BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penyelenggara program jaminan sosial merupakan salah satu tangung jawab dan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat. Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan Negara Indonesia seperti halnya berbagai Negara berkembang lainnya, mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan funded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal. Sejarah terbentuknya PT Jamsostek (Persero) mengalami proses yang panjang, dimulai dari UU No. 33/1947 UU No.2/1951 tentang kecelakaan kerja, Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No. 48/1952 PMP No.8/1956 tentang pengaturan bantuan untuk usaha penyelenggaraan kesehatan buruh, PMP No. 15/1957 tentang pembentukan Yayasan Sosial Buruh, PMP No.5/1964 tentang pembentukan Yayasan Dana Jaminan Sosial (YDJS), diberlakukannya UU No.14/1969 tentang Pokok-pokok Tenaga Kerja, secara kronologis proses lahirnya asuransi sosial tenaga kerja semakin transparan. Setelah mengalami kemajuan dan perkembangan, baik menyangkut landasan hukum, bentuk perlindungan maupun cara penyelenggaraan, pada tahun 1977 diperoleh suatu tonggak sejarah penting dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 33 tahun 1977 tentang pelaksanaan program asuransi sosial tenaga kerja (ASTEK), yang mewajibkan setiap pemberi kerja/pengusaha swasta
46
47
dan BUMN untuk mengikuti program ASTEK. Selaian itu PP No.34/1977 tentang pembentukan wadah penyelenggara ASTEK yaitu Perum Astek. Tonggak penting berikutnya adalah lahirnya UU No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK). Dan melalui PP No.36/1995 ditetapkannya PT. Jamsostek sebagai badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Program Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang, akibat resiko sosial. Selanjutnya pada akhir tahun 2004,Pemerintah juga menerbitkan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, yang berhubungan dengan Amandemen UUD 1945 dengan perubahan pada pasal 34 ayat 2, dimana Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah mengesahkan Amandemen tersebut, yang kini berbunyi : “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”. Manfaat perlindungan tersebut dapat memberikan rasa aman kepada pekerja sehingga dapat lebih berkonsentrasi dalam meningkatan motivasi maupun produktivitas kerja. Kiprah Perseroan yang mengedepankan kepentingan dan hak normative Tenaga Kerja di Indonesia terus berlanjut. Sampai saat ini, PT Jamsostek (Persero) memberikan perlindungan 4 program, yang mencakup Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan
48
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi seluruh tenaga kerja dan keluarganya. Dengan penyelenggaraan yang makin maju, program Jamsostek tidak hanya bermanfaat kepada pekerja dan pengusaha tetapi juga berperan aktif dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian bagi kesejahteraan masyarakat dan perkembangan masa depan bangsa.
4.1.2
Struktur Organisasi Sebuah perusahaan akan berhasil dan dapat mencapai prestasi kerja yang
efektif dan efisien dari karyawan apabila terdapat suatu sistim kerja yang baik dan fungsi-fungsi yang ada harus jelas dalam melaksanakan tugasnya masing-masing yaitu terdapatnya tugas dan wewenang serta tanggung jawab dari karyawan perusahaan. Perusahaan dibentuk untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, orang bergabung dalam suatu perusahaan dengan maksud untuk mencapai tujuan-tujuan yang tidak dapat dicapainya dengan kemampuan yang dimilikinya sendiri. Struktur organisasi memberikan kerangka untuk perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan pemantauan aktifitas suatu perusahaan. Pengembangan struktur organisasi mencakup pembagian wewenang dan pembebanan tanggung jawab didalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.
49
4.2. Gambaran Umum Responden 4.2.1. Responden Menurut Jenis Kelamin Perbedaan jenis kelamin dapat menjadi pembeda bagi seseorang, maka jenis kelamin responden memungkinkan untuk memiliki perbedaan antara lakilaki dan perempuan. Berikut ini komposisi responden menurut jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.1.
No
Tabel 4.1 Jumlah Responden Menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah Presentase (%)
1
Laki-Laki
10
52,63
2
Perempuan
9
47,37
19
100
Total Sumber : Data Primer yang di olah, 2013
Dari Tabel 4.1. menunjukan responden yang diteliti pada PT. Jamsostek (persero) Cabang Gorontalo, terlihat bahwa
yang terbanyak ialah laki-laki
sebanyak 10 orang atau sebesar 52,63 % dan perempuan hanya 9 orang atau sebesar 47,37 %. 4.2.2. Responden Menurut Umur Perbedaan kondisi seperti umur sering kali dapat memberikan perbedaan perilaku seseorang, ini dilakukan untuk mengetahui kelompok umur yang lebih banyak bekerja pada PT. Jamsostek (Persero) Cabang Gorontalo. Berikut ini komposisi responden berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 4.2.
