BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian Obyek penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan Singapore Exchange tahun 2013-2015. Dari seluruh populasi yang ada, hanya diambil sampel perusahaan yang memenuhi kriteria sesuai dengan teknik purposive sampling. Sumber data yang digunakan sebagai sampel penelitian yaitu laporan keuangan yang dipublikasikan dan dapat diunduh dari website resmi Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id) dan Singapore Exchange (www.sgx.com). Seluruh data yang digunakan dalam variabel penelitian ini diperoleh dari laporan
keuangan
perusahaan.
Laporan
keuangan
digunakan
untuk
memperoleh data penelitian yaitu firm size, fixed asset intensity, level of indebtness, liquidity, dan declining cash flow from operation. Sedangkan keputusan revaluasi aset tetap diperoleh dari catatan atas laporan keuangan (CALK) perusahaan. Hasil pemilihan sampel dengan teknik purposive sampling adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1 Prosedur Pemilihan Sampel Perusahaan Indonesia dan Singapura Keterangan Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan Singapore Exchange periode tahun 2013 sampai dengan tahun 2015 27
Indonesia 558
Singapura 813
28
Lanjutan Tabel 4.1 Tidak memiliki aset tetap antara tahun 2013-2015 Perusahaan dengan data yang tidak dapat diperoleh periode tahun 2013-2015 yang terdiri dari: - Laporan keuangan tidak ditemukan - Komponen pembentuk variabel tidak lengkap Outliers Sampel perusahaan final tahun 2013-2015 yang terdiri dari: - Model Revaluasi - Model Biaya
-
-
(5)
(227)
(35)
(316)
(29) 489
(8) 262
31 458
38 224
B. Uji Kualitas Data 1. Uji Statistik Deskriptif Uji statistik deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui gambaran secara umum terkait data penelitian dan hubungan antara variabel satu dengan variabel yang lain. Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Indonesia
489
45208
93491227
Std. Deviation 7782419,34 14797833,442
489 489 489 489 489
0,00007 0,00025 -0,31023 -7,11133
0,91741 4,98033 372,86767 3,28169
0,3656343 0,5286159 2,7875285 -0,0025583
N FIRM_SIZE (jutaan rupiah) FAI DR LIQ CFFO Valid N (listwise)
Minimum Maximum
Sumber: Output SPSS 21, 2016
Mean
0,20116723 0,41019859 19,59192123 0,57507467
29
Tabel 4.2 menunjukkan hasil uji statistik secara keseluruhan, khusus variabel firm size dinyatakan dalam jutaan rupiah, selanjutnya dapat diketahui bahwa firm size memiliki nilai minimum sebesar 45.208 dan nilai maksimum sebesar 93.491.227. Nilai rata-rata firm size adalah sebesar 7.782.419,34 dengan standar deviasi sebesar 14797833,442. Kemudian variabel fixed asset intensity memiliki nilai minimum sebesar 0,00007 dan nilai maksimum sebesar 0,91741. Nilai rata-rata fixed asset intensity adalah sebesar 0,3656343 dengan standar deviasi sebesar 0,20116723. Variabel level of indebtedness memiliki nilai minimum sebesar 0,00025 dan nilai maksimum sebesar 4,98033. Untuk nilai rata-rata level of indebtedness adalah sebesar 0,5286159 dengan standar deviasi sebesar 0,41019859. Lalu untuk variabel liquidity memiliki nilai minimum sebesar -0,31023 dan nilai maksimum sebesar 372,86767. Nilai rata-rata liquidity adalah sebesar 2,7875285 dengan standar deviasi sebesar 19,59192123. Variabel declining cash flow from operation memiliki nilai minimum sebesar -7,11133 dan nilai maksimum sebesar 3,28169. Nilai rata-rata declining cash flow from operation adalah sebesar -0,0025583 dengan standar deviasi sebesar 0,57507467. Sedangkan variabel dependen yaitu keputusan revaluasi aset tetap, sejumlah 31 perusahaan yang melakukan revaluasi dan 458 perusahaan yang tidak melakukan revaluasi dari total 489 perusahaan.
