Bab IV Metodologi Penelitian 4.1 Alur Penelitian Secara umum alur penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1: PENDAHULUAN Survei Tempat Penelitian • Proses Kerja • Jumlah Pekerja • Kondisi Ruang Kerja
PENGUMPULAN DATA Data Primer • Penyebaran Kuesioner/Wawancara • Pengukuran FEV1.0 • Pengukuran Respirable Dust
Data Sekunder • Profil Perusahaan • Lay Out Area
PENGOLAHAN DATA • • • • •
Menghitung Kesepadanan Antar Kedua Kelompok Menentukan Indeks Bahaya Mengevaluasi Pajanan Membuat Kurva Dosis-Respon Mengkarakterisasi Risiko
KESIMPULAN DAN SARAN
Gambar 4.1 Diagram Alir Penelitian
35
4.2 Studi Pendahuluan 4.2.1 Survei Tempat Penelitian Survei tempat penelitian bertujuan untuk mengetahui kondisi fisik di lapangan. Hal yang diamati selama survei antara lain jumlah pekerja, proses kerja yang berlangsung pada setiap unit, serta kondisi ruang kerja. 4.3 Pengumpulan Data Data dikumpulkan dari dua kelompok pekerja yang terdiri dari 60 orang, yaitu pekerja yang terpajan debu dan tidak terpajan debu masing-masing berjumlah 30 orang. Sampling dilakukan dengan metode purposive sampling dengan asumsi bahwa sampel yang dimasukan dalam penelitian, telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Wadjdi, 2008). Sampel yang dimasukan dalam penelitian ini adalah laki-laki berusia 20-60 tahun, telah bekerja minimal 2 tahun di bagian bengkel yang sama (khusus kelompok terpajan) serta mampu melakukan uji paruparu. Tidak dimasukan ke dalam penelitian ini jika terdapat pekerja dengan riwayat pekerjaan yang mengandung bahaya debu silika di tempat kerjanya terdahulu, seperti pengecoran logam, pabrik semen, tukang las, dan pekerjaan lain yang dapat mempengaruhi uji fungsi paru-paru yang akan dinilai (Yunus, 1996). 4.3.1 Pengumpulan Data Primer 4.3.1.1 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: spirometer merek Autospiro AS 500 Minato, mouth piece merek Minato dengan diameter 25 mm, termometer ruangan, termometer badan digital, hygrometer, barometer, personal sampling pump, filter membran MCE (Mixed Cellulose Esters) merek millipore berdiameter 25 mm dengan diameter pori 5μm, wadah kertas saring, timbangan analitis merek Mettler Toledo, silica gel, timbangan badan dan alat ukur tinggi badan. 4.3.1.2 Kuesioner Pemberian kuesioner dilaksanakan untuk mendapatkan atribut pekerja yang keseluruhannya berjenis kelamin laki-laki meliputi usia, kebiasaan merokok,
36
lamanya pajanan, dan parameter lain seperti tingkat pendidikan, kebiasaan berolahraga dan riwayat penyakit yang dapat mempengaruhi hasil penelitian. Pada tahap ini parameter yang dapat mempengaruhi nilai FEV1.0, seperti ras, ketinggian tempat dan posisi tubuh pada saat pengukuran tidak diperhitungkan. Hal ini disebabkan kedua kelompok pekerja diasumsikan memiliki ras yang sama serta diukur pada ketinggian tempat dan posisi tubuh yang sama. 4.3.1.3 Pengukuran FEV1.0 Uji fungsi paru-paru dilakukan dengan menggunakan spirometer yang biasa digunakan di Laboratorium Higiene Industri dan Toksikologi–FTSL ITB. Pada tes ini parameter yang diamati adalah FEV1.0. Menurut Pringadi (1992), parameter FEV1.0 ini tidak terpengaruh oleh usaha seseorang dan relatif tidak dipengaruhi oleh posisi tubuh pada saat pengukuran. Sebelum dilakukan pengukuran FEV1.0, setiap pekerja yang diikutsertakan dalam penelitian diukur tinggi dan berat badannya terlebih dahulu. Setelah itu, dilakukan pengukuran FEV1.0 sebanyak tiga kali sehingga ditemukan hasil maksimal. Untuk mendapatkan nilai FEV1.0 paru-paru (VBTPS), nilai volume udara yang didapatkan dari spirometer (VATPS) kemudian dikonversi berdasarkan Persamaan 2.4. Berdasarkan Persamaan 2.4, maka diperlukan pengukuran tambahan terhadap volume gas pada spirometer, temperatur ruangan, temperatur tubuh dan tekanan barometrik pada saat pengukuran. Sebelum dan saat melakukan pengukuran FEV1.0 seluruh subjek diberikan motivasi agar dapat melakukan tes ini dengan baik. 4.3.1.4 Pengukuran Debu Yang Terhirup (Respirable Dust) Pengukuran debu yang terhirup dilakukan dengan menggunakan personal sampling pump. Alat ini menghisap debu, kuantifikasi dilakukan secara gravimetri.
