BAB IV KONSEPSI DAN ADOPSI TEKNOLOGI
Bab ini akan menyajikan desrkipsi dari beberapa proyek difusi TIK di pedesaan serta konteks dari penerapan TIK tersebut. Proyek-proyek difusi TIK yang akan dibahas dalam hal ini meliputi: (i) Proyek penerapan TIK oleh Pusat Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (PPTIK) ITB di Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat. (ii) Proyek penerapan TIK yang dilakukan oleh sebuah non-governmental organization (NGO), Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro) di Kabupaten Kendal, Propinsi Jawa Tengah.
Deskripsi yang akan dibahas dalam hal ini meliputi: a. Proses Konsepsi Penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi Pembahasan ini akan mencakup bagaimana proses kemunculan inisiatif tersebut, agenda apa yang dibawa dalam proyek tersebut, siapa saja yang membawa agenda tersebut, dan inovasi awal apa saja yang muncul sebelum pelaksanaan proyek. b. Proses Adopsi Teknologi Informasi dan Komunikasi Pembahasan dalam hal ini meliputi bagaimana langkah-langkah difusi teknologi dilakukan oleh proyek, dialog yang terjadi antara teknologi yang diterapkan dengan realitas sosial yang ada, proses negosiasi dan adjustment teknologi yang terjadi, serta perkembangan inovasi yang terjadi bersamaan proses pelaksanaan proyek.
IV.1 Proyek Digital Learning yang Dilakukan PPTIK ITB Proyek yang dilakukan PPTIK-ITB ini adalah proyek penerapan teknologi informasi dan komunikasi untuk pedesaan. Projek ini dinamakan Proyek Digital Learning: Pengembangan Teknologi Pencarian dan Konten Digital untuk Masyarakat Pedesaan. Proyek tersebut dilakukan di sebuah desa di Kabupaten Subang, Jawa Barat. Nama desa tersebut adalah desa Cinta Mekar, yang terletak di Kecamatan Sagala Herang. Proyek
62
tersebut merupakan salah satu riset unggulan ITB pada tahun 2007. Proyek ini adalah salah satu proyek yang didanai oleh Microsoft1.
IV.1.1 Tahap Konsepsi Kerangka Pemikiran Proyek PPTIK ITB menyatakan bahwa tujuan dari proyek ini adalah untuk menyebarluaskan manfaat dari teknologi informasi dan komunikasi di masyarakat pedesaan. Persoalan yang ingin diatasi oleh proyek tersebut adalah adanya kesenjangan digital (digital gap) antara desa dan kota. Proyek tersebut berusaha mengatasi kesenjangan digital tersebut dengan menyebarluaskan perangkat-perangkat
teknologi informasi dan komunikasi
dalam bentuk perangkat keras dan perangkat lunak yang ada di kota, khususnya dari perguruan tinggi, kepada masyarakat desa. Asumsi yang digunakan dalam hal ini adalah ketika teknologi telah tersedia di desa, maka masyarakat desa akan serta-merta meningkat kemampuannya untuk memanfaatkan teknologi tersebut.
Beberapa pernyataan Bill Gates mengenai pengembangan tekonologi informasi dan komunikasi untuk pedesaan, juga sering dikutip oleh pimpinan PPTIK. Bill Gates dalam hal ini menyatakan bahwa teknologi informasi dan komunikasi harus dikembangkan di pedesaan dan harus disebarkan kepada kelompok petani di negara berkembang karena teknologi informasi dan komunikasi akan dapat meningkatkan kualitas hidup mereka2. Para perancang proyek di PPTIK beberapa kali menyatakan bahwa hal tersebut mengindikasikan suatu trend baru dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Menurut para pemrakarsa tersebut, trend ini akan mempengaruhi pemerintah, lembaga riset dan lembaga donor untuk meningkatkan perhatiannya terhadap riset-riset mengenai teknologi informasi dan komunikasi untuk pedesaan.
1 2
Laporan Tahunan PPTIK 2007 Kompas, Januari 2008
63
Para penggagas projek PPTIK memandang bahwa teknologi in formasi dan komunikasi dapat berperan sebagai enabling factor3 bagi berjalannya fungsi ekonomi dan sosial yang lebih baik di masyarakat desa. Sebagai enabling factor, penggagas projek mendesain secara cukup ketat teknologi informasi dan komunikasi yang dikirim ke masyarakat. Selain itu, PPTIK juga merencanakan dalam jangka panjang menghubungkan institusiinstitusi desa dengan jaringan sosial dan pasar di luar desa untuk mendukung berfingsinya teknologi informasi dan komunikasi sebagai enabling factor tersebut.
Terkait dengan pandangan bahwa teknologi informasi dan komunikasi sebagai enabling factor tersebut, salah seorang staf projek ini menyatakan: ”....coba bayangkan kalau di desa itu ada pesawat telpon murah, malah kalau bisa gratis, ada beberapa unit komputer PC, kemudian kita beri pelatihan kepada mereka, mereka pasti akan bisa menggunakan internet, dan pasti mereka akan lebih mudah memasarkan hasil-hasil desanya ke kota, mereka bisa mengecek harga komoditi hasil panennya online, dan di sekolah....anak-anak desa itu pasti akan bisa juga menggunakan internet untuk mencari sumber-sumber pengetahuan baru4”
Kerangka Operasional Proyek Dalam merancang operasionalisasi projek, PPTIK melakukan koordinasi internal dengan menyelenggarakan rapat rutin yang diikuti oleh tim pelaksana teknis projek. Tim tersebut terdiri dari beberapa kelompok kerja yang menangani konten informasi, infrastruktur perangkat lunal dan infrastruktur perangkat keras. Rapat rutin tersebut dilakukan untuk membahas mengenai rancangan projek dan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan untuk mengantisipasi situasi lapangan. Pembagian kerja kelompok-kelompok tersebut adalah sebagai berikut:
Kelompok kerja konten informasi bertugas mempersiapkan materi-materi yang akan diisikan dalam perangkat lunak dan pelatihan. Kelompok kerja konten dalam
3
Dalam beberapa kesempatan dinyatakan oleh pimpinan PPTIK ITB bahwa teknologi informasi dan komunikasi akan membuka kesempatan dan memberi kemungkinan (enable) bagi institusi-institusi ekonomi desa untuk mengakses pasar di luar desanya. 4 Disampaikan oleh pimpinan PPTIK pada salah satu rapat awal perumusan projek, September 2007.
64
tahap proyek ini ditugaskan untuk membuat konten e-learning untuk sekolah desa, pada proyek ke depan mereka juga akan mengerjakan e-health dan e-farmer.
Kelompok kerja perangkat lunak bertugas mempersiapkan perangkat lunak sistem dan aplikasi untuk digunakan dalam bantuan komputer yang akan diberikan pada desa.
Kelompok kerja infrastruktur perangkat keras juga bertugas melakukan pemasangan jaringan koneksi di tingkat desa. Proses pemasangan jaringan koneksi tersebut dilakukan dengan memasang menara pemancar dan jaringan kabel di tingkat desa.
Selain kelompok kerja tetap seperti disebutkan diatas terdapat juga tim dari Program Studi Pembangunan ITB yang bertugas melakukan survey sosial. Kelompok kerja ini adalah kelompok yang ditunjuk oleh ketua kelompok kerja konten informasi untuk membantu sebagian pekerjaan kelompoknya. Munculnya tim survey sosial ini, karena tim pelaksana proyek PPTIK merasa kurang kompeten untuk melakukan penelitian sosial5. Tugas yang diberikan kepada tim tersebut adalah melakukan asesement untuk mengetahui
konten
informasi
yang
dibutuhkan
oleh
masyarakat
desa,
serta
mengidentifikasi institusi-institusi di desa apa saja yang paling tepat untuk menerima bantuan teknologi.
Lokasi yang dipilih untuk projek ini adalah Desa Cinta Mekar, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan oleh PPTIK ITB berdasar pertimbangan bahwa di lokasi tersebut telah pernah ada suatu proyek difusi teknologi lain yang dianggap cukup sukses. Proyek tersebut adalah proyek pembangunan instalasi mikro-hidro untuk skala desa6. Kesuksesan dari proyek mikro-hidro tersebut ditangkap oleh para pemrakarsa proyek di PPTIK sebagai indikator bahwa desa tersebut telah memiliki sistem sosial yang baik dan siap untuk jadi lokasi berbagai upaya penerapan teknologi informasi dan komunikasi. PPTIK memandang adanya contact person (orang 5
Pernyataan tersebut dinyatakan oleh penanggung-jawab kelompok kerja konten informasi. Proyek pembangunan mikrohidro di desa Cinta Mekar Subang ini dilakukan oleh PT IBEKA bekerjasama dengan UNESCAP dan Kementrian ESDM. Instalasi mikrohidro ini diresmikan DR Purnomo Yusgiantoro, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral meresmikan Pembangkit Mikrohidro, pada 17 April 2007. 6
65
lokal penghubung antara proyek dengan masyarakat desa) yang memiliki pengaruh cukup kuat di masyarakat desa, merupakan sebuah peluang yang diharapkan dapat menggerakan masyarakat desa untuk mendukung kesuksesan proyek.
Sementara alasan teknis dari pemilihan lokasi ini adalah karena di desa Cinta Mekar dilihat oleh PPTIK tidak memiliki jaringan telpon publik yang masuk ke desa tersebut. Hal tersebut dipandang oleh PPTIK sebagai penghalang kemajuan masyarakat desa dalam hal ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Dalam hal ekonomi, ketiadaan jaringan telepon tersebut dipadang menghambat maksimalisasi pemasaran produk-produk pertanian desa. Dari sisi pendidikan hambatan yang muncul akibat ketiadaan jaringan telepon tersebut adalah terisolasinya anak-anak desa dari sumber-sumber pengetahuan baru (seperti yang ada di internet). Sedangkan dari sisi kesehatan, hat tersebut dipandang akan berakibat sulitnya penanganan cepat terhadap kasus-kasus kesehatan darurat. Karena itu, PPTIK memandang perlu memberi bantuan jaringan telepon bagi masyarakat desa. Disamping itu lokasi di Kabupaten Subang ini dipilih karena kedekatannya dengan ITB, sehingga monitoring terhadap pelaksanaan dan pasca projek mudah.
Kelompok sasaran proyek adalah institusi-institusi sosial desa dan individu-individu yang diharapkan menerima bantuan dari proyek ini7. Pada tahap konsepsi ini PPTIK belum menentukan secara pasti institusi sosial mana yang akan menjadi kelompok sasaran. PPTIK dalam beberapa kesempatan hanya memberi indikasi bahwa penerima bantuan adalah sekolah, pemerintah desa, koperasi, Posyandu8. Beberapa dari mereka akan menerima bantuan komputer dan sambungan internet. Sedangkan bantuan teknologi pada individu, yang berupa pesawat telepon, akan diberikan pada beberapa tokoh desa.
Projek ini dirancang sebagai bantuan teknologi dan bantuan peningkatan kapasitas warga desa kepada masyarakat desa Cinta Mekar. Bantuan teknologi tersebut diberikan dalam bentuk peralatan teknologi informasi dan komunikasi serta instalasinya. Sedangkan 7
Alasan pemilihan lokasi dan kelompok sasaran proyek disampaikan dalam rapat internal pelaksana proyek PPTIK, September 2007. 8 Pos Pelayanan Terpadu, kelompok yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan gratis bagi anak-anak balita.