30
Tabel 4.3 Statistik Deskriptif Singapura
FIRM_SIZE (jutaan rupiah) FAI DR LIQ CFFO Valid N (listwise)
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
262
1484
178261195
3760263,55
17278173,020
262 0,00000 262 0,00079 262 0,00000 262 -65303,64267
0,96360 0,0523632 0,13908925 33,32370 0,5787165 2,80842954 922,70800 19,1251575 80,05924270 142,23750 -304,2624622 4086,23825018
262
Sumber: Output SPSS 21, 2016 Tabel 4.3 menunjukkan hasil uji statistik secara keseluruhan, khusus variabel firm size dinyatakan dalam jutaan rupiah, selanjutnya dapat diketahui bahwa firm size memiliki nilai minimum sebesar 1.484 dan nilai maksimum sebesar 178.261.195. Nilai rata-rata firm size adalah sebesar 3.760.263,55 dengan standar deviasi sebesar 17278173,020. Kemudian variabel fixed asset intensity memiliki nilai minimum sebesar 0,00000 dan nilai maksimum sebesar 0,96360. Nilai rata-rata fixed asset intensity adalah sebesar 0,0523632 dengan standar deviasi sebesar 0,13908925. Variabel level of indebtedness memiliki nilai minimum sebesar 0,00079 dan nilai maksimum sebesar 33,32370. Untuk nilai rata-rata level of indebtedness adalah sebesar 0,5787165 dengan standar deviasi sebesar 2,80842954.
Lalu untuk variabel liquidity memiliki nilai minimum
sebesar 0,00000 dan nilai maksimum sebesar 922,70800. Nilai rata-rata
31
liquidity adalah sebesar 19,1251575 dengan standar deviasi sebesar 80,05924270. Variabel declining cash flow from operation memiliki nilai minimum sebesar -65303,64267 dan nilai maksimum sebesar 142,23750. Nilai rata-rata declining cash flow from operation adalah sebesar 304,2624622 dengan standar deviasi sebesar 4086,23825018. Sedangkan variabel dependen yaitu keputusan revaluasi aset tetap, sejumlah 38 perusahaan yang melakukan revaluasi dan 224 perusahaan yang tidak melakukan revaluasi dari total 262 perusahaan.
2. Menilai Model Fit (Overall Model Fit) Tabel 4.4 Perbandingan Nilai -2LL Awal dengan -2LL Akhir -2 Log likelihood Awal (Block Number : 0) Akhir (Block Number : 1) Sumber: Output SPSS 21, 2016
Nilai Indonesia 265,496 188,556
Singapura 220,990 192,746
Berdasarkan tabel 4.4 untuk data perusahaan Indonesia terlihat nilai -2LL awal atau pada saat blocknumber= 0 adalah sebesar 265,496 dan nilai -2LL akhir pada saat blocknumber= 1 sebesar 188,556. Nilai -22LL awal lebih besar dari nilai -2LL akhir dengan selisih sebesar 76,940 dengan adanya penurunan sebesar 76,940 maka dapat disimpulkan bahwa model yang dihipotesiskan fit dengan data.
32
Berdasarkan tabel 4.4 untuk data perusahaan Singapura terlihat nilai -2LL awal atau pada saat blocknumber= 0 adalah sebesar 220,990 dan untuk nilai -2LL akhir atau pada saat blocknumber= 1 sebesar 192,746. Nilai -22LL awal lebih besar dari nilai -2LL akhir dengan selisih sebesar 28,244 dengan adanya penurunan sebesar 28,244 maka dapat disimpulkan bahwa model yang dihipotesiskan fit dengan data. 3. Uji Kelayakan Model Hasil pengujian kelayakan model dengan Omnimbus Tests of Model Coefficients dapat dilihat pada tabel 4.5 sebagai berikut:
Tabel 4.5 Menilai Overall Model Fit Perusahaan Sampel Step
Chisquare 42,455
Block
42,455
5
0,000
Model
42,455
5
0,000
Step Model 2 Singapura Block Model Sumber: Output SPSS 21, 2016
23.878 23.878 23.878
5 5 5
0,000 0,000 0,000
Model 1
Indonesia
Df
Sig.