50
Tabel 4.2 Jumlah Responden Menurut Kelompok Umur Kelompok Umur Jumlah Presentase 15 – 25 5 26,32 26 – 35 9 47,37 36 – 45 3 15,79 46 – 55 2 10,52 > 55 0 0 Total 19 100 Sumber : Data primer yang di olah, 2013 Dari Tabel 4.2 dapat dilihat usia responden yang bekerja pada PT. Jamsostek (persero) Cabang Gorontalo sangat bervariasi. Mulai dari usia 15 tahun sampai dengan usia 55 tahun, jumlah responden yang dominan adalah usia 26-35 tahun yaitu 9 orang atau sekitar 47,37 %, dan serta responen yang berusia 15-25 tahun yaitu 5 orang atau sekitar 26,32 %. 4.3. Analisis Data 4.3.1Pengujian Instrument 4.3.1.1.Pengujian Validitas Pengujian validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkap sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut Ghozali (2001). Pengujian validitas dapat dilakukan dengan melihat korelasi antara skor masing-masing item dalam kuesioner dan total skor yang ingin dikur yaitu menggunakan Coefficient Corelation Pearson dalam SPSS. Apabila tingkat PValue lebih besar dari α maka tidak mempunyai hubungan yang signifikan sebaliknya jika tingkat PValue lebih kecil dari α maka mempunyai hubungan yang signifikan.
51
Perhitungan lain membandingkan rhitung dan rtabel , apabila nilai rhitung kurang dari nilai rtabel maka tidak mempunyai hubugan yang signifikan sebaliknya jika nilai rhitung lebih besar dari rtabel maka mempunyai hubungan yang signifikan. 1.
Pengujian Instrumen Responden Sebelum penyebaran kuesioner ditindak lanjuti sampai ke 19 responden, maka
pada penelitian ini peneliti menguji cobakan 20 butir pertanyaan pada 15 responden. Tabel 4.5 Hasil Pengujian Validitas No Indikator 1 Motivasi Minat
Sikap Positif
kebutuhan
2
Persepsi
Item 1 Item 2 Item 3 Item 4 Item 5 Item 6 Item 7 Item 8 Item 9 Item 10
r-hitung
0,749 0,914 0,517 0,394 0,798 0,825 0,793 0,601 0,740 0,672
r-tabel
Keterangan
0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444 0,444
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Kedisiplinan Kerja Tujuan dan kemampuan Teladan pimpinan Sangsi hukuman
ketegasan
Item 1 Item 2 Item 3 Item 4 Item 5 Item 6 Item 7 Item 8 Item 9 Item 10
0,669 0,889 0,475 0,753 0,791 0,846 0,779 0,477 0,729 0,681
Sumber : Data Primer diolah dalam Statistik SPSS 18, 2013
52
Pada tabel 4.5 menunjukan hasil pengujian validitas untuk item-item pertanyaan yang digunakan dalam mengukur variabel Motivasi dan kedisiplinan kerja menunjukan dari seluruh item atau pertanyaan yang digunakan, semuanya telah mempunyai nilai korelasi yang lebih besar dari nilai r-kritis yang ditentukan yakni 0,444 atau rhitung > rtabel. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seluruh item pertanyaan yang digunakan tersebut telah menunjukan tingkat ketepatan yang cukup baik dan dapat digunakan untuk mengukur kedua variabel tersebut. Selanjutnya penyebaran indikator variabel pada kuesioner bisa diteruskan sampai pada 19 responden dan dianalisis dalam model regresi sederhana. 4.3.1.2.Pengujian Reliabilitas Uji Reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui adanya konsistensi alat ukur dalam penggunaanya atau dengan kata lain alat ukur tersebut mempunyai hasil yang konsisten apabila digunakan berkali-kali pada waktu yang berbeda. Untuk uji reliabilitas digunakan teknik Alpha Cronbach, suatu instrumen dapat dikatakan handal (reliabel) apabila memiliki koefisien kehandalan atau α sebesar 0.5 atau lebih. Untuk menguji reliabilitas dalam penelitian ini, penulis menggunakan koefisien reliabilitas Alpha Cronbach, yaitu : 𝛼=[
𝑘
] 1− 𝑘−1
𝑆𝑖2 𝑠𝑥2
Keterangan : k
: Jumlah instrumen pertanyaan 𝑆𝑖2
: Jumlah varians dari tiap instrumen
53
1.
