil daripada syarat pembatasan waktu getar alami fundamental yang ditetapkan dalam SNI 03-1726-2003. b. Simpangan Antar Lantai Akibat Semua Beban Simpangan antar lantai akibat beban gempa didapat dari hasil perhitungan dengan menggunakan software (ETABS v.s 9.6) yang dapat dilihat pada Lampiran 3.2. Simpangan ini harus memenuhi persyaratan yang telah dibahas pada sub bab 2.5.2.4 poin 3 mengenai displacement antar lantai. Lantai 1 : Simpangan terhadap arah X - dx ≤ (
)
0.00287 mm < 0,0204 m - dx ≤ 30 mm 0.00287 mm < 30 mm Simpangan terhadap arah Y - dy ≤ (
)
0,00324 mm < 0,0204 m
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 93
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
- dy ≤ 30 mm
0,00324 mm < 30 mm\
Lantai 2 :
Simpangan terhadap arah X
- dx ≤ (
)
0.00195 mm < 0,0145 m - dx ≤ 30 mm 0.00195 mm < 30 mm Simpangan terhadap arah Y
- dy ≤ (
)
0.00175 mm < 0,0145 m - dy ≤ 30 mm 0.00175 mm < 30 mm Lantai 3 : Simpangan terhadap arah X - dx ≤ (
)
0.00118 mm < 0,0145 m - dx ≤ 30 mm 0.00118 mm < 30 mm Simpangan terhadap arah Y - dy ≤ (
)
0.00036 mm < 0,0145 m - dy ≤ 30 mm 0.00036 mm < 30 mm Hasil diatas menunjukan bahwa simpangan pada setiap lantai terhadap masing - masing sumbu global adalah memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 94
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
c. Analisis respon dinamaik
Gerak ragam struktur bangunan pada setiap periode (t) dapat di lihat pada
Tabel 4.4. Tabel 4.4 Ragam gerak struktur bangunan
Berdsarakan Tabel 4.4, struktur tersebut memenuhi syarat ragam gerak dengan t1 dan t2 mengalami translasi dan t3 mengalami rotasi. 4.4 Analisis Struktur dan Perancangan Tulangan Perancangan dilakukan pada 2 kondisi yaitu perancangan pada kondisi elastis dan kondisi SRPMK dilakukan dengan menggunakan software (Ms.Excel). Perancangan pada kondisi elastis hanya dilakukan pada elemen kolom saja. Contoh perhitungan dicantumkan pada pembahasan ini guna memperjelas perhitungan perancangan pada kondisi elastis dan kondisi SRPMK. Balok anak, pelat lantai, dan tangga merupakan elemen struktur yang tidak menerima beban gempa. Perancangan balok anak, pelat lantai, dan tangga tidak dilakukan karena ketiga elemen tersebut telah dirancang oleh pihak perencana yang dapat dilihat pada Lampiran 2.7. 4.4.1 Perancangan dan Analisis Tulangan Balok Sub bab ini akan membahas contoh perancangan tulangan balok induk lantai satu. Perancangan, analisa dan hasil desain tulangan lentur dan tulangan geser balok selebihnya dapat dilihat pada Lampiran 4.3 dan Lampiran 4.4 Data Asumsi: b = 300 mm Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 95
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
h = 600 mm
Dsengkang (Ds) = 10 mm
As’ = 0,5 As (untuk tulangan tumpuan) Tulangan Tumpuan (-): Tulangan Tarik : Jumlah
=7
Diameter
= 19 mm
As
= 7 (0,25 x 3,14 x 192)
= 1983,70 mm2 Tulangan Tekan : Jumlah
=3
Diameter
= 3 (0,25 x 3,14 x 192)
As’
= 19 mm = 850,16 mm2
Tulangan Tumpuan (+): Tulangan Tarik : Jumlah
=4
Diameter
= 19 mm = 4 (0,25 x 3,14 x 192)
As
= 1133,54 mm2 Tulangan Tekan : Jumlah
=3
Diameter
= 19 mm = 3(0,25 x 3,14 x 192)
As’
= 850,16 mm2 Tulangan Lapangan: Tulangan Tarik : Jumlah
=5
Diameter = 19 mm As
= 5(0,25 x 3,14 x 192) = 1416,93 mm2
Tulangan Tekan : Jumlah
=3
Diameter = 19 mm As’ = 3 (0,25 x 3,14 x 192) = 850,16 mm2 Selimut beton (Sb)= 40 mm d = h - Sb – Dsk – (D/2) Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 96
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
= 600– 40 – 10 – (19/2)
= 540,5 mm d’ = h – d = 600 – 540,5
= 59,5 mm
Kuat Bahan:
fc’ = 30 MPa fy = 400 MPa (tulangan lentur) fy = 240 MPa (tulangan geser) β1 = 0,85 Es = 200000 MPa
Gaya Batang: Mu tumpuan = 304712000 Nmm (lihat Lampiran3.6) Mu lapangan = 216412000 Nmm (lihat Lampiran 3.6) VugL
= 188290 N (lihat Lampiran 3.5)
VugR
= 244340 N (lihat Lampiran 3.5)
a) Perhitungan Tulangan Lentur Tulangan Tumpuan -
Tulangan Tumpuan Akibat Momen (-) Tulangan tumpuan akibat momen (-) diasumsikan tulangan tekan sudah
leleh, maka berdasarkan Persamaan (2-10) dan (2-11) didapatkan letak garis netral (C) dan nilai tegangan (fs’) sebagai berikut. C =
As. fy As ' ( fy 0,85 fc ' ) 0,85. fc '.1 .b (1983,70 400) - 850,16.(400 0,85 30) 0,85 30 0,85 300
= 73,06 mm fs’ =
C d' 73,06 59,5 0,003 Es 0,003 200000 C 73,06
= 111,3 8Mpa Karena fs’= 118,70 Mpa < fy = 400 Mpa, maka tulangan tekan belum leleh.
