65
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Paradigma Penelitian Paradigma yang dipilih untuk menghela penelitian ini adalah paradigma konstruktivisme (Denzin and Lincoln 1997). Pemilihan ini dilandasi oleh beberapa alasan, pertama, apa yang disebut sebagai realitas sosial atau suatu yang nyata merupakan konstruksi dalam fikiran para individu. Konstruksi bukan dunia “objektif” yang keberadaannya terpisah dari konstruktornya. Kedua, paradigma ini bersifat pluralis dan relativis, artinya dalam realitas sosial terdiri dari beragam konstruksi yang tak jarang terjadi pertentangan antar satu dengan yang lain. Kebenaran, secara historis, bersifat relatif. Kebenaran adalah hasil konstruksi yang menjadi konsensus pada waktu tertentu. Hal ini sesuai dengan proses penelitian dan penulisan disertasi ini, yang merupakan hasil konstruksi dan konsesus dengan beragam individu, seperti pembimbing, kolega, informan dan lainnya, yang terkadang bertentangan namun memiliki makna sehingga proses penelitian dan penulisan bergerak dinamis. Di samping itu, sifat pluralis dan relativis juga terkait dengan kebudayaan Minangkabau yang beragam konstruksi adatnya dari masing-masing nagari. Adagium adat yang sering berulang diucapkan adalah adat salingka nagari, artinya keberlakuan adat hanya sebatas nagari tertentu. Berbeda nagari berbeda pula adatnya (relativis), sehingga melihat Minangkabau (Sumatera Barat) yang terdiri dari lebih dari 500 nagari, beragam pula adatnya. 4.2. Metode Penelitian Pendekatan penelitian ini diarahkan pada pendekatan kualitatif dengan pilihan metode sosiologi sejarah dan hermeneutik-semiotik. Metode sosiologi sejarah bertujuan untuk melihat dinamikan sosial dari masa ke masa interaksi antara Birokrasi Pemerintahan dengan Otoritas Tradisional Minangkabau yang dimulai dari masa pemerintahan kolonial Belanda, Orde Lama, Orde Baru dan Otonomi Daerah. Dari tinjauan dari masa ke masa ini, diharapkan akan terlihat jelas dinamika interaksi antara keduanya, kerjasama dengan azas simbiosis mutualisme, konflik, bersaing, atau satu pihak mendominasi pihak lain.
66
Metode hermeneutik-semiotik bertujuan untuk menafsir teks-teks dan tanda-tanda (semion) yang muncul dalam proses perencanaan dan penganggaran. Metode ini, khususnya bagi masyarakat Minangkabau, dianggap penting karena dominannya peranan kata-kata, dan simbol-simbol. Bahkan, menurut Djakard (2006). Minangkabau adalah kerajaan kata-kata, tertib sosial di wilayah ini di sangga bukan oleh kerajaan dengan ribuan prajurit, serta tentara, tetapi melalui kata-kata. Kata-kata yang menyangga ketertiban sosial tersebut dapat berbentuk pepatah-petitih, simbol maupun kata sampiran dan kiasan lain. Oleh karenanya, pendekatan hermeneutik dan semiotik dianggap cocok untuk memahami subjek penelitian ini. Proses Penelitian mengikuti bagan alir yang disajikan pada Gambar 4.1 di bawah ini,
BAGAN ALIR PROSES PENELITIAN INFORMASI LANGSUNG
METODE KUALITATIF
OBSERVASI TERLIBAT
WAWANCARA MENDALAM PENELITI
CATATAN LAPANGAN
INFORMAN
DOKUMEN
KATEGORISASI
PENULISAN
PENAFSIRAN DATA
Gambar 4.1 Bagan Alir Proses Penelitian
4.3. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara, yaitu studi pustaka, observasi terlibat dan wawancara mendalam. Studi pustaka dilakukan dengan langkah-langkah menelusuri bahan pustaka (buku, jurnal, arsip) dan dokumentasi, termasuk data digital yang tersimpan dalam website yang relevan dengan subjek penelitian ini. Studi pustaka ini dilakukan di berbagai lembaga perpustakaan, seperti perpustakaan Institut Pertanian Bogor, perpustakaan Univ.Andalas Padang, Pusat Data dan Informasi Kementerian Pertanian Jakarta, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Bogor, Kementerian Keuangan, serta
67