5
0,000
Ket.
Layak
Layak
Berdasarkan pengujian Omnimbus Tests of Model Coefficients pada tabel 4.5 untuk kedua model penelitian baik perusahaan Indonesia maupun Singapura terlihat nilai signifikansi sebesar 0,000 < 0,05 (lebih kecil dari nilai alpha). Jadi dapat disimpulkan bahwa data penelitian layak diteliti. Sedangkan hasil pengujian kelayakan model dengan Hormer and Lemeshow dapat dilihat pada tabel 4.6 sebagai berikut:
33
Tabel 4.6 Hasil Uji Kelayakan Model Perusahaan Sampel Model 1
Indonesia
Model 2 Singapura Sumber: Output SPSS 21, 2016
Chisquare 14,595
Sig.
Keterangan
0,068
Layak
14,391
0,072
Layak
Berdasarkan tabel 4.6 pengujian Hosmer and Lameshow Test untuk menguji kelayakan model penelitian yang digunakan, dapat diketahui nilai Chi-square untuk sampel perusahaan Indonesia sebesar 14,595 dengan nilai sig. 0,068 > 0,05 sedangkan untuk sampel perusahaan Singapura sebesar 14,391 dengan nilai sig. sebesar 0,072 > 0,05. Dari hasil yang ditemukan dapat disimpulkan bahwa kedua model untuk masing-masing perusahaan yaitu Indonesia dan Singapura layak digunakan untuk melanjutkan pengujian dalam penelitian ini.
4. Uji Koefisien Determinasi Tabel 4.7 Hasil Uji Koefisien Determinasi INDONESIA -2 Log likelihood 1 188,556 SINGAPURA
Cox & Snell R Square 0,083
Nagelkerke’s R Square
Cox & Snell R Square 1 192,746 0,087 Sumber: Output SPSS 21, 2016
Nagelkerke’s R Square
Step
Step
-2 Log likelihood
0,221
0,155
34
Berdasarkan hasil tabel 4.7 terlihat nilai Nagelkerke’s R Square untuk data perusahaan Indonesia sebesar 0,221. Nagelkerke’s R Square merupakan modifikasi dari koefisien Cox & Snell R Square guna memastikan nilainya bervariasi antara 0,0 sampai 1,0. Nilai Nagelkerke’s R Square menunjukkan bahwa 22,1 % keputusan revaluasi aset tetap pada perusahaan di Indonesia dijelaskan oleh variabel firm size, fixed asset intensity, level of indebtness, liquidity, dan declining cash flow from operation, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti. Sedangkan berdasarkan tabel 4.7 untuk data perusahaan Singapura menunjukkan nilai Nagelkerke’s R Square sebesar 0,155. Nagelkerke’s R Square merupakan modifikasi dari koefisien Cox & Snell R Square guna memastikan nilainya bervariasi antara 0,0 sampai 1,0. Nilai Nagelkerke’s R Square menunjukkan bahwa 15,5 % keputusan revaluasi aset tetap pada perusahaan manufaktur di Singapura dijelaskan oleh variabel firm size, fixed asset intensity, level of indebtness liquidity, dan declining cash flow from operation, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti.
5. Tabel Klasifikasi Hasil matriks klasifikasi menunjukkan kekuatan prediksi dari model regresi untuk memprediksi adanya kemungkinan firm size, fixed asset intensity, level of indebtness, liquidity, dan declining cash flow from
35
operation dengan keputusan revaluasi aset tetap. Hasil matriks ini digunakan untuk memperjelas ketepatan model atau penggambaran model regresi logistik dengan data penelitian yang memperlihatkan hasil prediksi dengan hasil penelitian. Tabel klasifikasi dapat dilihat pada tabel 4.8 dan 4.9 sebagai berikut: Tabel 4.8 Tabel Klasifikasi Indonesia Predicted Observed Kep_REV Percentage Correct 0 1 0 457 1 99,8 Kep_REV Step 1 1 31 0 ,0 Overall Percentage 93,5 a. The cut value is ,500 Tabel 4.9 Tabel Klasifikasi Singapura Predicted Observed Kep_REV Percentage Correct 0 1 0 221 2 99,1 Kep_REV Step 1 1 35 3 7,9 Overall Percentage 85,8 a. The cut value is ,500 Hasil tabel 4.8 menunjukkan bahwa dari 457 perusahaan yang tidak melakukan revaluasi aset tetap, seharusnya (99,8%) dapat diprediksi oleh model regresi logistik dengan tepat. Sedangkan dari 31 perusahaan yang melakukan revaluasi aset tetap (0,0%) yang mampu diprediksi dengan tepat oleh model. Secara keseluruhan terdapat 93,5% yang dapat diprediksi dengan tepat dalam model regresi logistik dalam penelitian ini.