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 97
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Karena tulangan tekan belum leleh, maka nilai garis netral (C) harus dihitung berdasarkan Persamaan (2-12) hingga Persamaan (2-16) (0,85.fc’.b.β1) c2 + (As’.0,003.Es – As.fy – 0,85.fc’.As’)c - (0,003.Es d’.As’)
= 0 a = 0,85.fc’.b.β1 = 0,85 x 30 x 300 x 0,85
= 6502,50
b = As’.0,003.Es – As.fy – 0,85.fc’.As’
= 850,16 x 0,003 x 200000 – 1983,70 x 400 - 0,85 x 30 x 850,16
= -305063,95
c = - (0,003.Es.d’.As’) = -0,003 x 200000 x 59,5 x 850,16
= -30350533,50 C=
b b 2 4ac 2a
- (-305063,95) - 305063,95 2 4 6502,5 30350533,50 = 2 6502,5 = 95,69 mm
fs’=
C d' 95,69 59,5 0,003 Es 0,003 200000 C 100,5
= 226,93 Mpa Karena fs’ < fy (246,38 MPa < 400 MPa) maka tulangan tekan belum leleh. Mencek daktilitas pada penampang balok dilakukan sesuai Persamaan (2-22) hingga Persamaan (2-25). = ’ =
As 1983,70 0,01223 b.d 300 540,5 As ' 850,16 0,00524 b.d 300 540,5
min =
fc ' 1,4 ≥ fy 4 fy
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 98
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
=
1,4 30 0,0035 0,00342 < 400 4 400
diambil min = 0,0035
0,85 fc ' 600 As ' fs ' maks = 0,75 1 fy 600 fy b . d fy 0,85 30 600 850,16 236,54 = 0,75 0,85 400 600 400 300 540,5 400
= 0,02662
min = 0,0035 < = 0,01223 < maks = 0,02662 ................................(ok) min = 0,0035 < ’ = 0,00524 < maks = 0,026621 .............................(ok) Menghitung momen nominal pada balok berdasarkan Persamaan (2-26) hingga Persamaan (2-28). a
= C.β1 = 95,69 x 0,85 = 81,34 mm
Mn
= [0,85.fc’.a.b.(d-a/2)] + [(As’.fs’- 0,85.As’.fc’)(d – d’)] = [0,85 x 30 x 81,34 x 300 x (540,5 – 81,34/2)] + [(850,16 x 226,93 – 0,85 x 850,16 x 30)(540,5 – 59,5)] = 393380267,30 Nmm
ØMn = 0,8 x 393380267,30 = 314704213,84 Nmm ØMn = 314704213,84 Nmm >Mu = 304712000 Nmm Hasil perhitungan diatas menunjukan bahwa ØMn >Mu sehingga asumsi jumlah dan diameter yang digunakan dalam perencanaan dapat menahan kuat lentur yang terjadi. -
Tulangan Tumpuan Akibat Momen (+) Karena tulangan atas tumpuan akibat momen (+) tidak mungkin sudah
leleh, maka diasumsikan tulangan tekan belum leleh. Berdasarkan Persamaan (2-12) hingga Persamaan (2-16) didapatkan letak garis netral (C) dengan rumus abc dan nilai tegangan (fs’) didapatkan berdasarkan Persamaan (2-10) sebagai berikut. (0,85.fc’.b.β1) c2 + (As’.0,003.Es – As.fy – 0,85.fc’.As’)c - (0,003.Es.d’.As’) =0
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 99
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
a = 0,85.fc’.b.β1 = 0,85 x 30 x 300 x 0,85 = 6502,5 b = As’.0,003.Es – As.fy – 0,85.fc’.As’
= 850,16 x 0,003 x 200000 – 1133,54 x 400 - 0,85 x 30 x 850,16 = 34998,05
c = - (0,003.Es.d’.As’) = - 0,003 x 200000 x 59,5 x 850,16
= -30350533,50
b b 2 4ac 2a
C=
- (-34998,05) 34998,05 2 4 6502,5 303350533,50 = 2 6502,5 = 65,68 mm fs’ =
C d' 65,68 59,5 0,003 Es 0,003 200000 C 65,68
= 56,46 Mpa Karena fs’ < fy (56,46 MPa < 400 MPa) maka tulangan tekan belum leleh. Mencek daktilitas pada penampang balok dilakukan sesuai Persamaan (2-22) hingga Persamaan (2-25). = ’ =
As 1133,54 0,00699 b.d 300 540,5 As ' 850,16 0,00524 b.d 300 540,5
min = =
fc ' 1,4 ≥ fy 4 fy
1,4 30 0,0035 0,00342 < 400 4 400
diambil min = 0,00335 0,85 fc ' 600 As ' fs ' maks = 0,75 1 fy 600 fy b.d fy
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 100
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
0,85 30 600 850,16 56,46 = 0,75 0,85 400 600 400 300 540,5 400
= 0,02494
min = 0,0035 < = 0,00699 < maks = 0,02494 .................................(ok)
min
= 0,0035 < ’ = 0,00524 < maks = 0,02494...................................... (ok)
Menghitung momen nominal pada balok berdasarkan Persamaan (2-26) dan
Persamaan (2-27).
a = C.β1 = 65,68 x 0,85 = 55,83 mm Mn = [0,85.fc’.a.b.(d-a/2)] + [(As’.fs’- 0,85.As’.fc’)(d – d’)]
= [0,85 x 30 x 55,83 x 300 x (540,5 – 55,83/2)] + [(850,16 x 56,46 – 0,85 x 850,26 x 30)(540,5 – 59,5)]
= 231583003,63 Nmm Analisis penampang tumpuan berdasarkan SNI 03-2847-2002 adalah sebagai berikut: Mn Mn
231569045,73 0,518 0,5 ...................................................... (ok) 447079584,36
Berdasarkan analisis tersebut, pada penampang tumpuan tidak diperlukan tambahan tulangan bawah Tulangan Lapangan Tulangan lapangan diasumsikan tulangan tekan sudah leleh, maka berdasarkan Persamaan (2-10) dan Persamaan (2-11) didapatkan letak garis netral (C) dam nilai tegangan (fs’) sebagai berikut. C=
As. fy As ' ( fy 0,85 fc ' ) 0,85. fc '.1 .b (1416,93 400 - 850,16.(400 0,85 30) 0,85 30 0,85 300
= 38,20 mm fs’=
C d' 38,20 59,5 0,003 Es 0,003 200000 C 38,20
= -334,59 Mpa
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 101
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Karena fs = │-334,59│ MPa < fy = 400 MPa, maka tulangan tekan belum leleh.
