BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Penelitian
ini
merupakan
penelitian
kuantitatif
dengan
metode
pendekatan deskriptif, data yang diperoleh dari subyek penelitian dianalisis sesuai dengan metode statistik yang digunakan kemudian diinterprestasikan. Subyek penelitian ini meliputi ketua kelompok kerja prakerin, guru pembimbing, dan instruktur di instusi pasangan yang semuanya berjumlah 29 orang. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah 1) kesiapan pelaksanaan prakerin yang meliputi kesiapan administrasi dan organisasi, kesiapan biaya, kesiapan pengelolaan program, dan kesiapan guru pembimbing, 2) kesiapan fasilitas praktik di dunia usaha/industri, 3) pelaksanaan Prakerin di dunia usaha/industri, 4) pelaksanaan monitoring, 5) pelaksanaan uji kompetensi dan sertifikasi, dan 6) pelaksanaan evaluasi. Kesiapan pelaksanaan prakerin yang meliputi kesiapan administrasi dan organisasi, kesiapan biaya, kesiapan pengelolaan program, dan kesiapan guru pembimbing. Pembentukan organisasi dan tata administrasi merupakan hal pokok penggerak utama berjalannya program. Organisasi dalam prakerin sebagai penggerak utama berjalannnya program. Organisasi dibentuk oleh kepala sekolah selaku pemimpin utama. Organisasi prakerin biasanya diisi oleh guru produktif atau beberapa guru yang lain. Administrasi dalam prakerin diperlukan sebagai suatu penunjang utama dalam proses kegiatan.
74
75
Administrasi ini dapat berupa perizinan, pembuatan surat tugas, buku panduan, surat pengantar, pengarsipan, dll. Kesiapan biaya merupakan salah satu hal pokok yang harus dipenuhi sebelum melaksanakan prakerin. Biaya ini digunakan untuk operasional pelaksanaan program, monitoring, pembuatan buku panduan, pembuatan kenang-kenangan industri, dll. Selain bersumber dari alokasi dana sekolah hendaknya pembiayaan prakerin juga dapat dialokasikan dari sponsor atau pihak lain yang tidak terikat. Program kerja merupakan salah satu hal pokok yang
perlu
direncanakan,
dilaksanakan,
dan
dievaluasi
dalam
pelaksanaannya. Dalam sebuah kegiatan, program kerja memuat apa saja hal yang akan dilaksanakan dalm kegiatan tersebut. Prakerin merupakan salah satu kegiatan untuk siswa dalam rangka beberapa tujuan tertentu. Guru pembimbing merupakan salah satu unsur dalam prakerin yang ikut mempengaruhi keberhasilan prakerin. Guru pembimbing gharus dapat membimbing siswanya di industri berkaitan dengan pencapaian tujuan prakerin, penyelesaian hambatan yang dialami, penyelesaian penugasan, dll. Berkaitan dengan tugas guru pembimbing tersebut tentunya guru pembimbing harus menguasai konsep prakerin, mempunyai pengetahuan yang luas tentang iklim di DU/DI, dan mempunyai jadwal bimbingan pada siswanya. Selain itu faktor pengalaman dan kualifikasi pendidikan juga turut mempengaruhinya. Fasilitas praktik di DU/DI yang memadai sesuai yang dibutuhkan di DU/DI akan memudahkan siswa dalam kegiatan pembelajaran sehingga pembentukan karakter calon tenaga kerja yang profesional di bidangnya akan
76
semakin mudah, begitu juga sebaliknya apabila fasilitas yang terdapat dalam DU/DI kurang memadai maka siswa akan terhambat dalam menguasai kompetensi yang disyaratkan. Kegiatan di DU/DI yang dilaksanakan oleh siswa pada dasarnya merupakan keahlian kompetensi industri yang belum didapatkan di sekolah. Pokok dari pelaksanaan prakerin adalah membentuk iklim kerja pada peserta didik melalui berbagai ketrampilan tambahan di industri sehingga ketika lulus nanti sudah memiliki gambaran tentang iklim kerja di DU/DI. Monitoring merupakan salah satu upaya untuk mengetahui proses pelaksanaan prakerin di DU/DI diantaranya adalah keterlaksanaan program, sikap dan perilaku siswa, hambatan yang ada, sarana dan prasarana di DU/DI, dll. Monitoring dilaksanakan pada saat siswa melaksanakan PSG di dunia usaha/industri oleh guru pembimbing secara periodik. Hasil dari pelaksanaan monitoring sebagai salah satu bahan dalam pelaksaanaan evaluasi pelaksanaan prakerin. Uji kompetensi merupakan salah satu media untuk mengetahui sejauh mana ketercapaian siswa dalam menguasai kompetensi tertentu. Uji kompetensi ini perlu dilaksanakan oleh industri sebagai pihak yang telah mengetahui kemampuan siswa selama prakerin. Sedangkan sertifikasi diberikan pada siswa yang telah dinyatakan lulus uji kompetensi sebagai pengakuan tertulias atas kompetensi yang telah dikuasainya. Pada dasarnya evaluasi merupakan salah satu komponen yang sangat penting dan perlu dilakukan dalam setiap program kerja. Evaluasi merupakan
77
suatu langkah untuk mengetahui tingkat keterlaksanaan program dengan yang telah direncanakan, hambatan yang ada, masukan atau saran, dan tindak lanjutnya. Deskripsi data hasil penelitian dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Kesiapan pelaksanaan prakerin Pelaksanaan prakerin menuntut dipersiapkannya kondisi-kondisi yang memungkinkan prakerin dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya di DU/DI. Kesiapan yang diperlukan diantaranya adalah kesiapan administrasi dan organisasi, kesiapan biaya, kesiapan pengelolaan program, dan kesiapan guru pembimbing. a. Kesiapan administrasi dan organisasi Aspek ini merupakan faktor penting sebelum melaksanakan prakerin. Pembentukan organisasi dan tata administrasi merupakan hal pokok penggerak utama berjalannya program. Administrasi yang tertib dan sesuai dengan petunjuk yang ada akan memperlancar dalam proses persiapan pelaksanaan Prakerin. Begitu juga dengan pengorganisasian dalam menempatkan sumber daya manusia (SDM) yang tepat dan kompeten di bidangnya masing-masing akan meningkatkan kualitas program yang dibuat. Variabel kesiapan administrasi dan organisasi terdiri dari 18 butir pertanyaan yang terbagi menjadi 3 aspek yaitu aspek pembentukan organisasi dan penunjukan personil, aspek pelaksanaan surat menyurat, dan aspek
78
pemetaan DU/DI. Hasil pengisian instrumen oleh ketua pokja prakerin dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 5. Hasil Penelitian Kesiapan Administrasi dan Organisasi
Variabel
Aspek Kesiapan
Kesiapan 1. Pembentukan administrasi organisasi dan dan penunjukan personil organisasi pengelola Prakerin 2. Pelaksanaan surat menyurat/kesekretari atan 3. Pemetaan DU/DI Rata-rata
7
Nomor Prosen Butir -tase pada (%) Instrumen 1-3, 5-8 100%
8
11-18
62,5%
3
4, 9-10
100% 87,5%
Jumlah Butir
Tabel 5. menunjukkan bahwa tingkat kesiapan administrasi dan organisasi prakerin mencapai rata-rata 87,5% termasuk dalam kategori sangat tinggi. Dari beberapa aspek kesiapan administrasi dan organisasi, dua aspek diantaranya telah memenuhi kesiapan 100% yaitu aspek pembentukan organisasi dan administrasi dan aspek pemetaan DU/DI. Sedangkan untuk aspek pelaksanaan surat menyurat baru mencapai tingkat kesiapan 62,5% masuk dalam kategori tinggi. Berdasarkan penjelasan dari hasil wawancara dan data instrumen terbuka dengan ketua pokja diperoleh keterangan tambahan sebagai berikut : 1) Personil kelompok kerja prakerin terdiri dari WKS 4 bidang Humas selaku penanggung jawab program, Ketua Pokja, sekretaris, bendahara dari unsur guru, dan semua Ketua
79
Kompetensi Keahlian (K3). Sedangkan pembimbing siswa berasal dari guru produktif yang direkomendasikan oleh K3. Untuk pembimbing tidak masuk dalam kelompok kerja. 2) Tidak diterbitkan buku panduan untuk pembimbing dikarenakan peserta sudah diberikan buku panduan agenda kegiatan, sehingga penduan
pembimbingan,
penilaian,
dan
agenda
kegiatan
terintegrasi menjadi satu dengan buku panduan siswa. 3) Pelaksanaan surat menyurat tidak bisa dilaksanakan sepenuhnya dikarenakan ada beberapa DU/DI yang dikategorikan berskala kecil. 4) Pemilihan lokasi DU/DI sebagian besar berada di sekitar SMK 3 Pacitan dalam hal ini area Kabupaten Pacitan, sedangkan yang berada di luar Pacitan hanya terdapat beberapa saja. Dari 27 lokasi DU/DI yang digunakan, 16 lokasi berada di dalam Pacitan, sedangkan 11 lokasi tersebar di luar Pacitan yaitu Ponorogo 2 lokasi, Sukoharjo 5 lokasi, Wonogiri 2 lokasi, Yogyakarta 1 lokasi, dan Tangerang 1 lokasi. Persebaran lokasi yang sebagian besar berada di dalam Pacitan dikarenakan sebagian besar siswa memilih untuk mencari lokasi di dalam Pacitan. Selain itu faktor kesiapan mental untuk mencari tantangan baru di luar Pacitan juga masih sangat rendah. Padahal lokasi DU/DI di area Pacitan yang termasuk menengah keatas sangat sedikit bahkan hanya beberapa saja.