36
Sedangkan hasil tabel 4.9 menunjukkan bahwa dari 221 perusahaan yang tidak melakukan revaluasi, seharusnya (99,1%) dapat diprediksi oleh model regresi logistik dengan tepat. Lalu dari 35 perusahaan yang melakukan revaluasi aset tetap (7,9%) yang mampu diprediksi dengan tepat oleh model. Secara keseluruhan terdapat 85,8% yang dapat diprediksi dengan tepat dalam model regresi logistik dalam penelitian ini.
C. Uji Hipotesis Pengolahan dan perhitungan data menggunakan program SPSS 21.00 for windows. Hasil pengujian hipotesis dijelaskan oleh tabel sebagai berikut: Tabel 4.10 Hasil Uji Hipotesis Indonesia
FIRM_SIZE(Ln) FAI DR Step 1a LIQ CFFO Constant a.
B -0.213 4.481 -0.245 -1.044 -0.276 2.344
S.E. 0.144 1.061 0.663 0.459 0.359 4.082
Wald 2.198 17.853 0.136 5.170 0.589 0.330
df 1 1 1 1 1 1
Sig. 0.138 0.000 0.712 0.023 0.443 0.566
Exp(B) 0.808 88.356 0.783 0.352 0.759 10.427
Variable(s) entered on step 1: FIRM_SIZE, FAI, DR, LIQ, CFFO.
Sumber: Output SPSS 21, 2016 Berdasarkan tabel 4.10 dapat dimasukkan model regresi logistik sebagai berikut: REVi = 2,344 – 0,213SIZE + 4,481FAI – 0,245DR – 1,044LIQ – 0,276CFFO
37
Tabel 4.11 Hasil Uji Hipotesis Singapura
Step 1a
FIRM_SIZE(Ln) FAI DR LIQ CFFO Constant
B -0.221 4.721 -1.737 -0.016 0.001 4.578
S.E. 0.147 1.321 0.720 0.013 0.004 4.033
Wald 2.253 12.772 5.826 1.371 0.044 1.288
df 1 1 1 1 1 1
Sig. 0.133 0.000 0.016 0.242 0.834 0.256
Exp(B) 0.801 112.318 0.176 0.985 1.001 97.277
a. Variable(s) entered on step 1: FIRM_SIZE, FAI, DR, LIQ, CFFO.
Sumber: Output SPSS 21, 2016 Berdasarkan tabel 4.11 dapat dimasukkan model regresi logistik sebagai berikut: REVi = 4,578 – 0,221SIZE + 4,721FAI – 1,737DR – 0,016LIQ + 0,001CFFO 1. Hasil Pengujian Hipotesis Satu H1a: Firm Size berpengaruh positif terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Indonesia. H1b: Firm Size berpengaruh positif terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Singapura. Berdasarkan tabel 4.10 variabel firm size yang diukur dengan logaritma natural dari total aset memiliki nilai koefisien -0,213 dengan nilai sig 0,138 > alpha 0,05 dan arah koefisien negatif tidak sesuai dengan hipotesis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa H1a ditolak, hal ini menunjukkan bahwa firm size tidak berpengaruh positif terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Indonesia. Artinya, semakin besar ukuran
38
perusahaan maka semakin kecil kemungkinan perusahaan merevaluasi aset tetapnya. Sedangkan berdasarkan tabel 4.11 variabel firm size yang diukur dengan logaritma natural dari total aset memiliki nilai koefisien -0,221 dengan nilai sig 0,133 > alpha 0,05 dan arah koefisien negatif tidak sesuai dengan hipotesis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa H1b ditolak, hal ini menunjukkan bahwa firm size tidak berpengaruh positif terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Singapura. Artinya, semakin besar ukuran perusahaan maka semakin kecil kemungkinan perusahaan merevaluasi aset tetapnya.