Pengambilan sampel dilakukan selama jam kerja dengan cara
menempelkan alat tersebut ke pakaian pekerja sehingga ujungnya terletak pada breathing zone (Gambar 4.1).
37
Gambar 4.1 Ilustrasi Pemasangan Personal Sampling Pump pada Pekerja 4.3.2 Pengumpulan Data Sekunder Data sekunder yang dimaksud dalam penelitian ini antara lain profil perusahaan PT. X, lay out area, kondisi lingkungan kerja yang dapat digunakan sebagai pendukung untuk hasil data primer. 4.4 Pengolahan Data 4.4.1 Menghitung Kesepadanan Antara Kedua Kelompok Langkah pertama dalam pengolahan data yaitu dengan menghitung nilai kesepadanan antara kelompok terpajan dan tidak terpajan debu. Penghitungan nilai kesepadanan dilakukan dengan cara membandingkan atribut kedua kelompok meliputi kebiasaan merokok, tinggi badan, berat badan, lamanya pajanan, usia dengan menggunakan Analysis of Variance (Koo et al., 2000). Jika perbedaan diantara kedua kelompok tersebut tidak signifikan, maka pengolahan data dilanjutkan dengan penghitungan indeks bahaya. 4.4.2 Menghitung Indeks Bahaya Indeks bahaya dihitung dengan menentukan HQ (Hazard Quotient) terlebih dahulu. Hazard Quotient dapat diperoleh dengan Persamaan 4.1 (Soemirat, 2000), yaitu:
38
HQ =
ADD
(4.1)
RfD
dimana, HQ = Hazard Quotient ADD = Dosis rata-rata per hari RfD = Nilai Ambang Batas (NAB) Nilai ADD didapatkan melalui pengukuran partikel debu yang terhirup oleh pekerja dengan menggunakan personal sampling pump. Nilai ADD diperoleh dengan mengunakan Persamaan 4.2 (USEPA, 1989):
CA x IR x ET x EF x ED ADD (mg/kg.hari) =
(4.2)
BW x AT dimana, CA IR ET EF ED BW AT
= Konsentrasi Kontaminan di Udara (mg/m3) = Rata-rata Inhalasi (m3/jam) = Waktu Pajanan (jam/hari) = Frekuensi Pajanan (hari/tahun) = Durasi Pajanan (tahun) = Berat Badan (kg) = Waktu Rata-rata (ED x 365 hari/tahun)
Konsentrasi debu (mg/m3) yang dianggap sebagai RfD didapatkan dengan Persamaan 2.2. Berdasarkan persamaan tersebut, maka untuk menentukan konsentrasi silika bebas dalam debu, diperlukan analisis dengan metode XRD (XRay Diffraction) untuk mendapatkan persentase silika bebas (SiO2) dalam debu. Setelah mendapatkan nilai HQ, langkah selanjutnya adalah menentukan indeks bahaya berdasarkan Persamaan 4.3 (Soemirat, 2000):
(4.3) dimana, HI = Indeks Bahaya HQ = Hazard Quotient
39
Tujuan menghitung indeks bahaya adalah untuk mendapatkan informasi apakah debu yang terdapat di PT. X dapat membahayakan kesehatan pekerja. Suatu kontaminan dinyatakan berbahaya terhadap seseorang jika memiliki HI > 1 (Gratt, 1996). Jika terbukti debu tersebut berbahaya terhadap kesehatan maka perlu ditindak lanjuti dengan evaluasi pajanan dan evaluasi kurva dosis respon. 4.4.3 Evaluasi Pajanan
Evaluasi pajanan merupakan proses untuk mengidentifikasi populasi terpajan, mengidentifikasi jalur pajanan yang potensial dan memperkirakan intake berupa konsentrasi debu yang terhirup yang masuk ke dalam tubuh. Analisis pajanan ini dilakukan dengan metode deskriptif dan bertujuan untuk mengevaluasi pajanan debu terhadap pekerja dengan memperhatikan frekuensi dan durasi. 4.4.4 Evaluasi Dosis-Respon
Pembuatan kurva dosis respon bertujuan untuk melihat hubungan yang konsisten antara dosis debu yang terhirup dan respon pekerja yang terpajan berupa volume FEV1.0. Pada tahap ini dilakukan perbandingan antara dosis yang masuk dengan respon pekerja untuk setiap aktivitas kerja yang berbahaya. 4.4.5 Karakterisasi Risiko
Karakterisasi risiko dilakukan dengan menentukan risiko pajanan debu terhadap fungsi paru-paru pekerja. Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap populasi penelitian, indeks bahaya, pajanan dan dosis-respon secara deskriptif dengan membandingkan hasil tersebut dengan literatur terkait. Risiko dinyatakan sebagai risiko relatif (RR). Pada penelitian ini penentuan RR dinyatakan dengan menggunakan Persamaan 2.5.
40