80
5) Sekolah menetapkan kriteria untuk lokasi yang akan digunakan untuk prakerin, diantaranya adalah surat balasan kesanggupan dari DU/DI, bergerak dalam bidang jasa/produksi sesuai program keahlian, memiliki fasilitas sarana dan prasarana yang memadai, jumlah siswa yang berada dalam satu DU/DI tidak terlalu banyak. Semua kriteria tersebut akan disurvei oleh guru pembimbing pembi atau koordinator wilayah. Hasil kategori penilaian kesiapan admnistrasi dan organisasi yang disajikan pada tabel 5. 5 dapat pula digambarkan dalam bentuk diagram sebagai berikut: berikut
100%
100%
100% 90% 80%
Prosentase
70%
62,50%
60%
Aspek Pembentukan Organisasi dan Penunjukan Personil Prakerin Aspek SuratSurat menyurat/Kesekretariat an
50% 40% 30%
Pemetaan DU/DI
20% 10% 0% Aspek-aspek Kesiapan Administrasi dan Organisasi
Gambar 2. 2. Diagram Batang Kesiapan Administrasi dan Organisasi
81
b. Kesiapan biaya Variabel kesiapan biaya terdiri dari 5 butir pertanyaan yang terbagi menjadi 3 aspek yaitu aspek sumber biaya, aspek pengelolaan biaya, dan aspek pelaporan. Data kesiapan biaya diperoleh dari ketua pokja prakerin. Data angket yang diberikan disajikan dalam tabel di bawah ini, sedangkan data lengkap dapat dilihat pada lampiran 3. Tabel 6. Hasil Penelitian Kesiapan Biaya Variabel
Kesiapan Biaya
Aspek penilaian
Jumlah Butir
1. Sumber biaya pelaksanaan Prakerin 2. Pengelolaan biaya Prakerin 3. Pelaporan
2
Rata-rata
Prosentase Nomor (%) Butir pada Instrumen 1-2 50%
2
3-4
100%
1
5
100% 83,33%
Tabel 6. menunjukkan bahwa tingkat kesiapan pembiayaan prakerin mencapai rata-rata 83,33% termasuk dalam kategori sangat tinggi. Aspek pengelolaan biaya dan pelaporan mencapai tingkat kesian sangat tinggi yaitu 100%, sedangkan aspek sumber pembiayaan baru mencapai tingkat sedang (50%). Berdasarkan penjelasan dari hasil wawancara dengan ketua pokja diperoleh keterangan tambahan sebagai berikut : 1) Biaya operasional untuk pelaksanaan Prakerin ini diambilkan dari dana Komite dan dana BOS yang meliputi pembuatan buku
82
agenda, surat menyurat, monitoring, evaluasi, pemetaan DU/DI, pelaporan,
pembuatan
kenang-kenangan
untuk
DU/DI.
Sedangkan biaya yang menyangkut dengan kebutuhan siswa seperti biaya hidup, biaya transportasi, dll ditanggung sepenuhnya oleh siswa. Namun apabila ada siswa yang kurang mampu ekonominya akan dibantu yang teknisnya dibahas bersama dengan bendahara sekolah dan bendahara pokja. 2) Sumber biaya masih dari dana BOS dan Komite, untuk pencarian sponsor dalam bentuk uang belum dilakukan karena kerjasama sponsor biasanya langsung pada DU/DI terkait yang termasuk dalam DU/DI menengah keatas. Biasanya DU/DI tersebut berani memberikan fasilitas lebih pada siswa yang melaksanakan prakerin di tempatnya. 3) Pelaporan hanya disampaikan pada Kepala Sekolah selaku pimpinan UPT SMK 3 Pacitan karena sumber pembiayaan berasal dari sekolah. Hasil kategori penilaian kesiapan biaya yang disajikan pada tabel 6. dapat pula digambarkan dalam bentuk diagram berikut:
sebagai
83
100%
100%
100%
Aspek Sumber Biaya Pelaksanaan Prakerin
Prosentase
80% 60%
50%
Aspek Pengelolaan Biaya
40% Aspek Pelaporan
20% 0% Aspek-aspek Kesiapan Biaya
Gambar 3.. Diagram Batang Kesiapan Biaya c. Kesiapan pengelolaan program Variabel kesiapan pengelolaan program terdiri dari 8 butir pertanyaan yang terbagi menjadi 3 aspek yaitu aspek pembekalan siswa,, aspek koordinasi pelaksanaan program,, dan aspek sosialisasi pada peserta. Data kesiapan pengelolaan program diperoleh dari ketua pokja prakerin. Data angket yang diberikan disajikan dalam tabel di bawah ini, sedangkan data lengkap dapat dilihat pada lampirann 3. Tabel 7.. Hasil penelitian kesiapan pengelolaan program Variabel
Kesiapan Pengelolaan Program
Rata-rata rata
Aspek penilaian
Jumla h Butir
1. Pembekalan 2 siswa 2. Koordinasi 2 pelaksanaan Prakerin 4 3. Sosialisasi kepada siswa peserta Prakerin
Nomor Prosentase Butir (%) pada Instrumen 1,3 50% 5-6
50%
2,4,7-88
100%
66,66%
84
Tabel 7. menunjukkan bahwa tingkat kesiapan pengelolaan program prakerin mencapai rata-rata 66,66% termasuk dalam kategori tinggi. Aspek sosialisasi pada peserta mencapai tingkat kesiapan sangat tinggi yaitu 100%, sedangkan aspek pembekalan peserta dan koordinasi pelaksanaan baru mencapai tingkat sedang (50%). Berdasarkan penjelasan dari hasil wawancara dengan ketua pokja diperoleh keterangan tambahan sebagai berikut : 1) Peserta diberikan pembekalan sebelum penerjunan ke DU/DI. Dalam pembekalan disampaikan mengenai gambaran umum prakerin, agenda kegiatan, sistem penilaian, dan pelaporan. Di samping itu peserta juga diberikan buku agenda kegiatan selama prakerin. Pembekalan secara umum disampaikan oleh ketua pokja dan K3. Namun dalam pelaksanaan pembekalan ini belum dapat menghadirkan perwakilan dari pihak DU/DI untuk memberikan penjelasan singkat mengenai gambaran iklim kerja, tata tertib, hak dan kewajiban, dll di DU/DI. 2) Dalam pelaksanaan rapat koordinasi baru dilaksanakan intern pokja dan belum mengundang pihak DU/DI secara langsung untuk dapat memberikan saran dan masukan pelaksanaan prakerin. 3) Pembekalan secara teknis diserahkan pada masing-masing pembimbing siswa.
85
Hasil kategori penilaian kesiapan pengelolaan program yang disajikan pada tabel 7. 7 dapat pula digambarkan dalam bentuk diagram sebagai berikut: 100% 100%
Prosentase
80% 60%
50%
50%
40%
Aspek Pembekalan Siswa Aspek Koordinasi Pelaksanaan Prakerin Aspek Sosialisasi pada Peserta
20% 0% Aspek-aspek Kesiapan Pengelolaan Program
Gambar 4.. Diagram Batang Kesiapan Pengelolaan Program
d. Kesiapan Guru Pembimbing Variabel kesiapan guru pembimbing terdiri dari 15 butir pertanyaan yang terbagi menjadi 5 aspek yaitu aspek informasi prakerin, konsep prakerin, pengalaman industri, keterlibatan dengan organisasi pokja maupun kegiatan kesiswaan, dan prosedur program bimbingan. Data pelaksanaan kesiapan guru guru pembimbing diperoleh dari pembimbing prakerin program keahlian Teknologi Kendaraan Ringan (TKR) sebanyak 7 orang. Data angket yang diberikan disajikan dalam tabel di bawah ini, sedangkan data lengkap dapat dilihat pada lampiran 3.
86
Tabel 8. Hasil Penelitian Kesiapan Pembimbing Prosentase (%) Aspek penilaian
Rata-rata tiap Responden Rata-rata
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
66,67
33,33
66,67
100
66,67
100
71,43
100
33,33
66,67
66,67
66,67
100
76,19
100
66,7
100
100
100
100
95,24
93,33
66,67
93,33
93,33
86,67
100
Res-1 Res-2 Res-3 Res-4 Res-5 Res-6
1. Mendapatkan 100 informasi tentang Prakerin 2. Mengetahui 100 konsep Prakerin 3. Pengalaman 66,67 industri 4. Keterlibatan 66,67 dalam organisasi Prakerin maupun kegiatan kesiswaan 5. Prosedur belajar mengajar pada 100 Prakerin 86,67
Rata-rata tiap Aspek % 100
Res7 100
88,57% Tabel 8. menunjukkan data kesiapan pembimbing dalam
pelaksanaan Prakerin di SMK 3 Pacitan. Rata-rata mencapai tingkat kesiapan sangat tinggi yaitu 88,57%. Sedangkan dari rata-rata masing-masing pembimbing diperoleh tingkat kesiapan mencapai tingkat sangat tinggi yaitu di atas 80%. Untuk masing-masing aspek kesiapan, pada aspek mendapatkan informasi tentang prakerin semua pembimbing telah mendapatkan informasi tersebut. Dari hasil wawancara dan instrumen terbuka informasi didapatkan dari ketua pokja, K3, kepala sekolah, dan Humas. Pada aspek mengetahui konsep prakerin semua pembimbing juga telah mengetahui
konsep
tersebut.