66
bantuan peningkatan kapasitas tersebut diberikan dalam bentuk pelatihan penggunaan peralatan tersebut bagi masyarakat desa. Dalam hal ini, PPTIK menyediakan peralatan teknologi dan paket pelatihan untuk bantuan tersebut. Peralatan teknologi dan paket pelatihan tersebut telah dirancang bentuk dan cara penyampaiannya sejak awal projek.
Rencana bantuan teknologi yang akan dilakukan meliputi: o Pembangunan jaringan telepon lokal desa yang digunakan sebagai jaringan komunikasi intra-desa gratis. Untuk pembangunan jaringan telepon tersebut, projek akan mendirikan beberapa menara / tiang pemancar di lokasi desa dan menyediakan server yang ditempatkan di salah satu rumah penduduk. o Penyediaan pesawat telpon genggam kepada 10 keluarga di desa. Pesawat telepon genggam tersebut menggunakan jaringan telpon intra-desa yang akan dibangun tersebut. o Penyediaan perangkat keras komputer (CPU, monitor, keyboard dan lain-lain) bagi beberapa institusi sosial desa yang akan ditentukan. Komputer tersebut akan diletakkan di suatu ruang tertentu di setiap institusi. Komputer tersebut akan dilengkapi dengan perangkat lunak, sistem operasi dan aplikasi, yang sesuai dengan kebutuhan dari institusi-institusi sosial tersebut. Penyediaan aplikasi dilakukan dengan membeli atau mengembangkan sediri aplikasi tertentu yang sesuai dengan kebutuhan institusi desa yang dipilih. o Penyelenggaraan pelatihan penggunaan dan perawatan teknologi informasi dan komunikasi bagi beberapa warga desa. Pelatihan ini diselenggarakan di Bandung, beberapa warga desa yang akan menjadi pengelola teknologi informasi dan komunikasi ini di ajak ke Bandung untuk mengikuti pelatihan tersebut. o Untuk menjalankan berbagai peralatan elektronik di atas digunakan listrik PLN, yang sumbernya berasal dari produksi dari instalasi mikrohidro di desa.
IV.1.2 Tahap Adopsi Teknologi Proses adopsi teknologi yang hendak didorong oleh PPTIK ITB dimulai dengan melakukan diseminasi kepada warga desa mengenai projek. Dalam diseminasi tersebut langkah pertama yang dilakukan oleh PPTIK adalah menghubungi Pak Endang, salah
67
satu tokoh desa Cinta Mekar. Kepada Pak Endang, ketua PPTIK ITB menceritakan mengenai latar belakang dan tujuan proyek penerapan teknologi informasi dan komunikasi di desa Cinta Mekar. Ketua PPTIK juga meminta bantuan agar Pak Endang menjadi kontak person bagi projek di desanya serta membantu melakukan mobilisasi untuk mendukung pelaksanaan proyek. Pak Endang menyetujui untuk membantu proyek tersebut secara suka rela, tidak meminta biaya apapun untuk membantu proyek tersebut.
Pak Endang, merupakan mantan kepala desa Cinta Mekar yang sekarang menjabat sebagai ketua koperasi unit desa (KUD), sekaligus merupakan penghubung antara desa dengan berbagai proyek bantuan desa yang pernah dilaksanakan di desa Cinta Mekar. Pada proyek pengembangan mikrohidro, seperti yang disebutkan di atas, Pak Endang juga berperan sebagai contact person dari projek ke masyarakat desa. Pada saat itu Pak Endang masih menjabat sebagai kepala desa.
Diseminasi selanjutnya dilakukan oleh tim pelaksana projek kepada kelompok-kelompok masyarakat lain yang diharapkan menjadi sasaran projek ini. Diseminasi eksternal ini dilakukan terutama untuk menyampaikan manfaat teknologi informasi dan komunikasi kepada masyarakat desa serta mengajak peran aktif mereka dalam menyukseskan projek ini. Hal ini dilakukan dengan cara menyampaikan secara lisan profil teknologi informasi dan komunikasi yang akan diterapkan di desa kepada masyarakat desa, baik secara satupersatu kepada tokoh masyarakat maupun secara kolektif (dalam bentuk pertemuan desa). Hampir tidak ada bahan tertulis yang disampaikan kepada masyarakat desa untuk mendukung diseminasi ini.
Sosialisasi dan Tanggapan Warga Desa Dalam rangka pemberian bantuan teknologi tersebut, tim PPTIK ITB juga melakukan sosialisasi proyek kepada sekitar 20-an warga desa di balai desa. Dalam sosialisasi tersebut, banyak warga desa yang menyatakan menerima secara positif kehadiran projek ini. Mereka berpendapat bahwa masuknya teknologi (terutama telepon gratis) ini akan membawa manfaat bagi diri mereka masing-masing. Sementara itu mereka kurang memberi respon terhadap alat komputer dan perlengkapannya, yang diproyeksikan untuk
68
kepentingan kolektif desa. Beberapa dari mereka menyatakan bahwa komputer masih merupakan barang mahal dan sulit pengoperasiannya di desa. Hal tersebut terlihat dengan tidak munculnya cukup respon ketika para warga desa tersebut diajak berdiskusi mengenai manfaat bersama teknologi informasi dan komunikasi tersebut bagi seluruh masyarakt desa. Misalnya mereka tidak memberi respon ketika ditanya mengenai konsep pengembangan sistem informasi bagi pendidikan atau kesehatan desa.
Terhadap proyek ini, khususnya mengenai kehadiran peralatan komputer, para warga desa tersebut lebih memandang teknologi informasi dan komunikasi yang datang sebagai suatu bantuan. Sebagai suatu bantuan, proyek ini harus diterima meskipun mereka sendiri belum mengetahui secara persis manfaat teknologi informasi dan komunikasi yang datang pada mereka. Dalam pertemuan tersebut, seorang warga menyatakan “rugi kalau menolak bantuan, namanya juga bantuan”. Dalam hal ini, warga desa belum memandang bahwa proyek ini dapat menjadi stimulus bagi pembangunan desa. Kepala desa Cinta Mekar sendiri juga menyatakan akan mengunggu upaya dari pihak PPTIK ITB terhadap realisasi bantuan tersebut. Meskipun demikian, pertemuan sosialisasi tersebut tidak menghasilkan kesepakatan untuk memobilisasi dukungan warga desa terhadap pelaksanaan proyek.
Ada satu hal yang perlu dicatat dari temu warga tersebut, yaitu peran Pak Endang. Pak Endang cukup aktif melakukan penggalangan warga secara sukarela untuk melakukan temu warga tersebut, disamping Pak Endang juga aktif melakukan diskusi-diskusi dengan berbagai pihak tentang proyek ini. Seperi diskusi lain tentang proyek ini dengan para guru sekolah.
69
Gambar IV.1 FGD dengan warga desa Cinta Mekar (koleksi PPTIK-ITB)
Riset Sosial Riset sosial desa dilakukan dalam projek ini oleh tim dari Program Studi Pembangunan ITB untuk mengetahui kebutuhan konten informasi yang dibutuhkan masyarakat desa dan peta kelayakan institusi-institusi sosial desa untuk menerima bantuan teknologi. Hasil dari riset ini direncanakan akan digunakan untuk membangun konten teknologi informasi yang akan diberikan pada masyarakat desa. Riset ini dilakukan dengan metoda kualitatif dengan mengunakan teknik pengamatan lapangan, wawancara mendalam dan FGD (Focused Group Discussion). Responden yang ditemui dalam hal ini meliputi tokohtokoh masyarakat, pejabat pemerintah desa, guru, dan pemuda.
Dalam pelaksanaannya, riset dilakukan tidak sekedar untuk mengidentifikasi konten informasi seperti dalam desain awal. Tetapi riset justru lebih dilakukan untuk mengidentifikasi bagaimana konteks sosial desa yang akan menerima bantuan teknologi informasi dan komunikasi tersebut. Hal tersebut terjadi karena persoalan utama yang ditemukan dalam proses pelaksanaan riset adalah persolan kesiapan institusi-institusi 70
sosial desa dalam mengadopsi teknologi informasi dan komunikasi, bukan persoalan konten informasi seperti yang diduga dari awal oleh para pemrakarsa projek. Periset menemukan hanya 5-6 orang di desa Cinta Mekar yang mengetahui keberadaan proyek ini. Ketika hal ini disampaikan pada koordinator kelompok kerja konten informasi, perubahan orientasi riset ini disetujui dan disambut baik. Beberapa temuan lain dari dari riset ini9 antara lain menunjukkan bahwa permintaan (demmand) terhadap teknologi informasi dan komunikasi tidak muncul langsung dari masyarakat desa. Kebutuhan akan teknologi informasi dan komunikasi baru muncul dari masyarakat, ketika pelaksana projek memberi tawaran bantuan. Selain itu juga ditemukan bahwa banyak kelompok masyarakat antusias untuk mendapat bantuan peralatan teknologi informasi dan komunikasi (telepon genggam dan unit komputer), namun banyak juga yang menyatakan kekuatiran terhadap kebutuhan pembiayaan untuk perawatan dari peralatan yang akan didatangkan.
Riset ini juga mengamati bagaimana aktivitas masyarakat dalam pengumpulan, penggunaan dan pengelolaan informasi serta media apa saja yang dihunakan untuk itu. Dari pengamatan tersebut ditemukan bahwa sebagian besar aktivitas informasi warga dilakukan dengan cara tatap-muka. Media untuk informasi, seperti papan pengumuman publik tidak teramati ada di tempat-tempat publik. Begitu juga sumber informasi seperti seperti surat kabar, buku dan lain-lain tidak dijumpai ada di tempat-tempaty publik, kantor desa atau rumah-rumah penduduk10. Sumber-sumber informasi elektronik, selain televisi dan radio yang sebagian digunakan untuk memperoleh acara-acara hiburan, tidak dijumpai di desa.
Aktifitas yang dilakukan dalam riset sosial ini, seperti lokakarya tingkat desa dan wawancara berkeliling dari rumah ke rumah, melibatkan banyak masyarakat desa. Sehingga jumlah warga desa yang menjadi tahu mengenai keberadaan projek ini meningkat menjadi sekitar 40-50 orang. Riset yang dilakukan ini ternyata juga menjadi 9
Laporan Riset Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi di desa Cinta Mekar, Kabupaten Subang, Tim Studi Pembangunan ITB, 2008. 10 Lihat Bab II.
71
media diseminasi dan komunikasi projek kepada masyarakat. Karena baru dalam riset ini terjadi komunikasi antara tim pelaksana projek dengan banyak warga desa. Banyak pertanyaan mengenai projek ini, yang tidak muncul dari pertemuan-pertemuan formal antara tim PPTIK ITB dengan masyarakat desa, muncul dalam riset ini. Komunikasi yang terjadi dalam riset ini bukanlah semata komunikasi satu arah, dimana periset mendapat jawaban-jawaban atas pertanyaannya dari warga desa. Namun juga terjadi periset menyampaikan banyak hal mengenai apa dan bagaimana proyek ini. Periset pun pada beberapa kesempatan mencoba memotivasi beberapa tokoh warga untuk menyambut proyek ini.
