88
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1
Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah diuraikan oleh penulis pada bab sebelumnya mengenai penelitian tentang kebijakan revitalisasi Kawasan Kota Tua Jakarta dan pengaruhnya terhadap optimalisasi aset tanah dan bangunan milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan menganalisis faktor-faktor strategi internal dan eksternal dalam operasional pengelolaan kawasan tersebut, maka penulis menyimpulkan sebagai berikut. 1.
Pada pertanyaan penelitian pertama apakah terdapat pengaruh positif dan signifikan antara manajemen aset dalam bentuk pelaksanaan kebijakan revitalisasi Kawasan Kota Tua Jakarta terhadap optimalisasi aset (tanah dan bangunan) heritage, dalam penelitian ini terbukti benar terdapat pengaruh postif karena kebijakan revitalisasi kawasan Kota Tua Jakarta memberikan pengaruh positif terhadap upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menerapkan manajemen aset guna mencapai optimalisasi aset yang dimiliki pemerintah provinsi. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil uji validitas data primer penelitian ini dimana keseluruhan variabel dinyatakan valid dengan nilai r hitung > nilai r tabel 0,279. Hasil tersebut menunjukkan variabel operasional yang diteliti berupa faktor-faktor strategi internal dan eksternal dalam kebijakan revitalisasi awasan tersebut signifikan terhadap variabel non operasional berupa persepsi stakeholder. Hal tersebut dapat dijadikan dasar bahwa kebijakan revitalisasi
89
2.
Pertanyaan penelitian kedua adalah apakah strategi tata kelola yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mendukung kebijakan revitalisasi Kawasan Kota Tua Jakarta sehingga upaya mencapai optimalisasi aset dapat tercapai, dalam penelitian ini ditemukan bahwa tata kelola yang dilakukan oleh stakeholder mendukung program kebijakan revitalisasi namun perlu adanya pembenahan dibeberapa hal. Temuan tersebut terlihat dalam penilaian skor faktor-faktor internal (IFAS) 3,1325 dan faktor-faktor eksternal (EFAS) 3,1809. Hasil skor tersebut diaplikasikan dalam matrik internal-eksternal yang menunjukkan posisi strategi kebijakan revitalisasi tersebut berada pada kolom 3 yang berarti pada posisi retrenchment atau penciutan. Dalam kondisi di lapangan, kebijakan revitalisasi hanya mencakup pembenahan fisik berupa renovasi bangunan museum dan perbaikan. Kebijakan revitalisasi belum mencakup pengelolaan dan inventarisasi bangunan-bangunan cagar budaya yang tedapat di Zona II Kawasan Kota Tua Jakarta, sehingga pemanfaatan yang ada belum optimal dikarenakan manajemen aset yang diterapkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum berkesinambungan. Sistem pengelolaan masih bersifat manual dan tidak dilakukan kontrol secara berkala, sehingga menimbulkan kerugian berupa penurunan kualitas dan kuantitas bangunanbangunan cagar budaya yang ada.
3.
Pertanyaan penelitian ketiga yang menyatakan bahwa terdapat banyak kendala dan ancaman yang terjadi dalam pelaksanaan kebijakan revitalisasi Kawasan Kota Tua Jakarta dikarenakan sistem manajemen aset Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum diterapkan secara berkesinambungan dan hal tersebut menjadi
90
celah untuk ketidakberhasilan pelaksanaan kebijakan tersebut, dalam penelitian ini terbukti. Hal ini terlihat dan terbukti secara ilmiah dengan menggunakan alat analisis SWOT dimana skor faktor-faktor eksternal memiliki angka 3,1809 dengan nilai rating rata-rata faktor-faktor ancaman sebesar 2,8800 yang dapat diinterpretasikan penting untuk diperhatikan, bahwa peluang dalam pelaksanaan tersebut tinggi namun ancaman yang dimilikinya pun tinggi sehingga sangat perlu
bagi
stakeholder
untuk
menerapkan
manajemen
aset
secara
berkesinambungan. Strategi ke depan yang harus dilakukan oleh pengelola adalah mengurangi kelemahan dan mengatasi ancaman, karena kekuatan dan peluang telah dipotimalkan. Penulis mengelompokan kendala-kendala tersebut sebagai berikut. a.