Karena tulangan tekan belum leleh, maka nilai garis netral (C) harus dihitung berdasarkan Persamaan (2-12) hingga Persamaan (2-16) dan Persamaan (2.10).
(0,85.fc’.b.β1) c2 + (As’.0,003.Es – As.fy – 0,85.fc’.As’)c - (0,003.Es .d’.As’)
=0 a = 0,85.fc’.b.β1 = 0,85 x 30 x 300 x 0,85
= 6502,50 b = As’.0,003.Es – As.fy – 0,85.fc’.As’ = 850,16 x 0,003 x 200000 – 1416,93 x 400 - 0,85 x 30 x 850,16 = -78355,95 c = - (0,003.Es.d’.As’) = - 0,003 x 200000 x 59,5 x 850,16 = -30350533,50
b b 2 4ac C= 2a
- (-78355,95) - 78355,95 2 4 6502,5 30350533,50 = 2 6502,50 = 74,61 mm fs’ =
C d' 74,61 59,5 0,003 Es 0,003 200000 C 74,61
= 121,51 Mpa Karena fs’ < fy (121,51 MPa < 400 MPa) maka tulangan tekan belum leleh. Mencek daktilitas pada penampang balok dilakukan sesuai Persamaan (2-22) hingga Persamaan (2-25). = ’ =
As 1416,93 0,00874 b.d 300 540,5 As ' 850,16 0,00524 b.d 300 540,5
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 102
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
min =
=
fc ' 1,4 ≥ fy 4 fy
1,4 30 0,0035 0,00342 < 400 4 400
diambil min = 0,0035
0,85 fc ' 600 As ' fs ' maks = 0,75 1 fy 600 fy b . d fy
0,85 30 600 850,16 121,51 = 0,75 0,85 400 600 400 300 540,5 400
= 0,02558 min = 0,0035 < = 0,00874 < maks = 0,02558 .................................(ok) min = 0,0035 < ’ = 0,00524 < maks = 0,02558 ................................(ok) Menghitung momen nominal pada balok berdasarkan Persamaan (2-26) hingga Persamaan (2-28). a = C.β1 = 74,61 x 0,85 = 63,42 mm Mn = [0,85.fc’.a.b.(d-a/2)] + [(As’.fs’- 0,85.As’.fc’)(d – d’)] = [0,85 x 30 x 63,42 x 300 x (540,5 – 63,42 /2)] + [(850,16 x 121,51 – 0,85 x 850,16 x 30)(540,5 – 59,5)] = 286099108,57 Nmm ØMn = 0,8 x 286099108,57 = 228879286,86 Nmm ØMn = 228879286,86 Nmm > Mu = 216412000 Nmm Berdasarkan hasil analisis di atas nilai momen nominal lebih besar dari pada
momen ultimate (ØMn > Mu), sehingga asusmsi diameter dan jumlah tulangan dapat menahan kuat lentur yang tejadi. b) Perhitungan Tulangan Geser Perhitungan tulangan geser pada balok terdiri dari tulangan geser pada tumpuan dan lapangan. Tulangan geser dihitung setelah nilai gaya geser telah ditentukan. Perhitungan tulangan geser adalah sebagai berikut: Perhitungan Momen Plastis (Mpr1 dan Mpr2)
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 103
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dalam menentukan nilai gaya geser pada balok harus menentukan Mpr1 dan Mpr2 dari tulangan lentur balok terlebih dahulu. Dalam menentukan nilai Mpr1 dan Mpr2 sama seperti menghitung nilai Mn pada balok, namun tegangan
leleh tulangan (fy) adalah 1,25 dari tegangan lelehnya sesuai dengan SNI 03 2847-2002 hal 211, yakni fy = 1,25 x 400 = 500 Mpa.
Menetukan nilai Mpr1
Asumsi tulangan tekan sudah leleh, sesuai dengan Persamaan (2-10)
dan persamaan (2-11)
As. fy As ' ( fy 0,85 fc ' ) 0,85. fc '. 1 .b
C=
(1983,70 500) - 850,16.(500 0,85 30) 0,85 30 0,85 300
= 90,50 mm fs’ =
C d' 90.50 59,5 0,003 Es 0,003 200000 C 90,50
= 205,51 Mpa Karena nilai fs’ < fy (205,51 MPa < 400 MPa) , maka tulangan tekan belum leleh. Karena tulangan tekan belum leleh, maka nilai garis netral (C) harus dihitung berdasarkan Persamaan (2-12) hingga Persamaan (2-16) dan Persamaan (2-10) untuk pehitungan fs’. (0,85.fc’.b.β1) c2 + (As’.0,003.Es – As.fy – 0,85.fc’.As’)c - (0,003.Es.d’.As’) =0 a = 0,85.fc’.b.β1 = 0,85 x 30 x 300 x 0,85 = 6502,5 b = As’.0,003.Es – As.fy – 0,85.fc’.As’ = 850,16 x 0,003 x 200000 – 1983,70 x 500 - 0,85 x 30 x 850,16 = -503433,45 c = - (0,003.Es.d’.As’) = - 0,003 x 200000 x 59,5 x 850,16 = -30350533,50
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 104
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
b b 2 4ac 2a
C =
=
- (-503433,45) - 503433,45 2 4 6502,5 30350533,50 2 6502,5
= 117,23 mm fs’ =
C d' 117,23 59,5 0,003 Es 0,003 200000 C 117,23
= 295,48 Mpa
Karena fs’ < fy (295,48 MPa < 400 Mpa) maka tulangan tekan belum leleh.