Hal
itu
ditunjukkan
dengan
87
mendapatkan tingkat kesiapan sangat tinggi (100%). Berdasarkan wawancara dan pengisian angket, disebutkan konsep prakerin diantaranya adalah sebagai latihan siswa untuk mengetahui iklim kerja di DU/DI, sistem pembelajaran ganda selain disekolah, mengaplikasikan ketrampilan yang sudah didapatkan di sekolah dalam kerja nyata, menanamkan sikap dan mental kerja, dan melatih diri untuk bersiap menghadapi persaingan global. Pada aspek pengalaman industri, baru mencapai tingkat kesiapan 71,43% yaitu kategori tinggi. Namun dari data yang diperoleh, ada beberapa pembimbing yang belum pernah magang di industri karena setelah lulus sarjana langsung menjadi guru. Ada juga yang sebelum menjadi guru menjadi salah satu bagian di dunia industri. Selain itu ada beberapa pembimbing juga yang belum pernah mengadakan kunjungan industri. Industri yang dimaksud adalah industri berskala menengah ke atas sehingga dapat belajar untuk masalah manajemennya. Pada aspek keterlibatan di pokja maupun kegiatan kesiswaan mencapai tingkat kesiapan tinggi yaitu 76,19%. Sebagian besar terlibat dalam pokja meskipun tidak masuk di dalam SK Pokja. Keterlibatan yang dimaksud adalah dalam hal rapat koordinasi. Ada beberapa pembimbing yang selain menjadi guru pembimbing prakerin juga menjadi pembimbing kesiswaan seperti Pramuka, OSIS, Futsal, dan PMR. Pada aspek prosedur pembelajaran mencapai
88
tingkat kesiapan 95,24% masuk dalam kategori sangat tinggi. Dari tujuh pembimbing yang yang ada hanya 1 pembimbing yang tingkat kesiapannya baru mencapai 66,67%. Hal yang belum terlaksana adalah melakukan pertemuan dengan siswa sebelum pelaksanaan prakerin. Hasil kategori penilaian kesiapan guru pembimbing pada tiap aspek yang disajikan pada tabel 8. dapat pula digambarkan dalam bentuk diagram sebagai berikut:
100% 100% 100%
95,24%
90% 80%
76,19% 71,43%
Prosentase
70%
Aspek Mendapatkan Informasi tetang Prakerin Aspek Mengetahui Konsep Prakerin
60% Pengalaman Industri
50% 40% 30%
Keterlibatan dalam pokja maupun kegiatan kemahasiswaaan
20% 10% 0% Aspek-aspek Kesiapan Guru Pembimbing
Prosedur Bimbingan Prakerin
Gambar 5.. Diagram Batang Kesiapan Guru Pembimbing tiap Aspek 2. Kesiapan Fasilitas Praktik di Dunia Usaha/Industri Variabel kesiapan fasilitas praktik di DU/DI terdiri dari 14 butir pertanyaan yang terbagi menjadi 5 aspek yaitu aspek komponen
89
ketersediaan ruangan, kondisi ruangan, ketersediaan bahan praktik, ketersediaan alat praktik, dan ketersediaan penunjang keselamatan kerja. Data kesiapan fasilitas praktik di DU/DI diperoleh dari instruktur di DU/DI sebanyak 24 orang dari 24 DU/DI. Rangkuman data kesiapan fasilitas praktik di industri dapat dilihat pada tabel di bawah, sedangkan data lengkap angket yang diberikan dapat dilihat pada lampiran 3. Tabel 9. Hasil Penelitian Kesiapan Fasilitas Praktik di DU/DI No
Aspek Kesiapan
1
Ketersediaan ruang praktik dan ruang pendukung lainnya 2 Keadaan ruang praktik 3 Ketersediaan alat praktik 4 Ketersediaan bahan praktik 5 Ketersediaan sarana keselamatan kerja Rata-rata
Rata-rata Tingkat Kesiapan (%) 66,7 84,7 91,7 87,5 50,8 76,28
Berdasarkan data pada tabel 9. diketahui bahwa rata-rata dari 24 DU/DI ditinjau dari aspek kesiapan ketersediaan ruang praktik dan ruang pendukung lainnya baru mencapai tingkat kesiapan 66,7 % yaitu tingkat kesiapan tinggi. Apabila dilihat dari kesiapan masing-masing DU/DI ada 5 lokasi yang mencapai tingkat kesiapan 100 % yaitu kategori sangat tinggi. DU/DI tersebut merupakan industri yang berskala besar sehingga mempunyai beberapa ruangan dengan fungsi masing-masing seperti ruang praktik, ruang ganti/istirahat, ruang bahan, ruang alat, kantor, dll. Sepuluh DU/DI memiliki tingkat kesiapan 75% (tinggi). Dari data yang ada juga dapat dilihat bahwa masih ada 2 DU/Di yang memiliki tingkat kesiapan yang baru mencapai 25% (rendah).
90
Berdasarkan
hasil
wawancara,
industri
tersebut
memang
merupakan industri berskala kecil yang belum mempunyai bangunan sendiri dan masih meminjam atau kontrak sehingga ruangan yang dimiliki pun masih sangat terbatas. Ruangan yang dimiliki hanya sebatas ruangan yang digunakan untuk menyimpan peralatan saja. Sedangkan apabila ditinjau dari aspek keadaan ruangan praktik rata-rata dari DU/DI yang digunakan untuk prakerin memiliki tingkat kesiapan sangat tinggi yaitu 84,7 %. Indikator yang termasuk dalam aspek ini meliputi penataan ruangan, pembersihan, pengecatan, dan keadaan ruangan. Dari 24 lokasi yang digunakan untuk prakerin, rata-rata memiliki tingkat kesiapan di atas 66,67 % bahkan 14 diantaranya memiliki tingkat kesiapan sangat tinggi yaitu 100%. Hanya satu DU/DI yang memiliki tingkat kesiapan baru mencapai 33,3 %. Hal itu dikarenakan karena hanya mempunyai sebuah ruangan yang berisi peralatan, bahan, dan lainnya sehingga pengaturannya cukup susah. Selain itu ruangan yang digunakan untuk praktik juga hanya sebatas ruangan terbuka. Tingkat kesiapan fasilitas apaila ditinjau dari aspek ketersediaan peralatan praktik seperti kompresor, toolkit, dongkrak memiliki rata-rata tingkat kesiapan 91,7 % (kategori sangat tinggi). Tiap DU/DI juga memiliki tingkat kesiapan sangat tinggi yaitu 100%. Hanya dua lokasi yang memiliki kesiapan peralatan 0%. Peralatan yang dimiliki oleh DU/DI rata-rata juga menyesuaikan dengan skala industri tersebut.
91
DU/DI yang berskala besar juga memiliki peralatan yang lengkap pula, begitu juga sebaliknya. Apabila ditinjau dari aspek ketersediaan bahan praktik seperti spare part, oli, dan bahan penunjang lainnya rata-rata memiliki tingkat kesiapan sangat tinggi yaitu 87,5%. Rata-rata masing-masing DU/DI mencapai tingkat kesiapan 100% dan hanya 3 DU/DI yang memiliki kesiapan 0%. Menurut hasil wawancara meskipun sebagian besar industri memiliki tingkat kesiapan 100% namun untuk bahan penunjang mereka masih mencari di toko yang menyediakan spare part. Industri tersebut biasanya hanya menyediakan spare part yang umum dipakai seperti kampas rem, oli, busi, dan minyak rem. Itupun hanya beberapa pack saja. Namun ada juga beberapa DU/DI yang berskala besar yang juga memiliki toko atau gudang bahan sendiri. Mereka memiliki persediaan bahan-bahan yang diperlukan untuk menunjang kebutuhan di lokasi bengkel. Tingkat kesiapan fasilitas ditinjau dari ketersediaan penunjang sarana keselamatan kerja baru mencapai 50,8 % yaitu kategori sedang. Sarana yang dimaksud adalah ketersediaan kotak P3K dan isinya, ketersediaan rambu-rambu K3, adanya APAR, dan peralatan keselamatan kerja seperti masker, helm, earphone, sarung tangan, dan kaca mata. DU/DI yang memiliki tingkat kesiapan 100% baru ada tujuh lokasi yang juga merupakan DU/DI berskala menengah ke atas. Tiga DU/DI memiliki tingkat kesiapan 80% (sangat tinggi), enam DU/DI memiliki
92
tingkat kesiapan 40 % (sedang), dua DU/DI memilki kesiapan 20% (rendah), dan enam DU/DI lainnya mencapai kesiapan 0% (sangat rendah). Berdasarkan wawancara dengan pihak industri sebagian besar industri yang berskala menengah ke bawah tidak memilki sarana yang disebutkan di atas dikarenakan industri mereka hanya industri kecil sehingga belum mampu untuk melengkapi segala sarana tersebut. Sedangkan industri yang lain yang berskala besar sudah memilki ketersediaan sarana keselamatan kerja karena memang hal tersebut merupakan salah satu standar operational procedure (SOP) yang ada. Apabila ditinjau dari rata-rata kesiapan seluruh aspek dari setiap DU/DI yang ada tingkat kesiapan sangat tinggi dicapai lima DU/DI yaitu 100%, sedangkan satu DU/DI masih memiliki tingkat kesiapan paling rendah yaitu 35,7 % (rendah). Hasil kategori penilaian kesiapan fasilitas praktik di industri pada tiap aspek yang disajikan pada tabel 9. dapat pula digambarkan dalam bentuk diagram sebagai berikut:
93
100,00% 90,00%
91,70% 87,50% 84,70%
80,00%
Prosentase
70,00%
Ketersediaan Ruang Praktik
66,67%
60,00%
50,80%
50,00%
Keadaan Ruang Praktik Ketersediaan Alat Praktik
40,00% 30,00%
Ketersediaan Bahan Praktik
20,00%
Ketersediaan Sarana K3
10,00% 0,00% Aspek-aspek Fasilitas Sarana dan Prasarana di DU/DI
Gambar 6.. Diagram Batang Fasilitas Sarana dan Prasarana di DU/DI tiap Aspek 3. Pelaksanaan Prakerin di Dunia Usaha/Industri Variabel pelaksanaan prakerin di DU/DI terdiri dari 22 butir pertanyaan yang terbagi menjadi 2 aspek yaitu aspek komponen keahlian praktek industri dan aspek sikap dan perilaku siswa. Data pelaksanaan pelaksanaan prakerin di DU/DI diperoleh dari instruktur di DU/DI sebanyak 24 orang dari 24 DU/DI. Data lengkap angket angket yang diberikan dapat dilihat pada lampiran 3. Tabel 10.. Hasil Penelitian Pelaksanaan Prakerin di DU/DI
No 1 2
Rata-rata Tingkat Pelaksanaan (%) Komponen Keahlian Praktik Kejuruan/praktik 88,69 industri Sikap dan perilaku kerja 83,89 Rata-rata 86,29 Aspek Pelaksanaan
94
Berdasarkan data pada tabel 10. ditinjau dari aspek pelaksanaan komponen
keahlian
praktik
industri
rata-rata
mencapai
tingkat
pelaksanaan dalam kategori sangat tinggi yaitu 88,69%. Aspek pelaksanaan ini meliputi kegiatan yang dilaksanakan di industri, kesesuaian materi yang diberikan di sekolah dengan di industri, tingkat pemahaman siswa, dan pendampingan dari instruktur. Sedangkan apabila ditinjau dari pelaksanaan masing-masing industri tingkat pelaksanaan sangat tinggi yaitu 100% dimilki oleh 10 DU/DI. Lima DU/DI memilki tingkat pelaksanaan 71,43% (tinggi) dan industri yang lainnya kisaran 85%. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak industri, sebagian besar siswa sudah mempunyai bekal yang cukup sebelum melaksanakan prakerin namun dirasa masih kurang karena pelaksanaan prakerin dilaksanakan pada tahun kedua semester pertama sehingga bekal yang didapatkan tentang kompetensi keahlian masih sedikit. Selain itu pada industri yang berskala besar siswa yang melaksanakan prakerin terdapat instruktur yang mendampingi siswa tersebut sehingga apabila ada pemasalahan pembimbingnya
atau
pertanyaan
langsung.