Orang-orang yang ditemui dalam riset sosial ini di antaranya adalah kepala desa, sekretaris desa, ketua kelompok tani, ketua Posyandu, kepala sekolah dasar, kepala madrasah ibtidaiyah, ketua kelompok pemuda dan tokoh-tokoh informal desa. Pelaksanaan riset sosial ini terbantu oleh kesediaan masyarakat untuk memberikan informasi yang diperlukan untuk keberlangsungan projek, keikut-sertaan mereka dalam pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh pelaksana projek, serta antusiasme mereka terhadap produk teknologi informasi dan komunikasi yang dibawa dan ditawarkan oleh proyek.
Implementasi Bantuan Teknologi Bantuan teknologi informasi dan komunikasi pada masyarakat desa adalah kegiatan utama yang dilakukan dalam proyek ini. Bantuan teknologi tersebut diberikan dalam bentuk bantuan peralatan teknologi informasi dan komunikasi dan pelatihan penggunaan peralatan tersebut. PPTIK menyediakan peralatan teknologi dan paket pelatihan untuk bantuan tersebut. Peralatan teknologi dan paket pelatihan tersebut telah dirancang bentuk dan cara penyampaiannya sejak awal projek. Bantuan teknologi yang diberikan terdiri dari bantuan pesawat telepon untuk komunikasi warga intra-desa (ke depan telepon ini diproyeksikan untuk memungkinkan warga mengakses internet) dan bantuan perangkat sistem informasi (perangkat keras dan perangkat lunak komputer).
72
Bantuan pesawat telepon terdiri dari pemberian bantuan telepon gratis dan pemasangan jaringan telekomunikasi tingkat desa (dengan penyediaan menara pemancar dan server pendukung). Implementasi bantuan pesawat telepon ini adalah sebagai berikut: o Pemberian pesawat telepon kepada beberapa warga desa, yaitu Pak Endang (contact person proyek ini, tokoh masyarakat), Pak Nandang (tokoh masyarakat) dan Ibu Yuyun (ketua PKK11 desa). Pesawat telepon tersebut dapat digunakan untuk berkomunikasi gratis intra desa. Telepon tersebut awalnya berfungsi baik, walaupun sering ada gangguan, tetapi saat ini sudah tidak berfungsi lagi karena tidak ada sinyal akibat menara pemancar tidak berfungsi. o Pembangunan menara / tiang pemancar di beberapa titik di lokasi desa untuk penyediaan jaringan telpon intra-desa. Pada awalnya, salah satu menara pemancar yang dibangun tersebut berfungsi melayani jaringan telpon di desa, namun kemudian pemancara tersebut mati. Beberapa menara lain dibangun di desa juga belum dapat menerima dan memancarkan sinyal hingga saat ini karena ketinggian menara tersebut tidak cukup. o Penyediaan server untuk melayani komunikasi intra desa dengan pesawat telepon yang akan diberikan. Server tersebut adalah seperangkat komputer yang diberi perangkat lunak khusus untuk melayani pengoperasian komunikasi telepon intradesa. Server tersebut diletakkan di rumah Ibu Yuyun, salah seorang yang menerima bantuan pesawat telepon tersebut. Untuk keperluan operasionalisasi dan perawatan server, ada beberapa orang dari tim pelaksana proyek, mahasiswa ITB, yang datang ke desa dalam frekuensi antara seminggu sekali sampai sebulan sekali. Tidak ada warga desa yang dilatih untuk pemeliharaan server tersebut hingga saat ini.
Sedangkan bantuan perangkat sistem informasi terdiri dari pemberian komputer beserta pesawat telepon gratis dan pelatihan pada beberapa warga desa. Dalam pemberian bantuan perangkat sistem informasi ini, tim PPTIK ITB menunggu hasil riset sosial yang 11
PKK: Program Kesejahteraan Keluarga, sebuah institusi masyarakat bentukan pemerintah. Biasanya ketua PKK adalah tokoh perempuan paling berpengaruh di desa, seringkali tokoh perempuan tersebut adalah istri kepala desa. Namun Ibu Yuyun bukanlah istri kepala desa, tetapi adalah tokoh perempuan yang justru kritis terhadap kebijakan-kebijakan desa.
73
dilakukan oleh tim dari Program Studi Pembangunan. Karena untuk pemberian bantuan perangkat tersebut dibutuhkan gambaran kelayakan institusi-institusi desa calon penerima bantuan dan potret kebutuhan informasi dari institusi-institusi tersebut. Pelatihan juga akan diselenggarakan berdasar hasil riset tersebut. Hasil riset sosial ternyata menunjukkan bahwa penerapan sistem informasi pada institusi-institusi lokal di desa tidak dapat dilakukan secara serta merta, melainkan harus disertai dengan suatu proses penyiapan sistem sosial12.
Setelah riset tersebut selesai dilakukan, tim PPTIK-ITB merubah desain projek. Desain projek baru dilaksanakan adalah sebagai berikut: 1. Daerah projek dirubah dari hanya satu lokasi, yaitu satu desa Kabupaten Subang, menjadi tiga lokasi desa di tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Subang, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Cianjur. 2. Fokus bantuan diubah dari multi sektor (pendidikan, pertanian, kesehatan dan pemerintahan) menjadi satu sektor saja, yaitu sektor pendidikan. Dalam sektor inipun, tujuan juga difokuskan hanya pada pengajaran komputer dan dukungan untuk penyiapan anak didik menghadapi Ujian Nasional. Bentuk perubahan bantuan teknologi dapat dilihat di seksi sebelumnya. 3. Tim pelaksana projek ditambah dengan melibatkan tim dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung karena PPTIK merasa perlu melibatkan pihak yang kompeten dalam bidang pendidikan.
Munculnya desain baru tersebut, walaupun mungkin faktornya adalah dari hasil riset sosial tersebut, namun ide-idenya berasal dari tim PPTIK diluar tim riset sosial. Ide-ide seperti pemfokusan pada pengajaran komputer di SD, perluasan lokasi menjadi tiga desa dan pelibatan ahli pendidikan seluruhnya berasal dari inisiatif tim PPTIK.
Berdasarkan skema proyek yang baru, kegiatan bantuan peralatan sistem informasi yang dilakukan di Desa Cintar Mekar adalah sebagai berikut:
12
Ibid, halaman 66
74
o PPTIK ITB menjalin relasi yang lebih intensif pada institusi sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah. o Penyediaan satu perangkat keras dan perangkat lunak komputer (sistem operasi dan aplikasi) serta instalasi jaringan internet terbatas bagi guru dan siswa SD dan madrasah ibtidaiyah. Perangkat komputer yang berupa PC tersebut diletakkan di gedung sekolah dan madrasah. o Pelatihan di Bandung bagi guru di dua institusi sekolah tersebut untuk memahami dan mengajarkan komputer. o Penyiapan bahan-bahan belajar berbasis komputer untuk membantu siswa di kedua sekolah tersebut untuk meningkatkan nilai ujian nasional. o Penyusunan kurikulum e-learning bagi para guru di sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah tersebut. o Pendampingan bagi para guru untuk mengajarkan komputer di sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah. Pada saat ini pelajaran penggunaan komputer bagi para siswa belum dilakukan, yang sudah dilakukan adalah pengajaran bagi para guru untuk belajar komputer. o Memberi fasilitas pada para guru di sekolah dasar dan madrasah untuk menggunakan internet. Koneksi untuk sambungan internet tersebut menggunakan pesawat telepon CDMA komersial, bukan menggunakan pesawat telepon khusus dari PPTIK ITB.
Para guru di sekolah dasar memberi respon atas datangnya bantuan tersebut. Umumnya para guru yang diajak ikut pelatihan ke Bandung merasa senang dan mengharapkan ada lagi pelatihan semacam itu. Pihak sekolah, atas inisiatifnya sendiri, mengundang guru dari sekolah lain untuk menjadi pengajar komputer. Para guru tersebut juga menjadwalkan setiap hari senin dan kamis setelah usai mengajar untuk membuka internet dan belajar menggunakannya. Namun internet tersebut baru digunakan sebatas untuk membuka email, sebatas untuk berkoordinasi dengan pihak PPTIK.
Semantara itu, keputusan bahwa bantuan komputer hanya untuk sekolah dasar dan madrasah, yang berarti juga pembatalan bantuan ke berbagai institusi desa lain, sesuai
75
desain baru projek tersebut ternyata tidak diketahui oleh banyak orang di desa. Pak Endang sebagai pihak yang pertama kali dihubungi oleh PPTIK ketika proyek ini akan dimulai, ternyata tidak mendapat informasi apapun dari pihak PPTIK. Selain Pak Endang banyak tokoh desa lain yang juga tidak mengetahui perkembangan arah proyek tersebut. Kabar bahwa sekolah dasar telah menerima bantuan komputer baru menyebar di desa, ketika terjadi pencurian atas monitor komputer itu 2-3 bulan setelah bantuan komputer itu diberikan.
Karena pencurian itu, tim PPTIK memberi bantuan lagi pada sekolah dalam bentuk laptop menggantikan PC. Alasan pergantian bentuk dari PC ke laptop tersebut adalah supaya mudah dibawa ke rumah oleh guru-guru, sehingga tidak perlu ditinggal di sekolah waktu malam. Hal ini menjadikan interkasi antara para guru dengan komputer menjadi lebih terbatas, karena komputer tidak setiap saat aada di sekolah.
IV.1.3 Konfigurasi Sosio Teknis PPTIK
Pada Tahap Konsepsi Aktor-Aktor Aktor-aktor yang terlibat dalam proses konsepsi pada proyek ini disusuri dengan melihat pihak-pihak yang mempengaruhi pemilihan teknologi dan pendekatan yang akan dilakukan oleh proyek. Dalam hal ini, aktor-aktor tersebut adalah pihak-pihak yang mempengaruhi ide proyek ini dan pihak-pihak lain yang mempengaruhi pilihan pendekatan projek, seperti penyandang dana, penyedia jaringan kerja, contact person.
Aktor-aktor yang mempengaruhi ide proyek ini meliputi: pimpinan PPTIK, tim perangkat keras, tim konten digital, penyandang dana (dimana kontrak kerjasama bantuan PPTIK dengan Microsoft mempengaruhi ide proyek)13, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika
13
Surat kontrak kerjasama bantuan biasanya memuat tujuan, outcome, output, dan kegiatan-kegiatan apa saja yang harus dilakukan oleh pihak penerima bantuan. Meskipun misalnya kontrak tersebut bersifat longgar, namun pemberi bantuan tetap menentukan arahan ide yang harus dilakukan oleh si penerima bantuan.
76
(STEI) ITB14 dan ahli-ahli / praktisi yang mengeluarkan tulisan / pemikiran mengenai teknologi informasi untuk pedesaaan (yang sering dirujuk oleh perancang desain proyek). Sedangkan pihak-pihak lain yang mempengaruhi pendekatan projek adalah Ibu Sri Mumpuni (inisiator proyek mikrohidro di Desa Cinta Mekar, dimana keberhasilan proyek mikrohidro tersebut mepengaruhi pemilihan lokasi PPTIK), Pak Endang (contact person proyek, mempengaruhi pendekatan yang akan dilakukan proyek), Ibu Yuyun (tempat dimana server telepon diletakkan) dan perusahaan pemasok alat telepon.