Menghitung momen nominal plastis (Mpr1) pada balok, sama dengan menghitung momen nominal (Mn), yakni berdasarkan Persamaan (2-26) dan Persamaan (2-27). a = C.β1 = 117,23 x 0,85 = 99,65 mm Mn+ = Mpr1 = [0,85.fc’.a.b.(d-a/2)] + [(As’.fs’- 0,85.As’.fc’)(d – d’)] = [0,85 x 30 x 99,65 x 300 x (540,5 – 99,65/2)] + [(850,16 x 295,48 – 0,85 x 850,16 x 30)(540,5 – 59,5)] = 484454219,98 Nmm Menetukan nilai Mpr2 Karena tulangan atas tumpuan akibat momen (+) tidak mungkin sudah leleh, maka diasumsikan tulangan tekan belum leleh. Berdasarkan Persamaan (2-12) hingga Persamaan (2-16) didapatkan letak garis netral (C) dengan rumus abc dan nilai tegangan (fs’) sesuai dengan Persamaan (2-10) sebagai berikut. (0,85.fc’.b.β1) c2 + (As’.0,003.Es – As.fy – 0,85.fc’.As’)c - (0,003.Es.d’.As’) =0 a = 0,85.fc’.b.β1 = 0,85 x 30 x 300 x 0,85 = 6052,5 b = As’.0,003.Es – As.fy – 0,85.fc’.As’ = 850,16 x 0,003 x 200000 – 1133,54 x 500 - 0,85 x 30 x 850,16
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 105
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
= -78355,95 c = - (0,003.Es.d’.As’) = - 0,003 x 200000 x 59,5 x 850,16 = -3050533,50
C=
- (-78355,95) - 78355,95 2 4 6502 30350533,50 = 2 6052,5
= 74,61 mm
b b 2 4ac 2a
fs’=
C d' 74,61 59,5 0,003 Es 0,003 200000 C 74,61
= 121,51 Mpa Karena fs’ < fy (121,51 MPa < 400 MPa) maka tulangan tekan belum leleh. Menghitung momen nominal pada balok berdasarkan Persamaan (2-26) hingga Persamaan (2-28). Menghitung momen plastis (Mpr2) pada balok, sama dengan menghitung momen nominal (Mn), yakni berdasarkan Persamaan (2-26) dan Persamaan (2-27). a = C.β1 = 74,61 x 0,85 = 63,2 mm Mn+ = Mpr2 = [0,85.fc’.a.b.(d-a/2)] + [(As’.fs’- 0,85.As’.fc’)(d – d’)] = [0,85 x 30 x 63,42 x 300 x (540,5 – 613,42/2)] + [(850,16 x 121,51 –0,85 x 850,16 x 30)(540,5 – 59,5)] = 286099108,57 Nmm Perhitungan Nilai Gaya Geser Untuk menentukan nilai gaya geser di tumpuan yang bekerja pada balok, harus dihitung terlebih dahulu nilai VeL dan VeR. Ada pun perhitungan yang berdasarkan Persamaan (2-29) dan Persamaan (2-30) adalah sebagai berikut. VeL =
M pr1 M pr2 L
Vug L
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 106
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
188290
= 294573,22 N
VeR =
484454219,98 286099108,57 7250
( M pr1 M pr 2 ) L
Vug R
- (484454219,98 286099108,57 ) 244340 = 138056,78 N 7250
Maka untuk nilai gaya geser di tumpuan diambil gaya geser yang maksimum, yakni Ve = 294573,22 N. Sedangkan nilai gaya geser di lapangan dapat dihitung dari nilai kedua gaya geser diatas. Perhitungan gaya geser pada
lapangan dapat digambarkan oleh Gambar 4.31 berikut.
Gambar 4.31 Nilai gaya geser pada tumpuan dan lapangan
Sehingga nilai gaya geser pada lapangan adalah Ve = 186682,41 N. Perhitungan Tulangan Geser Pada Tumpuan, Perhitungan ini berdasarkan pada Persamaan (2-31) hingga Persamaan (2-35). Ve = 294573,22 N
Mpr 484454219,98 Ln
Karena
286099108,57 7250
Mpr 106283,2177 N Ln
106283,2177 N
< Ve/2 = 147286,61 N, maka:
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 107
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
fc '
Vc =
6
b.d
Vu ≤ Ø[Vc + (2
30 300 540,5 148022,02 N 6
fc ' )b.d] 3
294573,22 ≤ 0,75[ 148022,02 + (2
30 )300x 540,5] 3
294573,22 N < 555082,58 N, Berdasarkan hasil tersebut maka penampang
balok tidak perlu diperbesar. Cek terhadap keperluan tulangan geser.
Vu ≥ (1/2)ØVc 294573,22 N ≥ (1/2)0,75 x 148022,02 294573,22 N > 55508,26 N, Berdasarkan hasil tersebut maka diperlukan tulangan geser. Menentukan jarak tulangan geser berdasarkan Persamaan (2-33) hingga Persamaan (2-35) Vs =
Ve
Vc
294573,22 N 148022,02 244742,27 N 0,75
Av Vs 244742,27 1,887 s . fy.d 240 x540,5
Av min b 300 0,417 s 3 fy 3x240
Av Av 1,887 min 0417 s s Berdasarkan hasil tersebut (
Av Av min > ) maka tulangan geser yang s s
digunakan adalah bukan tulangan geser minimum. Luas tulangan geser yang dibutuhkan adalah sebagai berikut: Av = 2x(0,25 x Π x 102) = 157 mm2 Maka Jarak tulangan geser adalah: s=
Av 157 79,27 mm 1,981 1,981
Berdsarkan hasil diatas maka ambil jarak antar sengkang (s) = 75 mm Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 108
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Tulangan Geser Lapangan
Perhitungan ini sama pada perhitungan tulangan geser tumpuan, yakni berdasarkan pada Persamaan (2-31) hingga Persamaan (2-35). Ve = 186682,41 N