perpustakaan pribadi-pribadi dosen maupun kolega. Tujuan melakukan studi pustaka tersebut untuk menganalisis studi dinamika relasi Otoritas Tradisional dalam Birokrasi Pemerintahan, terutama dalam birokrasi patrimonial, serta interaksi keduanya dari masa ke masa. Selain itu, data yang dikumpulkan, baik angka maupun tulisan, mengenai perencanaan dan penganggaran APBD. Observasi terlibat dilakukan dengan cara tinggal menetap, baik di lapis satu dan dua lokasi penelitian ini yaitu Kanagarian Tabek Panjang dan Kecamatan Baso, maupun menetap di Kota Lubuk Basung yang menjadi lapis ketiga lokasi studi ini. Untuk itu partisipasi terlibat dalam penelitian ini adalah merupakan suatu cara di mana peneliti tidak bersifat pasif sebagai pengamat, tetapi memainkan berbagai peran yang mungkin dalam berbagai situasi atau bahkan dapat berperan mengarahkan peristiwa-peristiwa yang sedang diteliti (Spradley, 1997). Observasi berperan serta telah dilakukan dengan cara ikut serta hadir dalam proses perencanaan, di mulai dari musrenbang Jorong, Musrenbang Nagari, Musrenbang Kecamatan, hingga proses rapat paripurna di DPRD untuk membahas RKPD, KUA-PPAS, serta RAPBD. Tujuannya, di samping mengalami langsung proses perencanaan pada tingkat masyarakat, juga merasakan suasana dari proses tersebut yang sulit hanya di dapat dari proses wawancara mendalam dan dokumentasi (data primer). Observasi berperan serta juga melihat pertarungan perebutan kursi DPRD pada tahun 2009, sehingga dapat dengan jelas mengalami bagaimana otoritas tradisional Minangkabau terlibat dalam kampanye hingga pemilihan suara tersebut. Observasi berperan serta juga peneliti lakukan dengan ikut bergaul bersama komisi KPUD Kabupaten Agam, untuk mendapatkan data otentik hasil pemilihan suara Pemilu Legislatif tersebut. Wawancara mendalam dilakukan untuk menjaring informasi terkait dengan proses di setiap tahap perencanaan dan penganggaran. Wawancacara mendalam dilakukan dalam rangka menggali “kisah nyata” berlangsungnya proses perencanaan pada tingkat lapangan yang di mulai dari Musrenbang Jorong, Musrenbang Nagari, Musrenbang Kecamatan, Forum SKPD, Musrenbang Kabupaten, hingga menjadi RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah). Wawancacara mendalam juga dilakukan dalam rangka menggali proses berlangsungnya penganggaran, terutama pada proses penyusunan RKA-SKPD,
68
KUA-PPAS dan penyusunan, pembahasan dan pengesahan APBD. Dalam pertautan wawancara mendalam tersebut didapat narasi kisah nyata proses perencanaan dan penganggaran. Penggunaan teknik dokumentasi, dilakukan dengan cara mengumpulkan data sekunder, diantaranya data hasil proses perencanaan dan penganggaran seperti dokumen hasil musrenbang Jorong, Nagari, Kecamatan dan Kabupaten. Kemudian, RKPD, KUA-PPAS, RAPBD dan Penjabaran APBD. Dalam hal ini juga dikumpulkan Perundangan yang terkait dengan aturan dan penetapan APBD, Peraturan
Daerah
(PERDA)
yang
berkenaan
dengan
penyusunan
dan
implementasi anggaran, Surat Keputusan (SK) Bupati, Nota Keuangan, risalah sidang, Surat Keputusan SKPD, berita surat khabar, serta bukti-bukti empiris tertulis lainnya yang terkait dengan perencanaan, penyusunan dan implementasi anggaran hasil dari interaksi Otoritas Tradisional Minangkabau dengan Birokrasi Pemerintahan. Tujuan pengumpulan data primer ini, di samping melihat konsistensi proses perencanaan dan penganggaran, juga sebagai data pembanding terhadap data primer yang didapat melalui proses wawancara. Diharapkan, dengan membandingkan hasil dokumen musrenbang (di berbagai tingkatan) hingga Penjabaran APBD, akan terlihat konsistensi kedua proses (perencanaan dan penganggaran) yang secara normatif mestinya berkelanjutan. Hal ini dilakukan dengan cara, pada lapis satu (Nagari Tabek Panjang) seluruh hasil musrenbang keempat jorong di kumpulkan. Peneliti ikut sebagai partisipan dalam kegiatan ini. Hasil musrenbang jorong kemudian diabandingkan dengan hasil musrenbang Nagari. Peneliti pun ikut terlibat sebagai partisipan dalam kegiatan ini. Dari hasil membandingkan kedua dokumen tersebut, diketahui mana usulan yang berasal dari jorong (masyarakat nagari), mana yang kemudian usulan yang tidak jelas asal-usulnya (naik di jalan). Terhadap temuan tersebut kemudian di lakukan wawancara terhadap informan. Hasil musrenbang nagari kemudian dibandingkan dengan hasil Musrenbang Kecamatan. Peneliti pun ikut terlibat sebagai partisipan dalam kegiatan Musrenbang Kecamatan dan Kabupaten. Dari haril Musenbang Kecamatan kemudian di bandingkan draft RAPBD. Dari perbandingan ini terlihat mana usulan yang secara konsisten menjadi “penumpang” dan mana usulan yang