dapat
Pemilik
dikonsultasikan
perusahaan
tidak
dengan menjadi
pembimbing langsung namun menunjuk staff atau karyawannya, sedangkan pada industri kecil pemilik bengkel yang juga sebagai mekanik juga bertindak langsung sebagai pembimbing siswa. Evaluasi kegiatan oleh pembimbing industri pada siswa dilakukan setiap apel sore,
95
setiap minggu, atau bahkan pada saat setiap selesai melaksanakan pekerjaan. Apabila ditinjau dari aspek perilaku siswa, rata-rata perilaku siswa di DU/DI menunjukkan tingkat perilaku mencapai 83,89% (kategori sangat tinggi). Aspek perilaku siswa meliputi kedisiplinan, tanggung jawab, kualitas kerja, kerja sama, dan keselamatan kerja atau penggunaan SOP yang berlaku. Apabila ditinjau dari perilaku siswa di masing-masing DU/DI, tingkat perilaku siswa tertinggi mencapai 100% (sangat tinggi) yang terdapat di lima DU/DI. Sedangkan aspek perilaku terendah yaitu 60% (kategori tinggi). Berdasarkan wawancara dengan industri, kedisiplinan siswa masih kurang diantaranya adalah keterlambatan siswa dalam masuk kerja dan kehadirannya. Selain itu siswa dalam melaksanakan pekerjaannya juga masih kurang memperhatikan SOP yang berlaku. Berdasarkan data lampiran, apabila ditinjau dari rata-rata setiap aspek di DU/DI, dapat diketahui bahwa rata-rata tingkat pelaksanaan tiap-tiap lokasi memperlihatkan perbedaaan yang tidak terlalu signifikan. Ada empat DU/DI yang menunjukkan pelaksanaan prakerin mencapai tingkat kesiapan sangat tinggi yaitu 100% sedangkan tingkat pelaksanaan terendah yaitu 62,4 % (tinggi). Hasil kategori penilaian pelaksanaan Prakerin di DU/DI pada tiap aspek yang disajikan pada tabel 10. dapat pula digambarkan dalam bentuk diagram sebagai berikut:
Prosentase
96
100,00% 88,69% 83,89% 90,00% 80,00% 70,00% 60,00% 50,00% 40,00% 30,00% 20,00% 10,00% 0,00% Aspek-aspek Pelaksanaan Prakerin di DU/DI
Komponen Keahlian Praktik Kejuruan Sikap dan Perilaku Kerja
Gambar 7.. Diagram Batang Pelaksanaan Prakerin di DU/DI 4. Pelaksanaan Monitoring Variabel pelaksanaan monitoring terdiri dari 8 butir pertanyaan yang terbagi menjadi 3 aspek yaitu aspek keterlaksanaan program, aspek materi monitoring, dan aspek intensitas monitoring. Data pelaksanaan monitoring diperoleh dari ketua pokja prakerin. Data angket yang diberikan disajikan dalam tabel di bawah ini, sedangkan data lengkap dapat dilihat pada lampiran 3. Tabel 11.. Hasil Penelitian Pelaksanaan Monitoring Variabel
Monitoring
Rata-rata
Aspek penilaian
1. Keterlaksanaan Program 2. Materi monitoring 3. Intensitas monitoring
Jumlah Butir 2
Nomor Butir pada Instrumen 1-2
Prosentase (%)
3
3-5
100%
3
6-8
100%
100%
100%
97
Tabel 11. menunjukkan bahwa tingkat pelaksanaan monitoring mencapai rata-rata 100% termasuk dalam kategori sangat tinggi. Ketiga aspek menunjukkan tingkat kesiapan sangat tinggi yaitu 100%. Berdasarkan penjelasan dari hasil wawancara dengan ketua pokja diperoleh keterangan tambahan sebagai berikut : a. Monitoring dilaksanakan oleh pokja bersama dengan pembimbing selama 3 kali yaitu pada saat penyerahan siswa, pertengahan periode, dan penarikan sisswa. Namun apabila pihak DU/DI membutuhkan pembimbing diluar jadwal tersebut maka dapat menyesuaikan. b. Materi monitoring meliputi presensi kehadiran, sikap, kinerja, hambatan-hambatan siswa, ketercapaian ketrampilan di buku panduan, masukan dari instruktur di DU/DI dan kondisi dari DU/DI sendiri. c. Apabila lokasi DU/DI berada di dalam wilayah Pacitan maka sewaktu-waktu dapat dilakukan monitoring tambahan di luar jadwal tersebut oleh pembimbing. d. Pada kegiatan monitoring, yang ditemui adalah pimpinan DU/DI, pembimbing industri, dan siswa prakerin. Hasil kategori pelaksanaan monitoring pada tiap aspek yang disajikan pada tabel 11. dapat pula digambarkan dalam bentuk diagram sebagai berikut:
98
100,00% 90,00%
91,70% 84,70%
80,00%
Prosentase
70,00%
66,67%
60,00%
Keterlaksanaan Program
50,00%
Materi Monitoring
40,00% Intensitas Monitoring 30,00% 20,00% 10,00% 0,00% Aspek-aspek Pelaksanaan Monitoring
Gambar 8.. Diagram Batang Pelaksanaan Monitoring
5. Pelaksanaan Uji Kompetensi dan Sertifikasi Variabel pelaksanaan uji kompetensi dan sertifikasi terdiri dari 10 butir pertanyaan yang terbagi menjadi 5 aspek yaitu aspek komponen keterlaksanaan uji kompetensi, materi, pemberian sertifikat, sarana, dan pembiayaan. Data pelaksanaan uji kompetensi dan sertifikasi di DU/DI diperoleh dari instruktur di DU/DI sebanyak 24 orang dari 24 DU/DI. Rangkuman data pelaksanaan uji kompetensi dan sertifikasi dapat dilihat pada tabel di bawah, sedangkan data lengkap angket yang diberikan dapat dilihat pada lampiran 3.
99
Tabel 12. Hasil penelitian pelaksanaan Uji Kompetensi dan Sertifikasi No
Aspek Pelaksanaan
1 Keterlaksanaan 2 Materi uji kompetensi 3 Sertifikasi 4 Sarana dan prasarana 5 Biaya Rata-rata
Rata-rata Tingkat Pelaksanaan (%) 19,4 39,6 51,4 29,2 25 32,92
Berdasarkan tabel 12. pada aspek keterlaksanaan uji kompetensi rata-rata DU/DI mendapat presentase 19,4% dan masuk dalam kategori sangat rendah. Apabila dilihat dari masing-masing industri masih banyak yang mendapatkan prosentase 0%. DU/DI yang menunjukkan tingkat pelaksanaan sangat tinggi yaitu 100% ada tiga. Sedangkan tiga industri menunjukkan pelaksanaan 33,33% (rendah) dan satu industri memiliki tingkat kesiapan sedang yaitu 66,67%. Berdasarkan data wawancara yang diperoleh di lapangan diketahui bahwa sebagian besar DU/DI tidak melaksanakan uji kompetensi bagi peserta prakerin. Alasan yang disampaikan beragama diantaranya adalah tidak adanya waktu untuk melaksanakan uji kompetensi, kekurangan tenaga penguji karena pemilik bengkel juga sebagai mekanik dan pembimbing, dan sarana dan prasarana yang kurang memadai. Penilaian kompetensi dilakukan selama siswa masuk pertama kali hingga selesai prakerin. Namun ada juga DU/DI yang melaksanakan uji kompetensi dengan membentuk tim penguji di akhir prakerin. Penilaian dilakukan berdasarkan kemampuan siswa dalam mengerjakan tugas yang diberikan, kehadiran, kedisiplinan,
100
perilaku, kualitas kerja, dan aspek ketrampilan. Pihak bengkel tinggal mengisi buku agenda yang sudah dibawakan dari sekolah. Ditinjau dari aspek materi uji kompetensi, rata-rata industri mendapat prosentase 39,6% (kategori rendah). Sebagian besar DU/DI menunjukkan tingkat pelaksanaan masih sangat rendah yaitu 0%. Namun ada juga industri yang menunjukkan tingkat pelaksanaan sangat tinggi yaitu 100%, dan satu industri 50% (sedang). Berdasarkan hasil wawancara, meskipun sebagian besar tidak melaksanakan uji kompetensi namun untuk materi yang disusun untuk menilai siswa diambilkan dari jenis ketrampilan yang sering dilaksanakan di lapangan seperti servis ringan yang meliputi pengecekan busi, roda, sistem rem, kelistrikan, dan pelumasan. Karena sebagian besar lokasi yang digunakan untuk prakerin adalah bengkel dengan skala menengah ke bawah maka kegiatan yang ada di dalamnya juga sebatas kegiatan ringan saja. Ditinjau dari aspek sertifikasi, dapat diketahui bahwa tingkat pelaksanaan sertifikasi rata-rata adalah 51,4% (kategori sedang). Apabila dilihat
dari
melaksanakan
masing-masing sertifikasi,
industri meskipun
hampir sebagian
semuanya
sudah
besar
tingkat
pelaksanaannya rata-rata masuk kategori rendah (33,33%) dan hanya dua industri saja yang belum (0%). Dari data wawancara dan instrumen terbuka diketahui bahwa sebagian besar insdutri tidak menerbitkan sertifikat untuk diberikan kepada siswa yang telah lulus uji kompetensi.