fc ' 30 b.d 300 540,5 148022,02 N 6 6
Vc =
Ve ≤ Ø[Vc + (2
fc ' )b.d] 3 30 )300 x 540,5] 3
186682,41 N ≤ 0,75[148022,02 + (2
186682,41 N < 555082,58 N, maka penampang balok tidak perlu diperbesar. Cek terhadap keperluan tulangan geser Ve ≥ (1/2)ØVc 186682,41 N ≥ (1/2)0,75 x 148022,02 186682,41 N > 55508,26 N, maka perlu tulangan geser. Menentukan jarak tulangan geser berdasarkan Persamaan (2-33) hingga Persamaan (2-35) Vs =
Ve
Vc
186682,41 148022,02 100887,86 N 0,75
Av Vs 100887,86 0,778 s . fy.d 240 x540,5
Av min b 300 0,417 s 3 fy 3x240
Av Av 0,778 min 0,417 s s Berdasarkan hasil tersebut (
Av Av min > ) maka tulangan geser yang s s
digunakan adalah bukan tulangan geser minimum. Luas tulangan geser yang dibutuhkan adalah sebagai berikut: Av = 0,25 x Π x 102 = 157 mm2
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 109
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Maka Jarak tulangan geser adalah: Av 157 243,41 mm 0,645 0,645
s=
Nilai jarak tulangan geser diambil sebesar 100 mm
4.4.2 Perancangan dan Analisis Tulangan Kolom
4.4.2.1 Perancangan dan Analisis Tulangan Kolom Kondisi Elastis Pada kondisi elastis, kolom dirancang dengan menggunakan sofware (Ms.Excel). untuk contoh perhitungan, diambil kolom pada lantai 1 dengan nomor kolom C34, untuk hasil perancangan seluruh kolom dapat dilihat pada Lampiran 4.5 dan untuk gaya-gaya dalam yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 3.1, 3.2 dan
3.7. Data ΣPu
= 38302,48 KN (lihat Lampiran 3.7)
∆0x
= 2,87 x 10-3 m (lihat Lampiran 3.2)
∆0y
= 3,24 x 10-3m (lihat Lampiran 3.2)
Vux
= 1589,07 KN (lihat Lampiran 3.7)
Vuy
= 1597,76 KN (lihat Lampiran 3.7)
Kolom Lantai 1 eksterior (0,5 x 0,5 m2) I = ( 1 0,5 0,53 ) 0,005208 m4 12 EI = (0,7 I )(200000 1000) 729.120 KNm2 Lc = 5,8 m r =
I
A
0,005208
0,25
0,1443m
Kolom Lantai 2 eksterior (0,5 x 0,5 m2) EI
= (0,7 I )(200000 1000) 729.120 KNm2
Lc
= 4.12 m
Balok a: Arah x
: L
=5m
EI = 0,35( 1 0,3 0,6 3 ) (200000 1000) 12
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 110
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
= 378000 KNm2 Arah y
= 3,625 m
EI = 0,35( 1 0,3 0,6 3 ) (200000 1000) 12
: L
= 378000 KNm2 Balok b: Arah x
: L
=5m
EI = 0,35( 1 0,3 0,6 3 ) (200000 1000) 12
= 378000 KNm2
Arah y
: L
= 1.225 m
EI = 0,35( 1 0,3 0,6 3 ) (200000 1000) 12 = 378000 KNm2 Balok c: Arah x
: L
=5m
EI = 0,35( 1 0,3 0,6 3 ) (200000 1000) 12 = 378000 KNm2 Arah y
: L
= 3,625 m
EI = 0,35( 1 0,3 0,6 3 ) (200000 1000) 12 = 378000 KNm2 Balok d: Arah x
: L
=5m
EI = 0,35( 1 0,3 0,6 3 ) (200000 1000) 12 = 378000 KNm2 Arah y
: L
= 1.225 m
EI = 0,35( 1 0,3 0,6 3 ) (200000 1000) 12 = 378000 KNm2
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 111
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Penempatan balok-balok tersebut adalah sesuai dengan Gambar 4.32 berikut.
Gambar 4.32 Ψa dan Ψb Pada kolom yang ditinjau (tampak depan)
β1 = 0,85 Ø = 0,65 (sengkang pengikat) M1x = -98,29 KNm (lampiran 3.7) M2x = -42,39 KNm (lampiran 3.7) M1y =153,14 KNm (lampiran 3.7) M2y = 129,16 KNm (lampiran 3.7) Pmaks (kombinasi 1,2D + 1,6L)
= 1258,654 KN (lampiran 3.1)
Pmaks (seluruh kombinasi)
= 586,16 KN (lampiran 3.7)
Kontrol Terhadap Goyangan Suatu kolom harus dicek terhadap goyangan baik arah X maupun arah Y, cara menetukan suatu bangunan bergoyang atau tidak digunakan persamaan (2-38) dan (2-43). Perhitungan berdasarkan persamaan tersebut adalah: Qx =
Pu 0 38302.48 (2,8 10 3 ) 1,2 10 2 Vu l c 1589,07 5,8
Qy =
Pu 0 38302,48 (3,0 10 3 ) 1,2 10 2 Vu l c 1597,76 4,12 Karena Qx dan Qy < 0,05, maka kolom C34 tersebut tidak bergoyang,
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 112
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Kontrol Kelangsingan Kolom Sebelum kontrol terhadap kelangsingan kolom, terlebih dahulu menentukan panjang efektif kolom dengan menggunakan Gambar 4.33,
dengan nilai Ψa dan Ψb baik arah x maupun arah y didapat dari Persamaan (4-5) dan (4-6) berikut.
EI EI L 4 L 5 Ψa= ................................................................. (Pers. 4-5) EI EI L a L b EI EI L 3 L 4 ................................................................. (Pers 4-6) Ψb = EI EI L c L d
Sehingga nilai Ψa dan Ψb adalah sebagai berikut.
