BAB IV PEMBERIAN SARAN DAN PERTIMBANGAN KEPADA PEMERINTAH
Pasal 35 huruf e UU Nomor 5/1999 mengamanatkan bahwa salah satu tugas KPPU adalah memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Tugas ini merupakan kewajiban KPPU yang harus dipenuhi tanpa diperlukan adanya
permintaan
dari
Pemerintah.
KPPU
berkewajiban
memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah bilamana dianggap perlu tanpa diminta, dengan tujuan untuk mendorong perekonomian dapat berfungsi melalui persaingan yang sehat. Dalam
melaksanakan
tugas
berfungsinya KPPU telah beberapakali
tersebut
di
atas,
sejak
memberikan saran dan
pertimbangan kepada Pemerintah. Pada tahun 2001,
saran dan
pertimbangan yang telah disampaikan kepada Pemerintah berkaitan dengan masalah harga BBM, masalah penetapan tarif taksi oleh ORGANDA dan masalah penetapan tarif angkutan udara oleh INACA. Sedangkan pada periode Januari – Juli 2002, saran dan pertimbangan yang telah disampaikan kepada Pemerintah oleh KPPU berkaitan dengan masalah tender pengadaan sapi impor kereman di Jawa Timur, masalah pencetakan label halal, masalah tender penjualan saham PT Indomobil Sukses Internasional dan 20
masalah pembagian pekerjaan antara PT Siemless Pipeline denga PT Citra Tubindo. 1.
Masalah Tender Pengadaan Sapi Impor Kereman di Jawa Timur Perkara tender pengadaan sapi impor kereman di Jawa Timur
telah diputuskan oleh KPPU dengan Putusan KPPU Nomor 07/KPPU-L/2001 dan dibacakan dimuka umum tanggal 19 April 2002 dan dinyatakan bahwa Terlapor (Koperasi Pribumi Indonesia Jawa Timur) secara sah dan meyakinkan telah melanggar ketentuan pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 karena melakukan persekongkolan dengan pihak lain yaitu Sigit Hanggono Kepala Dinas Peternakan Jawa Timur, dan Ir. Suhadji Ketua Panitia Pelelangan untuk mengatur menentukan Pemenang Tender/Lelang dalam Pengadaan Sapi Bakalan Kereman Impor dari Australia dalam Proyek
Pembangunan
dan
Pembinaan
Peternakan
di
Kabupaten/Kota se Jawa Timur Tahun Anggaran 2000. Sehubungan dengan Putusan KPPU tersebut, disebutkan dalam amar putusannya bahwa KPPU juga menyarankan kepada Pemerintah dalam hal ini Pemerintah Daerah Jawa Timur melalui Gubernur Jawa Timur sebagai atasan langsung Sigit Hanggono Kepala Dinas Peternakan Jawa Timur, dan Ir. Suhadji Ketua Panitia Pelelangan, untuk mengambil tindakan administrative sehubungan dengan keterlibatan drh. Sigit Hanggono Kepala Dinas Peternakan Jawa Timur, dan Ir. Suhadji Ketua Panitia Pelelangan dalam pelanggaran terhadap Pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 21
1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang secara sah dan meyakinkan dilakukan oleh Terlapor. 2.
Masalah pencetakan label halal Melalui surat no. 62/K/II/2002 tertanggal 12 Februari 2002,
Komisi memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah cq Menteri Agama Republik Indonesia, berkaitan dengan diterbitkannya SK Menteri Agama No. 518, No. 519 dan No. 525 Tahun 2001 mengenai kebijakan penggunaan stiker/label halal.
Ketiga SK ini
berisikan : SK No. 518 tentang Pedoman dan Tata Cara Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal, SK No. 519 tentang Lembaga Pelaksanaan Pemeriksaan Pangan Halal dan SK No. 525 tentang Penunjukkan Perum Peruri Sebagai Pelaksana Pencetakan Label Halal. Saran dan Pertimbangan KPPU tersebut berisikan : 1. Bahwa dalam rangka memberikan kepastian kehalalan pangan yang
dikemas
memandang
dan
bahwa
diperdagangkan penggunaan
di
stiker
Indonesia, label
halal
KPPU yang
ditempelkan pada setiap kemasan pangan halal yang akan diperdagangkan di Indonesia, akan menimbulkan beberapa masalah karena : a. Secara teknis produksi penempelan stiker halal pada setiap kemasan barang pangan mengakibatkan tambahan biaya produksi dan distribusi, karena itu sangat tidak efisien dan ekonomis.