Artifak Teknis Artifak teknis dalam tahap konsepsi ditelusuri dengan melihat objek-objek non-human yang mempengaruhi pemilihan teknologi dan pendekatan dalam proyek ini. Artifak teknis tersebut. Artifak teknis tersebut dapat berupa barang, prosedur, preskripsi atau konsep yang terlibat dalam penyusunan kerangka pemikiran dan kerangka kerja proyek.
Dalam tahapan konsepsi artifak teknis yang terkait dengan projek PPTIK meliputi: konsep pengembangan TIK untuk pedesaan, komputer (CPU, monitor, keyboard dan lain-lain), listrik, pesawat telepon, jaringan telepon desa, menara / tiang pemancar, server telepon, perangkat lunak sistem operasi komputer, koneksi internet, perangkat lunak aplikasi komputer, lokasi untuk pembangunan menara pemancar, ruang komputer, wacana rural ICT15 dan profil proyek mikrohidro di desa Cinta Mekar.
14
Laporan Tahunan PPTIK-ITB 2007, “We have close partnerships with ITB faculties and schools, primarily with School of Electrical Engineering and Informatics. With these partnerships, we can eliminate duplications in research efforts, allowing our center to focus more on testbed implementations”. 15 Berbabagi teori, konsep dan pengalaman pengembangan rural ICT dari para ahli, praktisi dan tokoh yang dijadikan referensi oleh para pembuat proyek pengembangan teknologi informasi dan komunikasi di Desa Cinta Mekar.
77
Sosiogram
Ahli / Tokoh terkait TIK Pedesaan
Penyandang dana
STEI ITB PPTIK ITB
Sri Mumpuni Tim Konten Digital
Tim Perangkat Keras
Ibu Yuyun
Perusahaan pemasok telepon
Pak Endang
Listrik Server telepon
Jaringan telepon desa
Komputer
Pesawat telepon Desain Pengembangan TIK
Menara pemancar
Lokasi untuk pembangunan menara
Perangkat lunak aplikasi komputer Internet
Ruang untuk komputer Wacana Rural ICT
Konten Digital
Sistem operasi komputer
Profil proyek mikrohidro Cinta Mekar
Teknogram
Gambar IV.2 Sosiogram dan Teknogram untuk Tahap Konsepsi pada Proyek PPTIK ITB
Gambar IV.2. menggambarkan sosiogram (keterkaitan antara akto-aktor manusia) dan teknogram (keterkaitan antar artifak-artifk teknis non-human) dalam tahap konsepsi. Dalam tahap konsepsi ini, relasi antara aktor-aktor dengan artifak-artifak teknis sudah terjadi. Pola relasi itu disebut konfigurasi sosio teknis, yang kemudian membentuk konsep projek. Lihat gambar IV.3. dibawah.
78
Sosiogram
Penyandang dana Sri Mumpuni
Ahli / Tokoh terkait TIK Pedesaan STEI ITB PPTIK ITB
Tim Konten Digital Tim Perangkat Keras
Ibu Yuyun
Perusahaan pemasok telepon
Pak Endang
Listrik Server telepon
Jaringan telepon desa
Komputer
Pesawat telepon Menara pemancar
Lokasi untuk pembangunan menara
Desain Pengembangan TIK
Perangkat lunak aplikasi komputer Internet
Ruang untuk komputer Wacana Rural ICT
Konten Digital
Sistem operasi komputer
Profil proyek mikrohidro Cinta Mekar
Teknogram
Gambar IV.3. Konfigurasi Sosio Teknis Tahap Konsepsi pada Proyek PPTIK ITB
Ruang Negosiasi Dalam pandangan peneliti, konsepsi proyek yang dikembangkan oleh PPTIK ITB telah dibuat well-designed sejak awal. Seluruh teknologi yang akan diterapkan di desa, sebagian besar telah ditentukan spesifikasinya sejak awal. Yang dilakukan di desa tinggal kustomisasi atas teknologi tersebut. Misalnya, fungsi untuk komputer telah ditentukan sejak awal. Juga prosedur pengelolaan komputer telah ditentukan sejak awal.
Dalam konfigurasi di atas bahwa relasi banyak berpusat pada PPTIK ITB. Konfigurasi tersebut memperlihatkan bahwa akumulasi pengetahuan, informasi, wewenang dan tanggung-jawab ada di PPTIK ITB. Relasi PPTIK ITB tersebut termasuk dalam pembuatan desain pengembangan TIK untuk desa Cinta Mekar. Dalam membangun
79
desain pengembangan TIK ini, PPTIK ITB menghimpun pengetahuan dan informasi dari berbagai pihak seperti dari ahli-ahli / tokoh-tokoh TIK untuk pedesaan (rural ICT), STEI ITB, dan lain-lain. Namun ruang yang disediakan bagi masyarakat desa Cinta Mekar untuk turut mempengaruhi desain hanya melalui Pak Endang. Berarti kesempatan bagi masyarakat Cinta Mekar untuk mempengaruhi jalannya proyek hanya melalui Pak Endang.
Ruang negosiasi antara masyarakat dengan pembuat desain proyek hanya melalui Pak Endang. Dengan demikian Pak Endang menjadi perwakilan dari masyarakat desa untuk turut menentukan bagaimana projek, termasuk pilihan teknologi, yang akan datang pada mereka.
Pada Tahap Adopsi Aktor-Aktor Aktor-aktor yang telibat dalam proses adopsi dalam proyek ini ditelusuri dengan melihat pihak-pihak yang mempengaruhi pembentukan konfigurasi sosio-teknis baru. Dalam poyek ini aktor-aktor tersebut meliputi: pimpinan PPTIK, tim perangkat lunak, tim konten digital, teknisi server telepon, tim riset sosial dari Program Studi Pembangunan ITB, guru-guru sekolah dasar dan madrasah, dan tim dari UPI Bandung.
Dalam tahap adopsi ini, beberapa aktor mengalami pelemahan (pencairan) relasi dengan aktor-aktor lain. Aktor-aktor tersebut adalah Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB, penyandang dana, ahli / praktisi / tokoh yang mengeluarkan tulisan / pernyataan mengenai teknologi informasi untuk pedesaaan, Pak Endang, bu Sri Mumpuni, bu Yuyun dan perusahaan pemasok telepon. Pelemahan relasi mereka dengan aktor-aktor lain terjadi karena pada tahap adopsi ini mereka tidak lagi terlalu banyak mempengaruhi pembentukan konfigurasi sosio-teknis yang baru di desa. Seperti penyandang dana dan tokoh / ahli yang jadi rujukan, misalnya, pada tahap adopsi ini melemah relasinya dengan aktor-aktor lain karena walaupun aktor-aktor ini mampu mempengaruhi penetapan spesifikasi teknologi, tetapi dalam implementasi aktor-aktor itu tidak memiliki rentang kendali yang cukup.
80
Selain itu dalam tahap adopsi ini juga muncul beberapa aktor baru, yang berperan dalam mempengaruhi konfigurasi sosio-teknis yang baru. Aktor-aktor baru tersebut adalah teknisi server telepon, guru-guru sekolah dasar dan madrasah, serta tim dari UPI Bandung. Aktor-aktor tersebut muncul pada saat projek diimplementasikan dan mempengaruhi konfigurasi sosio-teknik baru. Aktor-aktor tersebut pada mulanya tidak diperhitungkan dalam rancangan proyek, namun karena munculnya pola relasi baru antar aktor-aktor yang lain, maka aktor baru tersebut muncul dengan relasi yang kuat.
Artifak Teknis Artifak teknis dalam tahap adopsi ditelusuri dengan melihat objek-objek non-human yang mempengaruhi konstruksi sosio teknis baru di tingkat desa. Artifak teknis tersebut dapat berupa barang, prosedur, preskripsi atau konsep yang terlibat dalam penyusunan kerangka pemikiran dan kerangka kerja proyek.
Dalam tahapan adopsi artifak teknis yang terkait dengan projek adalah komputer (CPU, monitor, keyboard dan lain-lain), listrik, pesawat telepon, perangkat lunak sistem operasi komputer, perangkat lunak aplikasi komputer, koneksi internet, ruang komputer, laporan hasil riset sosial oleh tim Program Studi Pembangunan, kurikulum e-learning, internet dan fasilitas email.
Dalam tahap adopsi ini, beberapa artifak teknis mengalami pelemahan (pencairan) relasi dengan konfigurasi sosio teknis yang baru. Artifak-artifak teknis tersebut meliputi konsep pengembangan TIK untuk pedesaan, jaringan telepon desa, menara / tiang pemancar, lokasi untuk pembangunan menara pemancar, server telepon, wacana rural ICT dan profil proyek mikrohidro di desa Cinta Mekar.
Selain terjadi pelemahan relasi, dalam proses adopsi ini juga muncul beberapa artifak teknis baru yang mengambil peran dalam pembentukan konfigurasi sosio teknis baru. Beberapa artifak teknis tersebut adalah laporan riset sosial dan kurikulum e-learning bagi sekolah. Pada tahap konsepsi, artifak-artifak tersebut tidak terlalu mendapat
81
perhatian, tetapi pada tahap adopsi artifak-artifak tersebut berperan membentuk konfigurasi sosio teknis yang baru.
Selain itu, terjadi juga modifikasi pada aktor PPTIK ITB dan artifak Desain Pengembangan TIK. PPTIK ITB memilih pengembangan TIK selanjutnya lebih berfokus pada bantuan ke sekolah dan madrasah saja. Hal ini mendorong modifikasi artifak Desain Pengembangan TIK yang pada akhirnya mempengaruhi rencana kerja dari tim pelaksana program. Tim pelaksana program menjadi lebih memfokuskan relasinya dengan guruguru sekolah dan madrasah serta artifak-artifak yang menunjang pengembangan TIK di sekolah.
Konfigurasi sosio teknik untuk tahap adopsi pada proyek ini digambarkan dalam gambar 4.4. di bawah. Dalam gambar tersebut telihat muncul beberapa aktor/artifak baru yang memiliki pola relasi padat. Terlihat juga beberapa aktor / artifak lama yang dalam tahap konsepsi diperhitungkan, dalam tahap adopsi ini menjadi berkurang perannya.
82
Gambar IV.4. Konfigurasi Sosio Teknis untuk Tahap Adopsi pada Proyek PPTIK ITB
Gambar 4.5. di bawah adalah konfigurasi sosio teknis yang sudah tidak memasukkan lagi seluruh aktor-aktor dan artifak-artifak teknis yang tidak banyak terlibat dalam proses adopsi teknologi. Seluruh aktor-aktor dan artifak-artifak teknis di sini seluruhnya adalah mereka yang terlibat dalam proses-proses pengambilan peran dan keputusan, dalam konfigurasi sosio-teknik baru.
83
Gambar IV.5. Konfigurasi Sosio Teknis Adopsi (disederhanakan)
Isu ruang negosiasi Dalam proses adopsi ini terlihat bgaimana penyederhanaan konfigurasi sosio-teknis. Penyederhanaan tersebut akibat berubahnya desain pengembangan TIK, menjadi berfokus hanya pada sekolah saja. Perubahan tersebut mengakibatkan dua hal:
Peningkatan peran dari beberapa aktor tertentu, seperti guru-guru. Mereka adalah aktor baru yang masuk dalam konfigurasi dan langsung memiliki banyak relasi.