729166,667 729166,667 EI EI 5,8 4,12 L 4 L 5 4 5 4,004 Ψax = EI EI 378000 378000 5 5 L a L b a b 729166,67 EI EI 0 5,8 L 3 L 4 4 1,6629 Ψbx = EI EI 378000 378000 5 5 L c L d c d 729166,67 729166,67 EI EI 5,8 L 4 L 5 4 4,12 5 2,9029 Ψay = EI EI 378000 378000 L a L b 3,625 a 1,225 b 729166,67 EI EI 0 5,8 L 3 L 4 4 1,2056 Ψby = EI EI 378000 378000 L c L d 3,615 c 1,225 d
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 113
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Sumber : SNI 03-2847-2002 hal. 78
Gambar 4.33 Faktor panjang efektif, k, untuk struktur bergoyang
Dengan nilai Ψa dan Ψb diplotkan ke Gambar 4.33,maka didapat: Kx = 0,87 Ky = 0,84 Maka kontrol terhadap kelangsingan kolom adalah sebagai berikut. Arah X: M k x lu 34 12 1x r M 2x
40
0,87 5,8 98,29 34 12 40 0,144 42,39
34,960 51,012 40 34,960 < 40 Arah Y:
M 1y 34 12 M r 2y
k y lu
40
0,84 5,8 153,14 34 12 40 0,144 129,16
33,758 19,772 40 33,758 >19,772 perlu perbesaran momen Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 114
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Perhitungan Pembesaran Momen
Pmaks (1,2 D 1,6 L) 1258,654 2,147 586,6 Pmaks
βd =
Ec = 4700 fc ' (4700 30 ) 1000 25742960,2
0,4 E c I g
EI =
1 d
Arah X:
0,4(25.742.960,2 0,0052) 26815,584 11
2 EI
Pcx =
k x lu 2
Cmx = 0,6 + 0,4
3,14 2 26.815,584
0,87 5,82
M1
10383,698
M2
= 0,6 + 0,4 ( 98,29
42.29
) = 1,5
Karena 1,5> 0,4, maka Cmx = 1,5 δnsx =
C mx 1,0 P 1 u 0,75Pc
1,5 1 1593,52
0,75 10383,698
= 1,92 Karena 1,9> 1, maka δnsx = 1,92 Arah Y: Pcy =
2 EI
k l y u
2
Cmy = 0,6 + 0,4
3,14 2 26815,584
0,84 5,82
M1
11138,635
M2
= 0,6 + 0,4 ( 153,14
129,16
) = 1,07
Karena 1,07 > 0,4, maka Cmx = 1,07
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 115
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
δnsy =
C mx 1,0 P 1 u 0,75Pc
1,07 1 1593,52
0,75 11138,635
= 1,33 Karena 1,33 >1, maka δnsx = 1,33
Momen Terfaktor dan Gaya Aksial Terfaktor
Mcx = δns.M2 = 1,92 x 98,29 = 188,76 KNm Mcy = δns.M2 = 1,33 x 153,6762= 203,30 KNm Pu (akibat 1,4 D)
= 1593,52 KN
Pu (akibat 1,2 D + 1,6 L) = 1258,654 KN Diagram Interaksi Dalam hal ini diagram interaksi yang digunakan adalah diagram interaksi yang dibuat manual dengan mengasumsikan penampang kolom dan diameter tulangannya, serta jumlah tulangan yang digunakan. Untuk lebih jelas, dapat dilihat Gambar 4.34 berikut. Y1
Y2 Y3
Y4
Gambar 4.34 Tulangan kolom
Baris 1 = 3D19, Y1 = 49,5 mm Baris 2 = 2D19, Y2 = 149,8 mm Baris 3 = 2D19, Y3 = 350,0 mm Baris 4 = 3D19, Y4 = 450,5 mm As total = 3.402,34 mm2 Rasio tulangan () =
As.total 2835,287 0,01134 bh 500 500
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 116
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Karena 0,01 ≤ = 0,0136 ≤ 0,06, maka jumlah tulangan tersebut dapat digunakan.
Kondisi Tekan Aksial Konsentris (0,Po)
(SNI-03-2847-2002 pasal 12.3)
Untuk kondisi ini, perhitungan berdasarkan persamaan (4-7). Adapun
perhitungannya adalah sebagai berikut.
ØP0 = 0,65{[0,85.fc’ (Ag – Ast)] + [Ast . fy]} ............................ (4-7)
= 0,65{[0,85 x 30 (250000 – 2835,287)] + [2835,287 x 400]}
= 4833929,738 N ØPn maks = 0,80 ØP0 = 0,80 x 4833929,738= 3867143,79 N
Kondisi Tarik Aksial Konsentris (0,Pt)
Untuk kondisi ini, perhitungan berdasarkan persamaan (4-8).Adapun perhitungannya adalah sebagai berikut. ØPt = Ø(Ast . fy) ......................................................................... (4-8) = 0,65 (2835,287x (-400) = -737174,62 N Kondisi Berimbang (balance)
Untuk kondisi ini, perhitungan berdasarkan persamaan (4-9), sampai dengan persamaan (4-10).Adapun perhitungannya adalah sebagai berikut. Garis netral pada penampang kolom dapat dihitung:
Cb
Cb
0,003 d 0,003 y
.................................................................... (4-9)
0,003 0,003 d 450,5 270,30 mm 0,003 y 0,003 400 200000
Tegangan tulangan yang terjadi di setiap baris tulangan dapat dihitung: fs’1 =
Cb Y1 270,30 49,5 0,003 200000 0,003 Es 270,30 Cb
= 400 Mpa Karena 400 = fy, maka fs’1 = fy = 400 Mpa Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 117
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
fs’2 =
= 267,48 Mpa
fs’3 =
Cb Y4 270,30 350,5 0,003 200000 0,003 Es 270,30 Cb
= -177.5 Mpa
fs’5 =
Cb Y2 270,30 149,8 0,003 200000 0,003 Es 270,30 Cb
Cb Y4 270,30 450,5 0,003 200000 0,003 Es 270,30 Cb
= -400 Mpa Gaya tekan beton (Cc) dan gaya tulangan yang terjadi di setiap baris tulangan (Cs) dapat dihitung: Cc = 0,85.fc’.β1.Cb.b = 0,85 x 30 x 0,85 x 270,30 x 500 = 2.929.376,25 N Cs1 = fs’1 x As1 = 400 x 850,6
= 340240,20 N
Cs2 = fs’2 x As2 = 267,48x 567,057
= 151739,67N
Cs3 = fs’4 x As4 = -178,02 x 567,057= -100947,5 N Cs4 = fs’5 x As5 = -400 x 850,6 = -340234,20 N Gaya tekan aksial nominal (Pn) dan momen nominal (Mn) yang terjadi dapat dihitung: ØPn = Cc + Cs1 + Cs2 + Cs3 + Cs4 = 2929376,25+ 340240 + 151676 + 25551,6 +
-
100947,5)+(-240240)] = 3105656,35 N
h c h h h Mn = Cc 1 b Cs1 Y1 Cs 2 Y2 Cs3 Y3 2 2 2 2 2 h Cs 4 Y4 2
500 0,85 270,30 500 = 2929376,25 49,5 340240 2 2 2 500 15676 149,8 2
(100947,5)
500 350,3, 2
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 118
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
500 (240240 ) 450,5 2
= 558000000 Nmm = 558 KNm
ØMn = 0,65 x 558= 362,7 Nmm
Kondisi Tekan Dominan
Pada kondisi ini perhitungan sama seperti pada kondisi berimbang,
namun letak garis netral sembarang, dengan syarat c > cb.