69
“naik di jalan”. Jika naik di jalan, siapa yang punya kepentingan dan bagaimana manuver menaikkan hingga sampai RAPBD. Dalam proses penyusunan draft RAPBD seperti Renja-SKPD, penyusunan KUA-PPAS, RKA-SKPD hingga pembahasan RAPBD, peneliti juga “mengiringi” proses tersebut dengan mengikuti kegiatan beberapa informan elite beberapa Dinas, dan Anggota DPRD, terutama ketika mereka menyusun Renja, RKA dan upaya-upaya agar RKA menjadi bagian dari APBD Kab.Agam. Pada ranah perencanaan (Musrenbang Jorong hingga Kabupaten), wawancara direkam melalui kaset rekaman. Hal ini sengaja dilakukan untuk memudahkan analisis dan terhindar dari lupa akibat melimpahnya informasi yang didapatkan dalam proses wawancara. Namun, pada ranah penganggaran, wawancara dilakukan tanpa direkam, karena tingkat kepekaan isi informasi yang dikumpulkan, sehingga rekaman akan berpengaruh terhadap informasi yang diberikan informan dan pada akhirnya mempengaruhi kualitas data yang diperoleh. 4.4. Informan Penelitian Data yang digunakan dan dianalisis dalam penelitian ini diperoleh melalui informan kunci yang terdiri dari enam sumber: 1.
Empat orang informan kunci yang terdiri dari tokoh petani.
2.
Lima orang informan kunci yang berasal dari Otoritas Tradisional Minangkabau (datuk suku, Ninik-mamak dan Wali nagari),
3.
Empat orang informan kunci yang menjadi eksekutifi di Kab.Agam yang terlibat langsung dalam proses perencanaan dan penganggaran, baik dari BAPPEDA yang bertanggung jawab terhadap proses perencanaan, maupun TAPD yang bertanggung jawab proses penganggaran.
4.
Empat informan kunci Tokoh DPRD Kab.Agam yang masing-masingnya juga berpengalaman dan terlibat langsung dalam membahas anggaran, yang memiliki posisi Banggar, Wakil Ketua DPRD dan Komisi yang berasal dari Partai PKS, PBB dan Golkar.
5.
Satu informan kunci salah satu komisioner KPUD Kab.Agam.
70
6.
Terakhir, satu orang ahli anggaran yang menduduki wakil kepala dalam Diklat Kemendagri di Baso, Kab.Agam yang merupakan salah seorang ahli pengelolaan keuangan daerah. Pemilihan informan ini dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan
memanfaatkan jaringan sosial pertemanan dan sesama alumni Universitas Andalas dan STPDN/IIP. 4.5. Metode Pengolahan dan Analisa Data Setelah pengumpulan data dilakukan, data yang telah terkumpul kemudian dianalisis dengan metode analisis kualitatif. Menurut Marvasti (2004) analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan proses mengatur data, mengurut data, kemudian mengorganisirnya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar
(dilakukan
dengan
mengelompokkan
data,
memberi
kode
dan
mengkategorikannya). Sehingga, dengan proses tersebut, data tidak tumpang tindih sehingga mudah untuk diinterpretasikan, diseleksi dan dijelaskan dalam bentuk deskripsi analitis. Selanjutnya, agar kredibilitas data (validitas internal) dapat dipertanggung jawabkan, dilakukan langkah-langkah pengamatan berulang, triangulasi dan masukan dari subjek penelitian (Lincoln dan Guba 1997). Pengamatan berulang dilakukan dengan cara turun ke Kabupaten Agam secara berulang. Turun pertama dilakukan September 2009 hingga Januari 2010. Turun lapangan kedua, dilakuka pada bulan Maret, 2010 dan yang ketiga pada bulan Juli hingga Agustus 2010. Hal-hal yang ditemukan pada turun lapangan pertama diamati kembali pada kunjungan lapang berikutnya. Hal ini dimkasudkan dengan tujuan untuk mengkoreksi hasil sebelumnya. Triangulasi dilakukan dengan cara membandingkan hasil data dari berbagai sumber, kemudian menanyakan kembali pada sumber data yang berbeda. Misalnya, hasil wawancara dari sumber data elite politik (DPRD), serta data sekunder ditemukan pada pembahasan APBD tahun 2009 yang dilakukan pada akhir tahun 2008, terdapat dana DAK (Dana Alokasi Khusus) yang peruntukkan dan pengalokasiannya dilakukan oleh anggota DPRD. Temuan ini kemudian ditanyakan kembali pada sumber data dari elite birokrasi (BAPPEDA dan TAPD). Dengan demikian, kebenaran informasi dapat dipertanggungjawabkan.