101
Format isian nilai sudah masuk dalam buku agenda dari sekolah dan pihak industri tinggal memberikan paraf dan stempel industri saja. Dari aspek sarana dan prasarana, diketahui rata-rata tingkat pelaksanaan adalah 29,2% (kategori rendah). DU/DI yang melaksanakan uji kompetensi maupun penilaian menggunakan sarana dan prasarana yang ada di bengkel tersebut. Dapat dilihat bahwa ada tujuh industri yang memiliki tingkat pelaksanaan 100% sedangkan yang lainnya masih 0% (sangat rendah). Dari data wawancara diperoleh beberapa informasi tambahan diantaranya adalah bahwa sarana dan prasarana yang ada di bengkel digunakan untuk menunjang sistem penilaian, sehingga uji kompetensi atau penilaian disesuaikan dengan sarana yang ada. Jenis ketrampilan yang ada sedangkan pihak bengkel tidak mempunyai sarana maka tidak dilaksanakan penilaian. Apabila ditinjau dari aspek pembiayaan, dapat dilihat bahwa ratarata mencapai tingkat pelaksanaan 25% (kategori rendah). Hal tersebut dikarenakan rata-rata sebagian besar tidak mengeluarkan biaya untuk uji kompetensi atau tidak melaksanakan uji kompetensi sehingga tidak mengeluarkan biaya. Dari 24 bengkel yang ada, 18 bengkel menunjukkan tingkat pelaksanaan 0% (sangat rendah) namun ada 6 bengkel yang mencapai tingkat pelaksanaan 100% (sangat tinggi). Dari hasil wawancara dengan pihak industri yang melaksanakan uji kompetensi, pembiayaan yang ada tidak terlalu besar hanya untuk penerbitan sertifikat bagi yang menerbitkan. Selain itu karena uji kompetensi atau penilaian
102
dilaksanakan terintegrasi dengan aktivitas sehari-hari sehari hari maka tidak memerlukan biaya yang cukup cukup besar bahkan tidak memerlukan biaya sepeserpun. Hasil kategori pelaksanaan uji kompetensi dan sertifikasi pada tiap aspek yang disajikan pada tabel 12. 12 dapat pula digambarkan dalam bentuk diagram sebagai berikut:
100,00% 90,00% 80,00% Prosentase
70,00% 60,00% 50,00%
51,40%
Materi Uji Kompetensi 39,60%
40,00% 30,00%
Keterlaksanaan
Sertifikasi 29,20% 25,00%
19,40%
20,00%
Sarana dan Prasarana Pembiayaan
10,00% 0,00% Aspek-aspek Pelaksanaan Uji Komptetensi dan Sertifikasi
Gambar 9.. Diagram Batang Pelaksanaan Pelaksanaan Uji Kompetensi dan Sertifikasi 6. Pelaksanaan evaluasi Variabel pelaksanaan evaluasi terdiri dari 7 butir pertanyaan yang terbagi menjadi 6 aspek yaitu aspek tim evaluasi, pelaksanaan evaluasi, komponen yang dievaluasi, pengolahan evaluasi, pelaporan hasil evaluasi, dan tindak lanjut. lanjut Data pelaksanaan evaluasi diperoleh dari ketua pokja prakerin. Data angket yang diberikan disajikan dalam tabel di bawah ini, sedangkan data lengkap dapat dilihat pada lampiran 3.
103
Tabel 13. Hasil Penelitian Pelaksanaan Evaluasi Variabel
Aspek penilaian
Jumlah Butir
Evaluasi
1. tim evaluasi 2. pelaksanaan evaluasi 3. komponen yang dievaluasi 4. pengolahan evaluasi 5. pelaporan hasil evaluasi 6. tindak lanjut
Prosentase (%)
2 1
Nomor Butir pada Instrumen 2-3 1
1
4
100%
1
5
100%
1
6
100%
1
7
100% 91,67%
Rata-rata
50% 100%
Tabel 13. menunjukkan bahwa tingkat pelaksanaan evaluasi mencapai rata-rata 91,67% termasuk dalam kategori sangat tinggi. Enam aspek menunjukkan tingkat kesiapan sangat tinggi yaitu 100%. Sedangkan aspek tim evaluasi baru mencapai tingkat kesiapan sedang yaitu 50%. Berdasarkan penjelasan dari hasil wawancara dengan ketua pokja diperoleh keterangan tambahan sebagai berikut : a. Tim evaluasi terdiri dari Kepala Sekolah, pokja, pembimbing, guru BP/BK, dan wali kelas. Untuk saat ini belum bisa menghadirkan perwakilan dari pihak DU/DI secara langsung untuk evalusi. Masukan dari pihak DU/DI disampaikan melalui pembimbing pada saat monitoring. Hal itu sudah dianggap cukup sebagai salah satu bahan
evaluasi.
Materi
evaluasi
meliputi hasil
monitoring,
pembiayaan, kondisi siswa, tujuan program, dan hambatan-hambatan yang ada.
104
b. Laporan oleh siswa ada pada buku agenda kegiatan prakerin yang berisi catatan kegiatan yang dilakukan setiap hari selama melaksanakan prakerin yang diketahui oleh pembimbing dari industri. c. Sumber evaluasi berasal dari guru pembimbing, tim monitoring, pembimbing dari DU/DI, buku agenda kegiatan prakerin siswa, dan dari data-data penunjang lainnya. d. Hambatan yang terjadi diantaranya adalah : 1) Pada saat awal-awal pekan pelaksanaan prakerin banyak siswa yang kurang sesuai dengan tempat DU/DI. 2) Banyak ketrampilan yang tidak dapat dilaksanakan di lokasi DU/DI dikarenakan kondisi DU/DI yang berskala kecil sehingga sepi kegiatan 3) Ada beberapa lokasi DU/DI yang memberlakukan sistem shift pada peserta dikarenakan terlalu banyaknya siswa yang melaksanakan prakerin di tempat tersebut. 4) Ada beberapa DU/DI yang memberikan masukan bahwa siswa yang
melaksanakan
prakerin
di
lokasi
tersebut
belum
mempunyai pengetahuan dan ketrampilan keahlian yang cukup sehingga
dalam
melaksanakan
suatu
kegiatan
banyak
kekurangpahaman. 5) Banyak lokasi DU/DI yang berskala kecil sehingga menghambat proses pembelajaran di dunia kerja
105
e. Evaluasi baru disampaikan pada Kepala Sekolah selaku top management dan wali murid sebagai laporan pelaksanaan program. Hasil kategori pelaksanaan evaluasi pada tiap aspek yang disajikan pada tabel 13. 13 dapat pula digambarkan dalam bentuk diagram sebagai
100,00%
100,00%
90,00%
100,00%
100,00%
100,00%
100,00%
berikut:
Tim Evaluasi
80,00% Pelaksanaan Evaluasi 50,00%
Prosentase
70,00% 60,00% 50,00% 40,00%
Komponen yang Dievaluasi Pengolahan Hasil Evaluasi
30,00%
Pelaporan Hasil Evaluasi
20,00% 10,00%
Tindak Lanjut
0,00% Aspek-aspek Pelaksanaan Evaluasi
Gambar 10.. Diagram Batang Pelaksanaan Evaluasi B. Pembahasan 1. Kesiapan Pelaksanaan Prakerin Kesiapan ini berkaitan dengan kesiapan administrasi dan organisasi, kesiapan biaya, kesiapan pengelolaan program, dan kesiapan guru pembimbing. a. Kesiapan Administrasi dan Organisasi Aspek ini merupakan faktor penting sebelum melaksanakan prakerin. Pembentukan organisasi dan tata administrasi merupakan
106
hal pokok penggerak utama berjalannya program. Organisasi dalam prakerin sebagai penggerak utama berjalannnya program. Organisasi dibentuk oleh kepala sekolah selaku pemimpin utama. Organisasi prakerin biasanya diisi oleh guru produktif atau beberapa guru yang lain. Administrasi dalam prakerin diperlukan sebagai suatu penunjang utama dalam proses kegiatan. Administrasi ini dapat berupa perizinan, pembuatan surat tugas, buku panduan, surat pengantar, pengarsipan, dll. Berdasarkan hasil penelitian, tingkat kesiapan administrasi dan organisasi rata-rata mencapai 87,5% yaitu masuk dalam kategori sangat tinggi. Apabila ditinjau dari masing-masing aspek kesiapan, dua aspek mendapatkan kategori sangat tinggi yaitu 100% sedangkan satu aspek baru mencapai 62,55 (kategori tinggi). Dalam pelaksanaan aspek tersebut tim pokja prakerin sudah melaksanakan sistem admninistrasi dengan baik dan terstruktur diantaranya adalah pembentukan tim pokja di awal tahun ajaran baru, pemetaan lokasi prakerin yang dimulai dengan survei lokasi baik dilakukan oleh guru produktif atau oleh siswa sendiri, memberikan surat permohonan tempat dan surat balasan kesanggupan industri, dan penerbitan surat perizinan. Susunan tim pokja meliputi Kepala sekolah, Waka bidang Humas, dan dewan guru. Susunan ini sudah cukup homogen karena menurut Ahmad Sonhaji (1998) dalam penelitiannya yang berjudul Pelaksanaan Pendidikan Sistem ganda di Suatu Sekolah Menegah
107
Kejuruan menyimpulkan bahwa tentang pembentukan pokja prakerin belum ada petunjuk pelaksanaan sehingga kemungkinan bentuk organisasinya bervariasi antar SMK satu dengan yang lain. Kegiatan administrasi dan organisasi dalam sebuah kegiatan atau program merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan oleh pihak-pihak terkait. Aspek administrasi dan manajemen perencanaan juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sonhaji A, yaitu mulai dari menyusun program pemantauan, membuat jurnal kegiatan siswa, menyusun daftar pemetaan siswa dan surat menyurat. Akan tetapi pelaksanaan surat menyurat belum sepenuhnya optimal dikarenakan kondisi dari masing-masing DU/DI yang berbeda. Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua pokja yang belum dilakukan secara sepenuhnya adalah surat menyurat balasan dari DU/DI. Ada beberapa DU/DI yang secara administratif tidak dapat memberikan surat balasan kesanggupan untuk menjadi mitra pasangan dikarenakan keterbatasan dari DU/Di itu sendiri. Biasanya DU/DI itu merupakan bengkel kecil milik perseorangan yang volume kegiataanya juga tidak terlalu ramai, tidak mempunyai banyak karyawan administratif, dan juga tidak mempunyai komputer atau sejenisnya sehingga balasan kesanggupan untuk menjadi mitra hanya sebatas lisan saja pada tim survei. Meskipun aspek kesiapan pemetaan DU/DI sudah mencapai tingkat sangat tinggi yaitu 100% namun dari hasil wawancara diketahui beberapa hal diantaranya