Kondisi Tarik Dominan
Pada kondisi ini perhitungan sama seperti pada kondisi berimbang,
namun letak garis netral sembarang, dengan syarat c < cb.
Setelah langkah-langkah tersebut dilakukan, kemudian cek penampang dan tulangan kolom apakah kolom tersebut dapat menahan beban yang bekerja atau tidak. Cara pengecekan dilakukan dengan menggunakan diagram interaksi. Gambar diagram interaksi dapat dilihat pada Lampiran 4.5. Dari diagram interaksi, didapat nilai Pox = 5410 KN dan Poy = 5520. Maka menurut persamaan Bresler (persamaan (2-74)), dilakukan cek penampang dan tulangan, adalah sebagai berikut.
Pu
1 1 1 1 Pox Poy Po
1 1 4.318,9 KN 1 1 1 1 1 1 Pox Poy Po 5410 5520 7.436,815 Sehingga 1731 4.318,9 (ok) Keterangan : Nilai Pu didapat dari nilai Pu maksimum perlantai (lihat Lampiran 3.7) Tulangan Geser Kolom Tulangan geser kolom pada kondisi elastis tidak jauh berbeda dengan perhitungan tulangan geser kolom pada kondisi SRPMK. Contoh perhitungan tulangan geser kolom dapat dilihat pada contoh perhitungan tulangan geser kolom pada kondisi SRPMK. Hasil perhitungan kebutuhan Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 119
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
tulanagan memanjang kolom kondisi elastis selebihnya dapat dilihat pada Lampiran 4.5.
4.4.2.2 Perancangan dan Analisis Tulangan Kolom Kondisi SRPMK
Hasil Perancangan, analisis dan kebutuhan tulangan memanjang dan tulangan
geser kolom dapat dilihat pada Lampiran 4.5 dan Lampiran 4.6
1. Tulangan Memanjang Pada kondisi SRPMK, kolom dirancang dengan menggunakan sofware
(Ms.Excel). Contoh perhitungan diambil kolom eksterior pada lantai 2 yaitu pada
kolom C34.
a. Data Kolom a: Dimensi
= 0,5 x 0,5 m2
Inersia (Ia)
= ( 1 0,5 0,53 ) 0,0052083 m4 12
Tinggi (La)
= 5,4 m
Me
= 558 kNm (Lihat Lampiran 4.5)
Kolom b: Dimensi
= 0,5 x 0,5 m2
Inersia (Ib)
= ( 1 0,5 0,53 ) 0,0052083 m4 12
Tinggi (Lb)
= 3,72 m
Me
= 558 kNm (Lihat Lampiran 4.5)
Akibat Balok Induk Mnl+ = 231,58 kNm (Lihat Lampiran 4.6) Mnr- = 393,38 kNm (Lihat Lampiran 4.6)
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 120
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
a. Syarat Kuat lentur SRPMK Pengecekan terhadap kuat lentur kolom kondisi SRPMK sesuai Persamaan (2-69). Adapun perhitungannya adalah sebagai berikut.
1116 kNm > 749.952 kNm (ok)
Berdasarkan hasi di atas bahwa desain SRPMK dapat terpenuhi, dan
konsep kolom kuat balok lemah terpenuhi
2. Tulangan Geser
Tulangan geser dihitung setelah besarnya nilai gaya geser telah dilakukan.
Contoh perhitungan pada perhitungan tulangan geser adalah kolom eksterior lantai 1 (C34). a. Perhitungan gaya geser Perhitungan gaya geser dan tulangan geser kolom berdasarkan Persamaan (270) adalah sebagai berikut: Ve =
M pr3 M pr 4 H
Mpr3 adalah nilai rata-rata Mpr- dan Mpr+ dari balok induk lantai 1. Mpr4 adalah nilai rata-rata Mpr- dan Mpr+ dari balok induk lantai 2. Data : Akibat sloof: - Mpr1 = 245,447 kNm (lihat Lampiran 4.4) - Mpr2 = 170,191 kNm (lihat Lampiran 4.4) Akibat balok Induk lantai 1: - Mpr1 = 484,454 kNm (lihat Lampiran 4.4) - Mpr2 = 286,099 kNm (lihat Lampiran 4.4) Sehingga: Akibat sloof:
ΣM3 = M pr M pr 245,447 170,191 415,638 kNm
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 121
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Mpr = 3
Ia Ia
La
La Ib
M 3 Lb
0.0052083
5,4 x 415,638 164,018 kNm 0.0052083 0.0052083 5,4 3,52
Akibat balok induk 1:
ΣM4 = M pr M pr 484,454 286,099 770,553 kNm
Mpr4 = Ia
Ia La
La Ib
M 3 Lb
0.0052083
Ve =
5,4 x836,776 307,074 kNm 0.0052083 0.0052083 5,4 3,52
164,018 307,074 80,7058 kN 5,8
Maka nilai gaya geser di tumpuan adalah Ve = 80,7058 kN. Sedangkan nilai gaya geser di lapangan dapat dihitung berdasarkan Gambar 4.35 berikut.
Gambar 4.35 Nilai gaya geser pada tumpuan dan lapangan kolom SRPMK
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 122
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Maka berdasarkan Gambar 4.35 nilai gaya geser pada lapangan adalah Ve =
80,7058 kN.
b. Perhitungan Tulangan Geser Pada Tumpuan
Perhitungan gaya geser pada kolom mengacu pada Persamaan (2-71) hingga Persamaan (2-75). Contoh perhitungan tulangan geser pada tumpuan adalah sebagai berikut. Ve = 80,7058 kN = 80705,8 N. Pu = 876,3181 kN = 876318,1 N (Lihat Lampiran 4.5)
Nilai Pu didapat dari nilai gaya normal kolom pada Lampiran 4.5, yang kemudian diambil paling maksimum.