Menurunnya peran dari beberapa aktor tertentu, seperti Pak Endang yang menjadi contact person proyek ini pada awal projek.
Penurunan peran dari Pak Endang ini bermakna bahwa ruang negosiasi antara PPTIK ITB dengan masyarakat desa bergeser. Kalau sebelumnya warga desa memiliki ruang negosiasi pada PPTIK ITB melalui Pak Endang, maka pada tahap adopsi ini saluran itu tidak lagi tersedia. Relasi antara PPTIK ITB dengan warga desa Cinta Mekar hanya melalui guru-guru di sekolah dasar dan di madrasah. Namun relasi antara guru dengan warga desa tidak sebanyak relasi yang dimiliki Pak Endang ke warga desa.
84
Dari kasus ini dapat dilihat dari aspek demokrasi, bahwa negosiasi yang diwakilkan pada seoarang figur, akan sangat tergantung dari figur tersebut. Ada dua hal yang dapat dilihat disini. Pertama ketika figur yang mewakili masyarakat, dalam hal ini Pak Endang, ternyata juga tidak memiliki ruang negosiasi untuk pemilihan pendekatan proyek, maka relasi antara warga desa dengan proyek menurun. Kedua, Pak Endang sendiri sebagai representasi warga desa belum tentu memiliki isu kepentingan yang selaras dengan isu kepentingan dari warga desa yang diwakilinya.
Disisi lain proses perubahan dari konsepsi ke adopsi ini menunjukan bahwa proyek masih bisa dijalankan meski relasi dengan warga desa sudah mengalami banyak sekali penurunan. Hal ini menunjukkan independensi teknologi terhadap konteks isu yang berkembang di masyarakat Cinta Mekar. Rendahnya interaksi antara pelaksana proyek dengan desa dapat juga membuat para pelaksana proyek menetapkan strategi yang dianggap paling tepat, tanpa harus melewati berbagai proses negosiasi. Walaupun mungkin akan terjadi juga negosiasi-negosiasi dengan aktor-aktor baru.
IV.2
Proyek Penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi yang Dilakukan
Persyarikatan Sekolah Rakyat di Desa Limbangan, Kendal, Jawa Tengah Pengembangan proyek penerapan informasi dan komunikasi di Desa Limbangan ini merupakan sebuah proyek swadaya inisiatif dari sebuah lembaga lokal di desa Limbangan, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Lembaga tersebut adalah Persyarikatan Sekolah Rakyat, selanjutnya akan disebut sebagai Sekolah Rakyat di tulisan ini. Proyek yang dikembangkan ini merupakan inisiatif murni dari Sekolah Rakyat, namun dalam implementasinya bekerjasama dengan sebuah NGO, yaitu Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro)16. IV.2.1 Tahap Konsepsi
16
PATTIRO (Pusat Telaah dan Informasi Regional) adalah sebuah non-governmental organization (NGO) yang bergerak di bidang good governance dan pemberdayaan masyarakat. PATTIRO berkedudukan di Jakarta dan memiliki kantor jaringan di 14 kota / kabupaten di Indonesia, salah satunya adalah di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah.
85
Para penggagas proyek ini menyatakan bahwa kegiatan (proyek) ini tujuan utamanya adalah untuk memberi tempat bagi para pemuda untuk beraktifitas. Para penggagas proyek tersebut, yang seluruhnya berusia muda, memandang bahwa keberadaan teknologi informasi dan komunikasi akan dapat menjadi media beraktifitas bagi pemuda-pemuda desa. Disamping itu, beberapa penggagas menilai bahwa desa mereka penuh dengan berbagai potensi ekonomi yang bisa dioptimalkan manfaatnya melalui pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi.
Teknologi informasi dan komunikasi yang dikembangkan dalam hal ini adalah siaran radio komunitas, yang menggunakan pemancar radio digabungkan dengan komputer dan jaringan internet. Ide pengembangan siaran radio komunitas tersebut muncul dari Sekolah Rakyat setelah mereka mendapat informasi mengenai sedang berkembangnya trend radio komunitas di berbagai tempat pada sekitar tahun 2002-an. Sampai dengan tahun 2005-an pengembangan siaran radio komunitas tersebut dianggap sukses oleh para pegiat Sekolah Rakyat karena sambutan masyarakat atas radio komunitas tersebut cukup baik17.
Kerangka Pemikiran Proyek Prakarsa kegiatan difusi teknologi tersebut berasal dari beberapa pemuda yang tergabung dalam Sekolah Rakyat. Prakarsa tersebut tumbuh setelah para pemuda di desa Limbangan berinteraksi dengan sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bernama Pattiro. Interakasi tersebut terjadi pada saat Pattiro menjalankan sebuah program di desa Limbangan. Program tersebut sebenarnya bukanlah program yang terkait dengan pengembangan teknologi informasi dan komunikasi, melainkan program peningkatan kapasitas
partisipasi
warga
desa
dalam
pembangunan
desa.
Namun
dalam
perkembangannya program yang dijalankan Pattiro tersebut cukup mempengaruhi perjalanan inisiatif pemanfaatan teknologi yang dilakukan oleh kelompok pemuda desa tersebut.
17
Penulis menyarikan tujuan proyek ini berdasar wawancara dengan Widi Heryanto, salah seorang penggagas proyek ini sekaligus ketua dari Persyarikatan Sekolah Rakyat.
86
Kedatangan teknologi informasi dan komunikasi di desa Limbangan sebenarnya telah terjadi sejak awal tahun 2000, ketika seorang tokoh pemuda desa, Andi Muryanto membuka usaha penyewaan komputer yang bernama Speed di desa itu. Andi Muryanto adalah seorang sarjana ekonomi dari Universitas Diponegoro, yang memilih menjadi pekerja sosial di desa Limbangan. Konsumen yang memanfaatkan layanan penyewaan tersebut sebagian besar berasal dari kelompok pemuda yang ada di desa. Dalam perkembangannya, penyewaan komputer tersebut kemudian menjadi tempat banyak pemuda desa, khususnya aktivis-aktivis sosial desa dan pemuda petani desa, berkumpul dan berdiskusi mengenai berbagai permasalahan sosial desa. Tempat penyewaan komputer tersebut kemudian menjadi suatu institusi sosial informal baru di desa Limbangan. Dalam kelompok itu telah mulai tumbuh berbagai kesepakatan, agenda kegiatan bersama, aturan-aturan yang disepakati bersama dan juga kurikulum belajar bersama. Misalnya kelompok pemuda di institusi tersebut sering bersama-sama melakukan kegiatan pelestarian hutan, pengajian bersama, diskusi masalah kelestarian hutan di sekitar desanya, belajar komputer dan lain-lain.
Ketika datang suatu program dari Pattiro, seperti yang disebutkan di atas, beberapa pemuda dari kelompok tersebut kemudian direkrut oleh Pattiro menjadi relawan yang menghubungkan desa dengan program Pattiro18. Lewat kelompok tersebut Pattiro menjalankan programnya di desa limbangan. Dalam perkembangannya, yaitu pada bulan Juni 2002, mereka kemudian membentuk institusi formal yang diberi nama Sekolah Rakyat19. Ide mengenai penyebarluasan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi yang dibahas dan disebut sebagai projek disini, muncul dari kelompok pemuda Sekolah Rakyat tersebut.
Menurut penuturan Andi Muryanto, ide penyebarluasan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di desa Limbangan tersebut dilatar-belakangi oleh pandangan para aktivis Sekolah Rakyat bahwa teknologi informasi dan komunikasi dapat dimanfaatkan 18
Relasi antara desa Limbangan dengan NGO Pattiro selain karena adanya program Pattiro di desa tersebut, juga karena salah satu staf senior Pattiro, Widi Heryanto, berasal dari desa Limbangan. Widi Heryanto kemudian yang mempeloporio pembentukan Sekolah Rakyat di desa Limbangan. 19 dalam akta notaris disebut sebagai Persyarikatan Sekolah Rakyat
87
untuk media sosialisasi dan solidaritas bagi para pemuda yang ada di desa tersebut, serta meningkatkan kualitas masyarakat desa, khususnya bagi generasi mudanya. Mereka melihat bahwa teknologi tersebut dapat diletakkan di desa dan menjadi ajang aktifitas bagi pemuda-pemuda desa.
Proses pemilihan isu dan teknologi dalam projek ini hampir seluruhnya berasal dari kelompok pemuda Sekolah Rakyat tersebut. Proses pemilihan isu dilakukan dengan memanfaatkan pengetahuan mereka sendiri tentang desanya, juga memanfaatkan berbagai masukan yang mereka peroleh ketika melakukan diskusi dengan warga desa lainnya. Isu yang dipilih dalam hal ini adalah isu mengenai pengembangan kapasitas pemuda dan pengembangan ekonomi lokal. Kedua isu tersebut merupakan tema yang sering menjadi bahan diskusi di Sekolah Rakyat.
Teknologi yang dipilih Sekolah Rakyat adalah radio komunitas. Pemilihan teknologi tersebut dilakukan terutama berdasar ketersediaan perangkat teknologi yang ada di desa. Dalam hal ini, sebelum proyek dilakukan telah ada beberapa unit komputer yang dimiliki oleh aktivis Sekolah Rakyat. Setelah masuk proyek lain dari luar desa, yaitu proyek dari Pattiro, Sekolah Rakyat mendapat tambahan komputer dan memperoleh akses internet. Selain itu, Sekolah Rakyat juga memiliki uang untuk membeli perangkat pemancar radio. Berdasar perangkat-perangkat teknologi yang dimiliki tersebut dan misi pengembangan teknologi informasi dan komunikasi di desa, Sekolah Rakyat kemudian menetapkan jenis teknologi yang akan dikembangkan di desanya. Pilihan tersebut akhirnya jatuh pada: pengembangan radio komunitas. Pilihan tersebut diambil karena radio komunitas mudah dioperasikan oleh para pemuda desa dan dianggap akan sangat mudah diterima oleh masyarakat.
Ide pengembangan radio komunitas ini juga muncul karena pengaruh beberapa buku bacaan yang dibawa oleh PATTIRO ke desa Limbangan. Salah satu buku mengenai panduan praktis instalasi radio komunitas yang berasal dari Unesco20, menjadi inspirasi bagi Sekolah Rakyat untuk mengembangkan radio komunitas di desanya. Hal yang 20
Unesco, Panduan Instalasi Radio Komunitas, Jakarta, 2000.
88
menarik dari buku panduan tersebut adalah informasi bahwa pembangunan dan pemeliharaan radio komunitas itu murah dan mudah. Para pegiat Sekolah Rakyat tersebut kemudian juga melakukan beberapa studi banding ke radio-radio komunitas yang telah ada di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Studi banding tersebut dibiayai oleh Pattiro. Setelah melihat bahwa ternyata tidak sulit membuat dan mengoperasikan radio komunitas, maka para pegiat tersebut memulai pembuatan radio komunitas.