𝑆𝑖2
: Varians keseluruhan instrumen
𝜎𝑥
:
Standar deviasi pada test untuk semua orang
Kriteria pengujian Tingkat Reliabilitas dengan metode Alpha Cronbach diukur berdasarkan
skala 0 sampai dengan 1. Skala tersebut dikelompokan ke dalam lima kelas dengan range yang sama (Budi, 2006). Hal ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
No
Tabel 4.6 Tingkat Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpa Alpa Tingkat Reliabilitas
1
0,00 S.d. 0,20
Kurang Reliabel
2
> 0,20 S.d. 0,40
Agak Reliabel
3
> 0,40 S.d. 0,60
Cukup Reliabel
4
> 0,60 S.d. 0,80
Reliabel
5
> 0,80 S.d. 1,00
Sangat Reliabel
Sumber : Budi, (2006) 2.
Cara Pengujian Dalam penelitian ini misalnya variabel kedisiplinan Kerja diukur dalam 10
pertanyaan berupa dua pertanyaan tiap indikator. Untuk mengukur variabel kedisiplinan kerja satu jawaban responden dikatakan reliabel jika masing-masing pertanyaan dijawab secara konsisten. Karena masing-masing pertanyaan hedak mengukur hal yang sama yaitu kedisiplinan kerja Tingkat reliabilitas suatu konstruk dapat dilihat dari hasil uji Statistik Cronbach Alpha. 3.
Pengujian Responden Instrumen Setelah pengujian instrument validitas dilakukan, maka dilanjutkan pengujian
instrumen reliabilitas, reliabilitas berupa penguji beberapa item pertanyaan dalam
54
satu variabel yang dijawab secara konstan atau stabil. Pengujian reliabilitas selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tabel 4.7 Hasil Pengujian Reliabilitas Variabel Alpha
No
Keterangan
1
Motivasi
0,921
Reliabel
2
Kedisiplinan Kerja
0,924
Reliabel
Sumber : data primer diolah dalam Statistik SPSS 18, 2013 Dari tabel 4.7 menunjukan bahwa semua variabel mempunyai koefisien alpha yang cukup besar yaitu diantara 0,60 sampai dengan 0,80 sehingga dapat disimpulkan semua item pertanyaan variabel pada kuesioner penelitian adalah reliabel artinya kuesioner yang digunakan dalam penelitian merupakan kuesioner yang baik selanjutnya penyebaran indikator variabel pada kuesioner bisa diteruskan sampai pada 19 responden dan diuji dalam model regresi sederhana.
4.3.1.3.Analisis Regresi Linear Sederhana Dalam pengujian regresi linier sederhana data yang diperlukan data interval, sedangkan data sekarang masih
berskala ordinal maka dari itu data ordinal
ditransformasikan ke interval melalui Method Of Succesive Interval (MSI). Berikut ini perhitungan statistik coeffisien analisis regresi linier sederhana dapat dilihat pada Tabel 4.8.
55
Tabel 4.8 Hasil analisis regresi sederhana Model
Unstandardized Coefficients B
1
Standardized Coefficients
Std. Error
Beta
(Constant)
8,897
5,999
MOTIVASI
,730
,214
,638
Sumber : data primer (data ordinal – data interval, MSI) dan diolah dalam statistic SPSS 18, 2013 Dari Tabel 4.8 diatas menunjukan hasil persamaan regresi sederhana sebagai berikut : Ŷ = α + bx + e Ŷ = 8,897 + 0,730X + e Model Regresi tersebut dapat diinterprestasikan sebagai berikut : 1. Konstanta sebesar 8,897 menyatakan bahwa jika tidak terdapat hubungan atau pengaruh dari variabel-variabel bebas dalam model (pengaruhnya tidak signifikan), maka rata-rata kedisiplinan kerja adalah sebesar 8,897. 2. Terdapat pengaruh yang positif Motivasi Terhadap kedisiplinan kerja. Semakin baik Motivasi pada sebuah perusahaan yang dipersepsikan maka mereka juga akan merasakan tingkat kedisiplinan yang tinggi. Setiap kenaikan variabel Motivasi sebesar satu-satuan akan menyebabkan kenaikan variabel kedisiplinan kerja sebesar 0,730 satuan. 5.