71
Masukan subjek penelitian, dilakukan dengan cara menyerahkan poin penting hasil transkrip kepada informan yang sama, agar dikomentari dan untuk memperlihatkan konsistensi jawabannya. Pada prinsipnya yang ingin di cari adalah, dengan dibacanya lagi poin-poin penting hasil transkrip, informan merubah substansi informasi yang telah beliau berikan atau mungkin menambah sehingga menjadi jelas menurut versi subjek. Dalam tahap analisis ini menurut Miles & Hubermas (1984) terdapat tiga komponen pokok yang harus disadari oleh peneliti yaitu data reduction, data display dan conclusion drawing. Ketiga komponen tersebut menurut Miles & Hubermas disebutnya dengan model analisis interaktif; yaitu ketiga komponen tersebut aktivitasnya berbentuk interaksi dengan proses pengumpulan data dilapangan sebagai proses siklus. Dalam bentuk ini peneliti tetap bergerak di antara ketiga komponen dengan komponen pengumpulan data selama proses pengumpulan data berlangsung. Demikian juga setelah pengumpulan data dilakukan, kemudian bergerak di antara data reduction, data display dan conclusion drawing untuk membangun pemahaman subtansi berdasarkan temuan empirik, seperti terlihat dalam Gambar 4.2 berikut ini;
INTERACTIVE MODEL OF ANALYSIS Oleh : Miles dan Hubermas, 1984
COLLECTING DATA
REDUCTION DATA
DISPLAY DATA
CONCLUSION DRAWING
Sumber: dikutip dari Miles dan Huber (1984) Gambar 4.2 Model Analisis Interaksi
72
4.6. Lokasi Penelitian Lokasi yang menjadi tempat berlangsungnya studi ini adalah Kabupaten Agam, yang terletak di Provinsi Sumatera Barat. Dipilihnya lokasi ini karena, pertama, Agam adalah salah satu dari tiga luhak (luhak Agam, 50 Kota dan Tanah Datar). Menurut sejarah “oral” (Tambo Minangkabau), dipercaya menjadi tempat asal etnis Minangkabau. Sebahagian besar luhak Agam ini, dikenal juga dengan sebutan “Agam Tuo”, yang kemudian menjadi bagian dari Kabupaten Agam. Kedua, seiring ditetapkannya menjadi Kabupaten, daerah teritorial wilayahnya kemudian luasnya melebihi luhak Agam. Tercakup juga di dalamnya sebahagian daerah pesisir, yang menurut Tambo adalah daerah rantau, seperti Kanagarian Tiku, Palembayan, Malalak dan Tanjung Raya. Sebahagian wilayah yang dulunya tidak termasuk Agam Tuo (luhak Agam), saat ini dikenal dengan sebutan Agam Barat. Secara kultural ideasional, kedua daerah ini berlainan alam, yang satu berada di wilayah pegunungan, yang lain berada di pesisir pantai. Keduanya juga berlainan budaya, konsekuensi dari dua wilayah, yakni alam rantau dan darek. Secara fisik, kedua wilayah tersebut juga berbeda. Terlihat, Agam Timur lebih makmur, dan Agam Barat kurang makmur. Dari tahun 1999, terdapat wacana yang mengemuka, yaitu untuk menjadikan Agam Tuo (Agam Timur) mekar menjadi kabupaten sendiri. Wacana ini kemudian menjadi bahan pertentangan elite, antara yang setuju untuk memisahkan Agam Timur dan Barat, dengan elite yang tidak setuju keduanya dimekarkan menjadi kabupaten terpisah. Kondisi ini, dalam studi ini, diasumsikan akan mempengaruhi dinamika