Dalam prakarsa difusi teknologi ini, Pattiro sebagai institusi yang berasal dari luar desa, juga memiliki pengaruh dalam pembentukan prakarsa ini. Andi Muryanto, yang merupakan penggagas Sekolah Rakyat dan inisiator penyewaan komputer tersebut, belakangan bergabung dengan Pattiro. Dari Andi Muryanto inilah ide-ide mengenai pengembangan teknologi tersebut berasal. Selain itu Pattiro juga melakukan berbagai pelatihan bagi para pemuda tersebut mengenai topik inovasi dan local governance, yang kemudian juga mempengaruhi cara berpikir dari para pemuda disana.
Kerangka Kerja Proyek Rencana kerja yang akan dilakukan dalam projek ini meliputi: (i) membangun kelompok pemuda; (ii) menempatkan peralatan teknologi informasi dan komunikasi di desa; (iii) menyediakan ruang, waktu dan pengajar (fasilitator) bagi warga untuk memanfaatkan dan mempelajari peralatan teknologi informasi tersebut; serta (iv) melakukan pengintegrasian antara institusi teknologi informasi dan komunikasi dengan institusi sosial pemuda desa yang telah ada. Projek ini memiliki desain yang sangat fleksible, yang dapat berubahubah disesuaikan dengan situasi yang berkembang dan kebutuhan kelompok sasaran projek. Penyusunan desain untuk projek ini dilakukan dengan pendekatan partisipatif. Dalam hal ini penyusunan tujuan, arah dan cara melaksanakan projek dilakukan berdasar serangkaian proses dialog dalam bentuk workshop komunitas antara pelaku projek (Sekolah Rakyat) dengan para pemuda desa lainnya (yang menjadi kelompok sasaran dari projek ini). Proses dialog inilah yang menghasilkan desain pelaksanaan projek.
Desain teknologi yang ditempatkan di desa adalah seperti pada gambar 4.1. Desain tersebut menempatkan pemancar radio komunitas sebagai garda depan pelayanan pada
89
masyarakat desa. Dalam proyek ini pemancar radio komunitas berperan sebagai layanan informasi dan komunikasi bagi masyarakat desa. Sedangkan di back-office dari aktifitas ini adalah penggunaan komputer dan jaringan internet untuk mendukung operasionalisasi radio komunitas. Dalam hal ini keberadaan komputer dan jaringan internet tersebut selain untuk mendukung radio komunitas, juga dimanfaatkan sebagai arena belajar bagi komunitas pemuda desa. Dalam desain tersebut, sasaran penerima manfaat dari projek ini ada dua. Pertama adalah masyarakat desa Limbangan yang akan menerima pelayanan informasi dan komunikasi dari radio komunitas. Kedua adalah kelompok pemuda, yang diberi kesempatan mengelola radio komunitas dan belajar komputer dan internet21.
Penerapan teknologi informasi dan komunikasi di Desa Limbangan tidak dimulai dari titik nol, tetapi dimulai dengan telah adanya teknologi informasi dan komunikasi sebelum proyek ini dilakukan. Komputer, jaringan telepon, telepon genggam dan lain-lain telah ada di Desa Limbangan namun teknologi tersebut baru dapat dimanfaatkan oleh sebagian kecil masyarakat desa. Projek yang akan dilakukan ini bukan untuk memperkenalkan alat-alat tersebut, melainkan untuk menjadikan teknologi tersebut dimanfaatkan secara lebih optimal dan lebih luas oleh masyarakat desa. Proses-proses adopsi teknologi di desa Limbangan ini terjadi setelah munculnya konsepsi penyebarluasan teknologi seperti telah disebutkan di atas. Proses adopsi teknologi yang dilakukan oleh Sekolah Rakyat tidak semata-mata adopsi artifak-artifak teknis, namun justru lebih banyak dilakukan adopsi sistem sosial untuk mendukung berfungsinya teknologi tersebut. Proses tersebut terdiri dari: (i) proses diseminasi ide teknologi dan sistem sosial pendukungnya ke masyarakat (khususnya kelompok pemuda lain); (ii) proses implementasi teknologi dan sistem sosial pendukungnya; dan (iii) proses modifikasi dan adaptasi dari teknologi yang diterapkan.
21
Skema tersebut merupakan interpretasi penulis atas desain proyek Sekolah Rakyat. Penulis membuat interpretasi tersebut bersama-sama Widi Heryanto, salah seorang pelopor Sekolah Rakyat.
90
Gambar IV.6. Desain Teknologi yang Diterapkan di Desa Limbangan
IV.2.2 Tahap Adopsi Teknologi Seperti disebutkan di atas, proses adopsi teknologi terdiri dari: (i) proses diseminasi ide teknologi dan sistem sosial pendukungnya ke masyarakat; (ii) proses implementasi teknologi dan sistem sosial pendukungnya; dan (iii) proses modifikasi dan adaptasi dari teknologi yang diterapkan
Gambar IV.7. Kegiatan siaran di radio komunitas
Diseminasi Ide Radio Komunitas
91
Proses diseminasi ide teknologi dan sistem, sosial pendukunya ini dilakukan oleh pelaku projek (pegiat-pegiat Sekolah Rakyat) kepada masyarakat desa terjadi dalam berbagai bentuk, yaitu melalui pertemuan-pertemuan antara Sekolah Rakyat dengan komunitas pemuda, pertemuan formal dengan pejabat desa dan kecamatan, dan penyampaian melalui event-event tradisional yang ada di komunitas masyarakat desa. Diseminasi ini dilakukan oleh pelaku projek dengan tujuan memperluas keterlibatan masyarakat, khususnya kelompok pemuda, untuk menjadi pelaku aktif dalam projek ini. Sebagai catatan, pelaku projek melihat bahwa projek ini adalah projek non profit yang membutuhkan banyak relawan, sehingga keterlibatan banyak orang menjadi penting disini.
Pertemuan antara Sekolah Rakyat dengan komunitas pemuda dilakukan untuk memperkenalkan ide pemanfaatan teknologi untuk membangun radio komunitas di desa, serta menjelaskan kesempatan yang apat dipergunakan oleh para pemuda tersebut untuk memanfaatkannya. Pertemuan tersebut dilakukan hampir setiap minggu sekali selama dua bulan masa disesminasi ini. Beberapa pemuda bahkan kemudian tertarik bergabung menjadi relawan pengembangan teknologi informasi dan komunikasi setelah pertemuanpertemuan tersebut.
Pertemuan antara Sekolah Rakyat dengan pejabat desa dan kecamatan dilakukan untuk memperoleh dukungan dari pemerintah lokal terhadap keberadaan pengembangan teknologi informasi dan komunikasi tersebut di masyarakat. Dalam hal ini, para pegiat Sekolah Rakyat memberi jaminan bahwa kelompok mereka non-politis dan non-partisan. Walaupun tidak dukungan yang diperoleh berbentuk dukungan formal, namun para pegiat Sekolah Rakyat memandang hal tersebut penting, karena dengan ini kegiatan mereka tidak akan dihalang-halangi oleh pemerintah lokal. Termasuk dalam hal ini, mereka juga lebih leluasa memanfaatkan fasilitas desa dan kecamatan.
Sementara diseminasi kepada masyarakat desa secara lebih luas dilakukan dengan memanfaatkan beberapa event sosial yang ada di desa, seperti pengajian Yasinan (pembacaan salah surat dalam Al-Qur’an, yaitu surat Yasiin) dan acara-acara lainnya.
92
Para pegiat Sekolah Rakyat mengambil kesempatan dalam event-event sosial tersebut untuk menjelaskan tujuan pengembangan teknologi informasi dan komunikasi di desa, khususnya radio komunitas, dan manfaatnya bagi warga desa. Para pegiat Sekolah Rakyat juga menyampaikan pada warga, bahwa fasilitas teknologi informasi dan komunikasi yang dihadirkan dapat digunakan secara gratis oleh para warga.
Diseminasi ini projek ini hampir seluruhnya dilakukan dengan komunikasi oral dan tidak banyak menggunakan dokumen tertulis. Hampir tidak ada bahan tertulis yang disediakan oleh pelaku projek untuk mendeskripsikan projek ini kepada pihak luar. Pelaku projek hanya sedikit sekali membuat bahan tertulis untuk pihak luar. Bahkan mereka juga tidak membuat laporan pelaksanaan projek pada pihak luar, karena projek yang dilakukan ini atas inisiatif dan biaya dari mereka sendiri.
Proses disseminasi ide ini dilakukan oleh para aktivis Sekolah Rakyat dengan dibantu oleh staf dari Pattiro. Staf Pattiro pada awalnya memainkan peran sebagai fasilitator / narasumber dalam setiap pertemuan tersebut. Lama-kelamaan, para aktivis Sekolah Rakyat mampu menjadi fasilitator sendiri untuk pertemuan-pertemuan tersebut. Menurut Andi Muryanto: “…diseminasi ini berhasil, bukan karena teknologi yang dibawa canggih, juga belum tentu karena cocok dengan orang disini, tetapi karena proses dialog dengan masayarakatnya sangat bagus. Fasilitatornya bagus-bagus.”
Implementasi Ide Implementasi ide dilakukan dengan membentuk kelompok pengelola radio komunitas, melakukan instalasi radio komunitas dan melakukan operasionalisasi radio komunitas. Pembangunan kelomopok pengelola radio komunitas ini meliputi rekruitmen relawan dari komunitas pemuda desa untuk menjadi pengelola radio komunitas, pengembangan aturan kelembagaan, pendidikan bagi pengelola radio komunitas dan pengurusan legalitas radio komunitas. Hal tersebut dilakukan Sekolah Rakyat dengan menunjuk beberapa anggotanya menjadi fasilitator-fasilitator desa. Para fasilitator tersebut yang mengawal pelaksanaan proses pembangunan institusi pengelola teknologi ini.
93
Proses instalasi radio komunitas merupakan kegiatan teknis pembuatan stasiun pemancar radio komunitas dan penyiapan perangkat komputer dan internet pendukung. Rancangan teknis untuk itu diperoleh Sekolah Rakyat dari buku mengenai panduan praktis instalasi radio komunitasyang berasal dari UNDP. Sekolah Rakyat melakukan beberapa modifikasi atas rancangan tersebut untuk disesuaikan dengan ketersediaan perangkat yang ada disana. Instalasi radio komunitas yang dibangun, dirancang sedemikian rupa sehingga memungkinkan komunitas-komunitas masyarakat desa dapat terlibat di dalam kegiatannya. Dalam hal ini teknologi yang digunakan dibuat semudah mungkin digunakan orang dan ruangan siaran dibuat terbuka untuk orang keluar-masuk secara bebas. Kegiatan ini dilakukan sepenuhnya dengan kerelawanan dari komunitas pemuda desa Limbangan.
Proses operasionalisasi radio komunitas ini terdiri kegiatan pengelolaan kegiatan siaran radio komunitas dan kegiatan interaksi sosial radio komunitas. Kegiatan siaran radio komunitas dilakukan oleh para relawan dari kelompok pemuda di desa Limbangan. Mereka telah menyusun acara siaran rutin dalma satu minggu serta telah menetapkan relawan yang menjadi penanggung-jawab pada setiap siaran.