Kendala anggaran Anggaran yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih terbilang kecil. Pengelolaan bangunan dan kawasan cagar budaya memerlukan anggaran yang tidak sedikit, jumlah anggaran masih fluktuatif karena belum adanya skema khusus yang menyebutkan besaran dana yang dialokasikan untuk revitalisasi Kawasan Kota Tua Jakarta. Alternatif yang dapat dilakukan dengan mengajukan bantuan anggaran kepada pemerintah pusat untuk memberikan anggaran khsusu untuk revitalisasi Kawasan Kota Tua Jakarta.
b.
Kendala keamanan Keamanan menjadi kenyamanan yang utama bagi para wisatawan yang ingin berkunjung ke Kawasan Kota Tua Jakarta. Kondisi yang sangat ramai dan
91
menyatu dengan aktifitas warga membuat suasana menjadi tidak terkendali. Posisi Zona II Kawasan Kota Tua Jakarta khususnya, terletak berdekatan dengan Stasiun Jakarta Kota dan pangkalan angkutan umum. Pengunjung sering merasa tidak nyaman karena kerap terjadi pencompetan atau penjambretan. Hal ini harus menjadi perhatian khusus bagi stakeholder terkait dalam hal ini Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta dan Unit Pengelola Kawasan harus bersinergi dengan aparat keamanan demi kenyamanan pengunjung. c.
Kendala sistem transportasi dan lalulintas Secara keseluruhan trasportasi umum yang menuju ke Zona II Kawasan Kota Tua Jakarta tidaklah sulit dan banyak alternatif, namun akan lebih baik lagi bila tersedia moda transportasi yang terpadu seperti disediakannya bus wisata khusus yang mengantar wisatawan menuju Kawasan Kota Tua Jakarta. Hal ini dapat mengurangi kemacetan lalulintas di sekitar kawasan tersebut, dan juga dapat mengatasi masalah ruang untuk parkir kendaraan.
d.
Kendala infrastuktur Pengunjung sering mengeluhkan kurangnya ruang bagi pejalan kaki sehingga pengunjung merasa belum maksimal dalam menikmati Kawasan Kota Tua Jakarta. Pengelola harus menyediakan ruang khusus pagi pejalan kaki yang nyaman dan aman. Fasilitas umum juga sering dikeluhkan oleh pengunjung karena tidak tersedianya Masjid atau Mushola khusus yang disediakan untuk pengunjung kawasan, selain itu ketersediaan toilet umum juga masih sedikit.
92
e. Kendala sistem pencatatan/inventarisasi Saat ini sistem pengelolaan/inventarisasi masih bersifat manual, sehingga membutuhkan waktu lama untuk menemukan data-data penunjang yang berkaitan dengan bangunan-bangunan cagar budaya yang tersedia. Sistem manajemen aset yang dilakukan masih belum secara terpadu dan terintegrasi dengan segala sesuatunya masih bersifat manual belum diterapkan komputerisasi. f. Kendala sumber daya manusia Sumber daya manusia atau tenaga ahli yang menguasai bidang pengelolaan manajemen aset masih sangat sedikit. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus memberikan bekal skill yang memadai dan juga mengirim staff yang memiliki kompetensi untuk memeperoleh pendidikan lanjutan mengenai manajemen aset agar sistem manajemen aset yang dilakukan lebih terpadu dan berkesinambungan. Hal ini tentu akan menjadi faktor penunjang keberhasilan dalam melaksanakan kebijakan revitalisasi Kawasan Kota Tua Jakarta.
4.2
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan kesimpulan di atas, maka saran yang dapat disampaikan penulis adalah sebagai berikut. 1.