2. Hasil Pengujian Hipotesis Dua H2a: Fixed Asset Intensity berpengaruh positif terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Indonesia. H2b: Fixed Asset Intensity berpengaruh positif terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Singapura. Berdasarkan tabel 4.10 variabel fixed asset intensity yang diukur dengan nilai buku dari total aset tetap dibagi total aset memiliki nilai koefisien 4,481 dengan nilai sig 0,000 < alpha 0,05 dan arah koefisien positif sesuai dengan hipotesis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa H2a diterima, hal ini menunjukkan bahwa fixed asset intensity berpengaruh positif terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Indonesia. Artinya, semakin banyak aset tetap yang dimiliki perusahaan maka semakin besar kemungkinan perusahaan merevaluasi aset tetapnya.
39
Sedangkan berdasarkan tabel 4.11 variabel fixed asset intensity yang diukur dengan nilai buku dari total aset tetap dibagi total aset memiliki nilai koefisien 4,721 dengan nilai sig 0,000 < alpha 0,05 dan arah koefisien positif sesuai dengan hipotesis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa H2b diterima, hal ini menunjukkan bahwa fixed asset intensity berpengaruh positif terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Singapura. Artinya, semakin banyak aset tetap yang dimiliki perusahaan maka semakin besar kemungkinan perusahaan merevaluasi aset tetapnya.
3. Hasil Pengujian Hipotesis Tiga H3a: Level of Indebtedness berpengaruh positif terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Indonesia. H3b: Level of Indebtedness berpengaruh positif terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Singapura. Berdasarkan tabel 4.10 variabel level of indebtedness yang diukur dengan total kewajiban dibagi total aset memiliki nilai koefisien -0,245 dengan nilai sig 0,712 > alpha 0,05 dan arah koefisien negatif tidak sesuai dengan hipotesis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa H3a ditolak, hal ini menunjukkan bahwa level of indebtedness tidak berpengaruh positif terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Indonesia. Artinya, semakin tinggi rasio utang perusahaan maka semakin rendah kemungkinan perusahaan merevaluasi aset tetapnya. Sedangkan, berdasarkan tabel 4.11 variabel level of indebtedness yang diukur dengan total kewajiban dibagi total aset memiliki nilai
40
koefisien -1,737 dengan nilai sig 0,016 < alpha 0,05 dan arah koefisien negatif tidak sesuai dengan hipotesis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa H3b ditolak, hal ini menunjukkan bahwa level of indebtedness tidak berpengaruh positif terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Singapura. Artinya, semakin tinggi rasio utang perusahaan maka semakin rendah kemungkinan perusahaan merevaluasi aset tetapnya.
4. Hasil Pengujian Hipotesis Empat H4a: Liquidity berpengaruh negatif terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Indonesia. H4b: Liquidity berpengaruh negatif terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Singapura. Berdasarkan tabel 4.10 variabel liquidity yang diukur dengan acid test ratio memiliki nilai koefisien -1,044 dengan nilai sig 0,023 < alpha 0,05 dan arah koefisien negatif sesuai dengan hipotesis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa H4a diterima, hal ini menunjukkan bahwa liquidity berpengaruh negatif terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Indonesia. Artinya, semakin rendah likuiditas perusahaan maka semakin tinggi kemungkinan perusahaan merevaluasi aset tetapnya. Sedangkan, berdasarkan tabel 4.11 variabel liquidity yang diukur dengan acid test ratio memiliki nilai koefisien -0,016 dengan nilai sig 0,242 > alpha 0,05 dan arah koefisien negatif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa H4b ditolak, hal ini menunjukkan bahwa liquidity tidak berpengaruh negatif terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Singapura. Artinya,
41
semakin rendah likuiditas perusahaan maka semakin rendah kemungkinan perusahaan merevaluasi aset tetapnya.