108
lokasi yang digunakan untuk prakerin mayoritas berada di dalam daerah Pacitan, padahal DU/DI lokal sebagian besar yang dipilih oleh siswa merupakan bengkel kecil milik perseorangan. Alasan pemilihan di dalam daerah mayoritas karena faktor ekonomi dan kesiapan mental. Adapun syarat utama yang ditetapkan oleh sekolah mengenai tempat yang dapat dijadikan lokasi prakerin diantaranya adalah DU/DI tersebut dapat menerima siswa prakerin yang dibuktikan dengan surat balasan permohonan prakerin, sedangkan untuk kriteria yang lain seperti kelengkapan fasilitas praktik, besar/kecilnya bengkel, jarak/lokasi dapat disesuaikan. Hal inilah yang sebenarnya juga masih diupayakan oleh pihak sekolah dalam menentukan kriteria tempat, sehingga siswa dapat mendapatkan tempat yang benar-benar dapat menempa diri siswa pada dunia kerja. Dari segi ekonomi, orang tua merasa keberatan apabila putranya melaksanakan prakerin di luar Pacitan karena akan menambah biaya transportasi, biaya hidup, dan biaya kebutuhan lainnya. Sedangkan dari segi kesiapan mental lebih condong pada siswa. Siswa tidak siap mental apabila jauh dari orang tua, melaksanakan prakerin di luar daerah apalagi di DU/DI yang bonafit karena siswa sudah terbiasa dengan sesuatu yang santai dan kurang nyaman dengan iklim kerja yang disiplin dan tertib. Kedua faktor tersebut harusnya dapat dicarikan solusinya oleh pihak sekolah sebagai lembaga pendidikan yang bertanggung jawab penuh terhadap kualitas lulusannya. Dari
109
segi ekonomi dapat dicari solusi misalkan siswa yang dari keluarga kurang mampu diberikan beasiswa atau keringanan biaya yang diperoleh
dari
dana
sekolah
atau
sponsor
sehingga
dapat
melaksanakan prakerin di luar daerah. Sedangkan dari faktor kesiapan mental sekolah dapat melakukan pendekatan dengan orang tua. Selain itu tim pokja juga bisa memperketat syarat-syarat kriteria DU/DI yang akan digunakan untuk melaksanakan prakerin sehingga apabila DU/Di di dalam daerah tidak ada yang sesuai dengan kriteria dapat mencari di luar daerah. Hal tersebut perlu dilakukan karena tujuan prakerin adalah untuk memberikan pengalaman siswa yang tidak diperoleh di sekolah dan untuk meningkatkan mental iklim kerja sehingga dapat bersaing di lapangan kerja. b. Kesiapan Biaya Kesiapan biaya merupakan salah satu hal pokok yang harus dipenuhi sebelum melaksanakan prakerin. Biaya ini digunakan untuk operasional pelaksanaan program, monitoring, pembuatan buku panduan, pembuatan kenang-kenangan industri, dll. Selain bersumber dari alokasi dana sekolah hendaknya pembiayaan prakerin juga dapat dialokasikan dari sponsor atau pihak lain yang tidak terikat. Berdasarkan tabel hasil penelitian, rata-rata kesiapan biaya mencapai tingkat sangat tinggi yaitu 83,33%. Sedangkan apabila ditinjau dari segi beberapa aspek, ada dua aspek yang sudah mencapai tingkat kesiapan 100% sedangkan satu aspek masih mencapai 50%.
110
Kesiapan biaya dalam melaksanakan kegiatan terutama prakerin sangat perlu diperhatikan. Biaya disini untuk menunjang kegaiatan operasional dan kebutuhan yang berkaitan dengan prakerin mulai dari surat menyurat, pembuatan buku agenda, monitoring, survei, pembuatan
kenang-kenangan,
dan
pengadaan
lainnya.
Perlu
diperhatikan juga hendaknya dalam pelaksanaannya segala biaya yang berkaitan dengan operasional tidak menarik iuran dari siswa. Sumber biaya diupayakan dari dana sekolah atau bisa juga berasal dari sponsor. Sumber biaya yang ada di SMK 3 masih berasal dari dana sekolah dan komite sedangkan tim pokja sendiri belum bisa bekerjasama dengan pihak sponsor. Pengelolaan biaya oleh tim pokja juga sudah dilakukan secara transparan dan dikelola untuk beberapa pos dalam prakerin seperti untuk keperluan yang disebutkan di atas. Pelaporan juga dilaksanakan dan dilaporkan pada kepala sekolah dan bendahara sekolah untuk selanjutnya disampaikan pada Dinas terkait oleh sekolah. Dalam hal pembiayaan, usaha yang telah dilakukan oleh pokja prakerin juga sesuai dengan yang diamanatkan oleh Peraturan Menteri No 69 Tahun 2009 Tentang Standar Biaya, bahwa negara wajib membiayai sistem pendidikan bagi setiap warga negara yang dialokasikan 20% dari APBN maupun APBD. Secara terperinci anggaran untuk pelaksanaan prakerin dapat dianggarkan melalui dan BOS setiap tahunnya.
111
c. Kesiapan Pengelolaan Program Program kerja merupakan salah satu hal pokok yang perlu direncanakan , dilaksanakan, dan dievaluasi dalam pelaksanaannya. Dalam sebuah kegiatan, program kerja memuat apa saja hal yang akan dilaksanakan dalm kegiatan tersebut. Prakerin merupakan salah satu kegiatan untuk siswa dalam rangka beberapa tujuan tertentu. Berdasarkan data hasil penelitian, kesiapan pengelolaan program baru mencapai rata-rata 66,66% yaitu tingkat tinggi. Beberapa aspek yang mempengaruhi dalam kesiapan ini masih sangat perlu ditingkatkan lagi. Dari aspek pembekalan siswa, tim pokja sudah melakukan pembekalan pada siswa mengenai gambaran prakerin, agenda kegiatan, tata tertib, pengisian buku agenda, pelaporan, dan hal lain terkait prakerin. Namun dari tim pokja belum menghadirkan dari pihak DU/DI yang nantinya akan bertindak sebagai pembimbing di industri. Selain itu perwakilan dari industri juga dapat menyampaikan gambaran iklim kerja di industri, tata tertib, aktivitas, dll. Diharapkan uraian yang disampaikan dapat memberikan gambaran pada siswa sehingga akan meningkatkan kesiapan fisik dan mental serta ketrampilannya. Tentunya perwakilan yang dihadirkan berasal dari DU/DI yang berskala menengah ke atas sehingga dapat memberikan kesan tersendiri pada peserta. Selain dalam pembekalan siswa, pihak industri hendaknya juga perlu dihadirkan dalam koordinasi persiapan pelaksanaan. Hal itu mengingat perlunya berkoordinasi dalam setiap
112
hal dengan pihak DU/DI. Diharapkan koordinasi ini bisa terwujud mulai dari penerimaan siswa baru. Ini berkaitan dengan lulusan yang nantinya dapat diserap oleh DU/DI tersebut sehingga konsep kebijakan link and match yang telah dicetuskan mulai tahun 1994 dapat terealisasikan. Hal ini didasari pemikiran bahwa kebijakan tersebut mengharapkan perbaikan yang mendasar dan menyeluruh tentang perbaikan konsep, program, dan perilaku operasionalnya, membuka dan mendorong hubungan kemitraan antara pendidikan kejuruan
dengan
dunia
usaha/industri
yang
pada
dasarnya
mendekatkan supply dan demand. Dalam penelitian evaluasi implementasi kebijakan pendidikan sistem ganda di sekolah kejuruan yang dilakukan oleh Wahyu Nurhadjadmo (2008) menyatakan bahwa salah satu tahap persiapan prakerin adalah pembekalan siswa yang materinya meliputi orientasi DU/DI, tugas dan kewajiban siswa selama di DU/DI, petunjuk pengisian buku jurnal, pembenahan sikap, dan latihan kesemaptaan. Sedangkan petugas yang memberikan pembekalan terdiri dari guru sekolah, instruktur dari DU/DI, TNI/Polri, dan Majelis Sekolah. Melihat salah satu realita di SMK ini semakin dirasa perlu bahwa untuk pembekalan siswa memang harus menghadirkan perwakilan dari DU/DI atau pihak lain untuk meningkatkan pengetahuan, kedisiplinan, dan etos kerja siswa. Sehingga ketika sudah berada di dunia kerja siswa sudah memilki bekal yang sangat cukup.
113
Program yang telah disusun dan dibuat bersama dengan pihak industri selanjutnya dapat menjadi sebuah program yang nantinya dapat menunjang tujuan prakerin itu sendiri. Sehingga setelah selesai melaksanakan prakerin siswa benar-benar memahami iklim kerja ketika sudah di dunia industri. Sosialisasi kepada siswa juga sangat penting seperti jadwal pelaksanaan, penugasan, kegiatan di industri, bimbingan, dll mengingat salah satu tujuan prakerin adalah untuk meningkatkan ketrampilan siswa yang tidak dapat diperoleh di sekolah. Dalam hal ini Depdiknas (2008) juga mengungkapkan bahwa perancangan program prakerin tidak terlepas dari implementasi silabus ke dalam pembelajaran, yang membutuhkan metode, strategi dan evaluasi pelaksanaan yang sesuai. Rancangan prakerin sebagai bagian pembelajaran perlu memperhatikan kesiapan Dunia Kerja mitra dalam melaksanakan pembelajaran kompetensi tersebut. Hal ini diperlukan agar dalam pelaksanaannya, penempatan peserta didik untuk prakerin tepat sasaran sesuai dengan kompetensi yang akan dipelajari. d. Kesiapan Guru Pembimbing Guru pembimbing merupakan salah satu unsur dalam prakerin yang ikut mempengaruhi keberhasilan prakerin. Guru pembimbing gharus dapat membimbing siswanya di industri berkaitan dengan pencapaian tujuan prakerin, penyelesaian hambatan yang dialami,
114
penyelesaian
penugasan,
dll.