Berdasarkan atas penelitian ini dengan menggunakan metode observasi, wawancara dan penyebaran kuisioner, maka penulis menemukan sebuah benang merah bahwa pelaksanaan kebijakan revitalisasi Kawasan Kota Tua Jakarta dapat dikatakan berjalan baik dan mendapat dukungan stakeholder dan masyarakat
93
karena masyarakat memiliki ketertarikan terhadap konsep kota tua yang disajikan. Daya tarik yang paling signifikan adalah mengenai nilai historis dari bangunan-bangunan cagar budaya yang ada di Kawasan Kota Tua Jakarta, meskipun
belum
dapat
dikatakan
optimal
namun
masyarakat
sangat
mengapresiasi kebijakan revitalisasi tersebut. Hal ini menjadi faktor utama bagi keberhasilan kebijakan revitalisasi, oleh karena itu penulis menghimbau kepada stakeholder dalam hal ini Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta untuk terus meningkatkan sistem pengelolaan yang berkesinambungan. Penerapan manajemen aset secara baik akan memberikan hasil yang optimal dalam pengelolaan aset, inventarisasi aset, dan penilaian aset harus diterapkan agar kondisi dan keberadaan aset tersebut dapat terjaga tentunya dengan menggunakan sistem komputerisasi yang memadai. Selain itu bedasarkan observasi yang dilakukan oleh penulis maka, pengelolaan atas museum yang berada di Zona II Kawasan Kota Tua Jakarta belum merata. Unit Pengelola Kawasan masih terfokus pada Museum Sejarah Jakarta, sementara untuk dua museum lain yaitu: Museum Wayang dan Museum Seni Rupa dan Keramik belum tersentuh secara maksimal. Hal ini berimbas pada jumlah pengunjung yang berbeda signifikan akibat dari informasi yang masih terbatas atas dua museum yang lain tersebut. 2.
Sistem tata kelola yang telah dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta masih belum terintegrasi. Tata kelola yang diberlakukan masih bersifat manual dan hal ini tentu tidak sesuai dengan kaidah dan teori manajemen aset dimana sistem komputerisasi menjadi poin penting. Berdasarkan
94
hasil olah data kuisioner menunjukkan bahwa skor kekuatan dan kelemahan terbilang seimbang. Hal ini terlihat dari faktor kekuatan tertinggi adalah mengenai keberadaan bangunan cagar budaya di Zona II Kawasan Kota Tua Jakarta yang menjadi daya tarik masyarakat. Sementara faktor kekurangan yang dimiliki adalah kurangnya informasi kepada masyarakat mengenai revitalisasi Kawasan Kota Tua Jakarta, hal tersebut berkaitan dengan sistem informasi dan komunikasi yang harus dibenahi. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan harus memperhatikan aspek informasi dan komunikasi pada proses revitalisasi ini. Hal ini akan menjadi faktor yang sangat mendukung bagi keberhasilan kebijakan revitalisasi Kawasan Kota Tua Jakarta. 3.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis dalam melakukan penelitian ini, ditemukan faktor peluang yang sangat dominan yaitu apresiasi dari berbagai pihak atas kebijakan revitalisasi Kawasan Kota Tua Jakarta khususnya Zona II Kawasan Kota Tua. Hal ini karena kawasan tersebut menyimpan bangunan-bangunan peninggalan sejarah kolonial dan memiliki nilai historis yang tidak ternilai, salah satu pihak yang sangat mengapresiasi adalah UNESCO. Organisasi PBB yang bertugas dalam bidang pendidikan, keilmuan dan kebudayaan ini mengusulkan untuk menjadikan Kawasan Kota Tua Jakarta sebagai World Heritage karena dianggap sebagai warisan budaya. Hal ini tentu menjadi faktor pendorong yang sangat kuat bagi pemerintah provinsi untuk bekerja secara maksimal untuk dapat mewujudkan program revitalisasi kawasan secara menyeluruh sehingga target dan tujuan yang ingin dicapai dapat terpenuhi. Kendala besar yang menjadi perhatian dan cukup penting dan ditemukan dalam
95
penelitian ini adalah angka kriminalitas yang masih tergolong tinggi, untuk itu pengelola harus dengan matang merencanakan sistem keamanan yang baik demi kenyamanan pengunjung. Bekerjasama dengan aparat merupakan salah satu hal yang bisa dilakukan selain itu pengelola dapat mengembangan sistem keamanan internal dengan membentuk satuan keamanan sendiri sehingga kemanan di sekitar Kawasan Kota Tua Jakarta dapat dimaksimalkan. Stakeholder harus tetap menjaga fungsi dari bangunan cagar budaya yang ada agar tidak dialih fungsikan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab. Masyarakat pun sekarang kian menyadari akan eksistensi Kawasan Kota Tua Jakarta, sehingga hal ini dapat menjadi tren positif bagi pertumbuhan ekonomi khususnya Provinsi DKI melalui sector pariwisata dan ekonomi kreatif. Pemerintah provinsi harus dapat membaca situasi ini sebagai hal yang prospektif bagi peningkatan PAD Provinsi DKI Jakarta. 4.