5. Pengujian Hipotesis Lima H5a: Declining Cash Flow From Operation berpengaruh positif terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Indonesia. H5b: Declining Cash Flow From Operation berpengaruh positif terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Singapura. Berdasarkan tabel 4.10 variabel declining cash flow from operation yang diukur dengan perubahaan arus kas operasi selama 2 tahun dibagi total aset tetap memiliki nilai koefisien -0,276 dengan nilai sig 0,443 > alpha 0,05 dan arah koefisien negatif tidak sesuai dengan hipotesis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa H5a ditolak, hal ini menunjukkan bahwa declining cash flow from operation tidak berpengaruh positif terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Indonesia. Artinya, semakin tinggi penurunan arus kas operasi perusahaan maka semakin rendah kemungkinan perusahaan merevaluasi aset tetapnya. Berdasarkan tabel 4.11 variabel declining cash flow from operation yang diukur dengan perubahaan arus kas operasi selama 2 tahun dibagi total aset tetap memiliki nilai koefisien -0,001 dengan nilai sig 0,834 > alpha 0,05 dan arah koefisien negatif tidak sesuai dengan hipotesis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa H5b ditolak, hal ini menunjukkan bahwa declining cash flow from operation tidak berpengaruh positif terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Singapura. Artinya, semakin
42
tinggi penurunan arus kas operasi perusahaan maka semakin rendah kemungkinan perusahaan merevaluasi aset tetapnya.
D. PEMBAHASAN 1. Hubungan Firm Size Terhadap Keputusan Revaluasi Aset Tetap Hasil pengujian hipotesis pertama yang menyatakan bahwa firm size berpengaruh positif terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Indonesia dan di Singapura tidak dapat dibuktikan secara statistik. Hal ini berarti mungkin saja terjadi, dimana revaluasi yang dilakukan oleh perusahaan di Indonesia dan Singapura sifatnya adalah upward revaluation, yang artinya selisih antara nilai buku dengan nilai revaluasi akan mengakibatkan naiknya saldo laba komprehensif perusahaan. Hal ini menyebabkan perusahaan besar tidak bisa menghindari pajak yang sudah ditetapkan. Adanya peraturan pajak PMK No.191/2015 yang mengenakan pajak final antara 3% sampai 6% terhadap selisih revaluasi nilai wajar aset memungkinkan
perusahaan
lebih
memilih
model
biaya
untuk
menghindari risiko terkena regulasi perpajakan yang menyebabkan kenaikan pembayaran pajak.
Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian Nurjanah (2013), Manihuruk dan Farahmita (2015), dan Yulistia, dkk (2015) yang menemukan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh positif terhadap revaluasi, artinya perusahaan yang
43
berukuran besar lebih kecil kemungkinan menggunakan model revaluasi pada pencatatan aset tetap mereka.
2. Hubungan Fixed Asset Intensity Terhadap Keputusan Revaluasi Aset Tetap Hasil pengujian hipotesis kedua yang menyatakan bahwa fixed asset intensity berpengaruh positif terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Indonesia dan di Singapura dapat dibuktikan secara statistik. Hasil pengujian ini sesuai dengan hipotesis peneliti yang menyatakan bahwa intensitas aset tetap berpengaruh signifikan positif terhadap keputusan revaluasi aset tetap. Sesuai dengan penelitian Tay (2009) yang berpendapat bahwa revaluasi penting untuk diperhatikan dimana porsi terbesar dari total aset adalah aset tetap yang dapat meningkatkan nilai suatu perusahaan dan karena itu memiliki potensi yang besar dalam meningkatkan basis aset. Tidak hanya itu, revaluasi juga diterapkan untuk mengurangi pelaporan profitabilitas perusahaan, baik melalui depresiasi yang lebih besar, maupun dengan peningkatan basis aset yang digunakan untuk mengukur return on equity. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Tay (2009), Seng dan Su (2010), Manihuruk dan Farahmita (2015) yang menemukan bahwa intensitas aset tetap memiliki hubungan signifikan positif terhadap pilihan model revaluasi aset tetap perusahaan.