Kegiatan interaksi sosial ini bertujuan untuk memberi ruang bagi komunitas-komunitas desa untuk terlibat dalam pengelolaan siaran radio komunitas. Kegiatan interaksi sosial ini antara lain adalah bekerjasama dengan Puskesmas Kecamatan Limbangan untuk mengadakan penyuluhan kesehatan secara interaktif dan mengaktifkan kembali acara tradisional yang telah lama mati yang disebut Tembang Ngisor Mbulan (rembug warga sambil berkesenian di setiap malam bulan purnama). Kegiatan penyuluhan kesehatan tersebut menjadi diminati oleh penduduk desa dengan kehadiran radio komunitas ini, karena acara tersebut menjadi interaktif. Penggabungan teknologi radio dengan teknolologi komunikasi lai (telepon genggam dan telpon rumah) memungkinkan terjadinya acara interaktif tersebut. Sedangkan acara Tembang Ngisor Mbulan, yang sebelumnya telah jarang sekali diselenggarakan di desa, menjadi hidup kembali karena banyak orang desa yang datang.
94
Radio komunitas ini mendapat dukungan dari masyarakat desa dalam bentuk: (i) sumbangan dana dari masyarakat untuk operasionalisasi siaran radio komunitas; (ii) kesukarelawanan kelompok-kelompok pemuda untuk turut mengelola radio komunitas, menjadi penyiar atau mengisi acara-acara siaran; (iii) munculnya sumbangan informasi lokal desa sebagai bahan siaran; dan (iv) munculnya dukungan dari beberapa tokoh masyarakat dalam bentuk materi siaran (seperti sumbangan CD musik, CD pengajian, naskah cerita radio dan sebagainya).
Keberadaan radio tersebut membuka ruang bersama bagi warga desa untuk berdialog dan berbagi informasi Sebagai contoh, adanya radio komunitas tersebut menjadikan terjadinya dialog antar kelompok masyarakat. Misalnya, antara kelompok pemuda Muhammadiyah dan kelompok pemuda Nadlha’atul Ulama (NU) di desa Limbangan yang sudah lama sekali tidak pernah berdialog, mendapat kesempatan untuk bertukar pikiran dan kemudian menghasilkan rencana kerja bersama. Radio komunitas memfasilitasi munculnya dialog tersebut melalui acara-acaranya. Tetapi pada sisi lain, keberadaan ruang bersama tersebut juga menjadikan beberapa tokoh masyarakat berusaha mempengariuhi penanggung-jawab siaran, agar siaran radio lebih mengarah pada kepentingan kelompoknya.
Bersamaan dengan operasionalisasi siaran radio komunitas ini dilakukan juga pembelajaran komputer bagi para pemuda desa. Perangkat komputer dan internet yang ada di tempat siaran selain digunakan untuk alat bantu penyiaran, juga digunakan untuk sarana belajar bagi para pemuda disana. Para pemuda yang bertugas sebagai pengelola siaran radio komunitas, sekaligus diberi peran sebagai instruktur komputer di tempat itu.
Pembiayaan radio komunitas tersebut pada awalnya diperoleh dari iuran anggota, sumbangan dari para pendiri, dan penghematan biaya pelaksanaan projek Pattiro yang dieksekusi oleh para penggerak radio komunitas (yang sebagian adalah menjadi pelaksana proyek Pattiro). Pada pelaksanaan siaran radio komunitas, mereka mendapat pemasukan dari sebagian pendengar radio komunitas atau sumbangan dari beberapa
95
donatur lokal. Biaya operasionalisasi radio komunitas tidak mahal, karena pengerak radio komunitas seluruhnya relawan yang tidak menerima honor.
Proses Tenggelamnya Radio Komunitas Pada tahun 2006 Sekolah Rakyat menyerahkan perangkat radio komunitas, yang berupa pemancar radio dan perangkat komputer, ke kelompok pemuda desa lain, yaitu desa Taman Rejo yang bertetanggan dengan desa Limbangan. Hal tersebut dilakukan karena menurun drastisnya aktifitas siaran radio komunitas di desa Limbangan. Sekolah Rakyat mengalami kesulitan memperoleh relawan yang dapat diandalkan untuk menangani pengelolaan radio komunitas tersebut. Para relawan senior Sekolah Rakyat, seperti Andi Muryanto, meninggalkan desa untuk bekerja atau mengembangkan teknologi seperti itu di Solo. Pengelola radio komunitas desa Limbangan pun dialih-tugaskan seluruhnya pada anak-anak muda yang lebih junior. Pengalihan tugas tersebut secara teknis tidak banyak bermasalah. Karena para pengelola baru dengan cepat menguasai pengelolaan perangkat teknologi dan materi siaran.
Namun ketika radio komunitas dipegang oleh anak-anak muda tersebut, ternyata banyak protes yang muncul dari warga desa terhadap materi siaran mereka. Acara-acara yang disiarkan radio komunitas dinilai warga banyak berubah kualitasnya dan nilai sosialnya. Sebelumnya acara-acara yang dimunculkan oleh radio komunitas, banyak yang disukai warga karena banyak membicarakan problem-problem sosial yang dihadapi warga disamping acara-acara hiburan. Setelah radio komunitas dipegang oleh relawan junior, acara yang disiarkan hanya melulu acara hiburan, tidak berbeda dengan radio-radio swasta yang ada, tetapi dengan kualitas lebih rendah. Banyak warga yang mengeluhkan adanya ketidak-sesuaian norma yang dibawa oleh radio komunitas dengan norma-norma yang berlaku umum di desa. Acara-acara ”populer” mengenai masalah-masalah pribadi dan hubungan laki-laki dan perempuan di radio yang disiarkan oleh penyiar radio komunitas tersebut, menimbulkan protes dari para sesepuh desa Limbangan. Protes ini disampaikan langsung pada pengurus senior radio komunitas tersebut.
Evaluasi dan Modifikasi
96
Sekolah Rakyat melakukan evaluasi atas pekerjaan radio komunitas berkali-kali dalam proses adopsi ini. Proses evaluasi tersebut dilakukan untuk mengetahui: (i) apakah terdapat persoalan dalam adopsi teknologi informasi dan komunikasi ini; (ii) apa saja respon dari masyarakat / relawan yang dapat diakomodasi untuk perbaikan proses adopsi inovasi; (iii) bagaimana modifikasi inovasi yang harus dilakukan untuk memper baiki proses difusi inovasi yang berlangsung.
Pada adopsi teknologi ini, modifikasi teknologi dilakukan lebih sering dengan mengubah sistem penyiaran radio komunitas, yang meliputi isi siaran maupun pola pengelolaan radio. Isi siaran sering diganti-ganti, menyesuaikan kebutuhan yang berkembang dan peluang perbaikan sistem sosial yang dilihat oleh para pembawa inovasi. Sedangkan pola pengelolaan siaran dilakukan dengan melibatkan kelompok-kelompok sosial di desa. Selain itu modifikasi juga dilakukan terhadap fungsi kelembagaan dari pengelola radio komunitas. Modifikasi yang dilakukan disini, di antaranya, adalah menjadikan lembaga penyiaran radio komunitas sebagai lembaga mediasi dan pengelola komplain masyarakat. Misalnya lembaga ini menjadi tempat menyusun kerja bersama antar dua kelompok pemuda, Muhammadiyah dan Nadhla’atul Ulama, yang sebelumnya seperti tidak pernah bisa disatukan.
Pada tahun 2007-an, setelah minat para pegiat Sekolah Rakyat pada radio komunitas, perlahan-lahan menurun dan radio komunitas di desa Limbangan akan bubar, beberapa inisiatif lain untuk pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi muncul dari pegiatpegiat Sekolah Rakyat. Inisiatif-inisiatif tersebut diantaranya adalah pengembangan warung internet murah di desa, pengajaran internet bagi pemuda-pemuda desa dan pemanfaatan SMS yang ada di handphone untuk membantu pemasaran produk-produk pertanian desa. Inisiatif mengenai pemanfaatan SMS tersebut yang kemudian disepakati oleh para pegiat Sekolah Rakyat. Dalam hal ini, Andi Muryanto dan beberapa aktifis sekolah rakyat lainnya membangun server kecil untuk membangun SMS gateway yang melayani tukar-menukar informasi antar anggota. Para anggota yang dilibatkan disini diminta untuk mencari informasi terkait pasar produk-produk pertanian desa dan supply sarana produksi pertanian (pupuk, benih dan sebagainya) dan ditukar-menukarkan dengan
97
anggota lain melalui SMS gateway tersebut. Para anggota juga diminta iuran lima ribu rupiah per bulan.
98
4.2.3 Konfigurasi Sosio Teknis Pada Kasus Sekolah Rakyat Pada Tahap Konsepsi Aktor-Aktor Aktor-aktor yang terlibat dalam proses konsepsi ditelusuri dengan melihat pihak-pihak yang mempengaruhi pemilihan teknologi dan pendekatan yang akan dilakukan oleh proyek. Dalam hal ini, aktor-aktor tersebut adalah pihak-pihak yang mempengaruhi ide proyek ini dan pihak-pihak lain yang mempengaruhi pilihan pendekatan projek, seperti penyandang dana, penyedia jaringan kerja, contact person.
Aktor-aktor yang mempengaruhi ide proyek ini meliputi: ketua Sekolah Rakyat (Widi Heryanto), Andi Muryanto (penggagas ide proyek), LSM Pattiro, relawan pemuda, beberapa radio komunitas lain yang ada di Jawa Tengah dan Yogyakarta (dimana pada awal ide ini para aktivis Sekolah Rakyat mengadakan studi banding), dan warga desa (calon pendengar potensial).
Artifak Teknis Artifak teknis dalam tahap konsepsi ditelusuri dengan melihat objek-objek non-human yang mempengaruhi pemilihan teknologi dan pendekatan dalam proyek ini. Artifak teknis tersebut. Artifak teknis tersebut dapat berupa barang, prosedur, preskripsi atau konsep yang terlibat dalam penyusunan kerangka pemikiran dan kerangka kerja proyek.
Dalam tahapan konsepsi artifak teknis yang terkait dengan projek Sekolah Rakyat meliputi: SOP / desain pengembangan radio komunitas (prosedur yang disepakati bersama yang memandu pengembangan radio komunitas), komputer (CPU, monitor, keyboard dan lain-lain), instalasi radio komunitas, pemancar radio, lokasi siaran, proyek dari LSM Pattiro, persewaan komputer, buku panduan radio komunitas, tempat belajar komputer dan radio penerima.
99
Gambar IV.8. Sosiogram dan Teknogram Tahap Konsepsi pada Proyek Sekolah Rakyat
Gambar 4.6. menggambarkan sosiogram (keterkaitan antara akto-aktor manusia) dan teknogram (keterkaitan antar artifak-artifk teknis non-human) dalam tahap konsepsi. Padatnya garis relasi yang menghubungkan antar aktor atau antar artifak teknis pada gambar di atas menunjukkan intensifnya relasi antar mereka.
Dalam tahap konsepsi ini, relasi antara aktor-aktor dengan artifak-artifak teknis sudah terjadi. Pola relasi itu disebut konfigurasi sosio teknis, yang kemudian membentuk konsep projek. Lihat gambar 4.9. dibawah.