Penulis mengharapkan agar di kemudian hari akan ada penelitian tentang bangunan cagar budaya khususnya Kawasan Kota Tua Jakarta dari aspek dan sudut pandang yang berbeda. Penelitian yang bertemakan pengelolaan aset cagar budaya, optimalisasi aset dan revitalisasi tentu akan menjadi karya yang akan sangat bermanfaat bagi Indonesia khususnya bagi peningkatan ekonomi dan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Selain itu masih banyak sekali pembenahan yang harus dilakukan dalam sistem pengelolaan aset yang bersifat cagar budaya, karena untuk saat ini masih banyak aset-aset baik yang dimiliki oleh negara maupun daerah tergolong dalam kondisi yang memprihatinkan. Optimalisasi aset yang dimiliki oleh daerah tentu akan menjadi faktor
96
pertumbuhan ekonomi dan berdampak positif pada peniliaan daerah yang dilakukan oleh BPK dimana daerah/provinsi di seluruh Indonesia dituntut untuk dapat
mencapai
predikat
Wajar
Tanpa
Pengecualian
(WTP).
Penulis
mengharapkan agar penelitian serupa di kemudian hari dapat lebih bersifat komprehensif, tentunya harus dilakukan persiapan yang sangat matang dan didukung oleh data yang baik dan yang tidak kalah penting adalah waktu yang tidak sebentar.
4.3
Keterbatan Penelitian
Penulis menemukan kendala dan keterbatasan dalam penelitian ini sebagai berikut. 1.
Keterbatasan yang pertama berkaitan dengan data yang dimiliki, hal ini dikarenakan waktu penelitian bertepatan dengan masa kampanye pemilihan umum tahun 2014 dan pada saat yang sama Provinsi DKI Jakarta sedang dilakukan penilaian dan audit oleh BPK sehingga penulis mengalami kendala birokrasi. Penulis mengajukan penelitian pada bulan Februari 2014 dan baru mendapat ijin pada bulan April 2014, kemudian dibutuhkan waktu lebih kurang tiga bulan untuk melakukan observasi, wawancara, penyebaran kuisioner dan pengumpulan data sekunder yang dibutuhkan.
2.
Kedua, penelitian ini hanya mencakup pada Zona II Kawasan Kota Tua Jakarta, karena penulis memiliki keterbatasan waktu, dana dan tenaga. Oleh karena itu untuk selanjutnya perlu dilakukan penelitian sejenis namun dengan cakupan yang lebih luas yaitu keseluruhan zona Kawasan Kota Tua Jakarta atau pun kawasan kota tua lain yang ada di Indonesia. Hal lain yang dapat diteliti pada penelitian
97
selanjutnya adalah melakukan pembandingan pengelolaan kawasan cagar budaya yang ada di Indonesia dan di luar negeri. Hal tersebut tentu membutuhkan waktu, dana, dan tenaga yang tidak sedikit, namun akan menghasilkan penelitian yang jauh lebih baik karena cakupan penelitian yang lebih luas tentu akan menghasilkan analisis yang lebih komprehensif.