Berkaitan
dengan
tugas
guru
pembimbing tersebut tentunya guru pembimbing harus menguasai konsep prakerin, mempunyai pengetahuan yang luas tentang iklim di DU/DI, dan mempunyai jadwal bimbingan pada siswanya. Selain itu faktor
pengalaman
dan
kualifikasi
pendidikan
juga
turut
kesiapan
guru
mempengaruhinya. Berdasarkan
hasil
penelitian,
rata-rata
pembimbing di atas 66,67% dan sudah mencapai tingkat kesiapan tinggi dan sangat tinggi. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa minimal guru pembimbing prakerin di SMK 3 Pacitan sudah bisa dikatakan mempunyai kesiapan tinggi. Guru pembimbing dalam menjalankan
fungsinya
sebagai
pembimbing
prakerin
harus
mempunyai siap di beberapa hal. Kesiapan guru pembimbing yang dimaksud adalah ketersediaan guru yang memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan yang ditunjukkkan dengan ciri-ciri: (1) mendapatkan informasi tentang PSG, (2) memahami masalah PSG, (3) mampu memberikan pengarahan kepada siswa, (4) menyiapkan sarana prosedur belajar mengajar dalam PSG, (5) keterlibatan dalam organisasi pengelola PSG, dan (6) memiliki pengalaman industri. Kebanyakan aspek yang belum dapat sepenuhnya dilakukan adalah aspek pengalaman industri dan aspek keterlibatan dalam organisasi prakerin maupun kegiatan kesiswaan. Pengalaman industri sangat penting bagi seorang tenaga pendidik apalagi di sekolah kejuruan.
115
Hal ini untuk menanamkan pengalaman industri pada siswanya. Guru dapat mengikuti pelatihan, diklat, ataupun magang di industri ketika menjadi guru. Pihak sekolah seharusnya dapat menjembatani dengan pihak industri. Hal ini untuk meningkatkan kualitas tenaga pendidik sehingga memiliki kemampuan di bidang akademik dan kejuruan. Keterlibatan guru dalam kegiatan kesiswaan juga cukup penting karena ketika guru terbiasa menjadi pembina di salah satu kegiatan kesiswaan maka kedekatan guru dan siswa dalam hal pembimbingan, pengarahan, dan komunikasi juga akan tercipta. Dalam hal prakerin peran guru pembimbing sangat penting mengingat siswa perlu membutuhkan bimbingan, pengarahan, dan masukan ketika berada di DU/DI. Sehingga apabila ada terjadi sesuatu hal siswa tidak merasa takut pada pembimbingnya. Hasil penelitian ini senada dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Supardi (1996) di STM Negeri 1 Surakarta yang menyimpulkan bahwa tingkat kesiapan guru pembimbing prakerin mencapai rata-rata 73,21% termasuk dalam tingkat
kesiapan
tinggi.
Guru
pembimbing
dalam
prakerin
mempunyai tugas penting yaitu mempersiapkan, mengarahkan, memotivasi, melatih, menilai, dan membimbing siswa. Karena tingkat kesiapan guru pembimbing baru mencapai 73,21%, maka masih perlu ditempuh usaha-usaha untuk meningkatkan kesiapan guru. Dit. Dikmenjur (dalam Supardi, 1996) menganjurkan bahwa
116
untuk meningkatkan kesiapan guru pembimbing, diharapkan pihak sekolah dapat memagangkan guru-gurunya di industri. Penelitian yang dilakukan oleh Sonhaji A. (1998) menyatakan bahwa kualifikasi guru pembimbing ditandai dengan tingkat dan jenis pendidikan formal, pengalaman profesi, pengalaman pembimbingan, dan pengalaman pelatihan. Penunjukan guru pembimbing diutamakan sarjana S1 sesuai dengan bidang studi siswa yang dibimbingnya. Sebagian besar mereka telah berpengalaman cukup lama dalam membimbing siswa prakerin. Sementara hanya terdapat beberapa guru saja yang berpengalaman mengikuti pelatihan tentang prakerin. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sonhaji A. ini sesuai dengan hasil penelitian di SMK 3 Pacitan. Sebagian besar guru pembimbing yang ditunjuk sudah berpengalaman cukup lama dalam membimbing siswa prakerin. Namun pengalaman dalam pelatihan masih terdapat beberapa yang belum karena belum ada program khusus dari sekolah. 2. Fasilitas Praktik di DU/DI Fasilitas praktik di DU/DI yang memadai sesuai yang dibutuhkan di DU/DI akan memudahkan siswa dalam kegiatan pembelajaran sehingga pembentukan karakter calon tenaga kerja yang profesional di bidangnya akan semakin mudah, begitu juga sebaliknya apabila fasilitas yang terdapat dalam DU/DI kurang memadai maka siswa akan terhambat dalam menguasai kompetensi yang disyaratkan. Fasilitas sarana dan prasarana di sebuah DU/DI akan mengikuti seberapa kecil atau besarnya
117
sebuah industri. Apabila DU/DI tersebut merupakan milik perseorangan dan hanya mengerjakan servis umum saja maka peralatan yang ada juga kurang memadai. Sedangkan apabila DU/DI tersebut merupakan milik suatu Perseroan Terbatas (PT), CV, milik pemerintah, atau milik dari beberapa orang biasanya sarana dan prasarana cukup memadai bahkan sangat lengkap. Selain itu kedua bengkel tersebut juga mempunyai perbedaan manajemen di dalamnya. Berdasarkan hasil penelitian rata-rata kesiapan fasilitas praktik, kesiapan terendah dicapai pada aspek ketersediaan sarana keselamatan kerja yang baru mencapai 50,8% (kategori sedang). Hal ini disebabkan karena sebagian besar lokasi yang digunakan untuk prakerin merupakan DU/DI skala kecil yang dimiliki oleh perseorangan sehingga sarana dan prasarana yang dimiliki salah satunya ketersediaan sarana keselamatan kerja masih kurang. Sarana K3 sangat diperlukan dalam aktivitas seharihari mengingat dalam setiap aktivitas selalu terjadi kontak langsung dengan bahan kimia, bahan padat dan keras, debu, dll sehingga diperlukan sarana untuk melindungi tubuh kita dari hal itu semua. Selain itu K3 juga merupakan salah satu SOP dalam melakukan aktivitas keahlian praktik industri. Sedangkan rata-rata kesiapan fasilitas sarana praktik di industri mencapai 72,38 % dan merupakan kategori tinggi. Namun dari hasil dokumentasi di lapangan, tidak semua bengkel mempunyai perlengkapan yang memadai. Perlengkapan yang ada hanya disesuaikan dengan bidang
118
jasa bengkel tersebut. Misalkan perlengkapan bengkel yang hanya melayani servis umum kendaraan dengan bengkel yang melayani servis umum dan pengecatan akan berbeda. Dengan demikian kelengkapan sarana dan prasarana bengkel akan disesuaikan dengan bidang jasa/produksi suatu bengkel tersebut. Hasil yang sama juga dialami di STM Negeri 1 Surakarta dalam penelitian yang dilakukan oleh Supardi (1996) yang menyatakan bahwa latihan kerja siswa di industri didukung dengan fasilitas kerja sehari-hari yang telah ada sebelumnya, sehingga beberapa industri terbukti memiliki tingkat kesiapan kelengkapan fasilitas sangat rendah. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 24 DU/DI yang digunakan untuk melaksanakan Prakerin, 1 bengkel dengan kategori rendah, 5 bengkel kategori sedang, 8 bengkel kategori tinggi, dan 10 bengkel kategori sangat tinggi. Meskipun cukup banyak bengkel yang mendapatkan predikat kategori sedang, tinggi, dan sangat tinggi, namun diperlukan perbaikan dan catatan khusus tentang fasilitas praktik yang ada. 3. Pelaksanaan Prakerin di DU/DI Kegiatan di DU/DI yang dilaksanakan oleh siswa pada dasarnya merupakan keahlian kompetensi industri yang belum didapatkan di sekolah. Pokok dari pelaksanaan prakerin adalah membentuk iklim kerja pada peserta didik melalui berbagai ketrampilan tambahan di industri sehingga ketika lulus nanti sudah memiliki gambaran tentang iklim kerja
119
di DU/DI. Berbagai kegiatan yang dilakukan diantaranya meliputi aspek teknis dan aspek non teknis. Aspek teknis meliputi pelaksanaan kompetensi keahlian kejuruan seperti perbaikan sistem rem, sistem pendinginan, sistem kelistrikan, servis ringan, dll. Sedangkan aspek non teknis meliputi kedisiplinan, kualitas kerja, kerja sama, kuantitas, dll. Berdasarkan data hasil penelitian, rata-rata komponena aspek keahlian praktik industri mencapai tingkat pelaksanaan sangat tinggi yaitu 88,69% sedangkan aspek sikap dan perilaku kerja mencapai tingkat pelaksanaan sangat tinggi yaitu 83,89%. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak industri, sebagian besar siswa sudah mempunyai bekal yang cukup sebelum melaksanakan prakerin namun dirasa masih kurang karena pelaksanaan prakerin dilaksanakan pada tahun kedua semester pertama sehingga bekal yang didapatkan tentang kompetensi keahlian masih sedikit. Selain itu pada industri yang berskala besar siswa yang melaksanakan prakerin terdapat instruktur yang mendampingi siswa tersebut sehingga apabila ada pemasalahan atau pertanyaan dapat dikonsultasikan dengan pembimbingnya langsung. Pemilik perusahaan tidak menjadi pembimbing langsung namun menunjuk staff atau karyawannya, sedangkan pada industri kecil pemilik bengkel yang juga sebagai mekanik juga bertindak langsung sebagai pembimbing siswa. Sebagian besar siswa dalam satu tempat mengerjakan kompetensi yang sama, sedangkan volume kegiatan di tiap lokasi Du/DI tidak sama. Hal ini tergantung pada tingkat skala DU/DI tersebut, hal ini juga sama
120
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Supardi (1996) yang menyimpulkan bahwa komponen kegiatan yang dilakukan beberapa siswa di suatu industri adalah sejenis. Kegiatan siswa di industri dilakukan secara berkelompok dengan tempat, waktu, dan jenis kegiatan yang sama. Hal ini sesuai dengan data dari jurnal kegiatan maupun lembar isian kegiatan yang diberikan pada siswa. Apabila ditinjau dari aspek perilaku siswa, rata-rata perilaku siswa di DU/DI menunjukkan tingkat perilaku mencapai 83,89% (kategori sangat tinggi). Aspek perilaku siswa meliputi kedisiplinan, tanggung jawab, kualitas kerja, kerja sama, dan keselamatan kerja atau penggunaan SOP yang berlaku. Apabila ditinjau dari perilaku siswa di masing-masing DU/DI, tingkat perilaku siswa tertinggi mencapai 100% (sangat tinggi) yang terdapat di lima DU/DI. Sedangkan aspek perilaku terendah yaitu 60% (kategori tinggi). Berdasarkan wawancara dengan industri, kedisiplinan siswa masih kurang diantaranya adalah keterlambatan siswa dalam masuk kerja dan kehadirannya. Selain itu siswa dalam melaksanakan pekerjaannya juga masih kurang memperhatikan SOP yang berlaku. Hal tersebut hendaknya menjadi perhatian yang serius dari pihak industri maupun sekolah dikarenakan salah satu tujuan dari prakerin adalah membentuk perilaku kerja di setiap siswa. Apabila mereka sudah terbiasa santai pada saat prakerin maka ketika sudah terjun di dunia kerja yang sesungguhnya nanti mereka juga akan melakukan hal yang sama. Solusi yang bisa ditempuh diantaranya adalah mencarikan
121
lokasi DU/DI yang berskala menengah ke atas sehingga iklim kerja akan terbentuk di sana. 4. Monitoring Monitoring merupakan salah satu upaya untuk mengetahui proses pelaksanaan prakerin di DU/DI diantaranya adalah keterlaksanaan program, sikap dan perilaku siswa, hambatan yang ada, sarana dan prasarana di DU/DI, dll. Monitoring dilaksanakan pada saat siswa melaksanakan PSG di dunia usaha/industri oleh guru pembimbing secara periodik. Hasil dari pelaksanaan monitoring sebagai salah satu bahan dalam pelaksaanaan evaluasi pelaksanaan prakerin. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata tingkat pelaksanaan monitoring mencapai tingkat pelaksanaan sangat tinggi yaitu 100%. Begitu juga di setiap aspeknya mencapai 100%. Dari hasil wawancara juga diperoleh data tambahan bahwa monitoring dilaksanakan oleh guru pembimbing dan tim pokja pada saat awal, pertengahan, dan akhir prakerin. Materi monitoring meliputi keterlaksanaan program sesuai yang direncanakan, hambatan yang ada beserta solusinya, pemeriksaan buku agenda siswa, kedisiplinan siswa, keterlaksanaan kompetensi siswa, dan fasilitas yang terdapat di DU/DI. Selain itu diperoleh juga keterangan bahwa dari 27 lokasi yang digunakan untuk DU/DI sebagian besar masih merupakan industri skala kecil karena dimiliki oleh perseorangan sehingga untuk sarana dan prasarana, volume kegiatan, dan iklim kerja masih sangat minim sekali.