pertarungan perebutan alokasi anggaran APBD di Kabupaten Agam. Lokasi studi ditetapkan menjadi tiga “lapis”, di mana “lapis” pertama bertempat di Lubuk Basung, ibukota dari Kabupaten Agam. “Lapis” kedua, bertempat di Kecamatan Baso. Sedangkan lapis ketiga berlokasi di Kanagarian Tabek Panjang. Diketiga lapis tersebut akan dilihat proses ranah perencanaa, yang dimulai dari pelaksanaan Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan). Di tiga lapis tersebut akan dikaji, pertama, bagaimana kontestasi elit berlangsung dalam proses Musrenbang Jorong dan nagari berlangsung. Pada lapis kedua, lanjutan dari hasil Musrenbang Jorong dan Nagari, bagaimana kontestasi elit dalam menyusun dan memutuskan prioritas pembangunan pada jenjang
73
Musrenbang Kecamatan Baso. Kemudian, hal sama juga akan dikaji pada lapis satu, yakni bagaimana pelaksanaan dan kontestasi perencanaan (ForumSKPD, Musrenbang Kabupaten) serta pelaksanaan ranah penganggaran. Pada lapis 3 dan 2 akan dibandingkan proses kontestasi elit, khususnya elite OTM serta hasil musrenbang. Kemudian pada lapis 1, di Lubuk Basung, ibu kota kabupaten, akan dilihat proses Musrenbang Kabupaten, proses penyusunan KUA-PPAS, Penyusunan dan pembahasan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Proses Penyusunan RAPBD
hingga penetapan (ketok palu) APBD
sehingga menjadi Perda. Dalam proses tersebut akan di jelaskan bagaimana elit dari berbagai unsur (seperti Elit tradisional, Kepala Dinas, TAPD, DPRD) saling bertarung memasukkan kepentingan diri dan kelompoknya agar di akomodasi dalam APBD. Pengumpulan data di masing-masing lokasi, akan memakan waktu selama satu bulan dengan jumlah waktu keseluruhan selama tiga bulan.
74
Tabel 4.1. Matriks Data Set Pokok Penelitian
Adat Minangkabau
OTM
Ranah Perencanaan
Metode Pengumpulan Data
Kualitatif: Primer Sekunder
WM OT SP
Struktur Sosial dan Politik di Jorong dan Nagari
Kualitatif: Primer
WM OT SP
Sejarah Interaksi BP , OTM dan Perubahan Sosial di Minangkabau
Kualitatif: Primer Sekunder
WM SP
Kualitatif: Primer
WM OT SP
Demokrasi dan Pengambilan Keputusan Di Jorong dan Nagari
Pemilu dan Kepartaian
Jenis Data
Sistem Kepartaian Pengorganisasian Partai Pola Pengrekrutan Caleg Kampanye Pemilihan Suara Hasil Pemilu
WM Kualitatif OT Dan SP Kuantitatif: Primer Sekunder
Musrenbang : Jorong, Nagari, Kecamatan, Forum SKPD, Kabupaten RKPD
Kualitatif Dan Kuantitatif: Primer Sekunder
WM OT Dokumen Musrenbang dan RKPD
Ranah RenjaSKPD WM Penganggaran KUA-PPAS Kualitatif OT RKA-RKPD Dan SP RAPBD Kuantitatif: Perbandingan APBD Primer Dokumen APBD-P Sekunder Cat: WM : Wawancara Mendalam; OT : Observasi Terlibat SP : Studi Pustaka
Sumber Tokoh Adat Tokoh Agama Tokoh Pemuda Bundo Kandung Walinagari Walijorong KAN Tokoh Adat Bundo Kandung Pemuda Urang Nan Ampek Jinih Literatur Walinagari Walijorong KAN Tokoh Adat Bundo Kandung Pemuda KPUD Tokoh Adat KAN Pengurus Partai Caleg DPRD Urang Nan Ampek Jinih Walinagari KAN/BPRN Bappeda DPRD Kecamatan SKPD TAPD DPRD SKPD Asisten III