Ag . fc ' 500 500 30 375000 20 20 Vc ≠ 0 Karena Pu >
P Vc = 1 u 14 A g
Ag . fc ' (876318,1 > 375000) , maka: 20
fc ' 876318,1 30 b.d 1 500 438,5 6 14 250000 6
= 259942,99 N Vs = s = s1 =
Ve
Vc
80705,8 259942,99 135780,220 N 0.65
Av . fy.d 425,16 240 438,5 329.53 mm Vs 135780,220
Ash fyh A 0,3 hc fc ' g 1 ' A ch 452,16 240 0,3 408 30 250000 1 176400
= 70,83 mm s2 =
Ash fyh 452,16 240 98,5 mm 0,09 hc fc ' 0,09 408 30
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 123
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Karena berdasarkan persyaratan tulangan di sepanjang lo tidak boleh lebih dari: 100
350 hx 350 420 100 76,66 3 3
Jarak sengkang ambil sebesar 70 mm sesuai berdasarkan hasil di atas. c. Perhitungan Tulangan Geser Pada Lapangan
Perhitungan gaya geser pada kolom mengacu pada Persamaan (2-71)
sampai dengan Persamaan (2-75), di mana perhitungannya adalah sebagai
berikut. Ve = 80,7058 kN = 80705,8 N. Pu = 876,3181 kN = 876318,1 N (Lihat Lampiran 4.5)
Nilai Pu didapat dari nilai gaya normal kolom pada Lampiran 4.5, yang kemudian diambil paling maksimum.
Ag . fc ' 500 500 30 375000 20 20 Vc ≠ 0 Karena Pu >
P Vc = 1 u 14 A g
Ag . fc ' (876318,1 > 375000) , maka: 20
fc ' 876318,1 30 b.d 1 500 438,5 6 14 250000 6
= 259942,99 N Vs = s=
Ve
Vc
80705,8 259942,99 135780,220 N 0.65
Av . fy.d 425,16 240 438,5 329.53 mm Vs 135780,220
s1 =
Ash fyh A 0,3 hc fc ' g 1 ' Ach 452,16 240 0,3 408 30 250000 1 176400
= 70,83 mm s2 =
Ash fyh 452,16 240 98,5 mm 0,09 hc fc ' 0,09 408 30
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 124
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Jarak sengkang ambil sebesar 70 mm sesuai berdasarkan hasil di atas.
4.4.3 Perancangan dan Analisis Hubungan Kolom dengan Balok Perancangan
tulangan
hubungan
kolom-balok
dilakukan
berdasarkan
Persamaan (2-76) hingga Persamaan (2-93). Perhitungan dilakukan dengan
menggunakan bantuan software (Ms.Excel), yang dapat dilihat pada Lampiran 4.8.
Namun untuk memperjelas proses pergitungan, pada sub bab ini dicantumkan proses
perhitungan hubungan kolom-balok pada hubungan kolom interior (C44) dengan balok induk lantai 1.
Data
Dimensi kolom tipe (C44) (hubungan kolom-balok induk): b = 400 mm h = 600 mm Pu =1322698,88 N (lihat Lampiran 4.5) Tinggi kolom = 5800 mm Momen plastis akibat balok: Mpr- = 484454219,98 Nmm ( Lihat lampiran 4.8) Mpr+ = 286099108,57 Nmm ( Lihat lampiran 4.8) fy = 400 Mpa (tulangan lentur) fy = 240 Mpa (tulangan geser) fc’ = 30 Mpa Perhitungan Tulangan Tulangan Horizontal Perhitungnan tulangan horizontal berdasarkan pada Persamaan (2-78) sampai dengan persamaan (2-85). Dalam menentukan tulangan horizontal perlu menetukan nilai gaya geser kolom (Vh) dan gaya geser pada hubungan kolombalok (Vjh). Menetukan nilai gaya geser horizontal kolom (Vh) Vh = 484454219,98/ 5800 = 83526,59 N Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 125
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
T1 = C1 = 1983,70 x 1,25 x 400 991847,50 N
C2 = T2 = 850,16 x1,25x400 425077,50 N
Vjh = T1 + C2 – Vh = 991847,50 + 425077,50 – 83526,59
= 1333398,41 N
Kontrol gaya geser pada hubungan kolom-balok:
fc ' Aj
Vjh ≤ 1,7
1333398,41 N ≤ 1,7 30 400 600 1333398,41 N < 2234708.035 N
Berdasasarkan hasil di atas bahwa Vjh <1,7
fc ' Aj maka nilai gaya geser
memenuhi persyaratan dan perhitungan dilanjutkan. Menentukan nilai gaya geser horizontal akibat beton:
0,1 fc ' b h Vch = 1 3 Pu k c Ag 0,1 30 400 600 = 1 3 1322698,88 240000
= 78900,67 N Menentukan jumlah tulangan horizontal hubungan kolom-balok: Vsh Vjh Vch 1333398,41 - 78900,67 5227,074mm2 fy fy 240
Ajh =
Ambil diameter tulangan 12 mm, maka:
n
Ajh 5227,074 11,55buah 2 4 0,25 D 4 0,25 3,14 12 2
Berdasarkan perhitungan diatas jumlah tulangan horizontal pada hubungan kolom interior (C44) dengan balok induk adalah 11,55/2 = 5,77 buah ≈ 6 buah. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 4.8. Tulangan Vertikal Tulangan vertikal pada hubungan kolom-balok dalam hal ini tidak lakukan. Gaya geser vertical pada hubungan kolom-balok dipikul oleh tulangan utama kolom karena tulangan utama kolom berjumlah 10 sehngga tulangan vertikal
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 126
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
pada hubungan kolom-balok tidak perlu dilakukan. Hal ini disyaratkan jika
jumlah tulangan utama kolom berjumlah minimal 8 buah maka tulangan
vertikal pada hubungan kolom-balok tidak perlu dilakukan.
Heri Haerul Fatah., Nur Achmad Fauzan, Perbandingan Desain Sistem….. 127