122
Intensitas monitoring yang dilakukan oleh pokja prakerin SMK N 3 Pacitan juga sama seperti di SMK N 2 Klaten dalam penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Nurharjadmo (2008) yang mana dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali dalam 6 bulan. Hendaknya meskipun monitoring oleh pokja dilakukan dalam intensitas yang cukup sedikit seharusnya monitoring dapat dilakukan secara berkala dan efektif oleh guru pembimbing siswa. 5. Uji Kompetensi dan Sertifikasi Uji kompetensi merupakan salah satu media untuk mengetahui sejauh mana ketercapaian siswa dalam menguasai kompetensi tertentu. Uji kompetensi ini perlu dilaksanakan oleh industri sebagai pihak yang telah mengetahui kemampuan siswa selama prakerin. Sedangkan sertifikasi diberikan pada siswa yang telah dinyatakan lulus uji kompetensi sebagai pengakuan tertulias atas kompetensi yang telah dikuasainya. Berdasarkan
hasil
penelitian,
rata-rata
keterlaksanaan
uji
kompetensi masih sangat rendah yaitu 19,4%. Hal ini dikarenakan pihak DU/DI banyak yang tidak melaksanakan uji kompetensi pada saat prakerin. Sistem penilaian dilaksanakan berdasarkan jenis ketrampilan yang dilaksanakan setiap hari baik dari aspek teknis maupun aspek non teknis. Selain itu banyak juga pihak DU/Di yang tidak memberikan sertifikat kompetensi pada siswa. Mereka hanya mengisi lembar penilaian yang ada di buku agenda siswa. Dalam bentuk tanda tangan dan stempel
123
industri. Hal yang sama juga dialami oleh SMK 2 Klaten dalam penelitian yang dilakukan oleh Warseno (1997) yang menyatakan bahwa pencapaian pelaksanaan sertifikasi untuk jurusan otomotif baru mencapai 2,81 %. Data tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan sertifikasi prakerin di SMK 2 Klaten masih tergolong rendah. Dengan
demikian
sekolah
seharusnya
harus
mengadakan
pendekatan dan komunikasi dengan pihak industri tempat dilaksanakan prakerin agar dapat melaksanakan ujian kompetensi dan sertifikasi. Sehingga siswa benar-benar dapat mendapat pengakuak secara tertulis tentang kompetensi yang sudah dikuasainya. Dalam pelaksanaan PSG, pada dasarnya siswa telah bekerja langsung pada bidang pekerjaan sesungguhnya, sehingga sebenarnya siswa telah memiliki kemampuan yang diperoleh melalui pengalaman kerja. Untuk mengakui kemampuan yang dimiliki, perlu dikembangkan sistem pengujian yang mengacu pada penguasaaan berdasarkan standar tertentu atau didasarkan atas standar keahlian. Penilaian terhadap siswa selama melaksanakan pekerjaan di dunia usaha/industri sepenuhnya menjadi tanggung jawab dan wewenang pihak industri. Aspek yang dinilai berupa aspek non teknis yang meliputi kedisiplinan, tanggung jawab, kreativitas, kemandirian, maupun etos kerja. Sedangkan aspek teknis
yang
melaksanakan
meliputi pekerjaan
tingkat
penguasaaan
sebaiknya
dilakukan
ketrampilan dalam
dalam
bentuk
uji
kompetensi. Penilaian Prakerin mencakup penilaian proses dan hasil
124
pekerjaan siswa selama berada di industri. Penilaian ini terutama berisi tentang bagaimana menentukan tingkatan keberhasilan siswa dalam menguasai kemampuan dan perilaku selama prakerin. Adapun pedoman pelaksanaan
kegiatan penilaian prakerin
sebagaimana tercantum dalam Kurikulum SMK meliputi penilai, aspek yang dinilai, dan kriteria penilaian. Menurut Kurikulum SMK Pedoman Pelaksanaan penilaian menjadi wewenang penuh pihak industri, selama pelaksanaan Prakerin. Sekolah hanya menerima hasil penilaian dari industri untuk kemudian dikonversikan terhadap mata pelajaran terkait. Pada akhir praktek kerja industri, siswa akan memperoleh hasil yang berbentuk nilai prestasi. Prestasi tersebut untuk mengakui kemampuan yang dimiliki oleh siswa dari hasil pengembangan di lapangan. Hasil yang diperoleh siswa akan ditunjukkan dalam bentuk sertifikat. Dalam sertifikat adalah tanda/surat keterangan (pernyataan tertulis) atau tercetak dari orang yang berwenang (DU/DI) yang dapat digunakan sebagai bukti suatu kejadian (prestasi yang diperoleh siswa dalam praktik kerja industri). Angka yang tertera pada sertifikat yang diperoleh siswa merupakan hasil penilaian yang dilakukan dunia industri (Instruktur di dunia usaha/dunia industri), dengan aspek yang dinilai adalah sebagai berikut : a) Aspek teknis adalah tingkat penguasaan ketrampilan siswa dalam menyelesaikan pekerjaannya (kemampuan produktif), b) Aspek non teknis adalah sikap dan perilaku siswa selama di dunia usaha dan
125
dunia industri yang menyangkut antara lain : disiplin, tanggung jawab, kreativitas, kemandirian, kerjasama, ketaatan dan sebagainya. 6. Evaluasi Pada dasarnya evaluasi merupakan salah satu komponen yang sangat penting dan perlu dilakukan dalam setiap program kerja. Evaluasi merupakan suatu langkah untuk mengetahui tingkat keterlaksanaan program dengan yang telah direncanakan, hambatan yang ada, masukan atau saran, dan tindak lanjutnya. Biasanya juga evaluasi sejalan dengan pelaporan. Berdasarkan data hasil penelitian, rata-rata tingkat pelaksanaan evaluasi sudah mencapai 91,66% (kategori sangat tinggi). Hal ini menunjukkan bahwa di SMK 3 Pacitan, di akhir program prakerin sudah dilaksanakan evaluasi oleh tim pokja. Apabila dilihat dari setiap aspek yang ada, dari enam aspek lima diantaranya sudah mencapai tingkat pelaksanaan 100%. Sedangkan salah satu aspek baru mencapai 50% (kategori sedang). Aspek tersebut adalah aspek tim evalusi. Komponen evaluasi yang dilibatkan dalam hal ini hendaknya meliputi tom pokja, guru pembimbing, perwakilan dari DU/DI, dan siswa. Perwakilan DU/DI perlu dilibatkan dalam proses evalusi untuk memberikan gambaran proses kegiatan yang telah dilaksanakan selama prakerin, sikap dan perilaku siswa, keterserapan materi di industri, dan masukan untuk pelaksanaan selanjutnya.
126
Dalam evaluasi yang dilaksanakan oleh tim pokja prakerin SMK 3 Pacitan belum menghadirkan perwakilan dari pihak DU/DI secara langsung namun masukan yang berasal dari DU/DI disampaikan melalui tim monitoring atau guru pembimbing. Pelaksanaan evaluasi ini juga sesuai dengan yang dituliskan oleh Depdiknas (2008) bahwa Program prakerin yang sudah dilakukan peserta didik perlu dievaluasi untuk melihat kesesuaian antara program dengan pelaksanaannya. Hal ini dimaksudkan sebagai dasar untuk penyusunan program tindak lanjut yang harus dilakukan baik terhadap pencapaian kompetensi peserta didik maupun terhadap program prakerin. Evaluasi dilakukan dengan cara melakukan analisis hasil laporan yang dibuat oleh peserta didik dan hasil penilaian yang yang dilakukan oleh pembimbing dari Dunia Kerja dan paparan hasil prakerin setiap peserta didik.