44
3. Hubungan Level of Indebtedness Terhadap Keputusan Revaluasi Aset Tetap Hasil pengujian hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa level of indebtedness berpengaruh positif terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Indonesia dan di Singapura tidak dapat dibuktikan secara statistik. Lin dan Peasnell (2000) menyatakan bahwa revaluasi yang digunakan sebagai alat akuntansi efektif dalam meningkatkan kapasitas pinjaman tidak dapat dijamin kepastiannya, karena sebagian kreditur dapat mengecualikan cadangan revaluasi dalam dasar yang digunakan untuk menghitung rasio utang. Selain itu, revaluasi aset yang digunakan untuk menghindar dari kegagalan pembayaran pada perjanjian utang dapat mengurangi kredibilitas manajemen sehingga akan berdampak pada meningkatnya biaya contracting di masa depan (Cotter, 1999 dalam Seng dan Su, 2010). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Barac dan Sodan (2011) yang membuktikan bahwa level of indebtedness tidak berpengaruh terhadap revaluasi.
4. Hubungan Liquidity Terhadap Keputusan Revaluasi Aset Tetap Hasil pengujian hipotesis keempat yang menyatakan bahwa liquidity berpengaruh negatif terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Indonesia dapat dibuktikan secara statistik. Sedangkan hipotesis yang menyatakan bahwa liquidity berpengaruh negatif terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Singapura tidak dapat dibuktikan secara statistik. Menurut Andison (2015) rasio likuiditas menggambarkan kemampuan perusahaan
45
dalam melunasi kewajiban lancarnya. Perusahaan yang memiliki likuiditas rendah akan memilih melakukan revaluasi agar dapat memperlihatkan nilai aset tetap mereka yang sebenarnya dapat dikonversi dalam bentuk kas. Andison (2015) juga mengatakan bahwa kebijakan revaluasi aset akan berdampak positif pada posisi keuangan, hal ini tentu memberikan respon positif bagi kreditur dalam memberikan pinjaman. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Black, Sellers dan Manly (1998) dalam Manihuruk dan Farahmita (2015) dan Barac Sodan (2011) yang menemukan bahwa likuiditas mempunyai pengaruh yang signifikan negatif terhadap pilihan merevaluasi aset. Lain halnya dengan yang terjadi di Singapura, Manihuruk dan Farahmita (2015) beranggapan bahwa kebijakan yang dilakukan perusahaan untuk memilih model revaluasi dalam pencatatan aset tetap mereka cenderung tidak dianggap mempengaruhi kinerja perusahaan. Perusahaan dengan likuiditas rendah akan lebih fokus pada usaha meningkatkan likuiditas mereka agar tidak melanggar perjanjian utang, walaupun perusahaan dengan likuiditas yang tinggi lebih bebas untuk mengambil kebijakan lain karena mereka tidak terlilit oleh masalah likuiditas. Hasil ini sesuai dengan penelitian Manihuruk dan Farahmita (2015), Andison (2015), dan Tay (2009) yang tidak berhasil membuktikan bahwa liquidity berpengaruh negatif terhadap keputusan revaluasi aset tetap.
46
5. Hubungan Declining Cash Flow From Operation
Terhadap
Keputusan Revaluasi Aset Tetap Hasil pengujian hipotesis kelima yang menyatakan bahwa declining cash flow from operation berpengaruh positif terhadap keputusan revaluasi aset tetap di Indonesia dan di Singapura tidak dapat dibuktikan secara statistik. Hal ini mungkin disebabkan karena menurut Seng dan Su (2010), arus kas operasi merupakan bagian dari arus kas perusahaan. Oleh karena itu penurunan arus kas dari aktivitas operasi dapat diimbangi oleh aktivitas lain, yaitu seperti aktivitas pendanaan dan aktivitas investasi. Hal ini yang mengakibatkan kreditur tidak hanya melihat arus kas operasi saja melainkan juga arus kas perusahaan secara keseluruhan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Seng dan Su (2010) dan Yulistia, dkk. (2015) yang tidak menemukan pengaruh signifikan penurunan arus kas operasi terhadap revaluasi aset tetap.