Pengujian Hipotesis Hipotesis ini diuji dengan menggunakan uji t. tujuannya adalah untuk
megetahui pengaruh antara variabel Motivasi terhadap Kedisiplinan Kerja pada
56
PT. Jamsostek (Persero) Cabang Gorontalo, baik secara simultan maupun secara parsial.
4.3.1.4.Pengujian t-test Pengujian t dilakukan untuk mengetahui pengaruh secara sendiri “parsial” rumusan hipotesisnya dapat dinyatakan sebagai berikut : Ho : bi = 0, artinya variabel bebas bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel terikat. Ha : bi ≠ 0, artinya variabel bebas merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel terikat. b
t = Sb
(Asih Purwanto, 2008)
Dimana b adalah parameter dan Sb adalah standar eror dari b. Standar eror dari masing-masing parameter dihitung dari akar varians masing-masing. (Asih Purwanto, 2008). Tabel 4.9 Hasil Pengujian t-test Model
Standardized Unstandardized Coefficients B
1
Std. Error
(Constant)
8,897
5,999
MOTIVASI
,730
,214
Coefficients Beta
t
,638
Sig.
1,483
,156
3,417
,003
Sumber : Data primer (data ordinal – data interval, MSI) dan diolah dalam statistic SPSS 18, 2013.
57
Dari hasil perhitungan diperoleh dari nilai t-hitung untuk variabel Motivasi diperoleh nilai thitung = 3,417 dengan tingkat pvalue = 0,003. Dengan menggunakan batas signifikan α = 0,05 didapat ttabel sebesar 1,729. Dari hasil tersebut maka kriteria pengujian yaitu thitung > ttabel atau Pvalue < α yang artinya H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian hipotesis uji t variabel Motivasi mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan dalam menentukan Kedisiplinan kerja pada PT. Jamsostek (Persero) cabang Gorontalo. 4.3.1.5.Pengujian Normalitas Pengujian normalitas dilakukan terhadap residual regresi, pengujian dilakukan dengan menggunakan Grafik P-P Plot, data yang normal adalah data yang membentuk titik-titik yang menyebar tidak jauh dari garis diagonal. Hasil analisis regresi linier dengan grafik normal P-P Plot terhadap residual eror model regresi diperoleh sudah menunjukan adanya pola grafik yang normal yaitu adanya sebaran titik yang berada tidak jauh dari garis diagonal. Seperti terlihat pada gambar 4.2.
58
Gambar 4 Hasil Pengujian Normalitas
Sumber : data primer (data ordinal – data interval, MSI) dan diolah dalam statistic SPSS 18, 2013.
Pada Gambar 4.2 menunjukan hasil pengujian tersebut bahwa titik-titik berada tidak jauh dari garis diagonal, hal ini berarti bahwa model regresi tersebut dapat disimpulkan data berdistribusi normal.
4.3.1.6.Pengujian Koefisien Korelasi dan Determinasi Untuk mengetahui arah dan kekuatan hubungan antara variabel independen (X) dan Variabel dependen (Y) digunakan koefisien korelasi (R), besarnya koefisien korelasi adalah : 0 sampai dengan 1. Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui tingkat yang paling baik antara dua variabel atau digunakan untuk mengukur besarnya kontribusi (share) dari variabel X terhadap variasi naik turunnya variabel Y yang biasanya dinyatakan dalam presentase dan
59
sisanya dipengaruhi variabel lainnya (Ghojali, 2001), berikut ini akan dijelasskan hasil pengujian Determinasi R2 pada Model Summary Tabel 4.8. Tabel 4.10 Hasil Koefisien Korelasi dan Determinasi Model Std. Error of the R 1
R Square ,638
a
Adjusted R Square ,407
,372
Estimate 3,86801
Sumber : Data primer (data ordinal – data interval, MSI) dan diolah dalam statistic SPSS 18, 2013. Tabel 4.10. menunjukan hasil regresi linier sederhana model Summary nilai koefisien korelasi R yang menunjukan tingkat hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen yaitu 0,638 atau mendekati satu artinya terdapat hubungan yang agak kuat, dan R square atau koefisien determinasi R2 menunjukan besarnya kontribusi 0,407 atau 40,7% variabilitas mengenai kedisiplinan kerja pada PT.Jamsostek (perseroI Cabang Gorontalo. Dapat diterangkan oleh variabel-variabel bebas dalam model (Motivasi), sedangkan sisanya sebesar 0,593 atau 59,3% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak terdapat pada model seperti kepemimpinan, kinerja, kompensasi, kualitas pelayanan dan lain-lain.