Kenaikan biaya produksi dan distribusi tersebut 22
memiliki dampak beban yang berbeda menurut skala usaha. Kenaikan biaya relatif atas produk-produk pangan yang dihasilkan oleh pelaku-pelaku usaha kecil dan menengah akan membengkak secara nyata, sementara biaya relatif atas produk-produk pangan yang dihasilkan oleh pelaku usaha besar akan mengalami kenaikan yang relatif lebih rendah. Karena itu kebijakan ini bertentangan dengan semangat Undang-undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. b. Pelaksanaan penerapan stiker halal tersebut juga akan membingungkan/sulit untuk diterapkan oleh lembaga sertifikat luar negeri yang diakui Majelis Ulama Indonesia (pasal 3, SK Menag No. 518 Tahun 2001). 2. Untuk meningkatkan daya saing industri nasional, KPPU menyarankan agar pemerintah dalam hal ini Departemen Agama mengupayakan informasi
pendekatan
tentang
halalnya
lain
dalam
suatu
upaya
produk
penyediaan
sehingga
tidak
menambah beban yang tidak perlu kepada konsumen. 3. Apabila dalam penyediaan informasi halal tersebut melibatkan pelaku usaha percetakan maka agar sejalan dengan UU No. 5 Tahun 1999 pengadaannya sebaiknya dilakukan melalui tender yang transparan. 4. Untuk memberikan jaminan kepada konsumen tentang kepastian kehalalan
pangan
yang
dikemas
dan
diperdagangkan
di
Indonesia, KPPU menyarankan adanya perbaikan pada sistem sertifikasi, terlebih kepada fungsi dan tugas lembaga Pelaksana Pemeriksa Pangan Halal. 23
3.
Masalah Kasus Tender Penjualan Saham Indomobil Sukses Internasional Berkaitan dengan kasus tender Indomobil, KPPU telah
menyelesaikan pemeriksaan lanjutan perkara Tender Penjualan Saham PT Indomobil Sukses Internasional dan telah memutuskan perkara dimaksud dengan Putusan Komisi Nomor 03/KPPU-I/2002. Putusan Komisi
telah dibacakan dalam Sidang Majelis Komisi yang
terbuka untuk umum pada tanggal 30 Mei 2002. Dalam Putusan Komisi dimaksud dinyatakan antara lain bahwa 8 dari 10 Terlapor sebagai peserta tender secara sah dan meyakinkan telah melanggar Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 karena melakukan tindakan persekongkolan yang menimbulkan persaingan tidak
sehat
dengan
pelaku
usaha
peserta
tender
lainnya.
Persekongkolan yang telah terjadi dalam tender tersebut tidak mungkin terjadi kalau pihak penjual (BPPN) tidak ikut terlibat atau setidak-tidaknya membantu prosesnya. Majelis Komisi berpendapat perlu adanya tindakan koreksi secara komprehensif agar praktek-praktek serupa tidak terulang dimasa yang akan datang. Kerugian yang terjadi dalam kasus ini merupakan biaya pembelajaran yang sangat mahal dalam proses penegakan good governance dan good corporate governance. Berkaitan dengan hal tersebut di atas sesuai dengan ketentuan yang berlaku, KPPU memberikan saran kepada Pemerintah melalui Jaksa Agung Republik Indonesia dan berharap agar kesalahan yang 24
dilakukan oleh para pejabat BPPN dapat diusut oleh pihak yang berwenang, dalam hal ini adalah pihak Kejaksaan Agung. 4.
Masalah Pembagian Pekerjaan antara PT Siemless Pipeline dengan PT Citra Tubindo Kasus pembagian pekerjaan antara PT Siemless Pipeline
dengan PT Citra Tubindo, yang telah diputuskan dalam Putusan KPPU Nomor 01/KPPU-I/2002, dinyatakan bahwa
PT. Seamless
Pipe Indonesia Jaya (Terlapor I) dan PT. Citra Tubindo (Terlapor II) tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melanggar Pasal 19 huruf d Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999. Sehubungan dengan itu, KPPU telah meminta kepada PT. Seamless Pipe Indonesia Jaya (Terlapor I) dan PT. Citra Tubindo (Terlapor II) untuk tidak menggunakan posisi dominannya dengan cara melakukan diskriminasi dan atau menghambat pemberian Supporting Letter untuk fasilitas jasa heat treatment dan atau upsetting bagi pelaku usaha yang membutuhkannya. Selain itu, KPPU juga meminta kepada PT. Seamless Pipe Indonesia Jaya (Terlapor I) dan
PT. Citra Tubindo (Terlapor II) untuk melakukan
kegiatan usaha secara adil, jujur, dan terbuka dalam menetapkan harga jasa heat treatment dan atau upsetting bagi pelaku usaha yang membutuhkannya. Berkaitan dengan kasus ini, KPPU memberikan saran kepada Pemerintah
yang tidak dituangkan dalam amar putusan, tetapi
dimasukkan dalam pertimbangan hukum, yaitu menyarankan kepada Pemerintah untuk membuat kebijakan yang pada pokoknya dapat 25
menghilangkan hambatan bagi seluruh peserta pelelangan/tender pengadaan casing dan tubing guna mendapatkan supporting letter untuk fasilitas jasa heat treatment dan atau upsetting dari pelaku usaha yang memiliki kemampuan dan fasilitas heat treatment dan atau upsetting di dalam negeri.
.
26