100
Sosiogram
Ketua Sekolah Rakyat
LSM PATTIRO
Warga desa
Penggagas Ide Proyek Radio Komunitas lain
Menara Penyiaran
Relawan pemuda
Proyek lain dari LSM PATTIRO
Buku panduan radio komunitas
Komputer Lokasi siaran
SOP / Desain Pengembangan Radio Komunitas
Instalasi radio komunitas
Persewaan komputer
Teknogram
Tempat belajar komputer
Gambar IV.9. Konfigurasi Sosio Teknis Tahap Konsepsi pada Proyek Sekolah Rakyat
Ruang Negosiasi Konsepsi proyek yang dikembangkan oleh Sekolah Rakyat dibangun dengan melibatkan beberapa pelaku yang relevan sejak awal. Dalam konfigurasi di atas dapat dilihat banyaknya aktor yang terhubung dengan Desain Pengembangan Radio Komunitas. Hal ini menunjukkan bahwa proses penentuan pilihan teknologi dilakukan dengan melibatkan berbagai aktor tersebut. Ruang negosiasi untuk menentukan berbagai pilihan, mulai dari menentukan jenis TIK seperti apa yang paling tepat, hingga bagaimana pembagian kerja organisasi, dibuka bagi aktor-aktor tersebut.
Konfigurasi di atas juga memperlihatkan bahwa lebih banyak aktor lokal yang dilibatkan dalam menentukan desain (SOP) pengembangan radio komunitas. Aktor-aktor non-lokal tidak terlibat langsung dalam penetapan desain tersebut. Hal ini memang tidak lepas dari sudah berkembangnya modal sosial di desa Limbangan, berbeda dengan situasi di desa
101
Cinta Mekar. Pelibatan aktor lokal yang lebih banyak tersebut, membuat negosiasi berjalan antar aktor-aktor lokal, dan isu serta kepentingan lokal lebih cepat mengemuka dalam penetapan pilihan teknologi. Munculnya pilihan teknologi radio komunitas pun terjadi karena karakteristik radio komunitas lebih cocok dengan berbagai kepentingan yang berkembang di aktor-aktor lokal tersebut.
Pada Tahap Adopsi Tahap adopsi untuk proyek Sekolah Rakyat ini terbagi menjadi dua bagian, lihat gambar 4.8. Bagian pertama terjadi ketika radio komunitas tersebut telah tumbuh dan berkembang kegiatan-kegiatannya. Dimana pada waktu itu interaksi masyarakat dengan radio komunitas tersebut terjadi cukup intens. Bagian yang kedua terjadi ketika Sekolah Rakyat berhenti mengelola radio komunitas tersebut dan memberikan instalasi radio komunitas tersebut pada kelompok pemuda lain desa, dan Sekolah Rakyat mengalihkan kegiatannya menjadi penyedia SMS gateway.
Gambar IV.10. Dua Bagian dalam Tahap Adopsi Proyek Sekolah Rakyat
Aktor-Aktor Aktor-aktor yang telibat dalam proses adopsi dalam proyek ini ditelusuri dengan melihat pihak-pihak yang mempengaruhi pembentukan konfigurasi sosio-teknis baru. Dalam proyek ini aktor-aktor tersebut meliputi: ketua Sekolah Rakyat (Widi Heryanto), Andi Muryanto (penggagas ide proyek), relawan pemuda, pendengar radio (masyarakat di luar relawan), pejabat desa, sesepuh desa, pemuda desa desa lain (yang menerima pemindahan peralatan dan instalasi radio komunitas), pengelola SMS gateway dan pelanggan SMS gateway. 102
Penguatan aktor-aktor dalam tahap adopsi ini juga terjadi dalam dua bagian. Aktor-aktor baru yang muncul pada bagian pertama tahap adopsi ini adalah pejabat desa, sesepuh desa, dan kelompok kesenian. Sedangkan pada bagian kedua dari tahap adopsi ini adalah pengelola SMS gateway dan pelanggan SMS gateway. Aktor-aktor tersebut muncul pada saat projek diimplementasikan dan mempengaruhi konfigurasi sosio-teknik baru. Aktoraktor tersebut pada mulanya tidak diperhitungkan dalam rancangan proyek, namun karena munculnya pola relasi baru antar aktor-aktor yang lain, maka aktor baru tersebut muncul dengan relasi yang kuat.
Sementara dalam adopsi pada bagian pertama, beberapa aktor mengalami pelemahan (pencairan) relasi dengan aktor-aktor lain. Aktor-aktor tersebut adalah LSM Pattiro, dan beberapa radio komunitas lain yang ada di Jawa Tengah dan Yogyakarta (tempat para aktivis Sekolah Rakyat mengadakan studi banding). Sementara dalam adopsi pada bagian kedua, aktor-aktor yang mengalami pencairan relasi adalah Pimpinan Sekolah Rakyat, warga desa, pejabat desa, sesepuh desa dan kelompok kesenian.
Dalam tahap adopsi ini, relawan pemuda berperan menjadi pengelola siaran. Lokasi siaran juga dirubah menjadi tidak terbatas pada ruang siaran, tetapi juga menyiarkan langsung dari lapangan.
Artifak Teknis Dalam tahapan adopsi artifak teknis yang terkait dengan projek Sekolah Rakyat meliputi:, komputer (CPU, monitor, keyboard dan lain-lain), pemancar radio, instalasi radio komunitas, lokasi siaran, iuran masyarakat, peran-serta masyarakat dalam siaran, persewaan komputer, radio penerima, konsep SMS gateway, instalasi SMS gateway dan iuran SMS gateway.
Dalam tahap adopsi ini terjadi penguatan relasi dalam konfigurasi sosio teknis dalam dua bagian. Pada bagian awal, muncul iuran masyarakat dan peran-serta masyarakat dalam siaran (misalnya dokter desa yang bersdia mengisi acara kesehatan interaktif, sebagai
103
bentuk sumbangan acara ) sebagai artifak teknis yang kuat. Pada bagian kedua, artifak teknis yang menguat adalah konsep SMS gateway, instalasi SMS gateway dan iuran SMS gateway.
Sementara beberapa artifak teknis mengalami pelemahan (pencairan) relasi dengan konfigurasi sosio teknis yang baru. Pada bagian awal, artifak-artifak teknis yang melemah perannya meliputi proyek dari LSM Pattiro, persewaan komputer, dan buku panduan radio komunitas. Pada bagian kedua konsep pengembangan radio komunitas relasinya mencair, diikuti oleh mencairnya relasi dari instalasi radio komunitas, menara pemacar, radio penerima, lokasi siaran, iuran masyarakat (terhadap radio komunitas), konsep tempat belajar komputer dan peran serta masyarakat dalam siaran..
104
Konfigurasi Sosio Teknis Adopsi Bagian 1
Gambar IV.11. Konfigurasi Sosio Teknis pada Bagian 1 dari Tahap Adopsi di Proyek Sekolah Rakyat
Gambar IV.12. di bawah adalah konfigurasi sosio teknis yang sudah tidak memasukkan lagi seluruh aktor-aktor dan artifak-artifak teknis yang tidak banyak terlibat dalam proses adopsi teknologi. Seluruh aktor-aktor dan artifak-artifak teknis di sini seluruhnya adalah mereka yang terlibat dalam proses-proses pengambilan peran dan keputusan, dalam konfigurasi sosio-teknik baru.
105
Sosiogram Pejabat desa
Kelompok kesenian
Sesepuh desa
Ketua Sekolah Rakyat Penggagas Ide Proyek
Warga desa
Relawan pemuda + pengelola radio komunitas
Peran serta masyarakat dalam acara radio
Komputer Lokasi siaran + fleksible di ruangan dan di lapangan
Instalasi radio komunitas
Menara Penyiaran
SOP / Desain Pengembangan Radio Komunitas
Iuran masyarakat Konsep tempat belajar komputer
Teknogram
Gambar IV.12 Konfigurasi Sosio Teknis Adopsi Bagian 1 (yang disederhanakan)
Isu Ruang Negosiasi Dalam proses adopsi ini terlihat bagaimana penyederhanaan konfigurasi sosio-teknis dilakukan. Dalam kasus ini, penyederhanaan konfigurasi sosio teknis ternyata hanya melemahkan ikatan dengan aktor-aktor dari luar desa, namun relasi dengan aktor-aktor lokal desa ternyata masih utuh, bahkan bertambah. Proses ini negosiasi antar berbagai aktor dan artifak teknis tersebut ternyata mempekuat relasi-relasi antar aktor dan artifak lokal.
Negosiasi-negosiasi tersebut juga memunculkan peran serta masyarakat desa untuk mendukung kegiatan-kegiatan radio komunitas. Peran serta tersebut bebentuk keikutsertaan masyarakat desa untuk mengisi acara-acara di radio komunitas dan sumbangan
106
uang untuk operasionalisasi radio komunitas.Keterlibatan masyarakat desa, yang kemudian diikuti oleh keterlibatan tokoh desa dan pejabat desa, menjadikan radio komunitas ini menjadi satu simpul di desa. Dimana sebagai simpul, radio komunitas tersebut menjadi tempat berbagai aktor yang relevan berkomunikasi.
Konfigurasi Sosio Teknis Adopsi Bagian 2 Sosiogram
Pejabat desa
Pengelola SMS gateway
Kelompok kesenian
Sesepuh desa
Ketua Sekolah Rakyat
Warga desa
Penggagas Ide Proyek Pelanggan SMS gateway
Peran serta masyarakat dalam acara radio Radio penerima Iuran SMS gateway
Relawan pemuda + pengelola radio komunitas
Menara Penyiaran
Konsep SMS gateway
Komputer Lokasi siaran + fleksible di ruangan dan di lapangan
Iuran masyarakat
Pesawat telepon
Teknogram
SOP / Desain Pengembangan Radio Komunitas
Instalasi radio komunitas
Konsep tempat belajar komputer Instalasi SMS gateway
Gambar IV.13. Konfigurasi Sosio Teknis pada Bagian 2 dari Tahap Adopsi Proyek Sekolah Rakyat
Pada tahap ini terjadi pencairan / pelemahan dari hampir semua aktor dan artifak teknis terhadap konfigurasi. Pencarian tersebut termasuk cairnya relasi dari aktor dan artifak teknis yang pada tahap sebelumnya memiliki jaringan yang luas, seperti Ketua Sekolah
107
Rakyat. Pencairan relasi aktor tersebut mencairkan juga hubungan dengan aktor-aktor lain. Begitu pula mencairnya relasi Konsep (SOP) Pengembangan Radio Komunitas dan relasi Instalasi Radio Komunitas. Cairnya relasi tersebut juga memutus relasi dengan berbagai aktor dan artifak yang membangun eksistensi radio komunitas tersebut. Di sisi lain muncul aktor-aktor dan artifak-artifak teknis baru yang dimunculkan oleh Penggagas Ide Proyek. Dalam hal ini penggagas proyek, tetap ingin menghidupkan kegiatan pengembangan teknologi informasi dan komunikasi di desanya dengan cara lain, yaitu membangun pelayanan SMS gateway. Pelayanan SMS gateway tersebut akan diperuntukkan bagi para petani dan pedagang yang ada di desa Limbangan. Aktor-aktor dan artifak-artifak baru yang muncul tersebut, merupakan hasil dari perubahan ide menjadi pelayanan SMS gateway tersebut. Sampai tahap ini, ide SMS gateway masih masuk tahap konsepsi dengan aktor-aktor dan artifak-artifak teknis
seperti yang
disebutkan diatas. Penelitian ini belum melanjutkan sampai melihat bagaimana proses kelanjutan dari proses tersebut.
108