60
4.4. Pembahasan Motivasi adalah faktor-faktor yang ada dalam diri seseorang yang menggerakan, mengarahkan perilaku untuk memenuhi tujuan tertentu. Proses timbulnya motivasi seseorang merupakan gabungan dari konsep kebutuhan, dorongan, tujuan dan imbalan. Mengkunegara (2005: 61) menyatakan, motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan. Pengertian motivasi ada hubungan yang kuat antara kebutuhan motivasi, perbuatan atau tingkah laku, tujuan dan kepuasan karena setiap perubahan senantiasa berkat adanya dorangan motivasi, jika motivasi/minat kerja telah terpenuhi maka disiplin bisa dapat dijalankan sesuai dengan aturan kerja yang berlaku. Kedisiplinan adalah kunci keberhasilan suatu organisasi dalam suatu mencapai tujuan. Peraturan sangat diperlukan untuk memberikan bimbingan dan penyuluhan baik pegawai dalam mencapai tata tertib yang baik diinstansi. Disiplin sangat penting untuk pertumbuhan organisasi, digunakan terutama untuk memotivasi pegawai agar dapat mendisiplinkan diri
dalam
melaksanakan pekerjaan baik secara perorangan maupun kelompok. Disamping itu disiplin bermanfaat mendidik pegawai untuk mematuhi dan menyenangi peraturan, prosedur, maupun kebijakan yang ada, sehingga dapat menghasilkan kinerja yang baik, untuk itu kedisiplinan adalah salah satu yang sangat berperan penting untuk memotivasi setiap karyawan sehingga dapat mencapai hasil dan tujuan tertentu.
61
Hasil temuan dari penelitian ini menunjukan bahwa Motivasi berpengaruh signifikan terhadap kedisiplinan kerja pada PT Jamsostek (Persero) cabang Gorontalo. Senada dengan hal tersebut maka Menurut Viethzal (2004:443) mengemukakan bahwa disiplin yang baik mencerminkan besarnya tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini mendorong gairah kerja dan semangat kerja dan terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan serta masyarakat pada umumnya. Melalui disiplin mencerminkan kekuatan, karena biasanya seseorang yang berhasil memiliki disiplin yang tinggi. Disiplin sangat penting untuk pertumbuhan organisasi, digunakan terutama untuk memotivasi pegawai agar dapat mendisiplinkan diri dalam melaksanakan pekerjaan baik secara perorangan maupun kelompok. Berdasarkan data deskripsi penelitian Motivasi ini memiliki pengaruh signifikan terhadap kedisiplinan kerja, hasil dari regresi Motivasi memiliki nilai 0,730 maka kedisiplinan kerja akan meningkat sebesar 0,730, ini dilihat dari nilai koefisien regresi Ŷ = 8,897 + 0,730X, yang menunjukan bahwa setiap terjadi perubahan satu-satuan pada variabel Motivasi (X) maka akan diikuti oleh perubahan rata-rata variabel Kedisiplinan Kerja (Y), yang artinya setiap komponen variabel X akan mempengaruhi setiap komponen variabel Y. hal ini dipertegas dengan nilai thitung 3,417 dan ttabel 1,729, dari hasil tersebut maka kriteria pengujiannya yaitu thitung > ttabel artinya Ho ditolak dan H1 diterima. Kesimpulannya bahwa Motivasi berpengaruh positif terhadap kedisiplinan kerja. Hal ini lebih diperjelas bahwa variabel Motivasi tersebut memiliki tingkat hubungan yang kuat dan positif sebesar 0,638
terhadap kedisiplinan kerja,
62
sedangkan besarnya pengaruh variabel Motivasi terhadap kedisiplinan kerja ditunjukan oleh nilai determinasi ganda (R2) sebesar 0,407. Sedangkan sisanya sebesar 0,593 atau 59,3 % dipengaruhi oleh variabel lain seperti kepemimpinan, kinerja, kompensasi, kualitas pelayanan dan lain-lain. Hal ini menunjukan bahwa Motivasi berpengaruh terhadap kedisiplinan kerja. Berdasarkan hasil analisa menunjukan, Motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kedisiplinan kerja pada PT Jamsostek (persero) cabang Gorontalo. Hasil ini menunjukan bahwa dengan memperhatikan Motivasi dapat meningkatkan Kedisiplinan Kerja pada PT Jamsostek (persero) cabang Gorontalo.